Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 122694 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"The objective of this research is to identify and analyze the distribution and stability of family income in connection to agroecosystem. This research was carried out in three provinces; these are Central Java, Lampung and South Sulawesi. In every province the study selected 4 villages that is classified based agroecosystems, i.e. wet land and dry land villages. The study interviewed 50-60 households who were the Patanas research household sample. The study employs descriptive analysis. Result of the research showed that income from agricultural sector has a dominant contribution, generally. Nevertheless, this domination tends to shifts gradually where the proportion of non-agricultural income increases significantly. Household income distribution in the village falls into high skewed criteria, especially in wet land villages. Household income in wet land villages fluctuates more than those of in dry land villages. Contribution of agricultural income is dominant in wet land villages, but it is a seasonal income. Farmers in dry land has more non-agricultural activity than those of in wet land villages."
330 JSE 12:2 (2006)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Susi Susanti
"Salah satu tujuan dari program Dana Desa yang digulirkan Pemerintah Pusat sejak tahun 2015 adalah untuk mengatasi kesenjangan pembangunan antar desa. Pembagian Dana Desa yang berlaku menurut PP No.60 Tahun 2014 yaitu 90 persen Alokasi Dasar dan 10 persen Alokasi Formula dianggap kurang optimal dalam pemerataan pendapatan atau keuangan desa, penelitian ini mengambil kasus yang terjadi di Kabupaten Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana Dampak Pembagian Dana Desa yang berlaku saat ini terhadap Kesetaraan Keuangan Antar Desa di Kabupaten Bogor pada tahun 2015 serta untuk mengetahui seperti apa formulasi pembagian Dana Desa yang paling tepat guna mewujudkan pemerataan Keuangan desa di Kabupaten Bogor. Pendekatan yang digunakan adalah Deskriptif Kuantitatif dengan Data Sekunder.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa formulasi Dana Desa 90 persen : 10 persen belum mampu mengoptimalkan tingkat pemerataan keuangan Desa di Kabupaten Bogor, dimana tingkat kesenjangan yang dihasilkan dari perhitungan Indeks Williamson adalah sebesar 0,439501. Indeks ketimpangan yang paling kecil dihasilkan dari formulasi Dana Desa 70 persen : 30 persen yaitu sebesar 0,4393627. Hal ini menunjukkan bahwa dengan mengubah formulasi pembagian Dana Desa dari 90 persen : 10 persen menjadi 70 persen : 30 persen, maka akan dapat mengurangi tingkat kesenjangan pemerataan keuangan Desa di Kabupaten Bogor sebesar 0,0009546. Kata Kunci:Kesenjangan Pendapatan, Dana Desa, Indeks Williamson, Keuangan Desa.

One of the goals from the village fund program initiated by the Government since Year 2015 is to address the development gap between rural. However, current formulation of the fund village which is 90 percentages for basic allocation and 10 percentages for formula allocation is considered not optimal in equitable distribution of income, one of them occurred in Bogor District. This study aims to determine how the impact from the fund village formulations which apply village financial equalization in Bogor District 2015 and also to know what the best formulation for fund village to achieve village financial equalization in Bogor District. The approach used in this study was descriptive quantitative with secondary data.
The results showed that the formulations of the fund village 90 percentages 10 percentages have not been able to optimize the level of village financial equalization in Bogor, where levels of inequality resulting from the calculation of the Index Williamson is equal to 0,439501. The smallest inequality index resulting from the formulation 70 percentages 30 percentages that is equal to 0,4393627. This shows that by changing the formulation of fund village from 90 percentages 10 percentages to 70 percentages 30 percentages, it will be able to reduce gaps financial equalization village in Bogor District of inequality gap levels of inequality of equity finance of in Bogor regency of 0,0009546. Keywords Income Distribution Gap, Village Funds, Index Williamson, Village Finance."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
T49778
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"The aims of this research is to exolre poverty from the prespective of farmer houseld incomr distribution in Sumberagung district....."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Listiyaning Handayani
"Tesis ini bertujuan untuk meneliti : (1) Menganalisis distribusi pendapatan rumah tangga dan keterkaitan sektor-sektor dalam perekonomian DKI Jakarta; (2) Dengan menggunakan SNSE untuk menganalisis dampak kebijakan pemerintah melalui pengeluarannya untuk pembangunan fisik sistem busway, terhadap kinerja perekonomian Propinsi DKI Jakarta; (3) Menggunakan SNSE DKI Jakarta tahun 2000 untuk menganalisis dampak kebijakan, apabila pengeluaran pemerintah untuk pembangunan fisik sistem busway dialihkan untuk sektor kesehatan dan pendidikan, terhadap kinerja perekonomian Propinsi DKI Jakarta.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan karena adanya injeksi pengeluaran pemerintah untuk pembangunan fisik sistem busway, dan golongan rumah tangga mana dalam blok institusi, yang paling besar menikmati proyek busway tersebut?. Bagaimana dampak distribusi pendapatan rumah tangga DKI Jakarta yang ditimbulkan akibat adanya investasi pembangunan fisik sistem busway. Untuk mengetahuinya maka penelitian ini menggunakan analisis Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) DKI Jakarta tahun 2000.
Hasil analisis dampak pengganda, yaitu dampak peningkatan kegiatan produksi terhadap pertumbuhan distribusi pendapatan di Propinsi DKI Jakarta, adalah bahwa sektor angkutan jalan raya yang dapat memacu pertumbuhan ekonomi yang relatif besar, disamping itu pertumbuhan ekonomi yang relatif besar juga memberikan dampak distribusi pendapatan rumah tangga yang relatif merata yakni sebesar 18,73. Di sisi lain sektor kesehatan dan pendidikan mempunyai dampak ketimpangan atau ketidakmerataan pendapatan yang sangat tajam. Hal ini terlihat dari ratio angka pengganda dampak distribusi pendapatan yang paling tinggi yaitu sebesar 42,44 dengan pertumbuhan sebesar 1,1685.
Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan koefisien Gini, dapat disimpulkan bahwa distribusi pendapatan rumah tangga di DKI Jakarta sebelum dan setelah adanya pengeluaran pemerintah untuk pembangunan fisik sistem busway maupun untuk invesatasi di sektor kesehatan dan pendidikan berada dalam ketimpangan yang tinggi, yaitu sebesar 0,55. Hal ini disebabkan karena proporsi kepemilikan faktor produksi oleh golongan rumah tangga kaya dan golongan rumah tangga miskin yang berperan besar dalam proses kegiatan pembangunan fisik sistem busway, baik faktor produksi modal maupun faktor produksi tenaga kerja berada dalam ketimpangan yang tinggi.
Untuk memacu pertumbuhan ekonomi dan sekaligus pemerataan distribusi pendapatan, melalui dampak pengganda yang relatif besar dalam penelitian ini, maka sektor jasa perlu ditingkatkan, terutama sektor angkutan jalan raya. Yang utama perlu dilakukan antara lain dengan menambah/memperbaiki sarana angkutannya terutama angkutan massal, misalnya dengan memperbaiki pelayanan angkutan bus tersebut. Selain sarana angkutan jalan raya perlu didukung dengan angkutan massal berbasis jalan rel antara lain: light train, monorel, dan MRT (Mass Rapit Transit).
Untuk menciptakan distribusi pendapatan yang merata diperlukan pemberdayaan masyarakat miskin dengan meningkatkan sumber daya manusia melalui pelatihan-pelatihan keterampilan untuk meningkatkan angkatan kerja yang terdidik dan terampil."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T20424
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Krismawan Satya Aji Laksana
"Dengan adanya penetapan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), maka disposable income dari rumah tangga tertentu akan meningkat. Peningkatan disposable income akan menaikkan konsumsi rumah tangga. Kenaika tersebut belum diketahui apakah akan meningkatkan konsumsi merit goods atau justru non-merit goods. Dengan menggunakan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Tahun 2018, dan metodologi Seemingly Unrelated Regression (SUR), diperoleh informais bahwa peningkatan disposable income menurunkan presentase belanja bahan makanan, dan meningkatkan presentase belanja barang/jasa lainnya. Sedangkan belanja non-merit good cenderung memiliki persentase yang tetap. Namun dampak positif lebih banyak dibandingkan dampak negatif sehingga Pemerintah tidak perlu mengkawathirkan dampak negatif dari kenaikan PTKP

With the determination of Non-Taxable Income (NTI), the disposable income of certain households will increase. An increase in disposable income will increase household consumption. It is not yet known whether the increase will increase the consumption of merit goods or non-merit goods. Using data from the 2018 National Socioeconomic Survey (Susenas), and the Seemingly Unrelated Regression (SUR) methodology, information is obtained that an increase in disposable income reduces the percentage of spending on food, and increases the percentage of spending on other goods/services. Meanwhile, non-merit good spending tends to have a fixed proportion. However, the positive impacts outweigh the negative impacts, so the Government does not need to worry about the negative impacts of the increase in NTI."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Isniati Hidayah
"ABSTRAK
PNPM Mandiri Perdesaan ditujukkan untuk menanggulangi kemiskinan melalui kemandirian dan melibatkan partisipasi aktif dari masyarakat. Pinjaman bergulir merupakan salah satu kegiatan yang dinaungi oleh PNPM Mandiri Perdesaan untuk mendorong kegiatan ekonomi produktif dari masyarakat miskin.
Pada akhir Desember 2015 PNPM Mandiri Perdesaan secara resmi berakhir. Tesis ini meneliti dampak pinjaman bergulir PNPM Mandiri Perdesaan terhadap
pendapatan usaha dan pengeluaran rumah tangga. Lingkup penelitian adalah di Kecamatan Sukakarya Kabupaten Bekasi. Data sampel 168 individu diperoleh melalui penyebaran kuesioner terhadap 84 peserta pinjaman bergulir (treatment) dan 84 non-peserta (kontrol). Metode yang digunakan adalah kuantitatif dengan pendekatan instrumental variabel. Ditemukan bahwa partisipasi pinjaman bergulir memiliki hubungan yang positif dan tidak signifikan baik terhadap pendapatan usaha maupun terhadap pengeluaran rumah tangga. Modal awal, tabungan, jumlah anggota keluarga, status usaha, dan pendidikan tidak tamat SD memberikan pengaruh signifikan pada pinjaman bergulir terhadap pendapatan usaha. Modal awal, tabungan, usia, jumlah anggota keluarga, rasio ketergantungan, gender kepala keluarga, dan pendidikan tidak tamat SD memberikan pengaruh signifikan pada pinjaman bergulir terhadap pengeluaran rumah tangga

ABSTRACT
PNPM Rural aim for alleviating poverty through self-reliance and community participation. Revolving loan fund is one of the activity under PNPM Rural to encourage poor's economic productive activity. In the end of December
2015 PNPM Rural officially ended. This Thesis research the impact of PNPM
Rural revolving loan fund income enterprise and household expenditure. The
scope of the research is in Sub District Sukakarya Bekasi. Sample data 168
individual gather through questionnaires to 84 revolving loan fund participant
(treatment) and 84 non-participant (control). Quantitative method used to estimate the impact with instrumental variable approach. The result show that revolving loan fund participation has positive and insignificant effect to income enterprise and household expenditure. Initial capital, saving, household size, business status, and do not completed primary education status has significant impact on revolving loan fund through income enterprise. Initial capital, saving, age, household size, dependency ratio, household head gender, and do not completed primary education status has significant impact on revolving loan fund through household expenditure"
2016
T46131
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yetty Intan Rouli
"Propinsi Riau merupakan salah-satu propinsi yang memiliki sumber daya alam berlimpah. Sumber daya alam terpenting dan telah menjadi kontributor bagi perekonomian Indonesia dan Riau sendiri adalah minyak dan gas bumi (migas). Tetapi peranan sektor migas masih sangat lemah dalam hal distribusi pendapatan (income distribution) di Riau. Selain migas, Riau juga kaya akan sumberdaya alam hutan. Salah-satu industri kehutanan primer yang berbasis sumberdaya alam (Natural Resources Industry) di propinsiRiau adalah industri pulp dan kertas. Saat ini di Propinsi Riau terdapat dua perusahaan besar pulp dan kertas berkapasitas besar yang produksinya menyumbang 60% pulp Indonesia yaitu PT. Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) serta PT. Indah Kiat Pulp and Paper (HOP). Oleh karena itu, melalui studi ini akan dilihat sejauh mana industri pulp berperan dalam perekonomian dan pemerataan pendapatan masyarakat di propinsi Riau. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peran sektor industri pulp dalam perekonomian Riau, bagaimana keterkaitan dengan sektor lain dan peran industri pulp dalam usaha pendistribusian pendapatan. Sehingga untuk mencapai tujuan tersebut maka digunakan pendekatan model Miyazawa. Alasan menggunakan model Miyazawa karena selain mengkaji keterkaitan antar sektor, model ini juga dapat mengkaji distribusi pendapatan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa peranan industri pulp dalam perekonomian Riau (tanpa migas) hanya sebesar 1,30%. Selain itu peranan industri pulp dalam penciptaan pendapatan rurnah tangga dan output jika terjadi perubahan permintaan akhir juga tidak begitu besar. Pada analisis keterkaitan antar sektor, untuk keterkaitan secara langsung adalah bila dilihat dari nilai BL( backward linkage) penggunaan input industri pulp terkait dengan sektor pendukung (penyedia bahan baku dan pendukung proses produksi). Sedangkan berdasarkan nilai FL (formed linkage} pendistribusian output yang dihasilkan oleh industri pulp terkait terutama dengan sektor pengguna industri pulp itu sendiri seperti industri percetakan /penerbitan.
Adapun keterkaitan secara langsung (direct linkage) sektor industri pulp dengan kelompok pendapatan rumah tangga adalah jumlah input (BL) yang dibutuhkan oleh sektor industri pulp lebih banyak berasal dari kelompok pendapatan rumah tangga perkotaan dibandingkan dari pada pedesaan. Sedangkan keterkaitan ke depan (FL) antara kelompok pendapatan baik pedesaan maupun perkotaan dengan sektor industri pulp dianggap tidak ada. Selanjutnya keterkaitan secara total (total linkages) sektor industri pulp dengan kelompok pendapatan rumah tangga adalah jumlah input yang dibutuhkan oleh industri pulp secara total dari kelompok pendapatan rumah tangga di perkotaan lebih banyak dari pada kelompok pendapatan pendapatan di pedesaan. Begitu juga dengan penyebarannya ke sektor-sektor dalam perekonomian, sektor rumah tangga yang paling banyak menggunakan output industri pulp untuk memenuhi satu rupiah peningkatan permintaan akhir adalah kelompok rumah tangga perkotaan. Adapun efek ekstraksi bila industri pulp dihilangkan (lost) dari perekonomian Riau maka output impactnya hanya 1,25% Hal ini menunjukkan tingkat kepentingan sektor industri pulp dalam perekonomian Riau kecil.
Rekomendasi kebijakan yang dapat diberikan adalah Pemerintah harus mengkaji ulang kebijakan pengembangan industri pulp. Hal ini didasarkan hasil analisis model Miyazawa yang menunjukkan bahwa kecilnya peranan industri pulp dalam perekonomian Riau dan belum mampu mengurangi ketimpangan distribusi pendapatan. Selain itu dalam rangka menggerakkan perekonomian daerah maka Pemda Riau dapat mengembangkan sektor unggulan yang mempunyai keterkaitan (linages ) yang tinggi dengan sektor-sektor dalam perekonomian dan dampak pengganda yang besar pada model Miyazawa yaitu industri logam dan barang dari logam, industri barang-barang dari besi dan Baja dasar serta industri mesin dan peralatan listrik."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T15320
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Sutrisno
"Studi mengenai kemiskinan dan distribusi pendapatan di Indonesia bukanlah merupakan topik baru. Karena masalah tersebut sejak tahun 1970-an telah menjadi salah satu pusat perhatian pemerintah maupun pakar bidang ekonomi dan sosial lainnya. Hal ini menjadi sangat penting semenjak tahun 1997 yaitu saat Indonesia mengalami krisis ekonomi.
Negara Indonesia sejak era 1960-an hingga 1990-an mengalami pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkesinambungan, namun mulai bergejolak tahun 1997 karena krisis ekonomi. Dalam periode 1997 hingga saat ini mulai menampakkan perekonomian yang membaik. Namun berdasarkan pengalaman negara-negara lain bahwa pertumbuhan ekonomi tidak selalu diikuti dengan distribusi pendapatan, telah disadari oleh negara Indonesia maka pengambil kebijakan negeri ini telah lama mengatur strategi pembangunan yang tidak melulu mengejar pertumbuhan ekonomi. Apalagi dewasa ini era reformasi yang lebih mengedepankan ekonomi kerakyatan yang tidak lain demi semakin membaiknya distribusi pendapatan atau pemerataan yang ada di Indonesia.
Distribusi pendapatan yang tidak merata memang bisa berakibat tidak hanya di bidang ekonomi namun dapat memicu kesenjangan sosial dan politik. Sehingga upaya-upaya untuk mengurangi ketimpangan distribusi pendapatan merupakan usaha dalam membantu memperkuat stabilitas politik. Indikator yang sering digunakan untuk mengetahui kesenjangan distribusi pendapatan adalah koefisien gini dan kriteria Bank Dunia (BPS,1994). Koefsien gini berkisar antara nol sampai dengan satu. Semakin tinggi koefisien gini maka semakin timpang distribusi pendapatan suatu negara. Sebaliknya, semakin rendah nilai koefisien gini berarti semakin merata distribusi pendapatannya.
Kriteria Bank Dunia mendasarkan penilaian distribusi pendapatan atas pendapatan yang diterima oleh 40% penduduk berpendapatan terendah. Kesenjangan distribusi pendapatan dikategorikan : (a) tinggi, bila 40% penduduk berpenghasilan terendah menerima kurang dari 12% bagian pendapatan ; (b) sedang, bila 40% penduduk berpenghasilan terendah menerima 12% -17% bagian pendapatan; (c) rendah, bila 40% penduduk berpenghasilan terendah menerima lebih dari 17% bagian pendapatan.
Pemerintah melalui kebijakan fiskal dan moneter merubah keadaan masyarakat sesuai yang dinginkan. Berkaitan dengan itu terjadi pengalihan transfer sumberdaya dari masyarakat yang berpendapatan tinggi kepada masyarakat yang berpendapatan rendah. Pemerintah melalui manuver kebijakan fiskal, redistribusi pendapatan diimplementasikan secara langsung melalui skema pembayaran pajak kepada pemerintah.
Efek redistribusi dicari untuk melihat bagaimana perubahan terhadap distribusi pendapatan yang ditimbulkan akibat dari pajak yang telah dibayarkan oleh masyarakat apakah distribusi pendapatan semakin merata atau justru distribusi pendapatan menjadi semakin tidak merata karena pengeluaran yang dilakukan oleh masyarakat untuk pajak. Berdasarkan hasil analisis, efek redistribusi yang dihitung menghasilkan nilai bertanda positif sehingga dapat dikatakan bahwa terjadi perbaikan distribusi pendapatan yang ditimbulkan karena adanya pajak yang dibayarkan oleh masyarakat. Sehingga hipotesis penelitian ini dapat dibuktikan kebenarannya bahwa terdapat perbedaan yang positip terhadap distribusi pendapatan sebelum dan sesudah pembayaran pajak. Berdasarkan analisis dengan kriteria yang digunakan oleh Bank Dunia dalam menentukan kesenjangan distribusi pendapatan ditimbulkan bahwa distribusi pendapatan masyarakat untuk 40% rumah tangga berpenghasilan terendah sebelum membayar pajak apabila dibandingkan dengan distribusi pendapatan masyarakat untuk 40% rumah tangga berpenghasilan terendah setelah membayar pajak terdapat kenaikan. Pada sisi lain distribusi pendapatan masyarakat untuk 20% rumah tangga berpenghasilan teratas sebelum membayar pajak apabila dibandingkan dengan distribusi pendapatan masyarakat untuk 20% rumah tangga berpenghasilan teratas setelah membayar pajak terdapat penurunan.
Implikasi ekonomi terhadap basil kesimpulan penelitian ini yang melihat bahwa terdapat perbaikan distribusi pendapatan rumah tangga yang dipengaruhi oleh pajak yang mereka bayarkan adalah bahwa perlu disadari baik itu oleh pemerintah maupun masyarakat bahwa bagi sementara masyarakat sering melihat bahwa pajak terkadang selalu memberatkan. Namun pada kenyataannya bahwa pajak yang mereka bayarkan telah mampu membantu memperbaiki distribusi pendapatan. Bagi pemerintah tentunya berupaya untuk lebih meningkatkan tingkat cakupan pajak baik itu dengan intensifikasi dan ekstensifikasi pajak. Seperti yang diungkapkan oleh Suparmoko (2000: 238) bahwa pajak hendaknya digunakan untuk mengurangi ketidakmerataan penghasilan. Ini tidak berarti bahwa tujuan suatu perekonomian adalah memberikan penghasilan yang merata atau yang sama besarnya bagi setiap angggota masyarakat."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T15309
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edison Hulu
"ABSTRAK
Tujuan studi ini adalah menganalisis dampak kebijakan ekonomi makro terhadap inflasi dan distribusi pendapatan di Indonesia dengan menggunakan model komputasi keseimbangan umum sebagai alat analisis. Laju inflasi diukur dan perbedaan indeks harga umum dalam dua periode yang berbeda. Sedangkan distribusi pendapatan diukur dari rasio antara pendapatan rumah tangga berpenghasilan rendah dan pendapatan rumahtangga berpenghasilan tinggi. Dalam studi ini dilakukan analisis dampak perubahan dari tujuh buah instrumen kebijakan ekonomi makro, yaitu tarif, suku bunga deposito, rasio cadangan wajib, penawaran uang, pajak tak langsung, pajak penghasilan rumahtangga, dan upah. Model dalam studi ini memiliki beberapa ciri, antara lain: mempunyai konsistensi sektoral; mengandung persamaan tingkah laku; memberlakukan variabel harga secara endogen; mampu menjelaskan proses alokasi kegiatan ekonomi menurut institusi; mencakup beberapa keseimbangan parsial yang dikenal dalam model ekonomi makro, seperti: keseimbangan pasar barang, pasar tenagakerja, pasar uang, dan keseimbangan perdagangan luar negeri, sehingga berbagai kebijakan ekonomi makro pemerintah, seperti: kebijakan fiskal, moneter, dan upah dimungkinkan dianalisis dalam model; dan asumsi-asumsi yang digunakan dalam model memungkinkan harga untuk bervariasi secara babas. Model ini adalah hasil modifikasi dari studi Feltenstein (1984), Werin (1990), dan Lewis (1994). Untuk kasus Indonesia, studi ini cukup relevan dilihat dan beberapa aspek, antara lain, untuk menganalisis kebijaksanaan: (a) yang ditujukan untuk menekan laju inflasi; dengan rendahnya laju inflasi dalam negeri maka daya saing barang ekspor nonmigas di pasar dunia cenderung semakin meningkat; (b) yang berorientasi pada peningkatan perturnbuhan ekonomi; (c) penghapusan atau pengurangan tarif terhadap komoditi impor menurut sektoral yang pada umumnya ditujukan untuk mendorong agar industri-industri dalam negeri lebih kompetitif, melalui studi ini dapat diketahui manfaatnya dilihat dari aspek lain, khususnya terhadap inflasi dan distribusi pendapatan; (d) yang relevan memperbaiki kinerja pemerataan yang sedang digalakkan pemerintah saat ini; (e) pemberdayaan fungsi pajak untuk tidak hanya sebagai sumber penerimaan pernerintah semata tetapi untuk tujuan penstabilan dan perbaikan kinerja distribusi pendapatan; (f) pemberdayaan instrumen kebijakan moneter dalam menunjang peningkatan efisiensi kegiatan sektor keuangan; dan (g) yang mendukung penentuan harga yang diarahkan semakin besar kepada mekanisme pasar. Dari hasil studi ini dapat diperoleh beberapa kesimpulan:
1.Beberapa kebijakan yang dianalisis dalam studi ini selain dapat menekan laju inflasi juga dapat memperbaiki distribusi pendapatan. Kebijakan-kebijakan tersebut, yaitu: penurunan tarif, pengurangan pajak tak langsung, dan progresifitas pajak penghasilan.
2.Kebijakan kedua adalah yang memberikan dampak menekan laju inflasi dan yang berdampak negatif terhadap distribusi pendapatan. Kebijakan-kebijakan tersebut, yaitu: peningkatan suku bunga dan rasio cadangan wajib.
3.Sedangkan kebijakan lainnya memberikan dampak bervariasi terhadap inflasi dan distribusi pendapatan. Kebijakan-kebijakan tersebut, yaitu: a) peningkatan penawaran uang dapat memacu inflasi dan berdampak negatif terhadap distribusi pendapatan; b) peningkatan upah secara serentak pada semua status tenaga kerja dapat meningkatkan laju inflasi tetapi tanpa perbaikan terhadap distribusi pendapatan; c) peningkatan upah yang terfokus pada tenaga kerja kasar tidak berpengaruh pada laju inflasi tetapi berdarnpak positif terhadap perbaikan distribusi pendapatan; dan (d) menghapus pajak penghasilan pada semua kelompok rumahtangga tidak memberi dampak pada laju inflasi dan distribusi pendapatan.
Dalam menghubungkan berbagai hasil studi di atas dengan upaya dalarn perumusan kebijaksanaan perlu diperhatikan beberapa keterbatasan studi, antara lain: (i) fenomena ekonorni saat ini (tahun 1997) sangat jauh berbeda dengan fenomena ekonomi pada tahun 1993 yang digunakan sebagai basis data dalam model, khususnya dengan adanya krisis moneter yang melanda beberapa negara termasuk Indonesia; (ii) konstruksi model masih sangat sederhana dan masih belum menjangkau faktor-faktor non-ekonomi yang seyogianya dipertimbangkan dalam merumuskan kebijaksanaan ekonomi; (iii) karena data tidak tersedia, maka beberapa parameter dalam model diestimasi menggunakan metode non-survey, yang dapat mempengaruhi akurasi hasil studi; (iv) cakupan kegiatan ekonomi dalam model masih terbatas pada sektor formal, dan belum mencakup sektor informal; serta (v) hasil kalkukasi model masih mengandung bias sebesar 2% dibandingkan dengan data aktual.
Dari hasil studi ini dapat ditarik beberapa saran kebijakan ekononu, antara lain:
(1) Upaya untuk menurunkan tarif secara umum mungkin perlu didorong lebih cepat dari jadual yang telah ditetapkan pemerintah. Hal ini didulcung oleh hasil studi yang menunjukkan bahwa penurunan tarif dapat menekan laju inflasi dan pada saat bersamaan memperbaiki distribusi pendapatan;
(2) Studi ini menunjukkan bahwa ada kebijakan-kebijakan ekonomi makro yang tujuannya, antara lain, untuk mengendalikan laju inflasi, tetapi ternyata berdarnpak negatif terhadap distribusi pendapatan, seperti peningkatan suku bunga dan rasio cadangan wajib. Oleh karena itu perlu dilakukan penanganan yang lebih hati-hati pada kebijaksanaan-kebijaksanaan tersebut agar tidak memberi kesan bahwa kebijakan-kebijakan ekonorni makro kita mengabaikan pemerataan.
(3) Kebijakan upah menunjukkan bahwa harus ada pembedaan perlakuan terhadap berbagai status tenagakerja, dan tidak dilakukan secara umum. Hal ini dapat menjadi masukan dalam penetapan gaji buruh untuk lebih memperhatikan pada status tenagakerja. Masukan ini didukung oleh hasil studi ini yang secara khusus menunjukkan bahwa peningkatan upah yang terfokus kepada tenagakerja kasar juga dapat memperbaiki distribusi pendapatan tanpa mempengaruhi inflasi.
(4) Dalam reformasi sistim perpajakan lebih lanjut mungkin perlu dipertimbangkan untuk mengurangi pajak tak langsung dan peningkatan progresifitas perpajakan. Karena studi ini menunjukkan bahwa hal-hal tersebut tidak hanya memperbaiki distribusi pendapatan tetapi dapat menekan laju inflasi.
Sekalipun model dalam studi ini teiah memenuhi syarat yang dipandang relevan untuk analisis inflasi dan distribusi pendapatan, tetapi tidak berarti bahwa tanpa kelemahan. Kelemahan-kelehaman tersebut yang dapat dijadikan bahan pernikiran mengenai studi sejenis di masa depan, antara lain, yaitu: (a) studi Mahi (1996) menunjukkan bahwa dalam model komputasi keseimbangan umum, variabel penawaran tenagakerja dapat diperlakukan sebagai variabel endogen, sehingga interaksi penawaran tenagakerja dapat tertangkap dalam model, ini tidak dilakukan dalam model ini; (b) dalam studi ini analisis portfolio harta uang rumahtangga masih terbatas pada dua bentuk, yaitu dalam tabungan deposito dan dalam uang tunai. Dalam situasi saat ini, pilihan portfolio rumahtangga cukup banyak, seperti: asuransi, saham, reksa dana, obligasi pemerintah, obligasi luar negeri, valuta asing, dan berbagai surat berharga lainnya. Jika unsur-unsur tersebut tercakup dalam model, maka dalam struktur model perlu disisipkan pasar bursa, pasar valuta asing dan pasar surat-surat berharga, baik yang diterbitkan di dalam negeri maupun di luar negeri. Integrasi pasar bursa, valas, asuransi, dan berbagai pasar surat berharga lainnya dalam model, dapat dijadikan sebagai salah satu topik studi lanjutan; Dan (c) model komputasi keseimbangan umum dalam studi ini adalah model statis. Jika struktur model disusun menjadi model dinamis dengan memperlakukan waktu sebagai salah satu variabel, maka penggunannya untuk analisis kebijakan ekonomi akan lebih baik lagi."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1997
D94
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Aidar
"Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam merupakan salah satu daerah yang memiliki sumberdaya alam pertambangan terutama pertambangan minyak dan gas (migas). Berdasarkan alas harga konstan tahun 1993 PDRB Nanggroe Aceh Darussalam tahun 1998 sebesar Rp. 10.384.957,54 untuk PDRB dengan migas dan Rp. 6.149.195 23 untuk PDRB non migas. Dapat dilihat bahwa PDRB Nanggroe Aceh Darussalam masih didominasi oleh sektor minyak dan gas (migas) sebagai penyumbang nilai terbesar.
Studi ini dilakukan untuk mengkaji peran sektor migas terhadap perekonomian dan distribusi pendapatan di NAD, dan juga menghitung pengaruh pengganda (multiplier effect), daya penyebaran dan derajat kepekaan sektor migas terhadap sektor¬-sektor lain yang ada di dalam perekonomian NAD.
Studi ini menggunakan pendekatan model input-output untuk melihat pengaruh pengganda dan model Miyazawa untuk melihat pemeratan distribusi kelompok pendapatan yang dibangun berdasarkan input-output Aceh tahun 1998 ukuran 55x55 sektor. Dalam model Miyazawa, kolom variabel endogen konsumsi rumah tangga dianggap sebagai pelaku produksi dalam perekonomian dan dibagi menjadi tiga kelompok pengeluaran berdasarkan tingkat pendapatan yaitu: kelompok pendapatan rendah, sedang dan tinggi. Sebagai penyeimbang matriks maka baris input primer yang terdiri upah dan gaji serta sebagian surplus usaha juga dibagi menjadi tiga kelompok pendapatan yaitu: kelompok pendapatan rendah, sedang dan tinggi sehingga didapatkan tabel input-output baru dengan ukuran yang lebih besar yaitu 58x58.
Berdasarkan basil perhitungan pengaruh pengganda model input-output sektor penggilingan beras, biji-bijian dan tepung menunjukkan sektor dengan pengganda output terbesar artinya bila pemerintah ingin meningkatkan output perekonomian investasi dan pengeluaran pemerintah lebih difokuskan pada sektor ini sedangkan sektor migas sendiri merupakan sektor yang memiliki nilai pengganda output paling kecil dalam perekonomian. Berdasarkan model Miyazawa sektor yang memiliki pengganda output terbesar yakni sektor pemerintah dan pertahanan, untuk sektor migas hanya menduduki ranking ke-44. Untuk nilai pengganda pendapatan tipe I dan tipe II model input output, sektor penggilingan beras, biji-bijian dan tepung pada tipe I serta sektor industri makanan, minuman dan tembakau pada tipe II menunjukkan angka pengganda pendapatan terbesar. Artinya setiap penambahan satu rupiah permintaan akhir disektor tersebut akan meningkatkan pendapatan total rumah tangga sebesar angka tersebut. Pada model Miyazawa sektor penggilingan beras, biji-bijian dan tepung merupakan pengganda pendapatan tebesar.
Perhitungan keterkaitan antar sektor input-output sektor penggilingan beras, biji-bijian dan tepung merupakan sektor yang memiliki indeks BL terbesar dan terkecil adalah sektor migas. Sektor restoran berdasarkan model input-output memiliki nilai indeks FL terbesar. Untuk model Miyazawa sektor pemerintah dan pertahanan yang memiliki nilai indeks BL terbesar dan sektor penggilingan beras, biji-bijian dan tepung untuk nilai indeks FL terbesar.
Simulasi dilakukan terhadap beberapa sektor yaitu: simulasi I, hanya sektor migas yang berubah sektor lain dianggap tetap; simulasi 2, sektor pendidikan yang berubah, sektor lain dianggap tetap; simulasi 3, sektor pengilangan minyak yang berubah sektor lain dianggap tetap; simulasi 4, sektor transportasi yang berubah sektor lain dianggap tetap; simulasi 5 dilakukan pada beberapa sektor sekaligus yakni sektor transportasi, sektor industri pengilingan beras, biji-bijian, dan tepung, sektor industri makanan, minuman dan tembakau, sektor industri penggergajian kayu dan sektor restoran.
Hasil simulasi menunjukkan bahwa untuk setiap investasi dan pengeluaran yang dilakukan pemerintah, kelompok pendapatan menengah selalu mendapat kenaikan perubahan yang lebih besar dari pada kedua kelompok pendapatan lainnya. Hasil simulasi untuk sektor migas menunjukkan pengeluaran dan investasi yang dilakukan oleh pemerintah di sektor ini belum menyebabkan pendapatan terdistribusi lebih merata untuk ketiga kelompok pendapatan. Kelompok pendapatan rendah hanya mengalanii perubahan peningkatan pendapatan sebesar 17,53% sedangkan kelompok pendapatan sedang dan tinggi mendapatkan peningkatan yang lebih besar masing-masing sebesar 19,55%.
Simulasi untuk sektor pendidikan memberikan hasil yang lebih merata untuk setiap kelompok pendapatan bila pemerintah melakukan investasi dan pengeluaran di sektor ini. Ketiga kelompok pendapatan yang terdiri dari kelompok pendapatan rendah, sedang dan tinggi masing-masing mendapatkan perubahan peningkatan pendapatan yang sama yaitu 0,11%, sehingga sektor ini lebih dapat memberikan distribusi pendapatan yang lebih merata. Dengan kata lain bila pemerintah ingin mendistribusikan pendapatan yang lebih merata untuk ketiga kelompok pendapatan maka pemerintah harus melakukan investasi dan pengeluaran yang lebih besar di sektor pendidikan."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T18868
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>