Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 121923 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Amutavia P. Artsianti P.
"Anterior crossbite occurs in children and adult. This anterior crossbite could be a dental (pseudo class III) or a skeletal class III malocclusions. A 15 years old young female came to orthodontic clinic RSGM FKGUI with maxillary dental crowding which canines were more protruded. The dental of mandible were more protruded than maxillary dental. The clinical examination, anamnesis, functional analyses and cephalometric evaluation and model study showed that it was a skeletal class III malocclusion with maxillary skeletal retrusion. To treat the anterior crossbite, the inclined bite plane isused for 2 weeks and followed by fixed appliance. After 2 month treatment, the anterior crossbite is resolved. The result of cephalometric evaluation showed that the use of inclined bite plane as a tool is quite effective to resolve this case."
Jakarta: Journal of Dentistry Indonesia, 2003
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Eveline Hartanto
"Indonesian Journal of Dentistry; Edisi Khusus KPPIKG XIV: 416-420
This care report was a treatment of anterior open bite with multiloop edgewise archwire (MEAW). The patient was a class II skeletal pattern nineteen year old girl. The possible etiology of this case was sucking habit and skeletal dysplsia. In 14 months the ideal class I molar and canine relationship was archieved.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2006
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Class lll skeletal anomaly is one of the most difficult malocclusions to correct in orthodontics. Orthodontist usually involved chincup appliances to restrain mandibular growth, camouflage techniques
to advances maxillary insicors and retract mandibular incisors or waiting until growth ceased to pursue orthognathic surgery. Many studies found that most of Class lll malocclusions were characterized by maxillary retrognathism. ln the late 1960s, the Delaire mask was popularized to protract the maxilla. The development of maxillary protraction with facemask and palatal expansion have provided a predictable and effective approach lo managing treatment that was once considered difficult. Although no significant difference was found between early or late treatment group, the effect of improvement in facial aesthetics on psychosocial development resulted in a significant advantage for early treatmentnt. However, the effects of face mask therapy should be evaluated over the long term in order to determine the relaps tendency."
Journal of Dentistry Indonesia, 2003
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Niken Susanti
"Salah satu harapan Surat Edaran Direktur Jendral Pajak Nomor: SE-O1/PJ.7/2003 tentang kebijakan pemeriksaan pajak adalah agar pelaksanaan pemeriksaan menjadi lebih efektif dan efisien. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah analisis laporan keuangan dengan menggunakan rasio keuangan dan konsep pertumbuhan cukup memadai dalam meyakinkan pemeriksa untuk memeriksa pos-pos pemeriksaan tertentu dan manakala diantara rasio keuangan dengan konsep pertumbuhan yang lebih sesuai digunakan sebagai alat bantu dalam melakukan pemeriksaan pajak.
Penulis mencoba menganalisis laporan keuangan dengan menggunakan rasio keuangan, yakni: Debt Ratio, Debt-Equity Ratio, Times Interest Earned, Current Ratio, Quick Ratio, Gross Profit Margin, Operating Profit Margin, Net Profit Margin, Return on Assets, Return on Equity, Accounts Receivable Turnover, Average Collection Period, Inventory Turnover, Total Assets Turnover, dan konsep pertumbuhan (Sustainable Growth Rate).
Hasil penelitian yang dilakukan pada studi kasus PT. XYZ menunjukkan bahwa analisis keuangan dengan menggunakan rasio keuangan dapat digunakan sebagai alat bantu pemeriksaan sedangkan konsep pertumbuhan tidak dapat digunakan karena konsep pertumbuhan tidak mempunyai pengaruh dalam pengambilan keputusan pemeriksaan pajak. Berdasarkan penelitian ini, penulis berkesimpulan rasio keuangan dapat memanfaatkan waktu pemeriksaan pajak yang terbatas."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T15702
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dita Putri Secoria
"Latar Belakang : Pada sebagian besar kasus maloklusi skeletal kelas III terdapat kombinasi antara elemen dental dan skeletal yang bervariasi. Beberapa elemen tersebut diantaranya adalah pola kerangka vertikal wajah dan inklinasi insisivus mandibula. Hubungan antara gigi insisivus mandibula dan posisinya terhadap bidang mandibula seringkali menjadi pedoman dasar dokter gigi untuk merencanakan perawatan ortodontik, karena dianggap sebagai salah satu kunci dalam diagnostik ortodontik. Tujuan : Mengetahui perbedaan inklinasi insisivus mandibula pada kasus maloklusi skeletal kelas III dengan pola kerangka vertikal wajah Hipodivergen, Normodivergen, Hiperdivergen. Metode : Penelitian ini merupakan penelitian analitik komparatif numerik secara potong lintang. Penelitian dilakukan pada 54 sefalomeri lateral pasien ortodontik sesuai kriteria inklusi. Digunakan uji komparasi One-Way ANOVA dan uji Post Hoc Bonferroni untuk melihat perbedaan inklinasi insisivus mandibula antar kelompok. Hasil : Uji komparasi One-Way ANOVA menunjukkan terdapat perbedaan bermakna secara statistik inklinasi gigi insisivus mandibula pada kasus maloklusi skeletal kelas III antara ketiga kelompok wajah tersebut. Selanjutnya berdasarkan uji Post Hoc Bonferroni menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna inklinasi insisivus mandibula pada kasus maloklusi skeletal kelas III dengan pola wajah Hipodivergen. Kesimpulan : Terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik antara inklinasi gigi insisivus mandibular pada kasus maloklusi skeletal kelas III dengan pola kerangka vertikal wajah Hipodivergen, Normodivergen, dan Hiperdivergen.

Background : There are various combinations of dental and skeletal elements in most cases of class III malocclusion. Some of these elements include the vertical facial patterns and the mandibular incisors inclination. The relationship between the mandibular incisors and their position towards the mandibular plane is often the basic guideline for dentists to plan orthodontic treatment, because it is considered as one of the keys in orthodontic diagnostics. Objective : To compare the difference of mandibular incisor inclination in class III malocclusion cases with a Hypodivergent, Normodivergent, Hyperdivergent vertical facial patterns. Methods : This research was a comparative numerical analytic study with cross-sectional design. It was conducted on 54 lateral cephalometrics of orthodontic patients according to the inclusion criteria. One-Way ANOVA comparison test and Bonferroni Post Hoc test were used to see differences in the inclination of the mandibular incisors between groups. Results : One-Way ANOVA comparison test showed that there was a stastically significant difference in the mandibular incisor inclination in class III malocclusion cases between three facial groups. Furthermore, based on the Bonferroni Post Hoc test, it showed that there was a significant difference in the mandibular incisor inclination in class III malocclusion with a Hypodivergent facial pattern. Conclusion : There was a statistically significant difference between the inclination of the mandibular incisor in class III malocclusion with a Hypodivergent, Normodivergent, Hyperdivergent vertical facial patterns.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adityo Widodo
"In orthodontics, functional appliance can be used as a preliminary appliance in treating class II malocclusion with retruded mandible. This type of removable appliance needs patient's full cooperation. However, there is one type of a fixed functional appliance, known as : Herbst Appliance, which was introduced by Herbst in 1909 and was redeveloped by Pancherz in 1979. By using this appliance, the treatment period is much shorter compared to that of other removable functional appliances and the results is more effective. This telescopic mechanism principle produces posterior forces to maxillary dentoalveolar complex and anterior forces to mandibular dentoalveolar complex. The expected effect of the treatment is longer mandible, distal movement of upper molars, mesial movement of lower molars, higher vertical dimension and a decrease of profile convexity. Based on those facts, in treating class II malocclusion-division I or II - a Herbst appliance might be taken into consideration."
Jurnal Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2003
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Irzan Fachrudy
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1987
S17605
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Pramesti JW.
"Penelitian bertujuan untuk mengetahui peranan komputer sebagai alat bantu peralaran menggambar pada anak usia sekolah dasar yang duduk di kelas 4 dan 5, khususnya usia 10 - 11 tahun beserta variabel-variabel terkait yang mempengaruhi hasil gambar anak dengan komputer; mengetahui perbedaan hasil "treatrnent" antara kelompok yang diberi ?treatment" menggambar secara manual dan kelompok yang diberi pelatihan "treatment"menggambar dengan komputer.
Penelitian dilakukan di kabupaten Kudus dengan dipusatkan pada kota Kudus. Jumlah subyek penelitian adalah 100 orang siswa kelas 4 yang berusia antara 10 - 11 tahun. Penelitian dilangsungkan sejak tanggal 15 Juni 1992 sampai 5 Juli 1992. Disain penelitian yang digunakan adalah eksperimen semu. Subyek dibagi menjadi 2 kelompok. kelompok pertama (kelompok eksperimen 1) menenma "treatment" menggambar secara manual dan kelompok 2 (ketompok eksperimen 2) menerima "tneatment? manggambar dengan komputer. Sebelum dan sesudah "treatment", masing-masing kelompok menerima pretes dan postes.
Penelitian ini melibatkan vanabel bebas lntetigenst, Kreativitas Figural, Sikap Anak Terhadap Komputer (Prates dan Postes). Sikap Anak Terhadap Komputer (Pretes dan Postes), Hasil Gambar secara Manual Awal, Hasil Gambar dengan Komputer Awal. Variabet tenkat yang diteliti adalah Has Gambar secara Manual Akhir. Hasil Gambar dengan Komputer Akhir.
Hasil penelitlan menyimpulkan bahwa terdapat korelasi positif dan signifikan antara inteligensi dengan hasil gambar dengan komputar (r=0.3-495),antara sikap anak terhadap komputer dengan hasil gambar dengan kompuler(r=0.4936). Korelasi tunggal variabel bebas lain terhadap variabel lenkat lidak menghasilkan korelasi yang positif dan signifikan.
Dari keterkaitan antara varlabel hasil gambar anak secara manual awal (pretes), lnteliensi, kreativitas figural, sikap terhadap pelajaran menggambar awal (preles) dan sikap terhadap pelajaran menggambar akhir (postest). variabel yang memberikan propofsi kontribusi terbesar adalah variabel hasil gambar manual awal (pretes) (F=6.4924 dan R2= 0.119?l4) dan kreatlvitas figural (KF) dengan nilai P=a.e9a2 can R2=O.27003.
Apabila dllihat keterkaitan antara variabel hasil gambar anak secara manual awal (pretes), intellensi, krealivitas figural, sikap terhadap pelajafan menggambar awal (pneles), sikap terhadap pelajaran menggambar akhir (posles), hasil gambar dengan komputer awal (pretes), sikap anak lerhadap komputer awal (pnetes) dan sikap analg terhadap komputer akhir (postes) dengan hasil gambar anak dengan komputer akhir (posles), maka yang memberikan proporsi kontribusi terbesar adalah variabel hasil gambar anak dengan komputer awal (pretes)>- nialai= 60.5173 dan R2= .55792 dan sikap terhadap komputer akhir (posles) dengan nilal F = 40.3561 dan R2'-= 63198.
Tujuan akhir penelitian ini adalah mengetahui perbedaan hasil gambar manual akhir (posles) antara kelompok eksperimen 1 ("treatment" menggambar secara manual) dengan kelompok yang memperoleh "treatment" gambar dengan kornpuler (F=4.604 pada taraf signifikansi p=.O02). meski pun pada masing-masing kelompok diketahui adanya perbedaan hasil yang berarti antara tes gambar secara manual awal dan tes gambar secara manual akhir.
Diskusi mengenai hasil penelitian diuraikan berdasarkan susunan hipotesis yang telah diajukan. Hubungan antara lnteligensi dengan Hasil Gambar Secara Manual tidak ditemukan signifikan, meski pun sebenarnya dalam kegiatan menggambar tetap diperlukan kemampuan inteligensi.
Secara logis hal ini dapat dljelaskan bahwa untuk menghasilkan gambar secara manual, khususnya dalam kaitannya dengan proses adaptasi anak terhadap media gambar yang digunakan, proaes analisa media, bahan dan situasi dalam menggambar secara manual tidak diperlukan kemampuan khusus, karena kegiatan menggambar secara manual ini sudah merupakan kegiatan yang tidak asing lagi bagi anak. Anak tidak lagi harus menterjemahkan kode-kode yang dilihat pada media gambar (dalam hal ini adalah krayon dan kertas), melainkan langsung menuangkan apa yang ada dalam pikirannya menjadi bentuk-bentuk geometris dan gratis sesuai dengan imajinasinya.
Sedangkan dalam penelusuran hubungan antara inteligensi dengan hasil menggambar dengan kompuier, ternyata memegang peranan penting dalam menentukan hasil menggambar dengan komputer. Tes CPM sebagai tes inteligensi yang digunakan dalam penelitian ini ini lebih bersifal non verbal, yaitu mengukur penalaran dengan stimulus gambar an digunakan untuk mengevaluasi kemampuan subyek dalam memahami dan melihat hubungan antar gambar yang berbentuk geometris. Dari penjelasan tersebut tampak jelas bahwa tes ini diperlukan untuk melihat kemampuan siswa dalam menganalisa bentuk dan simbol yang ada dalam program gambar Pelangi. lnstruksi dalam program gambar Pelangi menggunakan simbol-simbol tertentu. Oleh karena itu diperlukan kemampuan penalaran agar dapat menterjemahkan slmbol-simbol tersebut, ' sehingga dapat menggunakan program ini dengan baik serta menghasilkan gambar sesuai dengan keinginannya.
Tergambarnya hubungan lnteligensi dengan kegiatan menggambar dengan komputer ini sebenamya berproses melalul dua tahapan perlama adalah penguasaan media gambar. yaitu kompuier beserta program gambamya, dalam penelitian ini adalah program Pelangi. Dalam penguasaan media, anak melakukan proses belajar - yaitu menguasai mesin, mengkoordinasikan antara kemampuan otak dan kemampuan motoriknya, serta menterjemahkan kode-kode atau simbol-simbol dan program yang digunakan agar dapat diterima oleh otaknya. Setelah anak menguasai tahap pertama, barulah anak belajar untuk mengkoordinaalkan simbol-simbol yang ada dengan menggunakan kemampuan motorik sena imajinasinya agar menghasilkan gambar sesuai dengan keinglnannya.
Tidak terbuktinya hubungan antara Sikap Anak Terhadap Pelajaran Menggambar dengan Hasil Gambar Secara Manual lebih disebabkan karana banyak faktor lain yang menentukan hasil menggambar anak secara manual; antara lain oleh persepsi anak tentang kemampuannya, kondisi lingkungan baik di sekolah maupun di tempat penelitian serta juga adanya anggapan bahwa pelajaran menggambar ini tidak penting apabila dibandingkan dengan pelajaran lainnya di sekolah.
Hubungan positif antara Sikap Anak terhadap Komputer dengan Hasil Menggambar dengan Komputer terlihat signifikan dalam penelitian ini. Ini erat kaitannya dengan respons yang ada apabiia saseorang melihat obyek tertentu, dalam hal ini komputer. Seseorang yang bersikap posiiif terhadap obyek atau stimulus tertentu akan cenderung mendekati obyek tersebut Sikap positif mendorong timbulnya motivasi untuk melakukan sesautu yang menyenangkan sesuai dengan kecenderungan yang dirasakannya. Komputer sebagai media gambar mempakan obyek sekaligus stimulus yang mempengaruhi proses penciptaan gambarnya. Sikap positif ini juga dipengaruhi oleh persepsi anak tentang media yang digunakan. Apabila anak merasa bahwa media tersebut menyenangkan serta mudah digunakan, maka penyesuaian terhadap media tersebut akan baik dan memperlancar anak untuk menggambar yang juga ditunjang dengan program gambar yang digunakan. Program gambar yang memudahkan anak untuk menggambar semudah menggambar secara manual, akan mendorong anak untuk melakukan kegiatan dengan lebih aktif dan memberikan hasll yang lebih baik.
Tidak terlihatnya korelasi antara Kreativitas Flgural dan Hasil Menggambar Secara Manual dan dengan menggunakan komputer lebih banyak disebabkan karena pada dasarnya Tes Kreativitas Figura! yang digunakan tidaklah mengukur hasil gambar secara manual. karena tes Kreativitas Figural tujuannya adalah mengukur gagasan-gagasan yang dimiliki individu, mencakup aspek-aspek kemampuan berpikir kreatif, orislnalitas, kelancaran dan kelenturan dan kemampuan mengelaborasi gagasan-gagasan. Apabila dihubungkan dengan alat tes untuk menilai hasil gambar anak secara manual dan menggambar dengan komputer, maka aspek kreativitas yang dinilai dalam flat tes tersebut sudah tercakup dalam unsur gambar yang hams dipenuhi anak. Hasil gambar anak dinilai dari kemampuannya untuk membuat gambar tertentu berdasarkan pengetahuan, kreativitas dan kemampuannya mengenai unsurwarna, tekstur, dan disain gambar.
Keterkaitan Antar Variabel Bebas yang Terlibat Dalam Penelitian dengan Hasil Gambar Manual Anak melibatkan seluruh kelompok dalam penelitian. Dari hasil perhitungan dengan menggunakan teknik Analisis Multiple Regression, secara keseluruhan dapat dibuktikan adanya keterkaitan antar variabel bebas terhadap hasil gambar anak sacara manual dengan kontribusi yang signifikan diperoleh dari variabel hasil gambar secara manual awal (preles) dan variabel Kreativitas figural (KF). Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa hasil seni tidaklah terlepas dan kraativilas seni yang dimiliki saseorang. Variabel-valiabel bebas lain seperii sikap anak terhadap pelajaran menggambar, sikap anak terhadap komputer dan intelgensi tidak terllhat keterkaitannya dalam konteks hubungan antar variabel bebas terhadap varlabel terikat.
Keterkaitan Antar Variabel Bebas yang Tertibat Dalam Penelitian dengan Hasil Gambar Anak Dengan Komputer-sacara keseluruhan dapat dljumpai. meski pun apabila dilihat lebih lanjut maka variabel yang memberikan kontribusi yang signifikan diperoleh dari variabel hasil gambar dengan komputer awal (pretes) dan variabet sikap terhadap komputer - akhir (postes). Variabel hasil gambar dengan komputer- pretes memberikan kontribusi besar karena anak telah mengalami proses ?treatment? menggambar dengan komputer, meski pun juga tidak dapat menggambarkan secara jelas seberapa tinggi tingkat kemampuan gambar komputer' awal. Perbedaan ini lebih disebabkan karena proses belajr pada diri anak. Sedangkan sikap anak terhadap komputer yang memberikan kontribusi adalah sikap anak terhadap komputer akhir (postes) dan bukan sikap awal anak, kanena pada awal "treatment" anak belum secara jelas mengetahui apa dan bagaimana sesungguhnya komputer khususnya untuk kegiatan menggambar; sedangkan pada proses treatment anak semakin mengetahui apa dan bagaimana penggunaan komputer untuk menggambar. Pengetahuan dan pengalaman belajamya membuat anak memiliki sikap yang positif pada akhirnya terhadap komputer.
Efektivitas Penggunaan Komputer Sebagai Sarana Bantu Pelajaran Menggambar tidak ditemukan secara signifikan. Tidak adanya perbedaan hasil menggambar secara manual antara kedua kelompok yang menerima treatment berbeda ini menunjukan bahwa media apapun yang digunakan untuk menggambar, yang paling panting adalah kemampuan dasar gambar. Kemampuan dasar yang akan semakin Berperan apabila ditunjang oleh media yang sesuai. Dalam penelitian ini, media tampak kurang penting karena kemungkinan besar adalah belum terjadinya penguasaan media komputer dan program gambar Pelangi secara interal sehingga menjadi bagian dan diri anak.
Saran-saran yang diberikan untuk panyempurnaan penelitian sejenis di masa mendatang mencakup tentang pencarian teori yang lebih spesifik dan mengarah pada penggunaan komputer sebagai sarana bantu pelajaran menggambar. Faktor waktu penelitian cukup memegang peranan panting.
Selain itu dalam kaitannya dengan kesiapan anak menghadapi tuntutan pekerjaan yang membutuhkan keahlian dalam bidang komputer, maka perlu dikembangkan program-program komputer yang dapat mengarahkan anak untuk bekerja sesuai dengan minat, bakat dan kemampuannya misalnya dalam dunia seni grafis.
Dalam kaitannya dengan penggunaan program-program komputer yang sesuai untuk anak Indonesia, maka sudah saatnya dipikirkan penggembangan program komputer yang mendidik, menarik, mudah digunakan serta tidak memiliki perbedaan yang jauh dengan program yang digunakan pada orang dewasa; sahingga anak akan lebih mudah mengadakan penyesuaian dangan program yang diperlukan dalam dunia pekerjaannya kelak. Begitu juga dengan program gambar sejenis program Pelangi (buatan Indonesia) yang lebih dapat mendekati kemampuan gambar manual anak, misalnya dengan membuat program yang tetap menggunakan fasilitas minimal komputer yaitu menggunakan keyboard namun dengan kemampuan maksimal sebagai pengganti pinsil."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Indonesian Journal of Dentistry 2006; Edisi Khusus KPPIKG XIV: 155-158
The causes of TMD are complex and multifactorial, therefore the management should be done by several disciplines. ln this report, a 27-year-old man came to the teaching hospital of the University of Indonesia Faculty of Dentistry's Prosthodontic Department complaining about clicking sound and pain around his right joint. He received orthodontic treatment 9 years ago with removable appliance at a private practice and had 4 premolar extraction. The patient's face looked asymmetric, with a low vertical dimension, a Class II occlusion, and an anterior deep bite. Besides that, he clenched his teeth during emotional stress. Lateral tanscranial photo showed that the position of the left condyle was relatively normal or slightly anterior, and the right condyle was in the superoposterior position in the fossa with an abnormal shape. To solve this problem, the patient was referred to the Orthodontic Deparment to get a correct vertical dimension and normal anterior overbite. After 6 years, the patient was again referred to the prosthodontic Department, but the result was not successful. In order to get the right vertical dimension, an occlusal splint was fabricated to achieve a comfort jaw relation. In this position, the overbite was 2 mm, but space between the upper and lower posterior teeth was 5 mm. In this situation, full veneer crowns were not impossible to fabricate. Finally, to maintain this comfort position, the patient was suggested to wear the occlusal splint and come regularly for control every 6 months."
Journal of Dentistry Indonesia, 2006
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Anterior Tongue Thrust Swallow (ATTS), a swallowing pattern by pushing the tongue onto anterior dentition, can initiate malocclusion in the anterior region, which will create psychophysiological problems due to aesthetic, speech, and mastication disorders. The use of a Tongue Crib (TC) as a corrective device for ATTS is to block the force of tongue against the anterior teeth. Wearing a TC will have an experience of discomfort for the patient and can be an obstacle in using TC regularly, lengthening the period of treatment. A clinical trial with 25 subjects using TC in their retention period, and 48 patients only using Hawley
retainer without crib as control, was carried out from September 2004 until May 2005 in the FKG UI Orthodontics clinic, the Orthodontics Clinic of Lembaga Kedokteran Gigi (Ladokgi) TNI AL R.E. Martadinata and in a specialist clinic. The survival analysis for the TC users, associated with sensor time, indicates that 25 of the TC users had not succeeded to correct ATTS. A discomfort questionnaire (DQ) was specifically designed for this study, consisting of 9 items. A significant result was that the discomfort experienced was one of the risk factor for the ineffectiveness of Tongue Crib in correcting ATTS."
[Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama), Journal of Dentistry Indonesia], 2008
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>