Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 155462 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Sejumlah 23 contoh lempung telah terpilih dari 8 m panjang contoh inti sedimen yang diperoleh dari Danau Sentarum di hulu Sungai Kapuas. Contoh-contoh tersebut dianalisis memakai XRD di State Laboratory of Marine Geology di Shanghai, Republic of China. Pengumpulan contoh ini merupakan bagian dari Program Westpac untuk meneliti mineralogi lempung dan turunannya di sekitar Paparan Tepi Kontinen Sunda dan Laut China Selatan. Sekuen dari bagian bawah ke atas, lempung berubah warna dari abu-abu gelap menjadi abu-abu berangsur menjadi berwarna coklat terang dan kuning terang. Sisipan tipis sedimen lebih kasar sebagai lempung lanauan, kadangkadang sebagai lempung pasiran muncul di bagian atas maupun bawah sekuen sedimen ini. Bagian bawah dari sekuen mengandung remah bahan karbon luruhan tumbuhan. Kaolinite sering muncul pada setiap contoh sebagai hasil pelapukan kimiawi batuan asam pada kondisi lembab dan hangat iklim tropis. Chlorite, illite dan quartz muncul dominan sebagai hasil pelapukan fisik hidrolisis lemah. Feldspar dan gibsite kadang-kadang muncul. Hidrolisis lempung di lingkungan danau mengubah chlorite menjadi kaolinite dan illite. Perubahan sekuen stratigrafi dan mineralogi dari lempung menandakan bahwa lempung diluruhkan dari berbagai jenis batuan dan diendapkan kembali di lingkungan danau yang berubah lingkungannya sepanjang waktu.
"
551 LIMNO 20 (1-2) 2013
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Icha Musywirah Hamka
"ABSTRAK
Jenis penelitian ini adalah etnografi yang berfokus pada aktivitas pemanfaatan ekosistem danau dan bentuk-bentuk kebijakan pengelolaan yang ditetapkan oleh pemerintah dan kelembagaan adat. Teknik pengumpulan data adalah studi pustaka, observasi partisipasi, dan wawancara mendalam. Lokasi penelitian meliputi empat wilayah kecamatan yang memiliki wilayah danau terluas yakni Kecamatan Tempe, Kecamatan Sabbang Paru, Kecamatan Tanasitolo Dan kecamatan Belawa. Informan adalah masyarakat sekitar danau, tokoh adat, serta kepala dan staf SKPD yang terkait dengan manajemen danau. Penelitian ini menemukan Danau Tempe menjadi sumber daya milik bersama (common property resources) karena dapat dimanfaatkan dan diakses secara bersama oleh semua orang tanpa batasan yang tegas. Bentuk kebijakan pengelolaan danau dirancang dan dibuat oleh pemerintah dan lembaga adat lokal. Bentuk kongkrit kebijakan pengelolaan danau, dijabarkan dalam peraturan daerah serta dalam bentuk system norma, upacara adat dan pamali-pamali, yang pengawasannya dilakukan oleh pembuat kebijakan, serta masyarakat. Secara de yure, Danau tempe dikelola secara kolaborasi (collaborative management ) antara pemerintah dengan lembaga adat, namun secara de facto, fungsi manajemen kolaborasi tidak optimal sehingga Danau Tempe tampak seperti sumber daya yang bisa diakses oleh siapa saja, tanpa aturan ( open access )

ABSTRACT
This research is a ethnography type that focused to the activity of lake ecosystem and forms of management policies set by governments and traditional institutions. The data collection technique is literature, participant observation and deep interviews. Research Location covers four regions districts that had the largest lake district area of Tempe, District Sabbangparu, district Tanasitolo and district Belawa. Informants are people around the lake, traditional leaders and also the heads and staff SKPD who related to lake management. This study found that the lake Tempe as be a common property resources (common property resources) because it can be shared and utilized by all people without clear limits. Forms of lake management policy is designed and made by local government and traditional institutions. Concrete forms of lake management policy, spelled out in local legislation as well as in the form of system norms, ceremonies and taboos-taboos, the monitoring carried out by policy makers and the public. In de yure, Tempe Lake managed in collaboration between the government and indigenous institutions (collaborative management), but de facto, collaboration management functions are not optimal so Tempe lake looks like resources that can be accessed by anyone, without rules (open access) "
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Danau Sentarum memilik banyak hutan rawa, berada di daerah aliran sungai (DAS) Kapuas bagian hulu dan merupakan wilayah konservasi."
551 LIMNO 20 (1-2) 2013
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Listiani
"Situ adalah kawasan resapan air yang perlu mendapat perlindungan karena berfungsi sebagai penyangga kehidupan dan memiliki kekayaan keanekaragaman hayati yang potensial. Banyak penduduk di sekitar situ yang memanfaatkannya sebagai sumber ekonomi seperti usaha perikanan, sebagai sumber air baku, sumber irigasi, perhubungan dan tempat rekreasi. Situ juga menjadi penampungan massa air terutama pada saat curah hujan tinggi sehingga situ juga berperan sebagai pengendali banjir.
Permasalahan yang dihadapi situ-situ di wilayah Jabodetabek adalah semakin cenderung terjadinya penyusutan luas situ, terutama akibat permukiman ilegal sehingga menimbulkan permasalahan kekumuhan lingkungan, selain itu pencemaran situ oleh berbagai aktivitas masyarakat di sekitar situ. Dalam upaya pengelolaan situ-situ yang ada di Kota Depok, pada tahun 1999 telah dikeluarkan Keputusan Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Depok Nomor 821.29/71/Kpts/Huk/1999 tentang Pembentukan Kelompok Kerja Pengendalian, Pengamanan dan Pelestarian Situ-situ. Namun, ternyata permasalahan yang dihadapi oleh situ-situ di Kota Depok masih belum dapat diselesaikan. Sehingga menimbulkan pertanyaan:(1) Mengapa kelembagaan pengelola situ yang ada selama ini tidak mampu mengatasi permasalahan yang ada ?; (2) Kelembagaan yang bagaimana yang diharapkan mengelola situ-situ yang ada di Kota Depok, khususnya situ Rawa Besar ?
Penulisan Tesis ini bertujuan untuk : (1) Menggali informasi mengenai pelaksanaan pengelolaan situ-situ di Kota Depok, khususnya Situ Rawa Besar dan sekitarnya yang telah dilaksanakan selama ini oleh Kelompok Kerja Pengendalian, Pengamanan dan Pelestarian Situ-situ di Kota Depok; (2) Mencari alternatif kelembagaan pengelola situ dalam upaya mengatasi permasalahan lingkungan yang dihadapi.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Populasi penelitian ini adalah dinas/instansi yang menangani pengelolaan situ-situ di Kota Depok sesuai dengan Keputusan Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Depok Nomor 821.29/71/Kpts/Huk/1999. Sampel penelitian ditentukan dari populasi yang ada, pilihan ditentukan pada unsur dinas/instansi yang mengelola situ. Adapun yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah mereka yang secara purposif terpilih menjadi sampel penelitian, yaitu pejabat atau staf dari dinas/instansi yang terlibat dalam pengelolaan situ-situ masing-masing 3 orang dari dinas/instansi. Adapun yang menjadi variabel dalam penelitian ini adalah : (1) kewenangan; (2) koordinasi; (3) sumber daya manusia; (4) pendanaan; dan (5) teknologi. Analisis dilakukan terhadap (1) lembaga pengelola situ di Kota Depok dan; (2) pengelolaan situ di Kota Depok.
Hasil pembahasan: dalam rangka meningkatkan kemanfaatan dan kelestarian situ-situ, Pemerintah Kota Depok membentuk Kelompok Kerja Pengendalian, Pengamanan dan Pelestarian Situ-situ, dan menerbitkan berbagai peraturan yang mendukung upaya pelestarian situ, namun dalam pelaksanaannya belum mampu mengatasi permasalahan yang dihadapi; hal ini dikarenakan (1) adanya situasi saling mengandalkan terkait dengan kewenangan yang dimiliki oleh Pemerintah Kota Depok dan Pemerintah Pusat; (2) koordinasi antar instansi dirasakan masih belum efektif; (3) terbatasnya jumlah dan kemampuan sumberdaya manusia dalam pengelolaan situ-situ di Kota Depok; (4) terbatasnya APED Kota Depok menyebabkan tidak optimalnya pengelolaan situ-situ di Kota Depok, khususnya Situ Rawa 6esar; (5) terkait dengan kondisi anggaran, teknologi yang diterapkan untuk mengelola situ tidak dapat dilaksanakan secara optimal.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah (1) Pelaksanaan pengelolaan situ-situ di Kota Depok, khususnya situ Rawa Besar, selama ini oleh Kelompok Kerja Pengendalian, Pengamanan dan Pelestarian Situ-situ di Kota Depok (Pokja Situ Kota Depok), belum mencerminkan pengelolaan situ secara berkelanjutan. Lemahnya kapasitas kelembagaan pengelola selama ini dikarenakan kurangnya sumberdaya pengelolaan baik sumberdaya manusia, pendanaan, serta tidak efektifnya koordinasi antar instansi yang terkait claim pengelolaan situ; (2) Untuk mengatasi permasalahan lingkungan yang dihadapi oleh situ-situ di Kota Depok, perlu adanya penguatan terhadap kelembagaan koordinasi dengan melibatkan semua pihak yang berkepentingan sehingga memiliki kekuatan dalam menetapkan kebijakan pengelolaan situ.
Adapun saran dari penelitian ini adalah : (1) Dalam mengakomodasikan seluruh kepentingan sektor, strategi pengelolaan situ hendaknya dilakukan berdasarkan pendekatan ekologis, kelembagaan serta sosial, ekonomi dan budaya masyarakat, yang direalisasikan dalam bentuk program-program yang terintegrasi; (2) Pengelolaan situ hendaknya dilakukan secara terpadu dengan melibatkan peran serta masyarakat dan pihak lain yang berkepentingan sehingga ada rasa memiliki dari masyarakat, memahami adanya keuntungan yang akan dinikmati serta semakin meningkatkan tanggung jawab untuk menjaga kelestarian situ. Di tingkat Kota, pengelolaan situ hendaknya dilaksanakan oleh suatu wadah yang keanggotaannya terdiri dari berbagai unsur pemerintah dari berbagai tingkatan serta unsur masyarakat yang mewakili organisasi-organisasi yang ada di kawasan situ.

Situ or small lake is an area of water reservoir which needs protection because of its function as a life buffer and its potential richness of biological diversity. Many local residents around situ are benefited from its existence. They use It to fulfill their needs for a number of resources and services like fisheries, water supply, and source of Irrigation, provide a mode of transportation and an opportunity for recreation. Moreover, situ does not only become a water basin, but it also functions as a flood controller, especially when the heavy rainfall comes.
The problems faces by the small lakes in Jabodetabek areas are the size reduction and pollution. Increasing in population and other human Impacts on the lake catchments conditions may lead to a deterioration of lake environments. In the efforts of managing the existing lakes in Depok, in 1999 the Mayor of Depok issued the Decision Keputusan Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Depok number 821.29/71/Kpts/Huk/1999 on the Establishment of Working Group on Controlling, Safeguarding and Preserving of the Small Lakes (known as Pokja Situ Kota Depok) . However, the lakes problems in Depok still) cannot be overcome that raising these following questions: (1) why has the existing institutional in lake management not been able to solve the present problems?; (2) what kind of institution is expected to manage the small lakes in Depok, especially for Situ Rawa Besar ?
The population of this research is government Institution which run the small lakes management in Depok based on the Keputusan Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Depok number 821.29/71/Kpts/Huk/1999. The research samples are determined from the existing population; the choice taken on the elements of the institution which manage the small lakes. This descriptive research uses the qualitative approach. The respondents are those who purposively chosen being research samples, are officials of staff of the related Institutions managing the small lakes. The variables are (1) authority, (2) human resources, (3) financing, (4) coordination, and (5) technology.
The findings of the research are : to increase the utilization and preserving the small lakes, the Major of Depo City Establishment of Working Group on Controlling, Safeguarding and Preserving of the Small Lakes, and many regulations, but it was not effective yet because (1) the authorization made the Central Government and Local Government depended on each other; (2)inter institutions coordination is ineffective; (3) human resource was limited; (4) local financing was limited ; (5) technology was not optimal.
The conclusions of the research are (1) small lakes management in Depok City, especially Situ Rawa Besar, by Pokca Situ Kota Depok, didn't representative of sustainable lakes management. The weakness of management institution so far caused of lack of human resources and financial resources, and ineffectiveness of inter institution coordination ; (2) To solve the environmental problems which faced by the Depok's small lakes, it has to empowered inter institutions coordination.
To solve those problems, the small lakes management should be implemented comprehensively by involving community's participation and other Importance of related parties. It will encouraged growing the sense of belonging from community, understanding the existence of concrete enjoyable advantages, and also Increasing responsibility to keep the small lakes' preservation. On the city level, the small lakes management should be implemented by a forum which membership consists of various government's elements of various levels and elements of community which represent the existing organizations around the small lakes.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15202
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia), 2017
577.63 HIK
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
"Sediment toxicity test are becoming increasingly important in regulation and assessment programs throughout the world. Sediment toxicity testing using planktonic diatom, chaetoceros gracilis has been developed to determine the suitability of the diatom as sediment test organism...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"At present, ecosystem function in lake ulak lia can be found as i.e. : recreation area, fisheries and retention basin of music river.Meanwhile , the basis data of these ecosystem function was limited and difficult to assess so far...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Waty Darmawaty
"Kehadiran manusia di suatu lingkungan akan menimbulkan pengaruh timbalbalik karena kegiatannya memenuhi kebutuhan hidup dasar maupun kebutuhan hidup sampingan, selain itu kegiatan manusia itu sendiri akan menghasilkan limbah yang pada gilirannya akan mempengaruhi lingkungan khususnya air di lingkungannya (Situ Cigayonggong). Dalam membina hubungan timbal-balik dengan lingkungannya, manusia harus mampu beradaptasi. Pengalaman beradaptasi terhadap lingkungannya itu diartikan sebagai kearifan lingkungan (environmental wisdom) yang merupakan mekanisme untuk menjaga keseimbangan lingkungan, sedangkan perilaku manusia dalam kaitannya dengan pemeliharaan lingkungan berkaitan dengan persepsi mereka mengenai lingkungan alam.
Situ Cigayonggong adalah suatu ekosistem lahan basah di Kabupaten Subang yang perlu dijaga eksistensinya, karena situ ini dimanfaatkan oleh sebagian besar penduduk Desa Kasomalang Wean untuk kebutuhan hidupnya sehari-hari (minum, mandi, mencuci, mengairi sawah/kolam, dan lain-lain). Tahun 1981 situ ini luasnya 3,87 Ha, sekarang luasnya tinggal sekitar 2,87 Ha.
Permasalahan pokok yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah dampak aktivitas penduduk terhadap kelestarian fungsi situ bagi keseimbangan lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk: 1) mendapatkan data mengenai kondisi kualitas air Situ Cigayonggong dengan adanya limbah yang berasal dari aktivitas manusia di sekitarnya; 2) mengetahui aktivitas penduduk yang terkait dengan kehadiran Situ Cigayonggong; 3) mengetahui kondisi dan persepsi masyarakat yang ada di sekitar Situ Cigayonggong terhadap fungsi situ, serta 4) mengetahui kearifan lingkungan yang berkembang.
Hipotesis penelitian ini adalah tekanan penduduk serta memudarnya kearifan lingkungan mempercepat penyusutan sumber daya alam perairan dan kualitas lingkungan.
Hasil Penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi ilmiah mengenai aktivitas manusia yang dapat mempengaruhi perubahan kualitas lingkungan, khususnya terhadap fungsi ekosistem lahan basah (situ), serta sebagai masukan untuk program-program pengendalian pencemaran dan pengelolaan perairan.
Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Januari sampai Juli Tahun 2003 di Situ Cigayonggong, Desa Kasomalang Wetan, Kecamatan Jalancagak, Kabupaten Subang, dengan menggunakan metode Ex Post Facto. Pengambilan data primer meliputi pengambilan sampel fisik, kimia, dan biologi kualitas air serta pengambilan data sosial melalui penelitian di lapangan dan wawancara. Data sekunder diperoleh dari dinas/instansi terkait serta literatur yang mendukung.
Hasil kajian latar belakang sejarah Desa Kasomalang Wetan dan Situ Cigayonggong memperlihatkan ada peningkatan jumlah penduduk serta perubahan lingkungan di sekitar kawasan Situ Cigayonggong. Hampir sebagian besar desa ini merupakan areal perkebunan kopi milik Belanda (sekitar abad ke-18) telah mengalami perubahan menjadi permukiman penduduk. Indikasi perubahan kondisi Situ. Cigayonggong di lokasi penelitian tersirat dari jawaban responden mengenai perubaban tersedianya air, luas situ dan kondisi ikan di Situ Cigayonggong (sekitar 80%) menyatakan semakin berkurang.
Hasil telaah hubungan fungsional indeks kualitas air permukaan dan dasar (nilai R2 =0,78-0,86) serta indeks keragaman bentos dengan habitatnya (nilai R2=0,84-0,99) memperlihatkan aktivitas manusia di sekitar Situ Cigayonggong menyebabkan perubahan kualitas air serta keragaman jenis makroinvertebrata bentos. Hasil analisis aspek sosial memperlihatkan kondisi sanitasi penduduk yang kurang baik, pudarnya kearifan lingkungan serta kehadiran pendatang yang kurang memperhatikan kearifan lingkungan turut mempercepat penurunan sumberdaya alam dan kualitas lingkungan.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah:
Pertumbuhan penduduk yang pesat dan kemajuan teknologi yang mempermudah manusia mengolah sumber daya alam sekitarnya sering dilakukan tanpa mengenal batas daya dukung ataupun daya tampung, sehingga menimbulkan mutual depletion, sangat cepat. Akibatnya keseimbangan lingkungan menjadi rusak atau terganggu. Hasil penelitian yang dilakukan selama periode bulan Januari sampai Juni 2003, diketahui:
1. Hasil analisis kondisi kualitas air Situ Cigayonggong selama pengamatan tanggal 13 Mei - 10 Juni 2003 memperlihatkan adanya dampak negatif akibat efek antropogenik dengan indikasi sebagai berikut:
a. Stasiun IV (stasiun yang tidak mendapat masukan limbah hasil aktvitas manusia) memiliki kualitas air lebih baik dibanding stasiun I, II dan III (stasiun-stasiun yang menerima limbah hasil aktivitas manusia). Indeks kualitas air tertinggi sebesar 3,99 terdapat pada stasiun IV, sedangkan indeks kualitas air terendah sebesar 2,79 terdapat pada stasiun II (Indeks kualitas air angkanya 1 sampai 5 dengan kategori 1=buruk; 2=agak buruk; 3=sedang; 4=baik; dan 5=baik sekali).
b. Makroinvertebrata bentos yang ditemukan di Situ Cigayonggong sebanyak 8 jenis, terdiri atas kelas Oligochaeta (2 jenis), Gastropoda (3 jenis) dan Pelecypoda (3 jenis). Makroinvertebrata bentos tersebut adalah jenis yang biasa ditemukan pada kondisi bahan organik yang melimpah. Nilai indeks keragarnan makroinvertebrata bentos selama penelitian di Situ Cigayonggong, berkisar antara 0,27 (stasiun II)-1,38 stasiun IV).
2. Bentuk aktivitas penduduk yang terkait dengan kehadiran Situ Cigayonggong adalah pemanfaatan Situ Cigayonggong untuk sumber air minum dan memasak, mandi, mencuci, mengairi sawah/kolam, serta pemanfaatan lainnya (usaha pencucian kendaraan serta usaha industri kecil pabrik tahu).
3. Kondisi dan persepsi penduduk di sekitar Situ Cigayonggong adalah:
a. Penduduk Desa Kasomalang lebih mudah menangkap informasi secara lisan dari teman, tetangga (orang-orang terdekatnya) dibandingkan sumber informasi lainnya. Kondisi ini mempengaruhi pengetahuan dan pemaharnan mereka terhadap lingkungannya. Penduduk Desa Kasomalang Wetan di lokasi penelitian menyatakan Situ Cigayonggong harus dipertahankan, tetapi tidak diikuti dengan perilaku yang menunjang kelestariannya. Masih terdapat penduduk yang rumahnya tidak dilengkapi saluran pembuangan limbah rumah tangga, membuang sampah ke sungai, serta membuang hajat besar di sungai ataupun Situ Cigayonggong.
b. Persepsi Penduduk Desa Kasomalang Wetan untuk fungsi situ yang dianggap paling panting oleh penduduk Desa Kasomalang Wetan adalah untuk menjaga ketersediaan air di desanya serta untuk kepentingan sehari? hari.
4. Kearifan lingkungan yang masih bertahan di Desa Kasomalang Wetan adalah pantangan menangkap ikan pada hari Senin dan Jumat, pantangan berenang bagi pendatang, serta bentuk jamban tradisional memakai pancuran yang dibangun di atas kolam ikan.
Sebagai upaya untuk menjaga kelestarian fungsi lingkungan khususnya Situ Cigayonggong maka dapat disarankan:
1. Perlu penerangan lebih lanjut kepada masyarakat khususnya pengelola Pesantren Darussalam agar tidak memanfaatkan mata air secara langsung dari sumbernya, tetapi dengan cara ditampung terlebih dahulu dalam bak penampungan, selanjutnya dialirkan melalui pipa-pipa mengikuti ketinggian tempat. Demikian juga dengan limbah yang dihasilkan oleh Pesantren Darussalam, pabrik tahu dan tempe, supaya limbahnya diolah terlebih dahulu menggunakan teknologi pengelolaan limbah sederhana (misal kolam pengendapan, kolam fakultatif, kolam maturasi).
2. Pengetahuan lingkungan hidup dapat disampaikan melalui media informasi yang sudah ada (cerarnah-ceramah agama).
3. Kearifan lingkungan yang ada di Desa Kasomalang Wetan perlu dikembangkan menjadi peraturan tertulis. Hal ini untuk menghindari pemanfaatan Situ Cigayonggong secara berlebihan, dan mencegah turunnya daya tampung serta kualitas perairan setempat.

Anthropogenic Effect on the Degradation of Lake Function (A Case Study of the Existence of Organic Substance by Means of Biological Indicator in the Cigayonggong Lake, Subang District)The presence of human being in environment is causing adverse effect due to their fulfillment of primary and secondary needs. Their activities generate wasted material that will in turn be able to give impact on aquatic environment. To develop their relationship with environment, an adaptation is required. Experience of adaptation is abstracted as ecological wisdom that once become environmental balance mechanism, while people's behavior in relation to environmental preservation have something to do with their perception on it.
The Cigayonggong Lake is one of wetland ecosystem in Subang Regency that need to be preserved since most of villagers of East Kasomalang Village where it belong to, get benefit of its existence for their daily activities such as drinking, bathing, washing, watering paddy field and fish pond, etc. The area of the lake is decreasing from 3,87 Ha in 1981 to 2,87 at present.
The main issue discussed in this research is the impact of peoples activities on the lasting of lake function for environmental balance, mean while the objectives are: 1) To obtain data about water quality of Cigayonggong Lake due to discards from surrounding peoples activities; 2) To acknowledge the villagers activities related to Cigayonggong Lake; 3) To acknowledge the villagers perception about lake function; and 4) To acknowledge ecological wisdom developed in the area.
Hypothesis of this research is the pressure of population growth and disappearance of environmental wisdom accelerate the decreasing in water resource and environmental quality. Results of this research are expected to be the scientific information about people?s activities that effect the environmental quality changes, especially wetland ecosystem, and to be utilized for pollution control program as well as water resource management.
The research was conducted from January to July 2003 in the Cigayonggong Lake, East Kasomalang Village, Jalancagak Sub District, Subang Regency, using the Ex Post Facto Method. Primary data inquiry includes physical, chemical, and biological parameters of water quality; meanwhile socials aspects data inquiry includes observation and interview. Secondary Data were obtained from related institutional offices and literary.
Study of historical background of East Kasomalang Village and the Cigayonggong Lake area indicates significant population growth and environmental changes around the Cigayonggong Lake area. Major part of the village area which used to be the Dutch occupied coffy plantation (18th century), have converted into settlement. These environmental changes also can be known from respondent answer about water availability, lake area and fish condition of the lake that 80 percent of them confirm a decreasing.
Result of functional relational analysis of the top with bottom part of water quality index (R2= 0.78-0.86) and diversity index of benthic macro-invertebrate with its habitat (R2 = 0.84-0.99), indicates that people activity around the Cigayonggong Lake cause changes in water quality and diversity of benthic macro-invertebrate. Social aspect analysis indicates of poor condition of sanitation system, decreasing environmental wisdom and the new settler which are unfamiliar with local value, have accelerated degradation in natural resource and environment quality.
Conclusion:
The rapid population growth and the advance of technology that ease them to exploited natural resource in their surrounding often make them ignore its carrying capacity that cause natural depletion and disturb environmental balance. Here are the details:
1. Result of water quality analysis of the Cigayonggong Lake for measurement period of May 13 to June 10th show anthropogenic effects that cause degradation of lake function, as following details:
a. Station IV (not receiving any discards of people activity) has better water quality index than 3 other station (station I, II and III) that receive people activity discards. The highest water quality index (3,99) in on station IV, mean while the lowest (2,79) is in station II (Quality Index 1 =worst; 2=not good; 3= median; 4=good; 5 -best).
b. Benthic macro-invertebrate found in the Cigayonggong Lake consist of 8 genus. They are Oligochaeia (2 species), Gastropods (3 species) and Pelecypoda (3 species). Such benthic macro-invertebrate found in fair organic concentration. The range of benthic macro-invertebrate diversity index is 0,27 (station II) to 1,38 (station IV).
2. People activities which related to the existence of Cigayonggong Lake are cooking, bathing, washing, watering paddy field, and other purpose such as home industry.
3. Perception and condition of people living around the Cigayonggong Lake are:
Spoken information among close person is the most accepted source that influences their understanding about environment. Their demand for the lake preservation is not supported with their behavior to environment. The most important function of the lake in the respondent perception is to preserve water source and daily needs.
4. Ecological wisdom which is still preserved in East Kasomalang Village is forbiddance to catch fish on Monday and Friday, to swim in the lake for visitor, and to place traditional closet over fish pound.
To recommendation to preserve the lasting existence of the Cigayonggong Lake function are:
1. Need further explanation to people and especially the board of Pesantren Darussalam about the importance of letting the water flow in ground reservoir before being pumped out with certain regulation, and its recommended to pump out directly from its source. Further more waste water produced (by Pesantren Darussalam and local home industry) need to be stabilized in any waste water treatment.
2. Environmental education can be transferred through existing media such as religious speech.
3. Environmental wisdom need to be developed into written rule, to prevent an over exploitation of the lake and degradation of its carrying capacity, as well as its water quality."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T 12258
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sinaga, Franz
"Peningkatan pemakaian logam berat dalam keperluan sehari-hari meningkatkan juga pencemaran logam berat tersebut ke sehingga menjadi sangat penting mengidentifikasi potensi pencemaran dalam kolom air. Sedimen dasar sebagai stok historikal pencemar logam berat juga perlu diteliti risiko pencemarannya terhadap kolom air. Selain meneliti kandungan total perlu dilakukan spesiasi untuk menggambarkan potensi pencemaran yaitu mobilitas dan bioavaliabilitasnya pada kolom air dan sedimen dasar.
Kegiatan sampling telah dilakukan di Danau Mahoni UI untuk kondisi musim hujan dan musim kering pada empat site dengan tiga kedalaman pada masing-masing site. Adapun logam berat yang di teliti adalah Cd, Cu, Pb, dan Zn. Dari penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa bila dibandingkan dengan PP 82 tahun 2001, kandungan total logam berat pada Danau UI masih memenuhi baku mutu, sementara untuk potensi pencemaran (mobilitas dan bioavailibilitas) logam beratnya juga masih dalam kategori aman, dimana fraksi dissolved dan fraksi acid extractable berada dibawah 1% dari total logam berat. Keberadaan sedimen sebagai stok pencemar logam berat juga masih dalam kategori aman yang disimpulkan dari mobility factor yang <1% untuk setiap unsur. Sehingga dapat disimpulkan berdasarkan spesisasi yang dilakukan, kolom air dan sedimen dasar Danau Mahoni UI dalam kategori aman.

Anthropogenic use of heavy metal as raw material is increasing causing persistence and accumulation in the environment which will further cause higher exposure to living species. Sediment as a historical stock and accumulation site of heavy metal is important to be assessed due to its risk to enter and contaminate the water column. When assessing heavy metal risk to living beings, it is also necessary to assess the speciation of heavy metal in addition to total concentration to obtain a more comprehensive understanding. This research aimed to identify the contamination potential by specifying the fraction of heavy metal in water column and sediment.
Sample was taken from Danau Mahoni UI in rainy and dry season in four sites with three depth point for each site. The elements assessed includes Cd, Cu, Pb, and Zn. This research finally concluded that the water of Danau Mahoni UI is in low risk and can be used as water source according to the standard of Government Regulation number 82 (2001) as the dissolved and acid extractable fraction with high mobility and bioavailability is less than 1% by its total content. The mobility factor of sediment that is less than 1% shows that the sediment is in low risk to recontaminate the water columns.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S56293
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Satria Agus Nugroho
"Batas Atterberg diperkenalkan oleh Albert Atterberg pada tahun 1911 dengan tujuan untuk mengklasifikasikan tanah berbutir halus dan menentukan sifat indeks property tanah. Batas Atterberg meliputi batas cair, batas plastis, dan batas susut. Dalam menentukan batas Atterberg ini, proses pengujian menggunakan metode yang diberikan dalam BS 1377 : Part 2 : 1990. Berdasarkan metode tersebut, sampel tanah yang diuji tidak diperbolehkan dipersiapkan dengan cara kering oven, hal ini disebabkan karena pemanasan tanah dengan derajat suhu yang berbeda akan menyebabkan perubahan propertinya secara signifikan. Beberapa sifat fisiknya akan berubah secara permanen. Oleh karena itu, sampel tanah harus diujikan dalam kondisi alami atau kering udara. Pada kenyataannya, karena kendala waktu dan faktor-faktor lainnya, banyak dilakukan pengujian dengan persiapan benda uji kering oven.
Sasaran dari penelitian ini adalah memahami pengaruh dari pemanasan tanah lempung marina terhadap nilai batas Atterberg melalui 2 metode pengeringan yaitu metode kering udara dan metode kering oven. Pengujian laboratorium meliputi uji batas cair dan batas plastis untuk 2 metode persiapan sampel yang berbeda (air dry dan oven dry) dan dengan berbagai kombinasi suhu oven dalam pencarian kadar air.
Efek pemanasan terhadap nilai parameter batas Atterberg tanah lempung ditunjukkan dari perbedaan hasil nilai batas cair dan batas plastis. Semakin bertambahnya suhu, diperoleh nilai batas cair yang semakin besar. Sedangkan untuk nilai batas plastisnya, diperoleh nilai yang semakin besar hingga pada suhu tertentu dimana nilai batas plastisnya berada pada titik optimum dan jika suhu dinaikkan, diperoleh nilai batas plastis yang semakin rendah. Dari hasil uji batas cair dan batas plastis untuk 2 metode persiapan sampel yang berbeda (air dry dan oven dry), nilai batas cair dan batas plastis yang diperoleh dengan metode kering oven lebih besar daripada nilai yang diperoleh dengan metode kering udara. Hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh ikut terbakarnya material organik akibat pemanasan.

Atterberg limit is firstly defined in 1911 by Albert Atterberg with their purposes are to classifying cohesive soils and determine engineering properties of soils. Atterberg limits include liquid limit, plastic limit, and shrinkage limit. The standard method of determination of Atterberg limits are stated in BS 1377 : Part 2 : 1990. According to BS, the soil tested by Atterberg limits should not be oven dried, it is because drying the soils in different degree will alter their properties significantly. Some of the physical properties of soils will undergo changes that appear to be permanent. Therefore, the soil samples should be in natural or air dried form. However, in reality, due to time constraint and other factors many will run the test by using soil samples that are prepared by oven dry.
The objective of this study is to comprehend the effect of drying on the Atterberg limit of marine clay through 2 drying methods that is air drying method and oven drying method. Laboratory testing included liquid limit test and plastic limit test for 2 different sample preparation methods (air dry and oven dry) and with various oven temperature combination in water content seeking.
Effect of drying on the Atterberg limit parameter value of marine clay shown from difference result of liquid limit and plastic limit value. Increasing of temperature obtained ever greater plastic limit value. While for the plastic limit value, obtained finite ever greater value at certain temperature where the plastic limit value resided in at optimum point and if the temperature increased, obtained lower value of plastic limit. According to liquid limit and plastic limit test results for 2 different sample preparation methods (air dry and oven dry), oven dried method gain liquid limit and plastic limit value result greater than air dried method. This matter possibility caused of be combustible of organic material as result of drying.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
S35225
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>