Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 106270 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Kajian dari tulisan ini adalah, salah satu upaya memberikan keyakinan pada semua pihak bahwa program pendidikan jasmani yang bermakna sangat penting bagi proses pendidikan anak secara total, sehingga harus diupayakan untuk terus diingatkan kualitas keberadaan dan programnya di sekolah-sekolah."
796 JIO 9:1 (2007)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Amin Sulistiono
"Tujuan penelitian ini untuk mengkaji kondisi tingkat kebugaran jasmani siswa sekolah dasar, sekolah menengah pertama, dan sekolah menengah atas berdasarkan jenis kelamin (gender) dan jenjang kelas. Pengumpulan data dilakukan secara cross-sectional di Kota Bandung
dan Kabupaten Majalengka, dengan jumlah sampel 721 siswa yang diambil secara purposive"
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2014
507 JDSP 2:1 2014
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Tujuan penelitian ini untuk mengkaji kondisi tingkat kebugaran jasmani siswa sekolah
dasar, sekolah menengah pertama, dan sekolah menengah atas berdasarkan jenis kelamin
(gender) dan jenjang kelas. Pengumpulan data dilakukan secara cross-sectional di Kota Bandung
dan Kabupaten Majalengka, dengan jumlah sampel 721 siswa yang diambil secara purposive
cluster sampling. Pengolahan dan analisis data berupa deskripsi dan inferensial statistik. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa: tingkat kebugaran siswa belum seluruhnya berada dalam kondisi
yang baik. Masih ditemukan 42,27 persen siswa sekolah dasar dengan tingkat kebugaran jasmani
rendah, siswa sekolah menengah pertama sebanyak 36,87 persen, dan siswa sekolah menengah
atas sebanyak 46,11 persen. Siswa putra memiliki kebugaran jasmani yang lebih baik
dibandingkan dengan kebugaran jasmani siswa putri. Di sekolah dasar semakin tinggi kelas
semakin tinggi tingkat kebugaran jasmaninya, sedangkan pada jenjang sekolah menengah
pertama, kebugaran jasmani siswa putra semakin tinggi kelas, semakin tinggi kebugaran
jasmaninya, sedangkan untuk siswa putri kebugaran jasmaninya sama di semua tingkatan
kelas. Kebugaran jasmani siswa sekolah menengah atas, baik siswa putra maupun siswa putri,
semakin tinggi kelas kebugaran jasmaninya tetap sama. Diketahui bahwa semakin tinggi jenjang
pendidikan siswa semakin berkurang aktivitas fisik siswa. Dengan demikian, dapat disimpulkan
bahwa tingkat kebugaran siswa di semua jenjang pendidikan belum berada dalam kondisi baik,
dan semakin tinggi jenjang pendidikan, semakin berkurang aktivitas fisik siswa, sehingga
berdampak pada penurunan kebugaran jasmaninya."
JDSP 2:1 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Nana Rahayu
"ABSTRAK
Tesis mi membahas pengembangan pendidikan melalui buku-buku pelajaran yang
digunakan pada sekolah dasar di Kyoto-shi pada zaman Meiji Tujuan dan
penelitian mi adalah untuk memberikan pengetahuan mengenam sejarah
modernisasi dalam pendidikan di Jepang yang berawal dari zaman Meiji
Penelitian im adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptmf Hasil
penelitian menjelaskan bahwa buku-buku yang digunakan pada pendidikan
sekolah dasar di Kyoto shi pada zaman Meiji dibagi menjadi tiga kelompok
pendidikan pada masa transisi pendidikan yang mengarah kepada pendidikan
Barat dan pendidikan untuk memngkatkan taraf hidup manusia Pembagian
kelompok buku-buku pelajaran tersebut berdasarkan konsep jitsugaku.

ABSTRACT
This thesis discusses the development of education through textbooks used in
primary schools in Kyoto shi in the Meiji era The objective of this thesis is to
deepen our knowledge about the history of modernization in education in Japan
which started from the Meiji era Using descriptive approach this thesis explains
that the textbooks used in primary schools in Kyoto shi in the Meiji era can be
divided into three categories the transitional era the Western education and the
education for a better life These categories are found by applying the concept of
jitsugaku on the textbooks.

"
2012
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mustafa
"Hidup miskin di Jakarta bukanlah suatu pilihan, atau cita-cita, melainkan lebih tepat sebagai keterpaksaan atau nasib buruk. Apalagi terpaksa harus tinggal bersama keluarga di rumah plastik yang mirip gubuk dan sewaktu-waktu terancam penggusuran. Hal yang memprihatinkan seperti itu tidak pemah terbayangkan sebelumnya ketika para pendatang memutuskan untuk meninggalkan desa atau daerahnya karena sulitnya memperoleh lapangan pekerjaan di daerah sendiri, lebih-lebih dengan modal pengetahuan dan ketrampilan yang terbatas.
Salah satu lokasi yang dijadikan tempat tinggal mereka adalah di dalam komplek pasar induk, karena di pasar itulah mereka dapat mengais rejeki antara lain dari buah-buahan atau sayuran yang jatuh berceceran akibat dari kegiatan bongkarmuat dari dan ke kendaraan truk pengangkutnya. Selain itu juga dari sampah atau limbah yang terbuang di dalam komplek pasar induk yang ternyata hasilnya dapat menghidupi keluarganya.
Mereka berjuang untuk bisa tetap hidup (survive) berusaha mendidik anak-anaknya di lingkungan rumahnya ataupun di sekolah. Kadang-kadang mereka dihadapkan pada pilihan yang pelik, antara anak tetap bersekolah untuk bekal masa depannya, atau terpaksa meninggalkan bangku sekolah untuk turut bekerja mencari tambahan penghasilan keluarga.
Kondisi yang demikian menarik untuk dilakukan penelitan yang bertujuan untuk menyelami kehidupan keluarga miskin memenuhi kebutuhannya, dan pola keluarga miskin itu menangani pendidikan anak-anaknya di tengah-tengah kondisi kemiskinannya. Pendidikan anak pada keluarga miskin di sini dimaksudkan : mulai di dalam rumah atau keluarga, sampai di luar rumah keluarga itu. Di sini ingin diketahui bagaimana konsep keluarga miskin itu di dalam penanaman nilai-nilai dan ketrampilan termasuk dorongan dan pemberian kesempatan kepada anaknya mengikuti pendidikan dasar.
Penelitian ini merupakan suatu studi yang menggunakan pendekatan kualitatif terhadap lima keluarga miskin yang hidup bersama anak-anaknya di rumah sangat tidak layak di dalam lingkungan pasar Induk. Hasil analisis atas temuan di lapangan menunjukkan beberapa kekurangan, yaitu : bahwa anak belajar di sekolah tingkat SD masih belum menjadi kebutuhan, karena sangat rendahnya kesadaran orang tua tentang nilai-nilai pentingnya pendidikan anak pada keluarga. Motivasi orang tua untuk memenuhi kebutuhan agar anaknya bersekolah amat rendah, sehingga akses terhadap sistem pendidikan formal yang tersedia di sekitarnya menjadi terhambat.
Adapun jalur pendidikan luar sekolah atau pendidikan non formal, dalam hal ini pendidikan kesetaraan SD dan SLTP (Paket A dan Paket B) yang digratiskan bagi anak yang putus sekolah pun mengalami hal yang serupa. Apalagi berbagai bentuk kursus ketrampilan yang diselenggarakan oleh masyarakat / swasta dengan memungut biaya kursus, makin tidak terjangkau walaupun dengan ketrampilan yang diperoleh lebih berpeluang mendapatkan pekerjaan yang lebih baik.
Melihat beberapa kelebihan yang ada pada pendidikan non formal (seperti antara lain keluwesan, aneka ragam ketrampilan yang berorientasi pada kebutuhan, murah dan bermanfaat), suatu model program yang disebut sebagai "pendidikan non formal keliiing? diajukan dalam perencanaan sosial untuk dijadikan altematif solusi terhadap masalah yang dihadapi. Pada intinya, pendidikan tersebut berupa pengembangan terhadap model pendidikan (formal ataupun non formal) yang berjalan selama ini. Model yang diajukan di sini melalui penyelenggaraan kelompok belajar atau kursus ketrampilan secara gratis dan bersifat khusus dan terbatas di lingkungan pemukiman tempat tinggal keluarga-keluarga sangat miskin, sepanjang lokasinya memiliki sumber dukungan teknis. Bahkan hal itu masih ditambah iagi dengan beberapa bentuk perangsang atau stimulasi agar lebih menarik bagi anak-anak putus sekolah sehingga hasilnya dapat menjangkau sasaran secara lebih optimal.
Kesemuanya itu dengan menyediakan dukungan biaya yang diperlukan sebagai konsekuensi dari penyelenggaraan model program itu. Dukungan itu diharapkan dapat diperoleh dari pihak Pemerintah / Pemda sebagai bentuk respons dari tanggung jawab negara terhadap pendidikan anak-anak terlantar dan perbaikan nasib keluarga miskin sesuai yang diamanatkan di dalam UUD 1945, serta diharapkan pula dengan mengundang peran aktif masyarakat, terutama melalui organisasi sosial dan LSM yang memiliki kepedulian serta sumber daya untuk mendukung program dimaksud."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13810
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Zulaekah
"Anemia merupakan masalah kesehatan utama yang diderita 26,5% anak usia sekolah dan remaja di Indonesia. Dengan pendidikan gizi pada anak anemia di Sekolah Dasar diharapkan terjadi peningkatan pengetahuan gizi dan pola makan sehingga akan meningkatkan asupan besi dan kadar hemoglobin. Penelitian ini bertujuan mempelajari efek suplementasi besi dan pendidikan gizi terhadap pengetahuan gizi dan kadar hemoglobin anak SD yang anemia. Desain penelitian ini Quasy experiment with pretest postest control group. Penelitian dilakukan pada 107 sampel yang dibagi menjadi tiga kelompok. Pengolahan data dilakukan dengan One Way Anova dan Kruskal Wallis Test untuk uji beda. Hasil penelitian menunjukkan kadar hemoglobin dan pengetahuan gizi pada ketiga kelompok mengalami peningkatan.
Peningkatan kadar hemoglobin terbesar pada kelompok suplementasi besi, vitamin C dan pendidikan gizi (2,89 poin), sedangkan peningkatan pengetahuan gizi terbesar pada kelompok suplementasi vitamin C dan pendidikan gizi (17,44 poin). Ada perbedaan bermakna perubahan pengetahuan gizi dan kadar hemoglobin anak SD yang anemia sebelum
dan sesudah intervensi pada ketiga kelompok intervensi. Disimpulkan Pendidikan gizi dipadukan dengan pemberian suplementasi besi dan vitamin C pada anak anemia akan memberikan hasil kenaikan kadar hemoglobin yang paling signifikan daripada pendidikan gizi atau suplementasi saja."
Depok: Fakultas Ilmu kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2010
KESMAS 5:1 (2010)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Athira Norma Islami
"Pada masa pendudukan Jepang di Indonesia 1942-1945, pemerintah pendudukan Jepang melarang penggunaan bahasa Belanda dan menutup sekolah-sekolah. Banyak orang Belanda, Indo termasuk anak-anak dimasukkan dalam kamp interniran. Bagaimana anak-anak Belanda mendapatkan pendidikan di kamp interniran menjadi permasalahan penelitian ini. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian sejarah yaitu heuristik, kritik sumber, sintesis dan historiografi. Beberapa anak-anak penyintas kamp interniran mencatat kenangan mereka dalam artikel dan buku harian. Catatan kenangan mereka yang kemudian dimuat dalam majalah dan catatan harian yang menjadi buku menjadi sumber primer penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak-anak Belanda di dalam kamp interniran masih bisa menerima pendidikan meskipun dilarang. Upaya pengajaran yang dilakukan oleh orang tua mereka dan orang dewasa lainnya di dalam kamp berhasil, meskipun harus dilakukan secara diam-diam dan sembunyi-sembunyi. Berbagai upaya seperti melakukan pengajaran di sela waktu tugas kamp dan juga belajar di malam hari telah dilakukan oleh orang tua dan penghuni kamp lainnya juga anak-anak Belanda.

During the Japanese occupation of Indonesia from 1942 to 1945, the Japanese occupation government banned the use of the Dutch language and closed the schools. Many Dutch, Indos, including children were put in internment camps. How Dutch children get an education in internment camps is the problem of this research. The research method used is historical research methods, namely heuristics, criticism, synthesis and historiography. Some of the children who survived the internment camp recorded their memories in articles and diaries. Their memoirs which were later published in Aanspraak magazine and diaries which became books were the primary sources of this research. The results showed that Dutch children in internment camps could still receive education even though it was prohibited. The teaching efforts that were made by their parents and other adults within the camp were successful, although it had to be carried out discreetly and clandestinely. Various efforts, such as teaching between camp assignments and studying at night, have been carried out by parents and other camp residents as well as Dutch children."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Dokumentasi  Universitas Indonesia Library
cover
Adriani Jacob Batto Solo
"ABSTRAK
Program Indonesia Pintar PIP merupakan program perlindungan sosial di bidang pendidikan yang bertujuan mengupayakan anak usia sekolah dari rumah tangga miskin memperoleh pendidikan, baik anak yang putus sekolah maupun yang masih bersekolah. Penelitian ini mengidentifikasi dan menganilisis peran yang berjalan dan tidak berjalan dari implementor agencies dalam pelaksanaan PIP. Peran merupakan suatu konsepsi yang sangat berguna untuk mengerti dinamika terpadunya individu dengan suatu sistem sosial. Peran yang dilihat merupakan peran secara kolektivitas, peran sebagai institusi atau lembaga atau kelompok masyarakat. Pendekatan penelitian menggunakan metode kualitatif dengan melakukan wawancara mendalam kepada pemerintah daerah, sekolah dan masyarakat. Selain itu dilakukan observasi terhadap rumah tangga miskin dan menggunakan data sekunder Susenas, Podes dan data daerah mengenai pendidikan untuk memperkaya informasi yang diperlukan. Temuan penelitian adalah peran yang dijalankan oleh pemerintah daerah, sekolah dan masyarakat belum mendukung program ini untuk mencapai outcome program. Pelaksanaan peran dari pemerintah daerah, sekolah dan masyarakat baru pada tahap delivery mechanism yaitu pendistribusian dana bantuan PIP ke penerima manfaat. Selain itu dalam pelaksanaan PIP, peran dalam pemantauan pelaksanaan program tidak berjalan secara optimal.

ABSTRACT
Program Indonesia Pintar PIP is a social security program on education with the goal to seek efforts for school age children from poor families to obtain education, either for drop out children or those who are still at schools. The research is to identy and to analyze the successfull and unsuccessful roles of the implementer agencies in conducting PIP. A role is a conception that is beneficial to understand the dynamics of integrated individuals in the social system. The roles see are collective roles, roles as institution or as community. The approach use in the research is a qualitative research using in depth interview to the local government, schools and society. Asides of that, observation towards poor families is conducted as well and secondary data from Susenas, Podes and local data on education is also used to enrich the information. The finding of the research is that the role conducted by the local government, schools and society is not yet supporting the program to achieve the outcome. The conducted role of the local government, schools and society is only on the delivery mechanism that is to distribute PIP fund to the beneficiaries. Besides that, on the implementation of PIP, the monitoring role of the implementor agencies is not running optimally."
2018
T50262
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herdina Nur Islamiati
"Penelitian ini menganalisis dampak modal sosial pada capaian pendidikan anak dan bagaimana variasi dampak modal sosial di berbagai tipe keluarga. Dalam penelitian ini, capaian pendidikan diukur dari tingkat keberhasilan anak dalam menyelesaikan pendidikan sekolah menengah, dimana sampel terbagi menjadi dua kelompok yakni jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA). Dengan menggunakan regresi logit dan data Indonesia Family Life Survey (IFLS) gelombang 4 dan 5, ditemukan hasil yang bervariasi antar jenjang pendidikan. Baik pada jenjang SMP maupun SMA, jumlah saudara, ekspektasi orang tua, dan diskusi orang tua secara signifikan mempengaruhi capaian pendidikan anak. Sementara itu, variabel tipe keluarga hanya berpengaruh di jenjang SMA. Dibanding dengan tipe keluarga lain, anak yang tinggal di tipe keluarga dengan orang tua tunggal memiliki probabilitas yang paling kecil dalam menyelesaikan jenjang SMA.

This study examines the impact of social capital on children's educational attainment and how the impact of social capital varies across different types of families. In this study, educational attainment was measured by the level of success of children in completing secondary school education, where the sample was divided into two groups, namely Junior High School (SMP) and Senior High School (SMA). By using logit regression and data from the Indonesia Family Life Survey (IFLS) waves 4 and 5, it was found that the results varied between levels of education. At both the junior and senior high school levels, the number of siblings, parental expectations, and parental discussions significantly affect a child's educational attainment. Meanwhile, the type of family variable only has an effect at the high school level. Compared to other types of families, children living in single-parent families have the lowest probability of completing high school."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Defira Mustika
"ABSTRAK
Minimnya Jumlah sekolah dan fasilitas pengelola sekolah yang tidak sama
Pendidikan inklusif di Kabupaten Bogor menghambat peluang bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) untuk memperoleh pendidikan yang berkualitas dan layak seperti itu diamanatkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2009. Kondisi tersebut mendorong dilakukannya penelitian yang bertujuan untuk
menjelaskan proses penerapan kebijakan pendidikan inklusif bagi penyandang disabilitas dengan menggunakan konsep implementasi kebijakan dari Stewart, Hedge dan Lester (2007) dan menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan di tingkat Sekolah Dasar di Kabupaten Bogor dengan mengacu pada teori Edwards
III (1980). Pendekatan penelitian yang digunakan adalah teknik pasca positivis Pengumpulan data kualitatif melalui wawancara mendalam, sekaligus observasi langsung studi literatur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi kebijakan Pendidikan inklusif bagi penyandang disabilitas di tingkat SD di Kabupaten Bogor belum berjalan lancar karena sampai saat ini Pemerintah Kabupaten Bogor belum melaksanakan kebijakan pendidikan inklusi secara sistematis karena tidak ada rencana kerja pengembangan pendidikan inklusif yang dapat menjadi arahan pelaksanaan dan pencapaian yang terukur. Berdasarkan analisis faktor
mempengaruhi implementasi kebijakan dapat dinyatakan belum dilaksanakan Nah karena ada berbagai kendala dari faktor yang diteliti yaitu belum pemahaman yang seragam dari para pelaku pelaksana tentang kebijakan yang dikelola; masih adanya labeling dalam implementasi kebijakan; kurangnya ketersediaan sumber sumber daya manusia, sumber daya informasi, fasilitas dan keuangan; dan komitmen rendah aktor pelaksana dalam melaksanakan kebijakan pendidikan inklusif.
ABSTRACT
The minimum number of schools and school management facilities is not the same nclusive education in Bogor Regency hinders the opportunities for Children with Special Needs (ABK) to obtain quality and proper education as mandated in the Regulation of the Minister of National Education of the Republic of Indonesia Number 70 of 2009. These conditions encourage research aimed at describes the process of implementing an inclusive education policy for persons with disabilities using the concept of policy implementation from Stewart, Hedge and Lester (2007) and explains the factors that influence policy implementation at the primary school level in Bogor Regency by referring to Edwards' theory. III (1980). The research approach used is a post-positivist technique. Collecting qualitative data through in-depth interviews, and direct observation of literature studies. The results showed that the implementation of inclusive education policies for persons with disabilities at the primary school level in Bogor Regency has not been going well because until now the Bogor Regency Government has not implemented policies on inclusive education systematically because there is no work plan to develop inclusive education which can be the direction of implementation. and achievements. measurable. Based on factor analysis influencing policy implementation can be said to have not been implemented. Well, because there are various obstacles from the factors studied, namely the lack of a uniform understanding of the implementing actors regarding the policies to be managed; there is still labeling in policy implementation; lack of availability of human resources, information sources, facilities and finance; and the low commitment of implementing actors in implementing inclusive education policies.
"
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>