Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 28281 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Heru Suryonegoro
"Garre's osteomyelitis is a type of Osteomyelitis which occur frequently in clinic. This disease can occur at any age, but mosk happen in and young adult, and frequently in mandible. Usually patient complaint about pains/hurt and jaw getting bigger and hard on bone jaw surface. Osteomyelitis is more frequently happen at incisisive which expand medial and lateral. If the perios tissue inflamed, it tend to built a new bonetissue inside, which only can be seen by Rontgen photo if the cause is apikal infection. The infection tissue at the apical of teeth expand through bone surface and reach periosteum which can change periosteum from bone surface.
If the expand of the new bone apically, so it will be seen with periapical projection. And if the expand goes laterally, it will be seen with oclusal projection.
It will be discuss about the connection of Garre's Osteomyelitis Roentgen view in various type of projection and its diferential diagnosa in Roentgen will ostegenik sarkoma and about the other lesion which shown almost the same with it."
[Jurnal Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, Journal of Dentistry Indonesia], 2002
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Waryudi
"Pendahuluan: Osteomyelitis adalah penyakit inflamatorik akibat bakteri patogen yang melibatkan struktur tulang. Prioritas penanganan osteomyelitis adalah dengan menggunakan antibiotik, baik sistemik maupun lokal, serta dilakukannya operasi sebagai penanganan suportif. Salah satu metode penggunaan antibiotik lokal yaitu melalui dilusi intralesi. Penelitian ini bertujuan untuk menilai efektifitas dari pemberian dilusi gentamycin intralesi dalam menangani osteomyelitis.
Metode: Desain penelitian ini adalah post-test only control group dan menggunakan 24 tikus putih galur Sprague-Dawley yang dibagi menjadi 4 kelompok perlakuan. Kelompok 1 dilakukan debridement menggunakan normal saline 100 ml (kelompok kontrol), kelompok 2 debridement dengan dilusi gentamycin 10mg/kgBB intramedulla, kelompok 3 dengan dilusi gentamycin 25mg/kgBB, dan kelompok 4 dengan dilusi gentamycin 50mg/kgBB. Setelah 3 minggu pasca perlakuan, dilakukan pemeriksaan mikrobiologi dan patologi anatomi.
Hasil: Terdapat penurunan jumlah koloni bakteri setelah perlakuan yang signifikan secara statistik dengan bertambahnya dosis gentamycin (p=0,003). Pada analisis lanjutan, didapatkan perbedaan jumlah koloni kuman antara kelompok kontrol, kelompok gentamycin 10mg/kgBB, dan kelompok gentamycin 25mg/kgBB dengan kelompok gentamycin 50mg/kgBB. Rerata skor Smeltzer menunjukkan perbedaan yang bermakna antar kelompok (p=0,013), yaitu pada kelompok kontrol dengan kelompok gentamycin 25mg/kgBB dan gentamycin 50mg/kgBB. Pada pemeriksaan histomorphometri terdapat perbedaan bermakna antara total area fibrosis (p=0,0065) dan total area kartilago (p=0,031).
Pembahasan: Setelah dilakukan pencucian luka menggunakan dilusi gentamycin didapatkan penurunan koloni kuman, perbaikan derajat inflamasi, dan proses penyembuhan tulang yang lebih cepat. Pencucian luka menggunakan dilusi gentamycin 50mg/kgBB sebagai terapi ajuvan dinilai efektif dalam mengatasi osteomyelitis.

Introduction: Osteomyelitis is an inflammatory disease involving bone structure caused by pathogen. Priority of osteomyelitis treatment is antibiotics (both systemic and local), and the operation as a supportive treatment. The study aimed to examine the effectiveness of intracellular gentamycin dilution administration in dealing with osteomyelitis.
Methods: The study used post-test only control group design and used 24 Sprague-Dawley rats as subjects, that divided into 4 treatment groups. Group 1 was performed debridement using normal saline 100 ml (control group), group 2 was performed debridement using gentamycin dilution 10mg/kgBW intramedulla, group 3 using gentamycin dilution 25mg/kgBW and group 4 using gentamycin dilution 50mg/kgBW. After 3 weeks post-treatment, microbiology and anatomical pathology were examined.
Result: There was significant decrease in the number of bacterial colonies post treatment with increasing doses of gentamycin (p=0.003). In the further analysis, there was difference between control group, gentamycin group 10mg/kgBW, and gentamycin group 25mg/kgBW compare with gentamycin group 50mg/kgBW. Mean of Smeltzer score showed significant difference between groups (p=0,013), showed in control group compare with gentamycin group 25mg/kgBW and gentamycin 50mg/kgBW. In the histomorphometric examination there was significant difference between total area of fibrosis (p=0.0065) and total cartilage area (p=0.031).
Discussion: Wound debridement in osteomyelitis using gentamycin dilution showed decrease in bacterial colonies, an improvement in inflammatory degree, and faster bone healing process. Wound debridement using 50mg/kgBw gentamycin dilution as adjuvant therapy is considered effective in osteomyelitis.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Yanto
"[ABSTRAK
Pendahuluan: Tatalaksana osteomielitis dengan debridement, guttering, pemberian antibiotika sistemik sering tidak mencapai hasil yang memuaskan dikarenakan antibiotik tidak dapat mencapai lokasi infeksi dengan baik. Cara lain dengan pemberian antibiotik lokal untuk mencapai lokasi infeksi dalam bentuk beads dinilai tidak efektif karena memerlukan 2 kali operasi. Kombinasi antibiotik lokal dengan scaffolding berupa hidroxyapatite (HA) porous yang dapat diserap dan pembawa antibiotik belum pernah diteliti.
Metode penelitian: Dilakukan uji pre test post test kelompok kontrol pada model kelinci osteomielitis. Sepuluh ekor kelinci New Zealand digunakan dengan berat 2.500-3500 gr yang dibagi kedalam 2 kelompok yaitu kelompok kontrol dan kelompok perlakuan (n=5). Dilakukan penyuntikan bakteri
pada tulang tibia kelinci, setelah terbentuk model osteomielitis kemudian dilakukan perlakuan. Untuk kelompok kontrol dilakukan debridement dan diberikan injeksi antibiotik ceftriaxon selama 4 minggu dan kelompok perlakuan dilakukan debridement, diberikan kombinasi HA dan Gentamisin serta injeksi antibiotik ceftriaxon selama 4 minggu. Setelahnya dilakukan penilaian klinis, x- ray, kultur dan histopatologis.
Temuan dan Diskusi: Secara radiologis ditemukan perbaikan skor penebalan kortek tibia pada kelompok perlakuan dibanding kelompok kontrol (p=0.48), begitu juga pada Histopatological osteomyelitis evaluation score (p=0,009). Secara klinis terdapat perbaikan skor pembengkakan pada semua (n=5) kelompok perlakuan dibanding dengan kelompok kontrol, namun secara statistik tidak bermakna (p=0,053). Sementara pada penilaian kultur tidak ditemukan perbedaan bermakna antar kedua kelompok (p=1,00)
Kesimpulan: Kombinasi Hydroxyapaptite porous dan gentamisin sebagai antibiotik lokal pada pengobatan model osteomielitis tibia kelinci memberikan perbaikan skor radiologis, histopatologis dan perbaikan klinis dibanding dengan prosedur standar pengobatan oseomielitis kronis yang sudah ada.

ABSTRACT
Introduction. Treatment of osteomyelitis with debridement, guttering, systemic antibiotics often do not achieve satisfactory results due to the antibiotic can not reach the infection site. Another way of local antibiotic delivery to reach the site of infection in the form of beads is considered ineffective because it requires two separate surgeries. Local antibiotic combined with scaffold in the form of porous hidroxyapatite that can be absorbed and antibiotics cariere have not been studied.
Methods. We conducted pretest and posttest control group in a rabbit model of osteomyelitis. Ten rabbits divided in control group and the treatment group (n=5). We injected Staphylococcus aureus in the rabbit tibia, forming the osteomyelitis model, and then performed treatment for osteomyelitis. In the control group, we performed debridement and gave ceftriaxone injection for 4 weeks. Whereas in the treatment group, we add the combination of porous hidroxyapatite and Gentamicin. Afterwards, we did clinical assessment, x-ray, culture, and histopathology.
Results and discussion. Radiologically, tibia cortical thickening scores improved in the treatment group compared to the control group (p=0.48) as well as histopatological osteomyelitis evaluation score (p=0,009). Clinically, there were improvements in the swelling scores (n=5) of the treatment group compared to control group, but no significant statistically (p=0.053). In culture, there were no significant difference between the two groups (p=1.00).
Conclusion. Combination of porous hydroxyapaptite and gentamycin as a local treatment of osteomyelitis of the rabbit tibial osteomyelitis models improved radiological and histopathological scores and also clinically compared to existing standard treatment procedures for chronic osteomyelitis., Introduction. Treatment of osteomyelitis with debridement, guttering, systemic antibiotics often do not achieve satisfactory results due to the antibiotic can not reach the infection site. Another way of local antibiotic delivery to reach the site of infection in the form of beads is considered ineffective because it requires two separate surgeries. Local antibiotic combined with scaffold in the form of porous hidroxyapatite that can be absorbed and antibiotics cariere have not been studied.
Methods. We conducted pretest and posttest control group in a rabbit model of osteomyelitis. Ten rabbits divided in control group and the treatment group (n=5). We injected Staphylococcus aureus in the rabbit tibia, forming the osteomyelitis model, and then performed treatment for osteomyelitis. In the control group, we performed debridement and gave ceftriaxone injection for 4 weeks. Whereas in the treatment group, we add the combination of porous hidroxyapatite and Gentamicin. Afterwards, we did clinical assessment, x-ray, culture, and histopathology.
Results and discussion. Radiologically, tibia cortical thickening scores improved in the treatment group compared to the control group (p=0.48) as well as histopatological osteomyelitis evaluation score (p=0,009). Clinically, there were improvements in the swelling scores (n=5) of the treatment group compared to control group, but no significant statistically (p=0.053). In culture, there were no significant difference between the two groups (p=1.00).
Conclusion. Combination of porous hydroxyapaptite and gentamycin as a local treatment of osteomyelitis of the rabbit tibial osteomyelitis models improved radiological and histopathological scores and also clinically compared to existing standard treatment procedures for chronic osteomyelitis.]"
2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mei Riayu
"Osteomielitis merupakan infeksi pada tulang, sumsum tulang dan jaringan sekitar yang terjadi karena masuknya mikroorganisme dengan tanda yang khas yaitu nyeri. Pembedahan merupakan salah satu pilihan penatalaksanaan pada osteomielitis dengan nyeri sebagai keluhan utama yang sering dilaporkan. Nyeri yang dialami pada klien dengan osteomielitis setelah pembedahan menjadi semakin berat ketika dilakukan perawatan luka. Asuhan keperawatan manajemen nyeri diterapkan pada Tn. MI berusia 25 tahun dengan latar belakang etnis Betawi yang menjalani debridement dan remove implant dengan riwayat operasi open reduction internal fixation ORIF femur dan tibia dekstra tujuh tahun lalu.
Manajemen nyeri yang diterapkan yaitu dengan mendengarkan musik selama perawatan luka. Evaluasi dilakukan dengan menggunakan visual analogue scale VAS dan monitor tanda nonverbal nyeri. Evaluasi hasil pada hari pertama setelah debridement pada saat dilakukan perawatan luka yaitu VAS 8 dengan wajah ekspresi merintih disertai menggerakkan kaki kiri. Nyeri yang dirasakan TN. MI berkurang secara progresif selama perawatan luka dengan nilai VAS 3 dan ekspresi wajah tenang pada hari keenam setelah operasi. Penulis merekomendasikan terapi musik sebagai pilihan manajemen nyeri nonfarmakologi dengan kolaborasi pemberian analgetik sebelum perawatan luka sehingga tujuan manajemen nyeri dapat tercapai optimal.

Osteomyelitis is an infection of bone, bone marrow and surrounding tissues that occur due to the entry of microorganisms with pain as spesific sign. Surgery is one of the management options in osteomyelitis with pain as the main complaint that often reported. Pain experienced by clients with osteomyelitis after surgery becomes more severe during wound care. Nursing care of pain management applied to Mr. MI , 25 years old with Betawi ethnic background undergoing debridement and remove implants with a history of open reduction internal internal fixation ORIF surgery of the femur and tibia dekstra seven years ago.
Pain management is applied by listening music during wound care. The evaluation was performed using visual analogue scale VAS and nonverbal pain monitor. Evaluation of the results on the first day after debridement during wound care that showed VAS value 8 with a face moaning expression and wiggle his left foot. Music therapy was effective on reducing pain especially during wound care. The pain felt by TN. MI progressively decreased during wound care with VAS value 3 and calm facial expression on the sixth day after surgery. Recommendation music therapy as nonpharmacological pain management option with collaboratve analgesic treatment before wound care will provide optimal results for pain management goal.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2017
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Gupta, Priya Verma
New Delhi: Jaypee Brother Medical , 2008
617.63 GUP d
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Azra Fathiya Iskandar
"Latar Belakang: Osteomielitis merupakan proses inflamasi yang disebabkan oleh organisme piogenik, salah satunya bakteri. Bakteri yang paling umum ditemukan sebagai penyebab osteomielitis adalah bakteri Staphylococcus aureus. Tatalaksana osteomielitis dilakukan dengan penggabungan antara tindakan bedah dan penggunaan antibiotik. Saat ini, mulai dikembangkan penggunaan antibiotik secara lokal karena adanya keterbatasan apabila diberikan secara sistemik. Bone graft digunakan sebagai material pembawa antibiotik dan menjadi alternatif dari penggunaan PMMA (Polymethylmethacrylate). Pembuatan biphasic kalsium sulfat dan kalsium fosfat bertujuan untuk mengatasi kekurangan masing-masing fasa. Tujuan: Mengetahui daya hambat antibakteri material gipsum-monetite pembawa gentamisin terhadap bakteri Staphylococcus aureus (ATCC 25923). Metode: Kemampuan daya hambat antibakteri diuji menggunakan metode Kirby-Bauer yaitu dengan menghitung zona inhibisi yang terbentuk di sekitar pelet. Terdapat 4 kelompok komposisi pelet biphasic gipsum-monetite yang digunakan, yaitu 100:0, 90:10, 80:20, dan 60:40. Pelet direndam dalam larutan gentamisin dan dilakukan pengujian pada media agar Mueller-Hinton. Zona inhibisi diukur setelah waktu inkubasi selama 24 dan 48 jam, serta penurunan zona antara kedua waktu tersebut. Selanjutnya, hasil tersebut akan diuji menggunakan uji statistik One-Way ANOVA dan T-Test Dependen. Hasil: Terbentuk zona inhibisi di sekitar pelet biphasic gipsum-monetite untuk seluruh kelompok. Berdasarkan hasil uji One Way ANOVA didapatkan adanya perbedaan yang tidak bermakna antar setiap kelompok komposisi terhadap zona inhibisi yang terbentuk setelah inkubasi 24 dan 48 jam. Sedangkan, berdasarkan hasil uji T-Test Dependen didapatkan adanya perbedaan yang bermakna antara zona inhibisi 24 dan 48 jam pada setiap kelompok. Kesimpulan: Pelet biphasic gipsum-monetite dapat digunakan sebagai material pembawa antibiotik dan tidak terdapat pengaruh antara komposisi gipsum dan monetite terhadap daya hambat antibakteri. Zona inhibisi yang terbentuk mengalami penurunan seiring bertambahnya waktu inkubasi

Background: Osteomyelitis is an inflammatory process caused by pyogenic organism, such as bacteria. The most common bacteria found as a cause of osteomyelitis is Staphylococcus aureus. The management of osteomyelitis is carried out by combining surgery and the use of antibiotics. Antibiotic is currently being developed for localised uses due to limitations when administered systemically. Bone graft is used as a carrier for antibiotics and as an alternative to PMMA (Polymethylmethacrylate). Preparation of biphasic calcium sulfate and calcium phosphate is used to overcome the deficiency of each phase. Objectives: Determine the antibacterial inhibition of gentamicin-carrying gypsum-monetite material against Staphylococcus aureus (ATCC 25923). Methods: The capability of antibacterial inhibition was tested using the Kirby-Bauer method by calculating the inhibition zones formed around the pellets. There were 4 groups of biphasic gypsum-monetite pellet used, 100:0, 90:10, 80:20 and 60:40 respectively. The pellets were soaked in gentamicin solution and tested on Mueller-Hinton agar media. The zone of inhibition was measured after 24 and 48 hours of incubation, including the decrease in the zone. Furthermore, these results will be tested using One-Way ANOVA statistical tests and Dependent T-Test. Results: Zone of inhibition were formed around the biphasic gypsum-monetite pellets for the entire group. Based on the results of the One Way ANOVA test, it was found that there was no significant difference between each composition group in the inhibition zone formed after 24 and 48 hours of incubation. Meanwhile, based on the results of the Dependent T-Test test, it was found that there was a significant difference between the 24 and 48 hour inhibition zones in each group. Conclusion: Biphasic gypsum-monetite pellets can be used as material for carrying antibiotics and there is no effect between the composition of gypsum and monetite on antibacterial inhibition. The inhibition zone formed decreased with increasing incubation time."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Thoma, Kurt H.
Philadelphia: WB. Saunders, 1964
617.63 THO o
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Gery Gilbert
"Latar Belakang : Distribusi frekuensi impaksi gigi molar tiga maksila berdasarkan klasifikasi Pell-Gregory, Winter, dan hubungan dengan sinus maksila dapat menunjukan variasi yang dapat berperan penting dalam mengantisipasi kesulitan pada saat odontektomi. Tujuan : Mengetahui frekuensi kasus impaksi molar tiga maksila pada radiograf panoramik berdasarkan klasifikasi Pell-Gregory dan Winter serta hubungan dengan sinus maksila di RSKGM FKG UI. Metode : Penelitian dilakukan dengan metode deskriptif kategorik menggunakan data sekunder berupa rekam medik pasien di RSKGM FKG UI. Hasil : Penelitian yang dilakukan pada 102 kasus impaksi molar tiga maksila menunjukkan kasus impaksi molar tiga maksila paling banyak pada wanita dengan persentase 62.7%, namun hasil uji statistik menunjukan tidak ada hubungan yang bermakna antara perbedaan gender dengan masing-masing klasifikasi impaksi. Frekuensi tertinggi dari masing-masing klasifikasi adalah Kelas C sebesar 46.08% pada klasifikasi Pell-Gregory, impaksi distoangular sebesar 35.3% pada klasifikasi Winter, dan impaksi tipe 4 sebesar 60.78% pada klasifikasi berdasarkan hubungan dengan sinus maksila. Kesimpulan : Penelitian ini mendapatkan hasil distribusi frekuensi impaksi molar tiga maksila yang dapat menjadi acuan dalam menentukan tingkat kesulitan perawatan odontektomi.

Background : A method of classification of third molar impaction is needed because the anatomical position of impacted third molars can show variations that will play an important role in anticipating difficulties during extraction. Objective : To determine the impaction frequency of maxillary third molar impaction cases, as seen on panoramic radiographs and classified based on Pell-Gregory and Winter classification and also the relationship with maxillary sinus in RSKGM FKG UI. Methods : The type of research conducted is categorical descriptive research, using secondary data in the form of patient medical records at RSKGM FKG UI. Results : From 102 cases of maxillary third molar impaction, it was found that maxillary third molar impaction was most common in women with a percentage of 60%, but the results of statistical tests show no significant relationship between gender differences with each classification. The highest frequency of each classification is Class C of 46.08%, distoangular impaction of 35.3%, and impaction of type 4 by 60.78%. Conclusion : Classification of maxillary third molar impact can be a reference in determining the difficulty level of odontectomy treatment."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mirna Febriani
"Bahan cetak yang dipakai dalam bidang kedokteran gigi berfungsi sebagai reproduksi negatif gigi dan jaringan rongga mulut, hasil cetakan dicor dengan gips sehingga diperoleh model keja yang merupakan replika gigi dan jaringan rongga mulut. Bahan cetak yang banyak digunakan adalah alginat, yang merupakan barang import. Di beberapa daerah sulik didapat sehingga diupayakan modifikasi bahan cetak alginat dengan pati ubi kayu (Manihot Utilisima). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh proporsi perubahan pati ubi kayu (Manihot Utiiisima) pada bahan cetak alginat kemasan terhadap hasil reproduksi detail cetakan gips tipe M. Sebanyak 120 spesimen dibagi dalam 6 kelompok. Kelompok Al, sampai dengan AS perbandingan bahan cetak alginat dan pati ubi kayu berurutan dari 55% : 45%; 52,5% : 47,5%; 50% : 50%; 47,5% : 52,5%; 45% : 55% dan kelompok AO sebagai kontrol tanpa ditambah pati ubi kayu, kemudian dicetak dengan slat uji reproduksi detail (ISO 1563 78), hasilnya dicor gips tipe III setelah mengeras, reproduksi detail dianalisa dengan mikroskop stereo. Hasil yang didapat dilakukan uji t untuk mengetahui perbedaan bahan cetak alginat kemasan dengan bahan cetak alginat yang ditambah pati ubi kayu pada kedalaman garis 0,05 mm dan 0,075 mm. Hasil yang didapat bahan cetak alginat kemasan tidak berbeda dengan bahan cetak alginat yang ditambah pati ubi kayu pada kedalaman garis 0,05 mm dan 0,075 mm. Dari panelitian ini dapat disimpulkan bahwa bahan cetak alginat yang ditambah pati ubi kayu sampai perbandingan 47,5% : 52,5% dapat digunakan sebagai bahan cetak.

The Influence of Additional Manihot Utilisima for
Alginate Impression Material to Accuracy Reproduction Details Results
Impression materials which are used work in dentistry as a negative reproduction of teeth and oral tissues. The negative reproduction being filled in with gypsum in order to produce a replica of teeth and oral tissues. The most common being used impression material is alginate, which is a much improved product commodity now. The material is still rare to be found in several places, therefore we can try to modify the alginate with manihot utilisima. The aim of this research is to find the effect of manihot utilisima addition to the imported alginate and its ability to reproduce detailed reproduction using type III gypsum. The 120 specimen is divided into 5 groups of study. The percentage comparison 'of alginate to manihot utilisima in Al group to AS group are 55% : 45%; 52.5% : 47.5%; 50% : 50%: 47.5%
52.5%; 45% : 55%. A4 as a control group without the addition of manihot utilisima. The materials then being impressed with detail reproduction tool (ISO 1563 ! 78), the detail result is then analyzed under a stereo microscope. The t-test was used to statistically test the differences of alginate impression and alginate substitution to manihot utilisima, in 0.05 mm and 0.075 mm depth. There were no significant differences between the alginate impression and modified alginate with manihot utilisima in 0.05 mm and 0.075 mm depth. Therefore this research concludes that the alginate impression with manihot utilisima with a ratio up to 47,5% 52.5% can be used as an impression material."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2001
T1873
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meiwany Wijaya
"Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui pengaruh makanan keras terhadap pola, derajat atrisi gigi. Penelitian dilaksanakan di kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) selama tiga bulan. Target populasi 400 orang dewasa usia 16-55 tahun yang dikelompokan menjadi 4 kelompok yaitu 16-25 tahun,.26-35 tahun, 36-45 tahun, dan 46-55 tahun. Besar sampel tiap kelompok usia adalah 25 orang/lokasi.
Pemeriksaan klinis dilakukan oleh peneliti utama dibantu seorang pengatur rawat gigi dan 2 orang pembantu umum. Penilaian klinis keadaan gigi geligi dicatat pada blanko isian yang dimodifikasi dari blanko isian WHO 1987. Kriteria keausan gigi molar dari Martin dimodifikasi oleh peneliti, sedang untuk gigi-gigi lain dibuat oleh peneliti dan Joelimar dipergunakan pada penelitian ini. Analisis data menggunakan analisis tabulasi silang dan analisa varians dengan tingkat signifikansinya 0,05.
Hasilnya, ada perbedaan pola dan derajat atrisi gigi pada kelompok desa dan kota, kelompok umur, kelompok yang mengkonsumsi makan keras dan makanan lunak, mengunyah sirih dan tidak mengunyah sirih. Pada kelompok sampel yang mengunyah, kiri, kanan, dan dua sisi, juga kelompok sampel laki-laki dan wanita, pola dan derajat atrisinya tidak berbeda. Hasil analisis antara derajat atrisi gigi menurut tempat tinggal dan umur, kebiasaan makan dan umur, kebiasaan menyirih dan umur, kebiasaan makan dan kebiasaan menyirih memperlihatkan adanya interaksi. Hasil lain menunjukan tidak ada interaksi antara derajat atrisi menurut umur dan jenis kelamin, umur dan kebiasaan mengunyah, derajat atrisi sisi kanan menurut umur dan kebiasaan mengunyah, derajat atrisi sisi kiri menurut umur dan kebiasaan mengunyah.
Kesimpulan, atrisi gigi pada masyarakat yang mempunyai kebiasaan mengkonsumsi makanan keras, lebih parah dibandingkan masyarakat yang mengkonsumsi makanan lunak. Atrisi gigi pada masyarakat desa lebih parah dibandingkan masyarakat kota, derajat atrisi akan bertambah parah pada masyarakat yang mempunyai kebiasaan mengunyah sirih. Kebiasaan mengkonsumsi makanan keras pada atu sisi tidak terbukti menyebabkan keparahan atrisi terjadi pada sisi tersebut. Pola dan derajat atrisi gigi akan bertambah parah dengan bertambahnya usia. Sedangkan pola dan derajat atrisi gigi pada laki-laki dan wanita tidak menunjukkan adanya perbedaan."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>