Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 188102 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Telah diperoleh peningkatan akurasi prediksi curah hujan bulanan di wilayah Jakarta yang ditandai dengan peningkatan nilai koefisien korelasi data Tropical Rainfall Measuring Mission (TRMM) hasil simulasi jaringan syaraf tiruan. Dengan melibatkan faktor sinar kosmik sebagai masukan jaringan, diperoleh peningkatan akurasi sampai dengan 7,2% yang dicapai saat prediksi lima bulan ke depan. Untuk prediksi tiga dan empat bulan ke depan peningkatan akurasi yang diperoleh sebesar 4,8%. Hasil ini melengkapi bukti adanya kontribusi sinar kosmik dalam mempengaruhi curah hujan di wilayah Jakarta.
"
600 JADIR 11:1 (2013)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Penyebab penurunan intensitas sinar kosmik dapat dianalisis dari pola
penurunan intensitasnya. Dengan menggunakan data intensitas sinar kosmik dari
Calgary, data awan magnet dari Magnetic Field Investigation (MFI), dan data Sudden
Storm Commencement (SSC) dari National Geophysical Data Center, diperoleh bahwa
penurunan dapat disebabkan oleh interplanetary shock, awan magnet, gabungan shock
dan awan magnet, serta penurunan yang bukan karena shock atau awan magnet.
Analisis dilakukan dengan membandingkan waktu mulainya penurunan intensitas
sinar kosmik dengan waktu tibanya awan magnet dan waktu terjadinya SSC. "
620 DIR 11:2 (2010)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Heru Purwanto
"Tulisan ini membahas peran penting hujan sebagai faktor pemicu terjadinya kejadian longsor. Kejadian longsor yang terjadi di Kabupaten Garut dan Cianjur untuk periode tahun 2009 -2014 dijadikan sebagai sampel kasus dalam penelitian ini. Data curah hujan dari data satelit Tropical Rainfall Measuring Mission (TRMM) pada periode yang sama, digunakakan untuk mendapatkan karakteristik hujan pemicu longsor dan hujan sebelum kejadian, yang diukur dengan nilai Antecedent Precipitation Index (API). Nilai API menunjukan kondisi kelembaban tanah pada saat terjadinya longsor. Semakin besar nilai API, maka kondisi tanah semakin lembab. Pendekatan empiris intensitas dan durasi hujan pada setiap kejadian longsor dilakukan untuk menentukan ambang hujan pemicu longsor mengikuti model kurva Intensitas-Durasi (Kurva ID) yang diperkenalkan Caine pada tahun 1980. Nilai dari ambang hujan ini menunjukan nilai curah hujan minimum yang diperlukan untuk terjadinya longsor. Hasil penelitian menunjukan nilai ambang hujan untuk Cianjur mengikuti persamaan I = 8.388 D-0.337, dan I = 11.056 D-0.6144 untuk Garut. Berdasarkan model ambang hujan, Garut lebih berpotensi terjadi longsor daripada Cianjur. Model matermatik Kurva Intensitas-Durasi (Kurva ID) ini dapat digunakan sebagai acuan pembuatan sistem peringatan dini kejadian longsor.

This Research review about the important role of rainfall as triggering factor of landslide disaster. Landslide disaster in Cianjur and Garut since 2009-2014 has been collected as samples for this research. Rainfall data Intensity obtained from Tropical Rainfall Measuring Mission (TRMM) Imagery for the same period, was used to get the characteristics of rainfall triggering landslide and antecedent rainfall, which calculated by the Antecedent Precipitation Index (API). The value of API indicates soil moisture conditions at the time of the landslide. The greater value of API, the more moist soil conditions. Empirical approach to the intensity and duration of landslide at each landslide has been done to get the threshold of rainfall triggered landslide following the Intensity-Duration Curve (Curve ID) that introduced by Caine in 1980. The threshold value of rainfall triggered landslide showed the minimum rainfall intensity needed to make landslide happen. The results showed the rainfall threshold value of Cianjur followed the equation, I = 8.388 D-0.337, and I = 11.056 D-0.6144 for Garut. Based on rainfall threshold modelling, Garut is more likely to landslide than Cianjur. Mathematical model of ID Curve can be used as a reference to Early Warning System (EWS) of landslide disaster."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
S58201
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Daffa Aliyo Ghinannafsi
"Hujan merupakan salah satu parameter penting dalam proses hidrologi. Pengukuran curah hujan oleh stasiun pengukur hujan belum dapat mewakili sebaran spasial dan temporal. Di daerah pegunungan, sebaran spasial hujan sangat bervariasi dan cenderung lebih tinggi dibandingkan daerah dengan topografi yang lebih rendah. DAS Ciliwung bagian hulu terletak di area pegunungan dengan elevasi 297-2982 mdpl, sedangkan area hilir terletak di area dekat pantai dengan elevasi 0-25 mdpl. Lokasi penelitian ini dilakukan di DAS Ciliwung karena salah satu DAS paling kritis di Indonesia dengan masifnya pembangunan yang berpengaruh terhadap fenomena banjir di bagian hilir, yaitu Jakarta. Radar cuaca merupakan salah satu instrumen yang dapat merepresentasikan kondisi spasial dan temporal hujan dengan lebih baik. Namun, setelah dievaluasi data curah hujan berbasis radar cuaca belum sesuai terhadap data stasiun pengukur hujan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk melakukan koreksi dan evaluasi kesesuaian data curah hujan berbasis radar cuaca terhadap stasiun pengukur hujan di DAS Ciliwung. Data yang digunakan adalah data sekunder berupa data curah hujan dari radar cuaca C-Band dan stasiun pengukur hujan di 6 titik area hulu dan 9 titik area hilir. Metode koreksi data curah hujan berbasis radar cuaca menggunakan metode koreksi kalibrasi. Uji kesesuaian dilakukan menggunakan tiga metode, yaitu Nash Sutcliffe Efficiency (NSE), Root Mean Square Error (RMSE), dan Percent Bias (PBias). Perolehan hasil NSE, RMSE, dan PBias menggunakan data curah hujan radar cuaca setelah dikoreksi menunjukkan bahwa metode koreksi kalibrasi yang digunakan mampu meningkatkan tingkat akurasi dan keandalan data curah hujan secara signifikan walaupun di beberapa titik penelitian secara numerik masih belum memenuhi persyaratan. Hasil terbaik terdapat di Stasiun Pulomas yang ditandai dengan perubahan nilai NSE dari 409,06 menjadi 0,62; nilai RMSE dari 574,66 menjadi 17,54; dan nilai PBias dari 2062,02 menjadi -30,84. Secara tren pencatatan data curah hujan juga sudah sesuai dengan data stasiun pengukur hujan sehingga mampu menggambarkan pola hujan di DAS Ciliwung.

Rain is one of the important parameters in the hydrological process. Rainfall measurements by rain measuring stations cannot yet represent spatial and temporal distribution. In mountainous areas, the spatial distribution of rainfall varies greatly and tends to be higher than in areas with lower topography. The upstream part of the Ciliwung watershed is located in a mountainous area with an elevation of 297-2982 meters above sea level, while the downstream area is located in an area near the coast with an elevation of 0-25 meters above sea level. The location of this research was carried out in the Ciliwung watershed because it is one of the most critical watersheds in Indonesia with massive development that affects the phenomenon of flooding downstream, namely Jakarta. Weather radar is one of the instruments that can better represent the spatial and temporal conditions of rain. However, after evaluation, rainfall data based on weather radar is not in accordance with the data of rain measuring stations. Therefore, this study aims to correct and evaluate the suitability of weather radar-based rainfall data for rain measuring stations in the Ciliwung watershed. The data used is secondary data in the form of rainfall data from C-Band weather radar and rain measuring stations at 6 points in the upstream area and 9 points in the downstream area. The rainfall data correction method based on weather radar uses the calibration correction method. The conformity test was carried out using three methods, namely Nash-Sutcliffe Efficiency (NSE), Root Mean Square Error (RMSE), and Percent Bias (PBias). The results of NSE, RMSE, and PBias using weather radar rainfall data after correction show that the calibration correction method used is able to significantly improve the accuracy and reliability of rainfall data even though at some research points numerically it still does not meet the requirements. The best results were found at Pulomas Station which was marked by a change in the NSE value from -409.06 to 0.62; RMSE value from 574.66 to 17.54; and the PBias value from 2062.02 to -30.84. In terms of the trend of recording rainfall data, it is also in accordance with the data of rain measuring stations so that it is able to describe rainfall patterns in the Ciliwung watershed."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Denik Sri Krisnayanti
"Pembangunan Bendungan Temef di Desa Oenino Kecamatan Oenino dan Desa Konbaki Kecamatan Polen Kabupaten Timor Tengah Selatan membutuhkan ketersediaan data curah hujan yang cukup panjang dan handal. Untuk mengatasi minimnya dan atau tidak tersedianya data hujan otomatis (ARR) serta data debit dalam beberapa tahun terakhir maka dapat digunakan data pengamatan satelit Tropical Rainfall Measuring Mission (TRMM). Keakuratan analisis curah hujan TRMM diperoleh apabila terdapat parameter kesesuaian dan kecocokan dengan data yang tercatat di pos hujan. Untuk DAS Temef, terdapat enam pos stasiun hujan yang ditinjau, yakni Stasiun Hujan Fatumnasi, Oeoh, Noelnoni, Polen, Nifukani, dan Batinifukoko. Perbandingan langsung dilakukan terhadap pengamatan data hujan untuk periode 20 tahun (1998-2018) terhadap data berbasis bulanan dan harian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola hujan pada produk data TRMM (versi 3B42V7) cenderung konsisten pada 3 pos hujan, yaitu Noelnoni, Fatumnasi, dan Batinifukoko. Pemeriksaan data TRMM untuk data hujan bulanan diperoleh koefisien korelasi sebesar 0,505 – 0,813 dan untuk data hujan harian diperoleh tingkat faktor koreksi sebesar 0,0056 – 0,0129. Pada pemeriksaan data Hujan Harian Maksimum Tahunan (HHMT) didapatkan faktor koreksi 0,0298 – 0,2516. Data TRMM pada basis bulanan dan harian memberikan kesesuaian yang cukup baik dengan data dari 3 pos hujan, namun pada pemeriksaan data HHMT hasil yang kurang baik diperoleh untuk pos hujan Noelnoni."
Bandung : Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, 2020
551 JSDA 16:1 (2020)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
David Yulizar
"Curah hujan tinggi dapat berpotensi mengakibatkan banjir dan tanah longsor yang mengakibatkan kerugian pada masyarakat. Oleh karena itu, informasi sistem monitoring curah hujan menggunakan Automatic Rain Gauge (ARG) dapat menjadi solusi dalam antisipasi bencana hidrometeorologi. Penelitian ini bertujuan untuk membangun alat curah hujan otomatis dan sistem monitoring curah hujan menggunakan ARG berbasis Internet of Things (IoT) di wilayah Provinsi Banten dengan jumlah 10 ARG. ARG yang digunakan dilengkapi dengan sensor reed switch untuk mengukur curah hujan di sekitar dengan metode tipping, kemudian data tersebut diproses menggunakan datalogger dan dikirimkan menggunakan protokol MQTT (Message Queuing Telemetry Transport). Hasil rancang bangun alat penakar hujan otomatis di 10 titik pengamatan dengan performa yang baik, hal ini dibuktikan dengan nilai koreksi pada rentang -0.01 mm hingga 0.09 mm, nilai ketidakpastian 0.12 mm hingga 0.16 mm, dan nilai error 0.14 % hingga 2.86 %. Selain itu, nilai korelasi menunjukkan dalam kategori baik hingga sangat baik (0,79 hingga 0,99) dengan nilai RMSE pada rentang sekitar 1,85 mm hingga 12,64 mm.  Data yang telah dikirimkan dari site pengamatan kemudian disimpan dalam cloud sever serta ditampilkan dalam interface berbentuk sistem informasi website yang dilengkapi dengan historis data pengamatan, data curah hujan secara real time, akumulasi berupa grafik, tabel, dan status intensitas curah hujan. Hasil dari penelitian ini dapat menjadi monitoring dan peta intensitas curah hujan di wilayah Banten.

High-intensity rainfall can trigger flooding and landslides and lead to detrimental impact on the community. Therefore, rainfall monitoring system information using Automatic Rain Gauge (ARG) can be a solution in anticipating the hydrometeorological hazards impact. This research aims to make an automatic rain gauge as well as its monitoring system utilizing Internet of Things (IoT) in Banten Province with 10 ARGs in total. The reed switch sensor is installed in the ARG to measure rainfall intensity with tipping method. Then, the data is processed using datalogger and is sent through MQTT (Message Queuing Telemetry Transport) protocol. The installed ARGs show a good performance which is proved by the correction value ranges from -0.01 mm up to 0.09 mm, and the uncertainty ranges from 0.12 mm up to 0.16 mm, and the error value ranges from 0.14% up to 2.86%. In addition, the correction value represents good up to very good condition (0,79 – 0,99) with RMSE value ranges from 1,85 mm up to 12,64 mm. The data sent from the site is stored in a cloud server and presented through an interface of website information system. The website has features such as historical observed data, real time rainfall intensity, accumulation in form of graph, table, and status of rainfall intensity. These findings can be used to monitor and map the rainfall intensity in Banten Province."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sandstrom, A.E.
Amsterdam: North-Holland, 1965
539.722 3 SAN c
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Nurhasanah
"Jumlah curah hujan disuatu tempat sering dinyatakan dengan
keadaan rata-ratanya dalam sekala waktu yang panjang.
Pernyataan dengan rata-rata kenyataannya menyembunyikan
variabilitas jumlah hujan dalam sekala waktu yang lebih
pendek. Dengan menggunakan pendekatan statistik, yaitu
membandingkan besarnya penyimpangan jumlah hujan pada suatu
waktu terhadap rata-ratanya dalam sekala waktu yang pan
jang. maka nilai variabilitas secara rata-rata dapat diketahui.
Pola curah hujan di Propinsi Lampung sedikit berbeda dengan
propinsi-propinsi lain di Sumatera. Propinsi Lampung yang
mempunyai pantai Barat dan pantai Timur, curah hujan maksimum
di pantai Barat tidak selalu jatuh pada bulan November.
Jika berpegang pada dalil umum bahwa pantai Barat suatu
pulau mempunyai curah hujan yang lebih besar dari pantai
Timurnya, maka di Propinsi Lampung menunjukan sedikit
heterogenita dalam pola.
Adapun tujuan dari tulisan ini adalah untuk mengetahui
distribusi curah hujan rata-rata bulanan dalam kaitannya
dengan variabilitas curah hujan bulanan di Propinsi
Lampung. Masai ah yang diajukan adalah:
1. Bagaimana distribusi curah hujan rata-rata di propinsi
Lampung dan faktor apa yang mempengaruhinya?
2. Dimana dan kapan di Propinsi Lampung terjadi variabi
litas jumlah hujan tertinggi dan terendah ?
3. Sejauh mana kaitan curah hujan rata-rata dengan variabilitasnya
di wilayah penelitian ?
Satuan analisis yang digunakan adalah satuan wilayah
pengamat hujan yang mencakup 46 stasiun. Analisa yang
dilakukan adalah korelasi peta diperkuat dengan uji
statistik (korelasi r Pearson) untuk mengetahui hubungan
antara curah hujan rata-rata dan variabi1itasnya dengan
ketinggian dan hubungan antara curah hujan rata-rata dengan
variabilitasnya.
Kesimpulan yang diperoleh adalah : Distribusi curah hujan
rata-rata tinggi sampai tertinggi terdapat di sekitar pantai Barat pada ketinggian 0 - 100 m dpi terjadi pada
bulan September sampai Januari dan di wilayah pedalaman
pada ketinggian dibawah 100 meter dpi, terjadi pada bulan
Desember sampai Maret. Di bagian Selatan wilayah penelitian
curah hujan tinggi terjadi pada bulan Januari. Untuk
curah hujan rata-rata bulanan terendah terjadi pada bulan
Juli dan Agustus.
Faktor yang • mempengaruhi pola distribusi curah hujan
i)ulanan adalah faktor arah lereng, arah angin dan letak
DKAT.
Nilai Variabilitas curah hujan bulanan tinggi terdapat pada
region curah hujan rata-rata rendah, yaitu di bagian Sela
tan wilayah penelitian dan terjadi pada bulan Juli dan
Agustus, selain itu terdapat juga di sekitar pantai Timur
yang terjadi pada bulan Maret dan April, sedangkan nilai
variabilitas rendah terdapat di wilayah dengan jumlah curah
hujan rata-rata tinggi, yaitu di pantai Barat dan wilayah
pedalaman yang terjadi pada bulan Oktober sampai Maret.
Dalam kaitannya dengan ketinggian , variabilitas curah
hujan menghasilkan hubungan positif yang lemah, artinya
variabilitas curah hujan di wilayah penelitian tidak'
dipengaruhi oleh ketinggian.
Hubungan antara curah hujan rata-rata dengan variabi1itasnya
umumnya berbanding terbalik, artinya jika curah hujan
rata-rata tinggi maka nilai variabi1itasnya akan rendah dan
jika curah hujan rata-rata rendah maka variabi1itasnya akan
tinggi. Hubungan terbalik antara curah hujan rata-rata
dengan variabi1itasnya cenderung lebih nyata pada bulanbulan
basah (Oktober - Maret"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1996
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pascalis Dwi Rosario Deno
"Curah hujan merupakan salah satu input data yang memiliki peranan penting dalam permodelan hidrologi. Data curah hujan biasanya diperoleh dari stasiun pencatat curah hujan yang tersebar menurut koordinatnya. Data curah hujan yang tersedia sering kali mengalami kekurangan yang disebabkan oleh terbatasnya sebaran dan jumlah stasiun pencatat hujan yang ada. Medan, bentuk topografi serta biaya besar juga mempengaruhi ketersediaan dari stasiun pencatat curah hujan itu sendiri. Alternatif lain untuk memperoleh data curah hujan salah satunya adalah satelit hujan. Dalam hal ini satelit hujan yang tersedia ada berbagai macam jenisnya dan memiliki kemampuan memperoleh gambaran spasial dengan resolusi yang berbeda-beda. Salah satu data curah hujan harian yang akan digunakanan pada penelitian ini bersumber dari CHIRPS. Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah melakukan analisis perbandingan curah hujan satelit CHIRPS dengan data hujan yang terdapat pada stasiun hujan di DAS Ciliwung Hulu dan DAS Garang Hulu pada rentang waktu tertentu sesuai dengan ketersediaan data curah hujan harian pada stasiun hujan di lokasi kedua DAS tersebut. Data yang dianalisis akan menentukan reliabilitas dari CHIRPS terhadap data hujan pada stasiun pencatat hujan. Data CHIRPS ini akan dianalisis lebih lanjut terkait persamaan dan perbedaannya dengan data stasiun hujan. Hasil yang diperoleh menunjukan bahwa data CHIRPS tidak reliabel atau berkorelasi rendah terhadap data curah hujan harian stasiun pencatat hujan pada kedua DAS. Selisih antara hujan harian atau delta data dari kedua sumber data juga menunjukan bahwa data curah hujan harian cenderung berbeda antar kedua sumber data. Perbedaan-perbedaan ini dianalisis lebih lanjut untuk memperoleh jumlah data yang reliabel dengan melakuakan filter data menggunakan kriteria error berkisar antara nol hingga 0,4 persen. Hasil filter data menunjukan bahwa rata-rata data yang reliabel hanya sebesar 0,9 persen dari total data yang tersedia untuk masing-masing stasiun hujan pada DAS Ciliwung Hulu dan Garang Hulu. Perbedaan dan persamaan data ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti letak serta topografi lokasi kedua DAS dan cara kerja satelit hujan dalam memperoleh data melalui gelombang elektromagnetik yang sangat dipengaruhi oleh kondisi dari objek atau awan.

Rainfall is one of the input data that has an important role in hydrological modelling. Rainfall data is usually obtained from rainfall recording stations which are scattered according to their coordinates. Available rainfall data often suffers from deficiencies caused by the limited distribution and number of existing rain recording stations. Terrain, topography and high cost also affect the availability of the rainfall recording station itself. Another alternative to obtain rainfall data, one of which is a rain satellite. In this case there are various types of rain satellites available and have the ability to obtain spatial images with different resolutions. One of the daily rainfall data that will be used in this study comes from CHIRPS. The purpose of writing this thesis is to carry out a comparative analysis of CHIRPS satellite rainfall with rain data contained in rain stations in the Ciliwung Hulu watershed and Garang Hulu watershed at certain time intervals according to the availability of daily rainfall data at rain stations in the two watershed locations. The data analyzed will determine the reliability of CHIRPS against rain data at rain recording stations. The CHIRPS data will be analyzed further regarding the similarities and differences with the rain station data. The results obtained show that the CHIRPS data is not reliable or has a low correlation with the daily rainfall data of rain-recording stations in both watersheds. The difference between the daily rainfall or delta data from the two data sources also shows that the daily rainfall data tends to differ between the two data sources. These differences were further analyzed to obtain a reliable amount of data by filtering the data using error criteria ranging from zero to 0.4 percent. The results of the data filter show that the average reliable data is only 0.9 percent of the total available data for each rain station in the Upper Ciliwung and Garang Hulu watersheds. The differences and similarities in this data can be caused by several factors such as the location and topography of the two watersheds and the way the rain satellite works in obtaining data through electromagnetic waves which are strongly influenced by the conditions of objects or clouds.

"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Tonni
"Tujuan dari tulisan ini adalah terungkapnya korelasi antara distribusi curah hujan bulanan dengan variabilitasnya di Sumatera utara. Satuan Analisis adalah satuan wilayah pengamatan curah hujan yang mencakup 84 stasiun. Analisa. Yang dilakukan adalah korelasi peta dan dibantu dengan grafik dengan ringkasan sebagai berikut
1. Curah hujan di pantai Barat Suinatera Utara jauh lebih tinggi dari pada bagian lain Propinsi. Lebih jauh ke arah Timur juinlah hujan bertambah lagi, kemudian di tepi pantai Timur berkurang. Namun 'di Pegunungan Tengah, sekitar Danau Toba dan Penyabungan curah hujan cenderung rendah dibandingkan dengan bagian lain karena letaknya di daerah bayangan hujan. DKAT sebagai unsur iklim pembawa hujan, melewati daerah ini pada bulan Oktober, November, April dan Mei. Pada bulan-bulan tersebut curah hujan jatuh cukup banyak di Propinsi ini. Di sebelah Barat Danau Toba curah hujan tertinggi jatuh pada bulan Nopember dan terendah jatuh pada bulan Juni atau Juli. Di sebelah Timur Danau Toba curah hujan tertinggi terjadi bulan Oktober dan terendah bulan Pebruari.
2. Di sebelah pantai Barat nilai variabiljtas jumlah hujan cenderung rendah, di pantai Timur nilai variabilitasnya lebih tinggi dari pada pantai Barat. Namun di Pegunungan Tengah di sekitar Danau Toba nilai variabilitasnya cenderung tinggi. Di sebelah pantai Timur nilai variabjlitas juinlah hujan bulanan tertinggi terjadi bulan Januari, Pebruari dan Maret. Di sebelah Barat Danau Toba nilai variabilitasnya tertinggi pada bulan Juni, Juli dan Agustus. Pada bulan Oktober, Nopember, April dan Mei nilai variabilitas curah hujan di seluruh propinsi cenderung rendah.
3. Korelasj antara pola curah hujan bulanan dengan variabilitas juinlah hujan bulanannya adalah berbanding terbalik, artinya pada daerah yang mempunyai curah hujan terendah cenderung nilai variabilitasnya tertinggi dan sebaliknya pada daerah yang mempunyai curah hujan tertinggi nilai variabjljtasnya terendah."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1992
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>