Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 119621 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tribowo Dharsono
"ABSTRAK
PENDAHULUAN
Era Globalisasi ekonomi dan informasi melahirkan kebutuhan sarana
transportasi yang cepat, nyaman dan aman. Salah satu alternatif yang dapat memenuhi
kriteria tersebut adalah sarana angkutan udara.
Meningkatnya kebutuhan akan sarana tersebut berakibat pula terhadap kenaikan
permintaan pesawat baru. Apabila kenaikan permintaan tersebut terjadi secara
normal, hal ini tidak akan menimbulkan permasalahan didalam pemenuhan kebutuhan
tersebut. Tetapi karena kenaikan tersebut terjadi sedemikian pesatnya, maka
pabrik pembuat pesawat mengalami kesulitan dan menimbulkan backlog pada
penyediaan pesawat baru.
Sebagai ilustrasi dapat dikemukakan Airbus Statistic Report yang memperkirakan
kenaikan kebutuhan pesawat terbang penumpang dari tahun 1990 hingga tahun 2009
mencapai 65% yaitu dan 8.193 pesawat menjadi 13.510 pesawat; sedangkan
pesawat terbang kargo dan tahun 1990 hingga tahun 2000 mencapai 75% yaitu dan
811 pesawat menjadi 1.420 pesawat.
Namun demikian ini tidak berarti bahwa industri penerbangan merupakan suatu
industri yang tenang, stabil dan tidak mempunyai tantangan dalarn pelaksanaan
operasionalnya. Dan pengalaman yang ada, industri ini sangat labil dan sangat
dipengaruhi oleh lingkungan usahanya.
Sebagai ilustrasi dapat dikemukakan bahwa banyak perusahaan yang harus gulung
tikar karena tidak mampu memberikan pelayanan kepada pelanggannya, disamping
itu dapat pula dilihat dimana dengan terjadinya krisis Timur Tengah belum lama
berselang banyak perusahaan yang harus mengurangi jumlah karyawannya.
Kondisi diatas yaitu adanya backlog untuk penyediaan pesawat baru dan labilnya
industri penerbangan; mengharuskan perusahaan -perusahaan yang ingin tetap
survive untuk berbenah diri dalam menghadapi lingkungan yang dinamis tersebut.
PERMASALAHAN
PT. Penerbangan Indonesia sebagai salah satu perusahaan penerbangan yang
menyadari situasi tersebut, mulai pula berbenah diri. Pembenahan tersebut disamping
bertujuan agar perusahaan dapat tetap bertahan, memantapkan posisinya dalam
industri penerbangan dan mampu memanfaatkan peluang yang ada, juga untuk
menghadapi ancaman yang mungkin tìmbul. Pembenahan ini dilakukan dengan
jalan mengoptimasikan semua sumber daya yang ada sehingga diharapkan akan
dapat menambah competitive advantage yang dimilikinya.
Salah satu item dan Corporate Planning PT. Penerbangan Indonesia
menyebutkan bahwa Maintenance Facility yang dimilikinya (PMF) ditargetkan
untuk menjadi SBU pada tahun 1993. Dengan adanya pernyataan tersebut, maka
tugas PMF yang selama ini terfokus pada perawatan pesawat milik perusahaan
induk; mulai tahun 1993 sudah harus mampu melayani perusahaan penerbangan lain
dengan presentasi produksi yang lebih besar.
Dengan kata lain PMF disamping berfungsi sebagi supporting unit dan
operasional perusahaan induk harus pula mampu mencari revenue dan
memberikan profit kepada perusahaan induk.
Tugas yang dibebankan kepada PMF ini bukan merupakan beban yang ringan,
karena banyak kendala yang harus dihadapi PMF dalam melaksanakan tugasnya;
yaitu antara lain:
1. Kendala intern
- Banyaknya tipe pesawat dan mesin serta komponen yang digunakan oleh FL Penerbangan
Indonesia mengakibatkan tingginya tingkat investasi yang harus dikelola oleh PMF.
- Belum adanya pengalaman PMF dalam bidang pemasaran.
- Masih lemahnya perencanaan produksì dan pengelolaan material.
- Rendahnya jumlah sumberdaya manusia yang ada dan tingkat pendidilcan rata-rata
karyawan dibandingkan dengan perusahaan perawatan sejenis serta disiplin administrasi
dari karyawannya.
- Belum adanya FAA dan CAA approval yang dibutuhkan untuk modal bersaing dengan
organisasi sejenis.
- Struktur organisusi yang kurang menunjang fleksibilitas organisasi dalam menghadapi
lingkungan usaha yang dinamis.
2. Kendala Eksternal :
- Bentuk perusahaan induk yang merupakan BUMN menyebabkan investasi PMF banyak
yang bersifat given.
- Sulitnya mendapatkan sumberdaya manusia yang siap pakai di PMF.
- Banyaknya pesaing diregional yang sama yang telab terlebih dahulu ada, baik itu dan
perusahaan penerbangan maupun perusahaan non penerbangan yang mengkhususkan
diri dalam bidang perawatan pesawat terbang.
Dengan kondisi diatas, PMF memerlukan adanya suatu strategi yang sesuai dan tepat
sebagai sarana untuk dapat mencapai sasaran yang telah ditentukan oleh perusahaan
induknya.
PENUTUP
Dengan mengacu pada misi, visi dan target yang sudah ditetapkan oleb
perusahaan induk, manajemen PMF menetapkan sasaran jangka panjangnya yaitu :
?Menjadi salah satu Maintenance Facility terbaik diarea Asia Pasifik?; sasaran
mana ditunjang dengan business strategy yang menitik beratkan pada tindakan?
tindakan :
- Menurunkan technical delay untuk menunjang ketepatan time table.
- Mempertahankan pasar yang ada dan meningkatkan kemampuan agar rnampu
memperluas pangsa pasar.
- Optimalisasi fasilitas yang ada.
Sesuai dengan tujuan penulisannya, maka analisa yang dikemukakan disini adalah
membahas bagaimana strategi PMF untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan
tersebut. Apakah strategi yang dipilh telah sesuai dan tepat dengan situasi yang
dihadapinya dan bagaimana pelaksanaan strategi tersebut dalam penerapannya secara
praktis.
Dalam penganalisaan yang dilakukan sesuai dengan praktek yang didapat
dilapangan, masih terlihat adanya beberapa kelemahan-kelemahan yang harus segera
diperbaiki untuk dapat mencapai sasaran PMF tersebut, yang antara lain adalah :
1. Sistim informasi manajemen sangat lemah, sehingga komunilcasi yang terjadi tidak
optimal.
2. Belum tersedianya informasi pesaing dalam industri sejenis.
3. Belum adanya desentralisasi sistim akuntansi.
4. Penegasan sasaran jangka panjang PMF, dimana seharusnya sasaran tersebut dimasukkan
dalam Rencana Keija Divisi Teknik.
5. Buku Rencana Kerja sebagai pedoman pelaksanaan kerja manajemen yang seharusnya
disusun sebelum penyusunan budget, belum dilaksanakan secara konsisten.
6. Restrukturisasi organisasi yang sesuai dengan dinarnisasi lingkungan usaha harus
segera dilaksanakan.
7. Target unit pemasaran hams ditegaskan, langsung mendapatkan revenue dan profit yang
tinggi ataukah untuk tujuan positioning terlebih dahulu.
"
1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutagalung, J. F. Thomas
"ABSTRAK
Menyongsong diberlakukannya AFTA tahu 2003 dan perdagangan
bebas tahun 2010 akan memberikan kesempatan dan tantangan bagi dunia
bisnis pada umumnya, khususnya dunia penerbangan berjadwal. Beberapa
negara dalam menyongsong era tersebut telah mutai menerapkan open sky
policy yang akan meningkatkan persaingan antaroperator penerbangan. tetapi di
sisi lain, membuka peluang urduk mengembangkan sayap ke mancanegara.
Kondisa poltik ekonomi dan sosìal lndonesa yang kurang
menguntungkan saat ini sangat berpengaruh terhadap bisnis penerbangan
secara keseluruhani dan merupakan kendala yang saigat besar dalam bisnis
penerbangan.
Merpati sebagai perusahaan penerbangan melihat adanya peluang untuk
memperluas jangkauan pasamya ke pasar intemasional. khususnya pasar Perth.
Australia Untuk hat tersebut perlu dilakukan analisis dalam menetapkan suatu
strategi yang paling sesuai dengan kondisi Merpati.
Berdasarkan analisis SWOT yang dilakukan penulis, diperoleh posisi yang
kurang menguntungkan bagi Merpati, yaitu adanya kendala faktor ekstemal yang
besar dan kelemahan dalam bidang internal yang dihadapi. Berdasarkan analisis
Boston Consulting Group didapati posisi Merpati pada kuadran Question Marks.
diindikasikan adanya kesulitan cash flow untuk memperluas market share
dengan pertumbuhan pasar yang cukup menjanjikan untuk dikembangkan Iebih
lanjut, sehingga memerlukan investasi baru (penambahan modal), tetapi di sisi
lain, hal ini tidak memungkinkan dengan kondisi keuangan Merpati saat ini.
Berdasarkan analisis tersebut, Merpati harus menetapkan strategi untuk
memasuki pasar Perth, Australia dan bertahan pada pasar tersebut Adapun
strategi yang dilaksanakan adalah sebagai berikut:
? Strategi korporasi dilakukan dengan cara kerja sama aliansi untuk
menghindari beban keuangan yang ada;
? Strategi Generik unit bisnis dilakukan dengan pola persaingan
menurunkan harga jual produk. Hal ini menyebabkan Merpati harus
melakukan efisiensi yang tinggi, agar dapat menghasilkan low-cost.
? Penentuan posisi pada strategi pemasaran dilakukan dengan
penekanan yang berbeda, yaitu : untuk pasar domestik lebih
ditekankan pada posisi fungsional dan untuk pasar internasional pada
posisi pengalaman.
? Pemilihan program strategi pemasaran (bauran pemasaran), yaitu:
? strategi produk/jasa dilakukan dengan meningkatkan pelayanan
dalam preflight, in flight dan postflight, yaitu dengan menerapkan
suatu standarisasi serta melakukan adaptasi terhadap Iingkungan
lokal;
? strategi harga dilakukan dengan menekankan pada strategi harga
penetrasi, yaitu dengan menetapkan harga yang lebih murah
dibandíngkan dan pesaing;
? strategi untuk saluran distribusi dan promosi dilakukan dengan
menggunakan jasa agen perjalanan yang ada, Serta mengambil
alih agen perjalanan yang ditinggal operator sebeumnya
(Sempati), sehingga dapat memanfaatkan jalur distnbusi yang telah
ada khususnya di Perth, Australia.
Berdasarkan analisis yang dilakukan dan penerapan strategi di atas
diharapkan Merpati dapat memasuki pasar intemasional dan bertahan pada
pasar tersebut khususnya pasar Perth, Australia, bahkan secara perlahan-lahan
dapat meningkatkan posisinya ke arah yang lebih baik.
"
1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siahaan, Ardjuna Ganesa
"ABSTRAK
Industri Pesawat Terbang sudah lama ditandai oleh kerjasama yang erat an tara swasta
dengan pemerintah. Pemerintah dari negara maju seperti Amerika Serikat dan Eropah dimasa
yang lalu dan bahkan juga sekarang memberikan subsidi kepada industri pesawat terbangnya
serta terlibat langsung dalam kegiatan penjualan antara lain melalui kedutaan besarnya di luar
negeri.
Pemerintah dari berbagai negara di dunia menyadari manfaat melakukan investasi dalam
industri pesawat terbang karena limpahan ekonomi dan teknologinya menciptakan puluhan
industri baru dan ribuan peke1jaan baru. (Bartlett, Ghoshal 1995, 256).
Negara di Asia belakangan ini tidak mau ketinggalan dengan Amerika Serikat dan
Eropah dalam pengembangan industri pesawat terbang, yakni disamping IPTN negara sepe11i
Jepang, Korea Selatan, Taiwan, Cina dan bahkan Malaysia juga ingin memiliki industri pesawat
terbang.
Seiring dengan . berjalannya waktu para produsen pesawat terbang tidak dapat lagi
mengandalkan pesawat terbang yang diproduksinya selama ini karena sudah mulai ketinggalan
zaman, dimana kebutuhan pesawat terbang dimasa mendatang menuntut pesawat terbang yang
lebih besar dan dengan kinerja yang lebih baik.
Pengembangan pesawat terbang baru membutuhkan biaya yang sangat besar yang
diperkirakan mencapai $ 20 juta per tempat duduk, yakni berdasarkan estimasi investasi
AIRBUS A-330 sebesar $ 2.5 miliar. Kebutuhan dana yang sangat besar ini membuat banyak
produsen pesawat terbang yang ragu-ragu mengembangkan pesawat terbang baru, dimana
beberapa diantaranya yang sudah memulai kegiatan rancang bangunnya ternyata akhirnya
membatalkan rencananya.
IPTN pada tanggal 10 Agustus 1995 telah berhasil melaksanakan terbang perdana
pesawat terbang N-250 yang merupakan pesawat terbang regional pertama di dunia yang
menggunakan kendali operasi _fly-by-wire, menggunakan mesin turboprop modern dengan
kecepatan high subsonic, menggunakan konsep pesawat terbang berbadan Iebar dan memiliki
konfigurasi sayap tinggi sehingga dapat beroperasi pada Iandasan pendek.
Masalah yang kami teliti adalah strategi yang perlu ditempuh oleh IPTN untuk merebut
pangsa pasar internasional maupun untuk memproteksi pasar dalam negeri agar dapat berupa
captive market dalam waktu cukup lama.
Berdasarkan penelitian yang kami lakukan, yakni menggunakan data sekunder yang
berasal dari berbagai majalah terbitan luar negeri dan berbagai buku baik yang diterbitkan di
dalam maupun luar negeri, kami menemukan akhir-akhir ini telah terjadi kolaborasi dari
beberapa industri pesawat terbang dari berbagai negara dengan tujuan untuk meningkatkan daya
saing (AIR), dilain pihak terdapat industri pesawat terbang yang mengalami kebangkrutan
(FOKKER) atau yang menghentikan produksi pesawat terbangnya (SAAB), sehingga dimasa
mendatang kami perkirakan produsen pesawat terbang regional yang semula jumlahnya sangat
banyak akan mengalami penciutan secara drastis, dimana kami perkirakan pesaing IPTN di pasar
internasional adalah AIR dan BOMBARDIER.
Dalam persaingan di pasar internasional kami menyimpulkan IPTN jauh Iebih lemah
dibandingkan pesaingnya terutama sekali dari segi posisi keuangan dan pangsa pasar. Posisi
keuangan sangat penting dalam industri pesawat terbang karena titik impas umumnya dicapai
karena menyangkut kurva belajar dan skala ekonomi serta efek berantai. dimana tidak heran hila
AIRBUS dalam menghadapi BOEING menggunakan strategi untuk memenangkan pangsa pasar
walaupun dengan resiko harus menjual dengan merugi.
Dengan menggunakan Quantitative Strategic Planning Matrix kami memilih strategi
IPTN berupa memasuki pasar internasional yang secara geografis dekat dengan Indonesia seperti
negara-negara Asean dan Australia dengan mengandalkan keunggulan teknis dan harga dari N-
250, dimana untuk meningkatkan daya saing di pasar internasional IPTN harus memproteksi
pasar dalam negeri sehingga menjadi captive market sambil mengembangkan pasar dalam negeri
agar lebih banyak menggunakan pesawat terbang regional seperti N-250 karena lebih ekonomis
dibandingkan pesawat terbang besar dan dapat beroperasi pada landasan yang relatif pendek,
segera melaksanakan restrukturisasi IPTN, menghindari persaingan frontal dengan pimpinan
pasar, menjajagi aliansi strategik dengan pemilik modal berlimpah dan aliansi strategik dengan
satu atau lebih pabrik pesawat terbang luar negeri, mengusahakan mendapatkan peke1jaan
subkontrak dengan nilai signifikan dari BOEING dan AIRBUS.
Dalam melayani captive market Indonesia, IPTN harus berusaha secara terus menerus
berorientasi kepuasan pelanggan; antara lain, memperbaiki kwalitas, waktu penyerahan dan
harga dari produk dan jasanya sehingga dalam waktu relatif tidak lama sudah siap bersaing
tangguh dengan produk luar negeri dipasar Indonesia tanpa perlindungan seperti hambatan tarif
maupun non tarif.
"
1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ginting, Musa
"ABSTRAK
PT. Garuda Indonesia adalah suatu perusahaan jasa penerbangan berjadwal, yang melayani baik jalur domestik maupun
internasional, hingga saat ini untuk jalur internasional yang
dilayani adalah sebanyak 30 kota. Salah satu jalur penerbangan
internasional tersebut adalah dari Los Angeles ke Indonesia dan
Garuda Indonesia merupakan satu-satu perusahaari penerbangan
yang menawarkan penerbangn langsung dari Los Angeles ke Indonesia.
Walau jumlah wisatawan Amerika Serikat yang ke Indonesia
dari tahun ke tahun terjadi kenaikan, tetapi sebaliknya pangsa
pasar yang didapat oleh Garuda Indonesia dari tahun ke tahun
mengalami penurunan.
Didalam melakulcan strateji promosinya, Garuda Indonesia
tidak didukung dengan bauran promosi/komunikasi yang tepat. Hal
ini terjadi karena :
Pertama, anggaran biaya promosi yang terlalu kecil bila di
bandingkan dengan para pesaing, disamping itu Garuda Indonesia
juga menanggung beban untuk rnempromosikan daerah tujuan wisata,
karena promosi dari pemerintah Indonesia dalam mempromosikan
tujuan wisata kurang.
Kedua, pembagian anggaran promosi yang tidak berimbang, Garuda
Indonesia meberikan porsi yang terlalu besar untuk iklan di
media teIevisi dilain pihak biaya promosi untuk televisi
sangat mahal, maka promosi melalui televisi ini tidak berhasil
memberikan kesadaran kepada para calon penumpang.
Ketiga, karakteristik masyarakat Amerika dalam bepergian selalu
melalui agen perjalanan, sementara itu.persentase agen perjalanan mengetahui Garuda Indonesia hanya 8,2%, maka sangatlah
penting bagi Garuda Indonesia untuk membuat kesadaran dan citra
yang baik bagi agen perjalanan.
Secara keseluruhan yang perlu dilakukan bagi Garuda
Indonesia saat ini adalah usaha memperbaiki citra perusahaan
dan sekaligus memperkenalkan jasa dan produknya pada pelanggan
baru.
Penulis menyarankan agar PT. Garuda Indonesia juga
memperhatikan sarana komunikasi pemasaran lainnya, seperti
penjualan pribadi dan publisitas.
Pada akhirnya strategi komunikasi/ promosi ini akan
berhasil bila dapat dikelola dan dikoordinasi dengan baik.
manajemen PT. Garuda Indonesia harus menempatkan seorang kepala
komunikasi promosi yang secara khusus bertanggung jawab kepada
semua program komunikasi pemasaran perusahaan. Walau tidak
mudah dalam prakteknya, tetapi bila program komunikasi pemasaran dilakukan dengan disiplin dan sungguh?sungguh maka sangatlah
mungkin misi perusahaan dapat tercapai dengan baik.
"
1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ardy Protoni Doda
"ABSTRAK
Penerapan strategi aliansi dalam industri penerbangan berkembang sangat
pesat sejak dekade 90-an. Perkembangan ini teradi seiring dengan banyaknya perubahan-
perubahan aturan main dalam dunia penerbangan atan civil aviation seperti deregulasi
dan globalisasi di Ameiika Seirikat dan Eropa.
Perkembangan ini menjadi lebih pesat lagi oleh karena banyak perusahaan yang
beraliansi tidak lagi menganalisis pola kebutuban beraliansi. Keadaan ini inenyebabkan
banyaknya aliansi yang tidak menghasilkan sinergi untuk perusahaannya, sehingga muncul
permasalahan bagaimana mententuk suatu aliansi yang efektif dalam industri
penerbangan.
Dalam tulisan ini dikaji secara analitis karakteristik keadaan dan struktur
aliansi dalam industri penerbangan. Penelitian ini dibatasi pada aliansi horisontal yang
dilakukan antar perusahaan penerbangan. Metode penelitian yang digunakan adalah
menganalisis data sekunder hasil survey yang dilakukan oleb majalah Airline Business.
Data survey ini mencakup 136 perusahaan penerbangan besar dan keel yang
melayani pasar internasional.
Hasil penelitian memberikan suatu kesimpulan bahwa ada dua hal pokok dalam
pembentukan aliansi yakni pemilihan pasangan dan pemilihan jenis aliansi. Aliansi yang
sinergi akan diperoleb jika pasangan yang dipilih dan jenis aliansi sesuai dengan strategi
perusahaan secara menyeluruh.
"
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maramis, Eddy
"ABSTRAK
Salah satu elemen dalam bauran pemasaran yang mendatangkan pendapatan adalah
harga. Tidaklah mudah untuk rnenetapkan suatu strategi penentuan harga. Kesalahan umum
yang sering terjadi adalah: penetapan harga yang terlalu berorientasi kepada biaya sehingga
untuk beberapa produk tertentu, misalnya jasa angkutan penumpang udara untuk kelas
ekonomi, dapat mengakibatkan harganya diluar jangkauan segmen pasar kelas ekonomi
sehingga kurang laku di pasar. Atau harga yang terlalu rendah jauh dibawah titik pulang
pokok bahkan tidak dapat menutup biaya marjinal yang timbul karena terlalu berorientasi
kepada pasar akan mengakibatkan kerugian yang dialami paling tidak untuk jangka pendek.
Kebijakan harga juga dapat merupakan salah satu senjata yang tersedia bagi manajer
untuk bersaing, misalnya: strategi harga promosi untuk produk baru, dan strategi harga untuk
bauran produk berdasarkan produk lini, diferensiasi, dan lain-lain.
Penentuan harga dalam jasa angkutan penumpang udara selain dipengaruhi oíeh faktor
internal perusahaan, juga sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal yaitu IATA (International
Air Transport Association) sebagai badan dunia yang diberikan wewenang mengkoordìnasìkan
penetapan tarip internasional, pemerintah dengan wewenang persetujuannya (approval) yang
dimilikinya agar suatu tarip dapat dinyatakan berlaku, dan kondisi pasar serta persaingan yang
ada.
Didalam penulisan karya akhir ini, dibahas mengenai strategi penetapan harga jasa
angkutan penumpang udara pada pasar regional. Dan pasar regional yang dipilih adalah rute
Jakarta - Singapura pulang-pergi dengan mengambil studi kasus di PT Garuda Indonesia.
Garuda Indonesia sebagai national carrier Indonesìa dipilih disini karena surnber
permintaan pasar Jakarta - Singapura adalah berasal dari Indonesia dan Garuda Indonesia
menguasai pangsa pasar yang terbesar, aitu mencapai 36%. Disamping itu, yang menarik
adalah Garuda Indonesia sebagai BUMN (Badan Usaha Milik Negara) juga mempunyai misi
yang agak berbeda dengan penerbangan internasional lainnya pada sektor tersebut, yaitu
melaksanakan dan menunjang kebijakan dan program pemerintah di bidang pembangunan dan
ekonomi nasional pada umumnya, khususnya di bidang jasa pengangkutan udara dan bidang
lainnya yang terkait. Sehingga nampaknya tidak terlalu berorientasi path bisnis karena misi
yang diembannya tersebut.
Lingkup strategi penetapan harga yang dibahas dalam karya akhir ini dibatasi hanya
pada: identifikasi peluang dan hambatan yang ada dan mungkin terjadi; kekuatan dan
kelemahan yang dimiliki seperti penguasaan pangsa pasar. kualitas produk; analisis atas misi,
tujuan, strategi barga yang tepat; serta ramalan pasar, seperti open sky policy dan pemenntah
yang akan memngkazkan persaingan; dan kemungkinan kenaikan dan penurunan harga pasar.
Telah dilakukan analisa korelasi dan regresi terhadap data sejarah operasional Garuda
Indonesia dan STA pada tahun 1993 dan 1994 untuk rute Jakarta - Singapura pulang pergi
dengan memperhitungkan faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan Garuda Indonesia
seperti: strategi penetapan harga, pangsa pasar GA dan SIA, dan nilal kurs dollar Singapura.
Ditemukan bahwa ada dua cara strategi harga, yaitu pertama dengan memberikan reduksi, dan
kedua dengan strategi menaikan harga, yang masing-masing berbeda untuk rute pergi dan
pulang.
Pada sektor Jakarta - Singapura, strategi harga dengan pemberian reduksi akan
menurunkan pendapatan Garuda sebesar 11,7%, tetapi pangsa pasar naik sebesar 1 1,5%.
Sedangkan bila dilakukan strategi menaikan harga, maka pendapatan Garuda akan turun lebih
sedikit yaltu 7,9% tetapi parigsa pasar Garuda akan turun drastis 28%.
Pada sektor Singapura - Jakarta, strategi harga dengan pemberian reduksi akan
menurunkan pendapatan Garuda sebesar 20,2% , tetapi pangsa pasar Garuda akan naik 8,3%.
Sedangkan dengan strategi menaikkan barga akan meningkatkan pendapatan sebesar 33,2%,
dan pangsa pasar juga akan naik sebesar 7,5%.
Dari temuan diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa permintaan pada pasar Jakarta -
Singapura sangat sensitif terhadap reduksi dan kenaikan barga. Hal ini cukup logis karena
sebagian besar penumpang melakukan perjalanan pada rute tersebut untuk tujuan wisata.
Sedangkan pada pasar Singapura - Jakarta, tidak sensitif terhadap kenaikan barga, tetapi
sensitif terhadap penurunan harga.
Dengan mengetahul hal ini, maka strategi barga dapat dipilih berdasarkan obyektifitas
strategi bisnis Garuda dalam melakukan aktivitas usahanya. Jika obyektif strategi barga adalah
untuk rneningkatkan pendapatan maka pasar Jakarta- Singapura atau sebaliknya, dapat
dilakukan strategi kenaikan harga. Jika obyektifdari strategi barga adalah untuk memperbesar
pangsa pasar, maka sebaiknya Garuda melakukan strategi reduksi barga untuk kedua pasar
tersebut.
Dengan memiliki pangsa pasar yang besar Garuda akan memiliki citra yang baik bagi
penumpang. Tingkat loyalitas pelanggan semakin tinggi dan usaba berkelanjutan untuk jangka
panjang akan tercapai. Jadi keuntungan yang akan diperoleh Garuda adalah keuntungan untuk
jangka panjang bukan pada saat sekarang. Tetapi strategi harga reduksi oleh pesaing dan
mudahnya strategi ini ditiru oleh pesaing merupakan ancaman bagi Garuda. Oleh karena itu,
maka sebaiknya Garuda Indonesia dalam strategi bisnisnya melakukan strategi harga yang
terkait erat dengan differensiasi produknya. Dengan differensiasi produk dan tingkatan harga
yang ditawarkan kepada konsumen maka dapat diharapkan Garuda akan mendapatkan
pendapatan yang lebih tinggi.
Salah satu strategi harga yang dapat dilakukan adalah dengan rnelakukan strategi harga
bundel (paket), yaitu harga gabungan tiket pesawat dengan jasa hotel dan kunjungan wisata
untuk memberikan kemudahan bagi kebutuhan konsumen, karena sebahagian besar konsumen
Jakarta-Singapura bertujuan untuk wisata terrnasuk dengari penerbangan lanjutan dan sebagian
dikombinasikan dengan bisnis.
"
1995
T4519
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marojahan, Tumpal
"ABSTRAK
Studi ini membahas Strategi Harga Dalam Transportasí Udara dengan mengam
bil studi kasus pada perusahaan PT. Garuda Indonesia pada rute Jakarta - Tokyo.
PT. Garuda Indonesia adalah salah satu perusahaan penerbangan terbesar di Indonesia
yang melayani rute domestik maupun internasional.
Tujuan studi ini adalah untuk menghasilkan model standar praktis bagi Manajer
Penentu Harga (Pricing Manager) dalam menentukan strategi harga khususnya rute
Jakarta-Tolcyo dan umumnya untuk rute yang lain.
Untuk merumuskan dan memecahkan masalah yang timbul dalam strategi penetapan
harga, dilakukan pendekatan-pendekatan baik secara ekonomi maupun statistik. Kondisi
permintaan pada sisi konsumen dan suplai pada sisi produsen akan membentuk suatu
posisi harga yang sebenarnya pada pasar. Demikian juga adanya efek perlakuan terha
dap harga seperti pemotongan harga, kenaikan harga maupun perubahan kwalitas
produk dapat mempengaruhi harga. Faktor tersebut di atas adalah merupakan faktor
internal. Artinya dengan sumber daya yang ada pada perusahaan, faktor tersebut dapat
dikontrol oleh perusahaan sendiri.
Tetapi ada faktor luar yang mempengaruhi harga tersebut seperti harga pada
pesaing, peraturan pemerintah setempat (dimana harga ditetapkan), perubahan pada
selera konsumen maupun faktor ekonomi makro seperti kurs mata uang, inflasi dan
sebagainya yang tidak dapat dikontrol oleh perusahaan.
Untuk menganalisis korelasi faktor-faktor tersebut terhadap harga, maka dilaku
kan pendekatan statistik yakni analisis korelasi dan kausal (regressi) maupun analisis
trend terhadap data sejarah.
Dari hasil analisis korelasi dan regressi terhadap data sejarah operasionil Garuda
dan JAL pada tahun 1992 dan 1993 untuk rute Jakarta-Tokyo pp, faktor-faktor yang
mempengaruhi pendapatan Garuda adalah penetapan strategi harga, pangsa pasar
Garuda, nilai kurs Yen dan pangsa pasar JAL.
Strategi harga reduksi untuk rute Jakarta-Tokyo dapat meningkatkan pendapatan
Garuda (22,5%) dan pangsa pasar (36,5%). Juga dengan strategi ini, Garuda dapat
mencuri (stealing strategy) pangsa pasar JAL (-28,4%). Jika Garuda melakukan
strategi kenaikan harga dengan alasan permintaan pada rute ¡ni bertambah, maka
Ganida dapat meningkatkan pendapatan (36,5%). Demikian juga pangsa pasar Garuda
akan bertambah (21,2%). Tetapi dengan strategi kenaikan harga ini, JAL mendapat
kesempatan untuk meraih pangsa pasar (65,6%). Jadi kedua perusahaan mengalami
kenaikan pangsa pasar karena permintaan path pasar ini meningkat setiap tahunnya.
Untuk rute Tokyo-Jakarta, strategi harga reduksi justru akan menurunkan penda
patan Garuda (-4,6%), tetapi secara efektif dapat meningkatkan pangsa pasarnya
(24,4%) dan mencuri pangsa pasar JAL (-69,3%). Strategi ini harus dihindarkan karena
akan merugikan Garuda sendiri.
Jika Garuda metakukan strategi kenaikan barga pada rute ini, maka Garuda dapat
menaikkan pendapatannya (42,7%) demikian juga pangsa pasar akan meningkat
(11,9%). Tetapi dengan strategi kenaikan barga, JAL akan memperoleh pangsa pasar
yang Iebih besar (81,6%). Kondisi di atas berlaku jika harga dan produk JAL dianggap
konstan.
Dari temuan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa permintaan pada kedua
pasar sangat sensitiv terhadap reduksi dan kenaikan harga. Hal ini cukup logis karena
sebahagian besar penumpang melakukan perjalanan pada rute tersebut untuk tujuan
parawisata.
Strategi harga diteiapkan berdasarkan objektif strategi bisniss (Business Strategy)
Garuda dalam melakukan aktivitas usahanya. Jika objektif strategi harga adalah untuk
rneningkatkan pendapatan maka untuk pasar Jakarta-Tokyo sebaiknya dilakukan strategi
harga reduksi. Tetapi untuk pasar Tokyo-Jakarta, Garuda sebaiknya menaikkan harga.
Jika objektif strategi harga adalah untuk memperbesar pangsa pasar maka sebaik
nya Garuda melakukan strategi reduksi harga untuk kedua pasar tersebut. Dengan
memiliki pangsa pasar yang besar Garuda memiliki citra yang baik pada penumpang.
Tingkat loyalitas pelanggan semakin tinggi dan usaha berkelanjutan untuk jangka pan
jang akan tercapai. Jadi keuntungan yang akan diperoleh Garuda adalah keuntungan
untuk jangka panjang bukan pada saat sekarang.
Untuk mengetahui batasan reduksi dan kenaikan harga. yang akan ditetapkan,
perlu diketahui karakteristik sensitivitas permintaan harga pada pasar. Batasan tersebut
merupakan daerah surplus pada konsumen (consumer surplus area) yang akan diraih
semaksimal mungkin. Konsumen surplus adalah surplus yang diperoleh oleh konsumen
sehubungan dengan harga yang dibebankan pada konsumen. Konsumen surplus ini
dapat diraih perusahaan dengan cara diferensiasi produk dan harga.
Sebahagian besar Konsumen Jakarta-Tokyo pp bertujuan untuk wisata (leisure).
Untuk itu Garuda dapat melakukan strategi harga Bundel, yaitu harga gabungan tiket
pesawat, jasa hotel dan jasa sehubungan dengan parawisata lainnya untuk memberi
kemudahan bagi kebutuhan konsumen.
Pertumbuhan pasar Jakarta-Tokyo pp merupakan suatu kesempatan (opportunity)
bagi Guruda untuk meraih pendapatan maupun memperbesar pangsa pasarnya. Tetapi
strategi harga reduksi oieh pesaing dan mudahnya strategi harga ini ditiru adalah
merupakan ancaman bagi Garuda.
Oleh karena itu maka sebaiknya Garuda Indonesia dalam strategi bisnisnya,
melakukan strategi harga yang terkait erat dengan diferensiasi produknya. Dengan
differensiasi produk dan tingkatan harga yang ditawarkan kepada konsumen maka dapat
diharapkan Garuda dapat meraih surplus pada konsumen sekaligus Garuda mendapatkan
pendapatan yang lebih tinggi.
"
1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nanang Farid Majdi
"ABSTRAK
Selama beberapa tahun terakhir pemerintah telah mengeluarkan beberapa kebijaksanaan
untuk meningkatkan dan memperkuat daya saing ekonorni nasional. Beberapa kebijakan yang
berkaitan Iangsung dengan PT. Garuda Indonesia antara lain Undang-undang no.15 tabun 1992
tentang Penerbangan Nasional dan PP no. 4 tahun 1994 tentang Penanaman Modal Asing. Oleh
karena itu GA harus mengkaji dan mencermati clampak dan dikeluarkanya peraturan-peraturan
tersebut terhadap kesuksesan perusahaan.
Pertumbuhan angkutan kargo udara domestik yang cukup pesat merupakan peluang
bagi GA untuk meningkatkan pendapatan dari luar sektor produk inti (core product)
perusahaan. Angkutan kargo udara domestik untuk beberapa tahun ke depan diperkirakan
tumbuh sebesar l2% pertahun, Iebih tinggi dari angkutan penumpang yang rata-rata sebesar
5% pertahun. Persaingan memperebutkan pangsa pasar kargo domestik saat ini cukup ketat
dengan GA masih sebagai pemlinpin pasar yang pada tahun 1995 menguasai 73,61% kargo
inbound (ke Jakarta) dan 49,5% kargo outbound (keluar dan Jakarta). Tingginya pangsa pasar
ini tidak mencerminkan keadaan sebenarnya karena:
- Sebagian kargo inbound GA merupakan kargo transit.
- GA mempunyai ton km produksi lebih besar dan pesaing.
- GA mempunyai frekuensi ke kota-kota potensial lebih banyak dari maskapai lain
Ancaman terhadap kargo domestik GA antara lain datang dari maskapai penerbangan
dalam negeri yang semakin agresif mempromosikan produk kargonya. Sebagai contoh Sempati
Air dengan VIP-nya atau Merpati dengan Mega Cargo-riya, selain itu juga berasal dari
maskapai asing yang mernpunyai hak terbang ke 13 kola domestik. Hal ini bertambah dengan
adanya tekanan produk pengganti yang berupa model angkutan darat dan angkutan saut yang
pada banyak daerah merupakan model angkutan barang yang dominan.
Pertumbuhan pasar yang tinggi belum diikuti oleh pertumbuhan kargo domestik GA,
dan bahkan pada beberapa sektor kargo domestik GA mengalami penurunan yang cukup tajam.
Melalui analisis BCG Matrix diperoleh kesimpulan kargo dome:tik GA saat ini berada pada
posisi cash flow dengan pangsa pasar tinggi tetapi tingkat pertumbuhan rendah. Dengan strategi
yang komprehensif diharapkan dapat mcncapai posisi star dimana menguasai pangsa pasar dan
mempunyai tingkat pertumbuhan yang tinggi.
Untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan memenuhi permintaan pasar PT. Garuda
Indonesia harus mempertimbangkan penggunaan pesawat khusus kargo (freighter). Pemilihan
pesawat kargo yang digunakan harus disesuaikan dengan perencanaan armada (fleet plan)
untuk memudahkan dalam pengadaan awak pesawat dan jadwal perawatan. Selain itu GA harus
memikirkan bahwa dalam melakukan ekspansi rute tidak hanya berdasarkan potensi
penumpang semata tapi juga potensi kargo pada daerah tertentu.
Pembenahan sarana dan prasarana kargo harus mendapat prioritas dan pimpinan
perusahaan. PerÍuasan gudang, modernisasi peralatan handling dan uld dan pengadaan usaha
penunjang tidak bisa ditunda lagi mengingat semakin besarnya volume barang yang dikirim
melalui kargo udara. Demikian juga dengan peningkatan kualitas dan kuantitas sumber daya
manusia (SDM) kargo GA harus dilakukan. Sebagian besar sumber claya manusia yang ada
sekarang diperkirakan tidak mampu Lagi bersaing dengan maskapai lain mengingat pendidikan
formal dan informal yang mereka peroleh tidak mernadai. Problem ini mendesak dipecahkan
mengingat penangan kargo dewasa ¡ni ?nenuntut kecepatan, ketepatan dan standar keamanari
yang semakin tinggi.
Selain itu segala upaya pembenahan di atas harus didukung oîeh suatu strategi yang
tepat dan menyeluruh. Penyusunan strategi pemasaran yang tepat merupakan suatu keharusan
sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan daya saing dan kesuksesan unit kargo GA.
"
1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Riza Perdana Kusuma
"ABSTRAK
Persaingan industri penerbangan di Indonesia semakin tajam seiring dengan dibukanya kran
ijin operasi perusahaan penerbangan baru. Perkembangan persaingan yang terjadi cenderung
menuju kearah persaingan yang tidak sehat dengan memusatkan pada kekuatan perang harga
sebagal alat untuk meraih pasar.
Performa Garuda Indonesia untuk rute Jakarta-Padang beberapa waktu terakhir cenderung
mengalami penurunan, padahal pada periode sebelumnya Garuda Indonesia menjadi market
leader untuk sektor ini. Sementara di sisi lain Mandala sebagai pesaing utama semakin
menunjukkan dominasinya, yang kemudian diramaikan pula dengan masuknya Batavia sejak 6
April 2002. Kedua pesaing Garuda Indonesia ini mengandalkan strategi harga sebagai alat
pendorong penjualannya melalui penetapan harga rendah untuk semua kapasitas kursi yang
tersedia. Dan pada akhirnya dampak buruk yang terjadi di pasar adalah bahwa ?harga? menjadi
patokan utama untuk melakukan perbandingan produk jasa penerbangan dan ?harga murah?
merupakan satu-satunya kelebihan yang selalu dikomunikasikan oleh perusahaan penerbangan
yang melayani rute tersebut. Sementara pasar tidak memiliki alternatif lain sebagai alat
pembanding dalam proses pemulihan produk jasa penerbangan.
Sebagai perusahaan penerbangan yang berpengalaman, memiliki kekuatan merek, inovasi,
sarana serta prasarana dan permodalan dibanding kedua pesaing yang lain, serta komitmen
untuk menempatkan produk pada level premium, maka Garuda Indonesia harus mampu
menetapkan strategi yang lebih sesuai untuk pasar ini guna memenangkan persaingan dan
kembali menjadi market leader. Penetapan target pasar penumpang bisnis dengan segmen
menengah ke atas sudah tepat dan konsisten dijalankan oleh Garuda Indonesia selama ini, hal
tersebut ditunjukkan dengan program pemasaran korporat yang terus disesuaikan dengan
kebutuhan dan keinginan target pasar tersebut, antara lain melalui program advertising
televisi, radio dan media cetak. Namun dalam proses pemasarannya maka Garuda Indonesia
harus menetapkan strategi promosinya secara lebih terintegrasi dengan mengandalkan seluruh
item promosi untuk dapat mengkomunikasikan keunggulan produk kepada pasar, melalui
pengembangan program promosi secara berbeda kepada sasaran yang berbeda seperti unit
pengambil keputusan, pengguna loyal Garuda Indonesia, non pengguna loyal Garuda
Indonesia maupun influencer.
Di sisi lain Garuda Indonesia harus mampu melihat secara jelas apakah target market yang
ditetapkan secara korporat telah sesual untuk karakter rute ini, karena dengan memahami
kondisi sebenarnya terutama mengenai segmen mana yang menjadi pasar utama atau pasar
potensial, maka akan dapat dikurangi timbulnya ?gap komunikasi? antara pesan yang
disampaikan dengan penerimaan pasar, juga akan sangat membantu dalam penetapan program
promosi selanjutnya sehingga menjadi lebih terarah.
Secara garis besar pasar dapat dipengaruhi, terlebih lagi jasa penerbangan adalah produk
dengan teknologi tinggi, dan sangat terkait dengan persepsi. Oleh karena itu keberhasilan
membangun komunikasi yang baik melalui program promosi yang tetintegrasi diharapkan
upaya memenangkan persaingan di rute Jakarta - Padang ini dapat tercapai
"
2002
T3670
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amrulloh Hakiem
"ABSTRAK
Garuda Indonosla adalah flag carrier BUMN dengan aset Rp 10 triliun dengan
masalah keuangan yanq dlhadapi adalah kemampuan mempertahankan laba operasi
dan arus kas Secara berkeIanjutan. Domestik memberi kontribusi yang signifikan
pada keuangan, namun Penurunan kurs rupiah dan masuknya pesaing baru menjadi
ancaman.
Kekuatan merek Garuda dibanding pesaing adalah skala ekonomi dan experience
curve, sehlngga strategi harga adalah diferensiasi dan bukan mengikuti perang
harga. Untuk meningkatkan nilai tambah, customization harga perlu dilakukan untuk
menjaring pelanggan baik dari segmen yang kurang sensitif maupun sensitif harga.
Customization mempunyal dampak strategis terhadap persaingan yaltu mengurangi
intensitas persaingan harga pada pasar premium sekaigus menjaring segmen
sensitif-harga dan mempertahankan dominasi. Rute Jakarta-Surabaya dipilih karena
memberi kontribusi terbesar di domestik cian persaingan yang dinamis. Untuk
merancang implementasi, customization didasari oleh pengendali-nilai (value driver)
yaitu fleksibilitas, kenyamanan dan penghargaan. Inovasi diperlukan untuk
membangun pagar pembatas antar kelompok pelanggan. Namun demikian
overcustomization dihindari karena bíaya yang tidak sebanding dengan tambahan
nilai yang diporoleh, dan menurunnya goodwill konsumen.
Tantangan Customization adalah rasa keadilan, arbitrase dan peraturan batas-atas
harga. Komunikasi ke pelanggan melalui media dan agen perlu dilakukan untuk
memberikan kejelasan bahwa perbedaan harga dan batasan tempat-duduk
memenuhi rasa keadilan. Arbitrase dihinclari dengan pembuatan penyekat antar
kelompok pelanggan secara efekiif, Garuda juga perlu mempengaruhi pemerintah
untuk menghilangkan batas-batas dan membiarkan harga tersebuJt berdasar
mekanisme pasar. Untuk menghindari penyalahgunaan kekuatan monopoli atau
oligopoli secara berlebihan. pemerintah perlu memberi keleluasaan perijinan untuk
mendirikan perusahaan penerbangan baru, bukan dengan pembatasan harga
"
2002
T2811
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>