Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 108931 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Haemophilia is a congenital haemorrhagic disorders passed down by the x linked rescessive, divided into two: Haemophilia A caused by deficiency of factor VIII and Haemophilia B caused by deficiency of factor IX. Since spontaneous bleeding or bleeding after dental treatment can cause severe or even fatal complication, people with haemophilia or congenital bleeding tendencies are priority group for dental and oral preventive health care. Maintenance of a healthy mouth and prevention of dental problem is thus of great importance not only for quality of life and nutrition but also to avoid complications of surgery."
Journal of Dentistry Indonesia, 2003
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Novianti Santoso
"Analisis gelombang bekuan dapat mengevaluasi profil reaksi pembentukan bekuan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis gelombang bekuan ini didapatkan dari pemeriksaan masa tromboplastin parsial teraktivasi (APTT) tanpa menambah biaya pemeriksaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola gelombang bekuan dan mengetahui nilai max velocity (Min1), max acceleration (Min2), dan max deceleration (Max2) pada pasien hemostasis normal dan hemofilia; serta mengetahui korelasi antara parameter tersebut dengan aktivitas F.VIII/F.IX. Penelitian dilakukan dengan desain potong lintang menggunakan 160 sampel pasien hemostasis normal dan 145 sampel pasien hemofilia di Laboratorium Pusat Departemen Patologi Klinik RSUP Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo yang berlangsung pada bulan Agustus-Desember 2019. Pada penelitian ini didapatkan titik awal koagulasi pada pasien normal adalah ±30-40 detik dengan fase prekoagulasi pendek dan slope yang lebih curam. Pada pasien hemofilia didapatkan fase prekoagulasi yang lebih panjang dan slope yang lebih landai dengan titik awal koagulasi yang lebih panjang dan bervariasi. Nilai median Min1, Min2, dan Max2 dewasa hemostasis normal didapatkan nilai yang lebih tinggi dibandingkan pasien anak. Nilai Min1, Min2, dan Max2 pada pasien hemofilia A dan B juga didapatkan nilai yang lebih rendah dibandingkan pasien hemostasis normal dan didapatkan perbedaan yang bermakna antara parameter Min1, Min2, dan Max2 pada pasien hemostasis normal dengan pasien hemofilia. Korelasi antara parameter Min1, Min2, dan Max2 dengan aktivitas F.VIII didapatkan korelasi sedang (p<0,001), dan Analisis gelombang bekuan dapat bermanfaat untuk skrining pasien hemofilia di fasilitas kesehatan yang memiliki keterbatasan pemeriksan F.VIII dan memberikan gambaran yang lebih lanjut terhadap pasien hemofilia A berat yang memiliki aktivitas F.VIII <1% dan pasien hemofilia A yang dengan atau tanpa inhibitor.

Clot waveform analysis can be used to evaluate clot formation profile both qualitatively and quantitatively. This waveform may be obtained from activated partial thrombolpastin time (APTT) assay without additional cost. This study aims to determine the clot wave pattern as well as the value of max velocity (Min1), max acceleration (Min2), and max deceleration (Max2) in patients with normal hemostasis and hemophilia; and to determine the correlation between these parameters with F.VIII/F.IX activities. The study was conducted with a cross-sectional design using 160 samples of normal hemostasis patients and 145 samples of hemophilia patients in the Central Laboratory of the Department of Clinical Pathology of Dr. Cipto Mangunkusumo National Hospital which takes place in August-December 2019. In this study, the starting point of coagulation in normal patients is ± 30-40 seconds with shorter precocagulation phase and steeper slope. In hemophilia patients, longer precoagulation phase and flatter slope was seen with longer and more variable starting point for coagulation. The min1, min2, and max2 value of adult with normal hemostasis are higher than that of children. The min1, min2 and max2 value of hemophilia A and B are also lower than the patients with normal hemostasis. There is a significant difference between min1, min2, and max2 parameters of patients with normal hemostasis and hemophilia patients. Moderate correlation was found between Min1, Min2, and Max2 parameters with F.VIII activity (p <0.001). Clot wave analysis is a very useful tool for screening hemophilia patients in health facilities with limited F.VIII examination and may provides much detailed information of severe hemophilia A patients who have F.VIII activity <1% as well as hemophilia A patients with or without inhibitors."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
"Indonesian are having oral health disease which relate with oral hygiene. Most of oral health diseases are dental caries and periodontal disease. Dental crowding is one type of dental malocclusion that cause those diseases. On the other hand, behaviour has an important role to influence oral health status. The aim of this study to get information about the relation between behaviour and oral hygiene of school children with dental crowding in DKI Jakarta. This study has been done on 277 fourth to sixth grade elementary school children from 5 district at DKI Jakarta. This observasional study has been done by chi-square test. The result has shown that there is no relation between behaviour to oral hygiene of dental crowding school children (p=0,93)."
Journal of Dentistry Indonesia, 2003
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Jequline Meiren Sagay
"Abstrak: Kualitas pelayanan yang baik berhubungan erat terhadap kepuasan pasien dalam perawatan kesehatan, salah satu indikator baiknya kualitas pelayanan kesehatan adalah kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan yang diberikan oleh dokter gigi. Dimensi SERVQUAL dan domain Donabedian menjadi tolak ukur untuk mengukur kualitas pelayanan serta perbandingan persepsi dan harapan terhadap kepuasan pasien. Kepuasan pasien akan pelayanan kesehatan akan berdampak pada kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan dan perawatan penyakit gigi dan mulut di Poli Gigi. Jenis penelitian Study Cross Sectional dengan convenience sampling, total sampel 105 responden. Metode penelitian yaitu kuantitatif. Kuesioner Google form atau dokumen sebagai instrument. Analisis univariat dan bivariat menggunakan uji korelasi dengan rata-rata kepuasan pasien adalah 33,27 (± 5,95) dengan peresentasi puas 78,1% dan tidak puas 21,9%. Analisis bivariat karakteristik responden, terdapat hubungan yang signifikan antara umur, marital status, pekerjaan, metode pembayaran dan waktu tunggu dengan kepuasan pasien p<0,05 dan terdapat hubungan yang signifikan dengan korelasi linear sangat kuat antara kualitas pelayanan dilihat dari lima dimensi Servqual dan domain Donabedian dengan tingkat kepuasan pasien di poligigi RS Hermina Manado. Penelitian ini menyatakan bahwa kualitas pelayanan yang baik berhubungan positif terhadap kepuasan pasien dalam melakukan perawatan gigi. Struktur yang baik meningkatkan proses dan hasil yang baik.

XAbstract: Good service quality is closely related to patient satisfaction in health care, one indicator of good quality health services is patient satisfaction with health services provided by dentists. The SERVQUAL dimension and the Donabedian domain are benchmarks for measuring service quality as well as a comparison of perceptions and expectations of patient satisfaction. Patient satisfaction with health services will have an impact on the health and welfare of society. This study aims to determine the level of patient satisfaction with the service and treatment of dental and oral diseases at the Dental Clinic. This type of research is Cross Sectional Study with convenience sampling, a total sample of 105 respondents. The research method is quantitative. Google form questionnaire or document as an instrument. Univariate and bivariate analysis used a correlation test with an average patient satisfaction of 33.27 (± 5.95) with a satisfied percentage of 78.1% and 21.9% dissatisfied. Bivariate analysis of respondent characteristics, there is a significant relationship between age, marital status, occupation, payment method and waiting time with patient satisfaction p<0.05 and there is a significant relationship with a very strong linear correlation between service quality seen from the five dimensions of Servqual and the domain Donabedian with the level of patient satisfaction in the dental clinic at Hermina Manado Hospital. This study states that good service quality is positively related to patient satisfaction in performing dental treatment. Good structure improves process and good results. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Luly Anggraini
"Anomali gigi merupakan gangguan tumbuh kembang yang umum dialami oleh penyandang sindroma Down, terdiri dari anomali jumlah, ukuran, bentuk dan struktur.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui distribusi frekuensi anomali gigi pada penyandang sindroma Down di Jakarta.
Metode: Metode penelitian ini adalah deskriptif dengan desain cross sectional pada 174 penyandang sindroma Down usia 14 tahun ke atas yang dipilih dengan teknik purposive sampling.
Hasil: Anomali jumlah hipodonsia 80.90 , supernumerari 6.74 dan kombinasi hipodonsia dan supernumerari 12.36 . Anomali ukuran mikrodonsia 98.81 dan makrodonsia 1.19 . Anomali bentuk fusi 66.675 dan talon cusp 33.33 . Anomali struktur hipoplasia enamel 70.83 , hipokalsifikasi enamel 12.50 , kombinasi hipoplasia dan hipokalsifikasi enamel 4.17 dan diskolorasi gigi 12.50.
Kesimpulan: Penyandang sindroma Down di SLB C Jakarta menampilkan prevalensi anomali gigi yang cukup tinggi dengan hipodonsia dan mikrodonsia sebagai anomali paling sering terjadi serta menunjukkan kecenderungan pada laki-laki.

Dental anomaly is a common developmental disorder experienced by people with Down syndrome consisting of number, size, shape and structure anomalies.
Aim: This research aims to describe the frequency distribution of number, size, shape and dental anomalies structure in people with Down syndrome aged 14 years and above in Jakarta.
Method: The method of this research is descriptive with cross sectional design done on 174 people with Down syndrome aged 14 years and above chosen with purposive sampling technique.
Result: Anomalies of number hypodontia 80.90, supernumerary 12.36 and combination of hypodontia and supernumerary 12.36. Anomalies of size microdontia 98.81 and macrodontia 1.19. Anomalies of shape fusion 66.67 and talon's cusp 33.33 Anomalies of structure enamel hypoplasia 70.83 , enamel hypocalcification 4.17, combination of enamel hypoplasia and hypocalcification 12.50 and tooth discoloration 12.50.
Conclusion: People with Down syndrome in SLB C Jakarta showed a high prevalence of dental anomalies with hypodontia and microdontia as the most common anomalies that have a tendency in boys.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Margaretha Suharsini Soetopo
Jakarta: UI-Press, 2008
PGB 0278
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
Rina Rakhmawati
"ABSTRAK
Darah adalah jaringan tubuh yang sangat vital bagi kehidupan. Hampir seluruh tubuh manusia dialiri oleh darah melalui pembuluh darah. Kehilangan darah dalam jumlah yang cukup banyak dapat membahayakan jiwa seseorang. Kehilangan darah dapat dipicu bila terjadi luka pada tubuh seseorang. Untuk mencegah kehilangan darah dalam jumlah banyak, tubuh memiliki faktor pembeku darah yang membantu dalam proses pembekuan darah. Kekurangan faktor pembeku darah dalam tubuh dapat mengakibatkan penderitanya mengalami perdarahan terus menerus. Kelainan darah seperti ini dikenal dengan hemofilia. Hemofilia adalah salah satu penyakit genetik yang sering di temui di Indonesia, selain thalassemia dan sindroma down (Femina, No.35/XXX, 2002). Satu-satunya pengobatan yang dapat dijalani penderita hemofilia adalah dengan melakukan transfusi plasma (darah) seumur hidup.
Penderita hemofilia sebagian besar adalah laki-laki. Berbagai aktivitas fisik yang berat dan memicu terjadinya perdarahan sebaiknya dihindari oleh penderita hemofilia. Penyakit hemofilia ini membuat penderitanya merasa dibatasi aktivitas fisiknya. Keterbatasan fisik ini dapat menimbulkan stres pada penderitanya. Selain itu menurut Kelley (1999) di masyarakat terdapat anggapan bahwa penderita adalah seseorang yang rapuh. Sedangkan menurut Parsons (dalam Sarwono, 1997) pada umumnya kepribadian yang diharapkan dari laki-laki berdasarkan norma baku yang berlaku dimana pun adalah dominan, mandiri, kompetitif, dan asertif. Didukung oleh penelitian Lerner, Orlos, dan Knapp (dalam Atwater, 1983) yang menyebutkan bahwa pria lebih cenderung menekankan kompetensi fisik atau apa yang dapat mereka lakukan dengan tubuh mereka agar dapat memberikan dampak yang bermakna bagi lingkungan. Anggapan masyarakat dan keterbatasan fisik yang dimiliki ini tentunya dapat mengganggu perasaan penderita hemofilia.
Selain masalah keterbatasan fisik, masalah lain yang mungkin mengganggu penderita hemofilia adalah pengobatan yang harus dijalaninya seumur hidup. Selain itu berbagai masalah juga akan muncul seperti memenuhi tuntutan tugas perkembangan dewasa muda, seperti mandiri, mencari keija, dan menikah serta membentuk keluarga. Berbagai masalah yang dihadapi penderita hemofllia, terutama penderita hemofilia usia dewasa dapat menimbulkan tekanan bagi mereka. Bila tekanan tersebut melebihi kemampuan yang dimiliki individu, maka menurut Lazarus (1976) individu tersebut dapat mengalami stres. Salah satu usaha coping stres yang dapat dilakukan adalah mencari dukungan sosial.
Dukungan sosial dapat berbentuk dukungan emosional, harga diri, instrumental, informasi, dan dukungan jaringan. Dukungan sosial dapat diterima seseorang dari keluarga, teman dekat, tenaga profesional, maupun dari organisasi dimana individu itu tergabung. Penelitian ini ingin melihat bagaimana gambaran stres, coping, dan dukungan sosial pada penderita hemofilia dalam menghadapi penyakit hemofilia yang diderita seumur hidup ini.
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif. Sedangkan metode pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara dan observasi.
Hasil dari penelitian yang diperoleh adalah reaksi awal ketika ketiga penderita didiagnosis memiliki penyakit hemofilia adalah menerima. Masalahmasalah yang dihadapi ketiga penderita adalah masalah biaya, pekerjaan, dan berkeluarga. Ketika responden mengatasi masalah-masalah tersebut secara berbeda-beda, tergantung pada sumber daya yang dimilikinya. Ada responden yang mengatasinya dengan strategi problem-focused coping atau dengan emotion focused coping. Ketiga responden mengatasi masalah biaya dengan strategi problem focused coping. Masalah pekeijaan oleh responden NO dan AF diatasi dengan strategi problem focused coping. Sedangkan responden AG mengatasinya dengan strategi emotion focused coping. Untuk masalah berkeluarga ketiga responden mengatasinya dengan strategi emotion focused coping. Bentuk dukungan yang diharapkan oleh penderita hemofilia adalah dukungan instrumental, harga diri, dukungan informasi dan emosional. Dukungan tersebut diharapkan diterima dari keluarga, teman, tenaga medis dan pemerintah."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
S3204
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novie Amelia Chozie
"ABSTRAK
Hemartrosis berulang dan artropati merupakan morbiditas utama pada hemofilia A berat. Bagi negara berkembang seperti Indonesia, terapi profilaksis dosis standar tidak terjangkau karena memerlukan biaya yang sangat mahal. Penelitian ini bertujuan mengetahui efektivitas terapi profilaksis sekunder dosis rendah dibandingkan terapi on-demand pada anak hemofilia A berat.
Uji klinis acak terbuka selama 24 minggu telah dilakukan pada anak hemofilia A berat berusia 4?18 tahun dengan riwayat perdarahan sendi berulang, di Poliklinik Hematologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM. Subjek dialokasikan secara acak menjadi dua kelompok yaitu kelompok profilaksis dan on-demand. Kelompok profilaksis mendapat terapi faktor VIII 10 IU/kgBB 2 kali seminggu, sedangkan kelompok on-demand mendapat terapi sesuai protokol standar. Luaran primer adalah kekerapan perdarahan sendi dan luaran sekunder adalah skor HJHS) dan skor ultrasonografi (HEAD-US). Penelitian ini juga membandingkan kadar CTX-II urin dan inhibitor faktor VIII (Bethesda Assay) pada kedua kelompok.
Sejak bulan Juni 2015?Februari 2016 didapatkan 50 subjek yang memenuhi kriteria inklusi. Kekerapan perdarahan sendi pada kelompok profilaksis (5 ± 4,3) lebih baik dari pada kelompok on-demand (8 (3?30)), IK95% 0.9?6.99; p = 0,009. Perubahan skor HJHS pada kedua kelompok menunjukkan perbaikan klinis pada kelompok profilaksis dan perburukan pada kelompok on-demand, walaupun tidak bermakna secara statistik (IK95% -0.99?3; p = 0,320). Skor HEAD-US kelompok profilaksis lebih baik dibandingkan kelompok on-demand (IK95% 2? 8,81; p = 0,003). Perubahan kadar CTX-II urin pada kedua kelompok berbeda bermakna (IK95% 2.777?16.742; p < 0,001). Tidak didapatkan subjek yang terbentuk inhibitor faktor VIII pada kedua kelompok selama penelitian.
Dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa terapi profilaksis sekunder dosis rendah efektif mengurangi kekerapan perdarahan sendi, memperbaiki skor HEAD-US dan kadar CTX-II urin, dibandingkan terapi on-demand.

ABSTRACT
Repeated joint bleeds leading to irreversible progressive joint damage (hemophilic arthropathy) is the main problem in children with hemophilia. Current standard prophylacytic treatment in developed countries is beyond our capability as Indonesia has constraint resources. This study aimed to investigate the efficacy and safety of low dose secondary prophylaxis compare to on-demand treatment in children with severe hemophilia A.
An open, randomized controlled trial was conducted on severe hemophilia A children aged 4?18 years in Pediatric Hematology-Oncology Division Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital for 24 weeks. Eligible subjects were randomized into 2 groups: prophylaxis and on-demand group. All subjects were evaluated at week-0 and week-24 for inhibitor factor VIII (Bethesda Assay), ultrasonography (HEADUS scores) of six index joints (bilateral knees, ankles and elbows), HJHS (version 2.1, 2011) and urinary CTX-II (EIA). Subjects in prophylaxis group received factor VIII 10 IU/kgBW 2 times per week for 24 weeks. Any bleeding episodes in both groups were treated according to standard treatment (on-demand).
During June 2015?February 2016 there were 50 subjects enrolled in the study. Mean age in prophylaxis group was 12 ± 3.5 years and median age in on-demand group was 11.9 (6.518.2) years. Mean frequency of joint bleeds in prophylaxis group was 5 ± 4.3 compare to 8 (3?30) in on-demand group (95%CI 0.9?6.99; p = 0.009). Mean difference of HJHS between two groups was not significant (95% CI -0.99?3; p = 0.320). HEAD-US scores and urinary CTX-II in prophylaxis group was significantly better compare to on-demand group (95%CI 2?8.81; p = 0.003 and 95%CI 2,777?16,742; p < 0.001 respectively). No subjects showed showed inhibitor factor VIII in both groups.
We conclude that secondary low dose prophylaxis was effective to decrease joint bleeding episodes and improved HJHS scores, HEAD-US scores and urinary CTX-II, compared to on-demand treatment."
2016
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Monika Werdiningsih
"Latar Belakang: Perubahan demografi penduduk dengan meningkatnya penduduk lanjut usia dapat berdampak pada dokter gigi dalam memberikan perawatan gigi dan mulut. Dokter gigi akan lebih banyak merawat lansia yang memiliki kebutuhan dan permasalahan gigi dan mulut yang beragam dan kompleks yang memerlukan perawatan khusus karena perawatan yang diberikan tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan dan mempertahankan kesehatan gigi dan mulut yang sehat dan fungsional tetapi juga bertujuan untuk kualitas hidup lansia. Oleh karena itu, dokter gigi dan timnya perlu dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan khusus serta memiliki sikap positif terhadap lansia dalam mengembangkan perilaku dan praktik profesional dokter gigi. Hambatan dokter gigi juga perlu menjadi perhatian karena dapat membatasi dokter gigi untuk memberikan perawatan kepada lansia. Metode: Studi cross-sectional pada bulan Maret-Juni 2022. Penelitian ini menggunakan kuesioner yang terdiri dari enam bagian, yaitu karakteristik dokter gigi, pengetahuan, sikap, praktik, kesediaan, dan hambatan. Statistik deskriptif dan analisis bivariat dilakukan dengan menggunakan aplikasi SPSS. Analisis tematik dilakukan dengan menggunakan aplikasi Atlast.ti terhadap jawaban responden yang diperoleh melalui pertanyaan terbuka. Responden dalam penelitian ini adalah 461 dokter gigi umum. Hasil: 98,4% menyatakan bersedia hingga sangat bersedia memberikan perawatan gigi dan mulut pada lansia. Terdapat korelasi signifikan antara pengetahuan, sikap dan praktik dokter gigi terkait perawtaan gigi dan mulut pada lansia. Kesediaan dokter gigi berkorelasi signifikan dengan sikap dan praktik. Tiga hambatan utama dalam memberikan perawatan gigi dan mulut pada lansia adalah komunikasi dengan pasien, kompleksitas penyakit dan mobilitas pasien. Kesimpulan: Dokter gigi memiliki pengetahuan, sikap, praktik, kesediaan yang baik terkait perawatan gigi dan mulut pada lansia. Terdapat hubungan antara pengetahuan, sikap dan praktik dokter gigi terkait perawatan gigi dan mulut pada lansia. Sebagian besar dokter gigi sangat bersedia memberikan perawatan gigi dan mulut pada lansia dan memiliki keinginan untuk mengikuti pelatihan kedokteran gigi geriatri.

Background: Demographic population changes towards the ageing population can impact dentists to provide oral health care. The dentist will treat more older people with diverse and complex oral health needs and problems requiring special treatment because the treatment aims to improve and maintain healthy and functional dental and oral health and aims at the quality of life of the elderly. Therefore, dentists and their teams need to be equipped with special knowledge and skills and also have a positive attitude towards the elderly in developing dentists’ professional behavior and practice. Dentists' barriers also need to be a concern because they can prevent dentists from providing care for the elderly. Methods: A cross-sectional study based on an online questionnaire was conducted in April-June 2022. The questionnaire consists of six parts which were the characteristics of dentists, knowledge (27 questions), attitudes (17 questions), practice (7 questions), willingness (1 question), and barriers (1 open question). Descriptive statistics were calculated, bivariate analysis was performed using SPSS, and thematic analysis was carried out using Atlas.ti software on respondents' answers obtained through open-ended questions. Respondents in this study were 461 general dentists. Results: 98,4% stated that they were willing and very willing to provide oral health care to the elderly. There is a significant correlation between dentists' knowledge, attitude, and practice in terms of oral health care in the elderly. A dentist's willingness was significantly correlated with the dentist’s attitude and practice. The three main barriers to providing dental and oral care to the elderly are communication with the patient, the complexity of the disease, and the patient's mobility. Conclusion: Dentists have good knowledge, attitudes, practices, and willingness to provide oral health care for the elderly. There is a relationship between dentists' knowledge, attitude, and practice in terms of oral health care for the elderly. Most dentists are willing to provide oral health care to the elderly and participate in geriatric dentistry training."
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arinny Shafira Khairunisa
"Latar Belakang: Lansia merupakan individu berusia 60 tahun ke atas yang memiliki kerentanan yang tinggi untuk mengalami masalah kesehatan baik umum maupun gigi dan mulut dibandingkan dengan kelompok usia lainnya. Adanya masalah kesehatan gigi dan mulut tersebut mengharuskan lansia untuk mengakses perawatan gigi dan mulut yang sesuai dengan kebutuhannya. Namun, pandemi Covid-19 hadir dan lansia menjadi individu dalam kelompok paling rentan untuk terpapar oleh virus ini. Beberapa dampak yang dialami lansia akibat pandemi Covid-19 antara lain menurunnya kondisi fisik, menurunnya tingkat aktivitas fisik, hingga berdampak pada aspek psikologis seperti meningkatnya gejala depresi, ansietas, serta rasa kesepian. Terdapat alat ukur yang dapat digunakan untuk menilai kondisi tersebut antara lain Geriatric Depression Scale (GDS), Covid-19 Anxiety Scale (CAS), serta Questionnaire for Assessing the Impact of the Covid-19 Pandemic and Accompanying Mitigation Efforts on Older Adults (QAICPOA). Namun, pengembangan serta penggunaan alat ukur CAS dan QAICPOA secara komprehensif belum pernah dilakukan di Indonesia Tujuan: Memperoleh alat ukur yang valid dan reliabel untuk menilai kecemasan terkait Covid-19 serta melihat adanya efek psikologis pada lansia yang membutuhkan perawatan gigi dan mulut di masa pandemi Covid-19. Metode: Pengembangan alat ukur skala kecemasan terkait Covid-19 (CAS-Id) dan QAICPOA dilakukan melalui tahap adaptasi lintas kultural untuk mendapatkan kuesioner yang dapat dipahami oleh responden. Selanjutnya, pengembangan CAS-Id dilanjutkan dengan melakukan uji validitas dan reliabilitas. Analisis univariat dilakukan terhadap ketiga komponen efek psikologis yang diteliti yaitu depresi, ansuetas, serta dampak isolasi sosial berdasarkan faktor sosiodemografi pada lansia. Total subjek penelitian adalah 171 orang. Hasil: Uji validitas dan reliabilitas pada alat ukur Covid-19 Anxiety Scale (CAS) dalam penelitian ini mendapatkan nilai Cronbach’s alpha 0,783 dan r = 0,700 dengan p-value 0,000 (p < 0,05) sehingga berhasil mendapatkan alat ukur yang bersifat valid dan reliabel. Adapun efek psikologis pada lansia yang membutuhkan perawatan gigi dan mulut menunjukkan adanya depresi ringan hingga sedang, ansietas sedang hingga tinggi, serta kesulitan dalam mengakses layanan kesehatan rutin dan mengalami rasa kesepian pada lansia berdasarkan sosiodemografi. Kesimpulan: Alat ukur CAS-Id dapat digunakan untuk mengukur kecemasan terkait Covid-19 dengan baik pada lansia sehingga diharapkan dapat digunakan untuk penelitian berikutnya yang menilai aspek kecemasan pada individu lainnya. Adanya efek psikologis bersifat ringan, sedang, hingga berat dapat menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi lansia dalam mendapatkan perawatan gigi dan mulut sehingga diperlukan sebuah solusi untuk mengatasi hal ini.

Background: The elderly are individuals aged above 60 years and are susceptible to experiencing health problems, both general and dental compared to any other age groups. The existence of dental health problems requires the elderly to access dental care that is compatible with their needs. However, the Covid-19 pandemic makes the elderly as individuals in the most vulnerable group to be exposed to the virus. Some of the impacts experienced by the elderly due to the Covid-19 pandemic include decreased of physical conditions, decreased levels of physical activity, even to have an impact on psychological aspects such as increased symptoms of depression, anxiety, and feelings of loneliness. There are measuring tools that can be used to assess these conditions, including the Geriatric Depression Scale (GDS), Covid-19 Anxiety Scale (CAS), and the Questionnaire for Assessing the Impact of the Covid-19 Pandemic and Accompanying Mitigation Efforts on Older Adults (QAICPOA). However, the development and comprehensive use of CAS and QAICPOA as measuring instruments has never been applied in Indonesia. Objective: To obtain a valid and reliable measuring tool to assess anxiety related to Covid-19 and to see the psychological effects on the elderly who need dental and oral care during the Covid-19 pandemic. Methods: The development of the Covid-19-related anxiety scale (CAS-Id) and QAICPOA was carried out through a cross-cultural adaptation stage to obtain a questionnaire that the respondents could comprehend. Furthermore, the development of CAS-Id was continued by conducting validity and reliability tests. Univariate analysis was carried out on the three components of the psychological effects studied, namely depression, anxiety, and the impact of social isolation based on sociodemographic factors in the elderly. The total research subjects were 171 people. Results: Test the validity and reliability of the Covid-19 Anxiety Scale (CAS) measuring instrument in this study obtained a Cronbach's alpha value of 0.783 and r = 0.700 with a p-value of 0.000 (p < 0.05) and makes it succeeded in obtaining a valid and valid measuring instrument. reliable. The psychological effects on the elderly who need dental and oral care show mild to moderate depression, moderate to high anxiety, and difficulties in accessing routine health services and experiencing loneliness in the elderly based on sociodemography. Conclusion: The CAS-Id measuring instrument can be used to measure anxiety related to Covid-19 well in the elderly, so it is hoped that it can be used for future studies that assess aspects of anxiety in other individuals. The existence of mild, moderate, to severe psychological effects can be one of the factors that affect the elderly in getting dental and oral care so that a solution is needed to overcome the issue"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>