Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 150881 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui senyawa metabolit sekunder hasil isolasi dari ekstrak etil asetat yang terdapat pada Bionutrien AGF. Bionutrien AGF merupakan pupuk alami yang berfungsi sebagai pemberi nutrisi dan meningkatkan daya tahan tanaman. Metode isolasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan cara maserasi menggunakan pelarut etil asetat. Pemisahan dan pemurnian senyawa dilakukan dengan menggunakan beberapa teknik kromatografi yaitu kromatografi cair vakum (KCV) dan kromatografi lapis tipis (KLT). Selanjutnya analisis kandungan senyawa menggunakan teknik spektroskopi yaitu FTIR dan GC-MS. Berdasarkan hasil analisis GC-MS pada fraksi non polar dari etil asetat terdapat 32 senyawa termasuk didalamnya tiga senyawa utama yaitu squalen, kariofilen dan kariofilen oksida dengan kadar masing-masing secara berturut-turut 11,34% , 15,81% dan 22,53%.
Kata kunci : bionutrien, maserasi, kromatografi, squalen, kariofilen, kariofilen oksida.
Isolation and characterization of secondary metabolites component from Bionutrien AGF ethyl acetat extract was cure out. Bionutrien AGF used to biofertilizer that can be a provide nutritions and increases plant resistance. The method used in this study was maceration with ethyl acetat as the solvent. Separation and purification of component made using several chromatographic techniques, including vacuum liquid chromatography (KCV) and thin layer chromatography (TLC). Further analysis of compounds using IR spectroscopy and GC-MS. According to GC-MS results the non-polar fraction of ethyl acetate containing 32 component including three main component are squalene (11,34%), caryophyllene (15,81% ) and caryophyllene oxide (22,53 %). "
541 JSTK 5:1 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Herbert, Richard B.
Semarang: IKIP Semarang Press , 1995
574.192 9 HER b
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Hilmi Rizadha
"Sebagai salah satu negara kepulauan terbesar di dunia dan memiliki kekayaan keanekaragaman hayati yang tinggi, membuat Indonesia memiliki banyak perbedaan pada kondisi lingkungan, tingkat keanekaragaman hayati, hingga pada tingkat komposisi kimia dan kuantitas suatu senyawa yang terdapat dalam suatu makhluk hidup, salah satunya adalah senyawa metabolit sekunder. Hal ini membuat perlu adanya analisis secara metabolomik terhadap suatu makhluk hidup dengan membandingkan lokasi yang berbeda. Phyllidiella nigra merupakan salah satu Nudibranchia yang banyak ditemui di Pulau Rambut dan Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Phyllidiella nigra mendapatkan metabolit sekunder dari mangsanya dengan cara mengakumulasi kemudian memanfaatkan senyawa metabolit sekunder untuk peran ekologisnya seperti sebagai antimicrobial, antifeedant, dan antifouling. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan mengetahui perbandingan metabolit sekunder pada Phyllidiella nigra di lokasi yang berbeda yaitu Pulau Rambut dan Pulau Pramuka. Sampel diambil dengan cara jelajah bebas sebanyak sepuluh sampel. Metabolit sekunder diekstraksi menggunakan metanol 96%, diuapkan, kemudian dideteksi menggunakan GC-MS. Data kemudian dianalisis dengan PCA dengan scatter plot dan HCA dengan dendrogram. Terdapat delapan senyawa yang dapat dianalisis, tiga senyawa diantaranya memiliki pengaruh yang tinggi dalam pembentukan kelompok yaitu 1-propene-1,2,3-tricarboxylic acid, tributyl ester; tributyl acetylcitrate; dan phenol, 2,4-bis (1,1- dimethylethyl)-. Senyawa metabolit sekunder di kedua pulau tidak ditemukan adanya perbedaan karena berdasarkan PCA dan HCA, sampel di kedua pulau saling campur dan tidak membentuk kelompok sesuai lokasinya yaitu Pulau Rambut dan Pulau Pramuka.

As one of the largest archipelagic countries in the world that is rich in biodiversity, Indonesia has various environmental conditions and biodiversity, either at the chemical composition and quantity contained in a living thing such as secondary metabolites. Hence, there is a need to perform a metabolomic analysis of a living thing that lived at different locations. Phyllidiella nigra is one of the Nudibranchia that is commonly found on Rambut Island and Pramuka Island, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Phyllidiella nigra accumulates secondary metabolites from its prey and then used the compounds for several ecological roles such as antimicrobial, antifeedant, and antifouling. This study analyses and compares the secondary metabolites of Phyllidiella nigra from two different locations, namely Rambut Island and Pramuka Island. Samples were taken by free-roaming as many as ten. The secondary metabolites were extracted using 96% methanol, evaporated, and then detected using GC-MS. Data was then analyzed by PCA with scatter plot and HCA with dendrogram. Eight compounds could be analyzed, three of which were dominant on group formation, namely 1-propene-1,2,3-tricarboxylic acid, tributyl ester; tributyl acetylcitrate; and phenol, 2,4-bis (1,1-dimethylethyl)-. There were no differences in the secondary metabolites between islands. Based on PCA and HCA, the samples on the two islands mixed and did not form groups according to their location, namely Rambut Island and Pramuka Island."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Kristiana
"Ekstrak daun Dendrophthoe pentandra (L.) Miq. telah diketahui memiliki aktivitas antioksidan. Hal tersebut terkait dengan kandungan senyawa metabolit sekunder pada ekstrak daun yang berperan sebagai agen antioksidan. Adapun aktivitas antioksidan dari ekstrak daun D. pentandra dapat berbeda-beda tergantung dari spesies inang yang ditumpanginya. Namun, penelitian yang membandingkan aktivitas antioksidan D. pentandra pada inang yang berbeda belum banyak dilakukan. Tujuan dari penelitian ini yaitu membandingkan aktivitas antioksidan serta total kandungan fenol dan flavonoid ekstrak daun D. pentandra yang dikoleksi dari empat spesies inang (Melia azedarach, Syzygium aqueum, Trachelospermum jasminoides, dan Lagerstroemia speciosa) di Kampus Universitas Indonesia, serta menganalisis korelasi antara aktivitas antioksidan dengan total kandungan fenol dan flavonoid ekstrak daun D. pentandra. Aktivitas antioksidan ekstrak air daun D. pentandra diuji dengan metode 1,1-Diphenyl-2-Picrylhydrazyl (DPPH) dan analisis metabolit sekunder dilakukan dengan uji total phenol content (TPC) dan total flavonoid content (TFC). Berdasarkan uji ANOVA, diketahui bahwa aktivitas antioksidan, kandungan fenol serta flavonoid menunjukkan adanya perbedaan signifikan dari keempat spesies inang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua ekstrak D. pentandra memiliki aktivitas antioksidan dengan rentang nilai IC50 sebesar 235,89—337,13 µg/ml. Hasil analisis korelasi menunjukkan bahwa tingginya aktivitas antioksidan berkorelasi kuat dengan kandungan fenol dan flavonoid. Ekstrak dengan aktivitas antioksidan tertinggi dihasilkan oleh inang L. speciosa (IC50= 235,89 µg/ml) dan M. azedarach (IC50= 236,46 µg/ml). Kedua inang tersebut juga terkonfirmasi memiliki kandungan fenol dan flavonoid tertinggi, yaitu berturut-turut 190,76 Gallic Acid Equivalent (mg GAE/g) dan 190,67 Quercetin Equivalent (mg QE/g) (L. speciosa); serta 187,20 mg GAE/g dan170,67 mg QE/g (M. azedarach).

Leaves extracts of Dendrophthoe pentandra (L.) Miq. has been known to have antioxidant activity. The level of antioxidant activity of D. pentandra individuals may be varied according to its secondary metabolite composition. As the secondary metabolite composition of a D. pentandra individual is affected by its host species, antioxidant activity of the individual may also differ according to the host species. The aims of this study were to investigate the antioxidant activity, total phenols and flavonoids contents of D. pentandra leaves water extracts collected from four host species (Melia azedarach, Syzygium aqueum, Trachelospermum jasminoides, and Lagerstroemia speciosa) in Universitas Indonesia Campus, and analyze the correlation between antioxidant activity and the total phenols and flavonoids contents of D. pentandra leaves water extracts. Antioxidant activity of each extract was evaluated using 1,1-Diphenyl-2-Picrylhydrazyl (DPPH) assay, while the secondary metabolite analysis was performed using total phenol content (TPC) and total flavonoid content (TFC) assay. Based on the ANOVA test, the antioxidant activity, phenols content, and flavonoid contents of all extracts were significantly different. The IC50 value obtained from DPPH assay from all extracts ranged from 235.89 µg/ml to 337.13 µg/ml. Moreover, the antioxidant activity of the samples was correlated strongly with phenols and flavonoids contents. The highest antioxidant activity was presented by L. speciosa (IC50= 235.89 µg/ml) and M.azedarach (IC50= 236.46 µg/ml). Those two extracts also confirmed to have the highest phenols and flavonoids contents, respectively 190.76 Gallic Acid Equivalent (mg GAE/g) and 190.67 Quercetin Equivalent (mg QE/g) (L. speciosa); also 187.20 mg GAE/g and 170.67 mg QE/g (M. azedarach)."
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Dokumentasi  Universitas Indonesia Library
cover
Haviani Rizka Nurcahyaningtyas
"Pandemi yang disebabkan oleh SARS-CoV-2 telah memicu situasi darurat kesehatan di seluruh dunia. Varian Omicron yang menyebar dengan cepat semakin mendesak pencarian terapi yang tepat untuk menghindari infeksi yang lebih berat. TMPRSS2 manusia dan protein spike SARS-CoV-2 varian Omicron diidentifikasi sebagai protein target melalui penapisan secara komputasi. Metode yang digunakan adalah penapisan virtual berbasis struktural; analisis prediksi absorption, distribution, metabolism, excretion, dan toxicity (ADMET); dan simulasi dinamika molekuler. Ligan uji yang digunakan adalah senyawa metabolit sekunder invertebrata laut Indonesia. Camostat dan nafamostat (ko-kristal) digunakan sebagai ligan pembanding terhadap penghambatan TMPRSS2 sedangkan mefloquine ligan pembanding terhadap Protein Spike. Berdasarkan hasil penambatan molekul, acanthomanzamine C (-9,75 kkal/mol) dan cortistatin G (-9,39 kkal/mol) memiliki aktivitas yang lebih baik terhadap penghambatan TMPRSS2 dibandingkan dengan camostat (-8,25 kkal/mol) dan nafamostat (-6,52 kkal/mol). Sebagai inhibitor protein spike SARS-CoV-2 varian Omicron, acanthomanzamine C (-9,19 kkal/mol) dan cortistatin J (-8,89 kkal/mol) juga menunjukkan penghambatan yang lebih baik dibandingkan dengan mefloquine (-6,34 kkal/mol). Ligan uji tersebut juga telah memenuhi seluruh kriteria ADMET yang ditetapkan. Dari hasil analisis simulasi dinamika molekuler menunjukkan pengikatan yang stabil senyawa ligan uji terhadap protein target setelah simulasi berjalan 60 nanodetik dan memiliki energi ikatan bebas MMGBSA dan MMPBSA yang lebih baik dibandingkan ligan pembanding diantaranya TMPRSS2–acanthomanzamine C (-28,2067; -24,6639 kkal/mol), TMPRSS2–cortistatin G (-29,9908; -24,8869 kkal/mol), protein spike–acanthomanzamine C (-45,1414; -27,8749 kkal/mol), dan protein spike–cortistatin J (-37,8537; -35,6439 kkal/mol). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa acanthomanzamine C, cortistatin G, dan cortistatin J merupakan senyawa hits sebagai kandidat terapi untuk infeksi SARS-CoV-2.

The pandemic caused by SARS-CoV-2 has triggered a global health emergency. The rapid spread of the Omicron variant has further intensified the urgency to search for appropriate therapies to prevent severe infections. The human TMPRSS2 and spike protein of the SARS-CoV-2 Omicron variant were identified as the target proteins through computational screening. The methods used are structure-based virtual screening; absorption, distribution, metabolism, excretion, and toxicity (ADMET) analysis; and molecular dynamics simulation. Bioactive marine invertebrates from Indonesia were employed as test ligands. Camostat and nafamostat (co-crystal) were utilized as reference ligands against TMPRSS2, whereas mefloquine was used as a reference ligand against spike protein. Following a molecular docking, acanthomanzamine C (-9,75 kcal/mol) and cortistatin G (-9,39 kcal/mol) had better activity against TMPRSS2 inhibition compared to camostat (-8,25 kcal/mol) and nafamostat (-6,52 kcal/mol). As inhibitors of spike protein of SARS-CoV-2 Omicron variant, acanthomanzamine C (-9,19 kcal/mol) and cortistatin J (-8,89 kcal/mol) also showed better inhibition compared to mefloquine (-6,34 kcal/mol). The test ligands have also met all the established ADMET criteria. The results of the molecular dynamics analysis showed stable binding of the test ligands to the target proteins after the initial 60 nanoseconds and had free binding energies of MMGBSA/MMPBSA that were better than the comparison ligands, including TMPRSS2–acanthomanzamine C (-28,2067; -24,6639 kcal/mol), TMPRSS2–cortistatin G (-29,9908; -24,8869 kcal/mol), spike protein–acanthomanzamine C (-45,1414; -27,8749 kcal/mol), and spike protein–cortistatin J (-37,8537; -35,6439 kcal/mol).  These results indicate that acanthomanzamine C, cortistatin G, and cortistatin J are hits compounds as candidate therapies for SARS-CoV-2 infection."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Wijaya
"TiO2 merupakan material yang memiliki daya oksidasi yang tinggi. Namun, oleh karena bandgap-nya yang lebar, aktivitas fotokatalisis TiO2 terbatas pada iradiasi UV. Pada penelitian ini, nanokomposit TiO2/CeFeO3 disintesis melalui metode green synthesis dengan memanfaatkan ekstrak daun Artemisia vulgaris (EDAV) sebagai sumber metabolit sekunder. Keberadaan metabolit sekunder dalam EDAV dikonfirmasi melalui uji fitokimia kualitatif dan FTIR. TiO2/CeFeO3 dikarakterisasi menggunakan FTIR, XRD, UV-Vis DRS, dan TEM. Spektra FTIR mengonfirmasi seluruh gugus fungsi yang mungkin terdapat pada TiO2/CeFeO3. Difraktogram nanokomposit TiO2/CeFeO3 menunjukkan puncak difraksi gabungan dari TiO2 dan CeFeO3 yang disertai sedikit pergeseran nilai difraksi. Berdasarkan karakterisasi menggunakan UV-Vis DRS, teramati penurunan energi bandgap TiO2 yang semula 3,25 eV menjadi 2,75 eV setelah dimodifikasi oleh CeFeO3 menjadi TiO2/CeFeO3. Hasil TEM menunjukkan bahwa TiO2/CeFeO3 memiliki partikel yang berbentuk sferis dengan diameter rata-rata sebesar 23,06,3 nm. Aktivitas fotokatalisis diukur berdasarkan kemampuan mendegradasi zat warna malachite green (MG). Dosis optimum TiO2/CeFeO3 dan aktivitas fotokatalisis dari TiO2 dan CeFeO3 juga diselidiki pada penelitian ini. Pada dosis optimum, TiO2/CeFeO3 mampu mendegradasi 93,53% MG, sedangkan TiO2 dan CeFeO3 secara berturut-turut memiliki efisiensi degradasi sebesar 59,96% dan 81,16%. Reaksi fotodegradasi malachite green mengikuti kinetika pseudo orde satu dengan nilai konstanta laju sebesar 2,14x10-2 min-1 untuk TiO2/CeFeO3.

TiO2 possesses high oxidizing property. However, due to its wide bandgap, TiO2 photocatalytic activity is limited to UV irradiation. In this research, TiO2/CeFeO3 nancomposite was synthesized through green synthesis method utilizing Artemisia vulgaris leaves extract as a source of secondary metabolites. The presence of secondary metabolites was confirmed by qualitative phytochemical screening and FTIR. TiO2/CeFeO3 was characterized using FTIR, XRD, UV-Vis DRS, and TEM. FTIR spectra confirmed all functional groups presence in TiO2/CeFeO3. TiO2/CeFeO3 diffractogram showed a combined diffraction peaks of TiO2 and CeFeO3 with a slight shift. According to UV-Vis DRS characterization, a reduction in TiO2 bandgap energy from 3.25 eV to 2.75 eV was observed after being modified by CeFeO3 into TiO2/CeFeO3. TEM images shows that TiO2/CeFeO3 has a spherical-shape particles with average diameter of 23.06.3 nm. Photocatalytic activity was measured by the degradation percentage of MG. The optimum doses for TiO2/CeFeO3 and photocatalytic activity of TiO2 and CeFeO3 was also investigated in this work. At optimum dose, TiO2/CeFeO3 able to degrade 93.53% of MG, while TiO2 and CeFeO3 have degradation efficiency of 59.96% and 81.16% respectively. Malachite green photodegradation reaction followed pseudo-first order kinetics with a rate constant of 2.14x10-2 min-1 for TiO2/CeFeO3."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nanda Safira Rossana
"Aktivitas antropogenik merupakan salah satu penyebab akumulasi logam berat tembaga (Cu) pada tanah. Kadar tembaga berlebih dapat menyebabkan toksisitas pada tanaman, salah satunya adalah tanaman jahe merah (Zingiber officinale var. Rubrum) yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai bahan baku obat. Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari pengaruh pemberian logam berat tembaga pada pertumbuhan dan mengetahui profil senyawa metabolomik rimpang jahe merah di bawah paparan tembaga (CuCl2) dengan konsentrasi 0 ppm (kontrol), 50 ppm, 100 ppm, dan 150 ppm. Penelitian yang bersifat eksperimental ini dilakukan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL), menggunakan 4 perlakuan berbeda dengan 6 sampel pengulangan pada setiap perlakuan. Parameter pertumbuhan yang diukur adalah laju pertumbuhan, kadar air rimpang, gejala toksisitas yang dialami tanaman, dan profil metabolomik yang dianalisis menggunakan HPLC dan dilakukan pengolahan data dengan Principal Component Analysis dan Hierarchical Component Analysis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa laju pertumbuhan dan gejala toksisitas pemberian logam tembaga mulai terlihat pada konsentrasi 100 ppm dan 150 ppm. Tanaman jahe merah mampu mentolerir hingga konsentrasi 50 ppm Cu dilihat dari pertumbuhan tanaman yang normal dan belum munculnya gejala toksisitas. Hasil pengolahan PCA dan HCA menunjukkan bahwa konsentrasi Cu 150 ppm memiliki profil metabolomik yang sangat berbeda dibanding perlakuan konsentrasi lainnya.

Anthropogenic activity is one of the causes of copper accumulation in soil. Excess copper levels can cause toxicity to plants, one of which is red ginger (Zingiber officinale var. Rubrum) which is widely used by the community as a raw material for medicine. This research was conducted to study the effect of the administration of heavy metal copper on growth and to determine the red ginger profile of metabolites rhizomes under exposure of 0 ppm (control), 50 ppm, 100 ppm, and 150 ppm CuCl2. This experimental research was carried out using a completely randomized design (CRD), using 4 different treatments with 6 samples of repetition in each treatment. The growth parameters measured in this study were growth rate, rhizome water content, symptoms of toxicity experienced by plants, and metabolite profiles which were analysed using HPLC and processed with Principal Component Analysis (PCA) and Hierarchical Component Analysis (HCA). The results showed that the growth rate and toxicity symptoms caused by copper began to be seen at concentrations of 100 ppm and 150 ppm. Red ginger plant can be tolerate 50 ppm concentration of Cu seen from normal plant growth and no sign of toxicity. The results by the clustering pattern of PCA and HCA showed that concentration of 150 ppm Cu had a very different metabolite profiles compared to other concentrations."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reyhan Anindya Untoro
"Pteraeolidia ianthina adalah Nudibranchia yang dapat ditemukan di Kepulauan Seribu DKI Jakarta. Pulau Rambut dan Pulau Air merupakan dua pulau di Kepulauan Seribu yang memiliki kondisi berbeda akibat perbedaan jarak dengan perairan Teluk Jakarta yang tercemar. Perbedaan kondisi kedua pulau dapat berpengaruh terhadap kandungan metabolit biota perairan, termasuk P. ianthina. Penelitian dilakukan untuk menganalisis profil metabolit sekunder sampel P. ianthina dari Pulau Rambut dan Pulau Air. Tujuh sampel P. ianthina diambil dari kedua pulau dengan metode jelajah bebas dan dipreservasi menggunakan metanol 96%. Sampel dibuat menjadi ekstrak kasar untuk dianalisis lebih lanjut. Ekstrak yang didapat dianalisis menggunakan instrumen HPLC. Data kromatogram HPLC dianalisis lebih lanjut menggunakan metode Principal Component Analysis (PCA) dan Hierarchical Cluster Analysis (HCA). Hasil analisis kromatogram HPLC ke-7 sampel menunjukkan 5 common peak dengan luas area yang berbeda yang menandakan keberadaan senyawa yang sama pada setiap sampel dengan konsentrasi yang berbeda. Hasil analisis PCA dan HCA mengelompokan sampel menjadi 2 klaster. Pengelompokan yang didapat tidak sesuai dengan lokasi pengambilan sampel. Hasil penelitian yang didapatkan kemungkinan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti faktor lingkungan seperti kekeruhan dan pencemaran serta faktor usia sampel.

Pterarolidia ianthina is a Nudibranch that can be found on Thousand Island, DKI Jakarta, including at Rambut Island and Air Island. These two island have different environmental characteristics due to their locations relative to the poluted Jakarta Bay waters. These differences may affect the metabolic profiles of the marine organisms that lives in those waters. The aim of this research is to analyze the metabolite profile of P. ianthina samples taken from Rambut Island and Air Island. Seven samples were taken from both island and preserved with 96% purity technical grade methanol. Crude extract were made from the preserved samples. The extract were then analyzed using an HPLC instrument. The chromatogram data were analyzed further using Principal Component Analysis (PCA) and Hierarchical Cluster Analysis (HCA) method. HPLC Chromatogram analysis shows 5 common peaks found on each samples with variable peak areas suggesting the existence of same metabolite compounds with different concentrations. PCA and HCA analysis shows the samples were grouped into two major clusters with no correlation to the sampling locations. The results may be due to effects of factors such as environmental factors or age variation in the samples."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fathia Yusrina
"Diabetes melitus tipe 2 (DMT2) adalah penyakit gangguan metabolisme yang menyebabkan regulasi insulin terganggu dan dapat mengakibatkan komplikasi penyakit ginjal diabetes (PGD). Saat ini, gold standard penilaian fungsi ginjal dilakukan berdasarkan parameter eGFR dan albuminuria, tetapi kedua parameter tersebut memiliki beberapa keterbatasan. Oleh karena itu, metode baru untuk deteksi dini fungsi ginjal dapat bermanfaat dalam upaya pencarian target terapi yang lebih tepat, salah satunya melalui pendekatan metabolomik. Tujuan penelitian ini yaitu melihat perbedaan profil metabolit serum pasien DMT2 risiko rendah (n=16) dan tinggi (n=16) PGD berdasarkan klasifikasi KDIGO 2022 yang mengonsumsi metformin-glimepirid. Desain penelitian cross-sectional dengan teknik consecutive sampling dilakukan di Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu dan RSUD Jatipadang. Sebanyak total 32 partisipan yang memenuhi kriteria inklusi dibandingkan profil metabolitnya berdasarkan kategori risiko PGD. Sampel darah, urin, serta data karakteristik dasar dan klinis dikumpulkan untuk analisis metabolomik. Analisis untargeted metabolomics dilakukan menggunakan LC/MS-QTOF dengan metode yang sudah tervalidasi. Pengolahan data dilakukan menggunakan MetaboAnalyst 5.0 dan SPSS versi 24.0. Seluruh metabolit yang terdeteksi diidentifikasi oleh database Metlin, HMDB, PubChem, dan KEGG. Tidak terdapat perbedaan bermakna pada seluruh karakteristik dasar dan klinis subjek penelitian. Terdapat perbedaan bermakna pada ekspresi metabolit antara dua kelompok sampel. Berdasarkan parameter VIP score >1; FC >1.2; p-value <0,05; AUC >0,65 yang ditetapkan, diperoleh tiga metabolit yang memiliki potensi sebagai senyawa biomarker dalam perkembangan PGD, yaitu acetyl-N-formyl-5-methoxykynurenamine (AFMK), phosphatydilinositol-4,5-bisphosphate (PIP2), dan cytidine diphosphate diacylglycerol (CDP-DAG). Berdasarkan ketiga metabolit tersebut, tiga jalur metabolisme berhasil terdeteksi dan berpotensi terlibat dalam perkembangan PGD yaitu metabolisme triptofan, metabolisme fosfatidilinositol, serta metabolisme gliserofosfolipid. 

Type 2 diabetes mellitus (T2DM) is a metabolic disorder causing insulin regulation to be disrupted and may lead to diabetic kidney disease (DKD) complication. The current gold standard for assessing kidney function based on eGFR and albuminuria have some limitations. Therefore, a new method for assessing kidney function may be useful for a better therapeutic target discovery, such as through metabolomics approach. This study aims to compare the serum metabolite profiles of T2DM patients consuming metformin-glimepiride with low (n=16) and high (n=16) risk of DKD based on KDIGO 2022. A cross-sectional study with consecutive sampling method was carried out at Puskesmas Pasar Minggu and RSUD Jatipadang. A total of 32 participants fulfilled the inclusion criteria were compared for their metabolite profiles. Blood, urine, baseline and clinical characteristics data were collected to perform untargeted metabolomics analysis using a validated LC/MS-QTOF method. Data processing was performed using MetaboAnalyst 5.0 and SPSS 24.0. Metabolites were identified by Metlin, HMDB, PubChem, and KEGG databases. There were no significant differences among all basic and clinical characteristics of the participants. There were significant differences of metabolite expression between two sample groups. Based on the applied parameters VIP score >1; FC>1.2; p-value <0.05; AUC >0.65, three metabolites were found to have potential as biomarker in the development of DKD, namely acetyl-N-formyl-5-methoxykynurenamine (AFMK), phosphatydilinositol-4,5-bisphosphate (PIP2), and cytidine diphosphate diacylglycerol (CDP-DAG). Based on these metabolites, three metabolic pathways were detected and found to be potentially involved in the development of DKD, namely tryptophan metabolism, phosphatidylinositol metabolism, and glycerophospholipid metabolism."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bernadetta Nurani Prima Dwiratri
"Dendrophthoe pentandra (L.) Miq. merupakan tumbuhan hemiparasit yang dikenal
sebagai tanaman obat dan memiliki beragam potensi bioaktivitas, salah satunya
antioksidan. Dendrophthoe pentandra yang tumbuh pada inang berbeda, diketahui
memiliki kandungan metabolit sekunder yang berbeda pula, sehingga dapat memengaruhi
potensi aktivitas antioksidannya. Pengujian bioaktivitas D. pentandra umumnya
menggunakan ekstrak metanol. Namun, pada penelitian ini digunakan ekstrak air D.
pentandra, yang didasarkan pada praktik masyarakat lokal dalam pemanfaatan D.
pentandra secara tradisional. Tujuan penelitian ini, yaitu membandingkan aktivitas
antioksidan dan total senyawa fenol atau flavonoid, serta mengetahui korelasi antara
aktivitas antioksidan dan total senyawa fenol atau flavonoid ekstrak air bunga D.
pentandra dari lima spesies inang (Melia azedarach, Cordia subcordatus, Syzygium
aqueum, Trachelospermum jasminoides, dan Lagerstomia speciosa). Berdasarkan uji
ANOVA diketahui adanya perbedaan secara signifikan nilai IC50 yang didapat dari uji
2,2-difenil-2-pikrilhidrazin (DPPH), serta kandungan fenol dan flavonoid di antara lima
spesies inang. Hasil analisis korelasi juga menunjukkan adanya korelasi kuat antara nilai
IC50 dengan total kandungan fenol dan flavonoid. Aktivitas antioksidan tertinggi
dihasilkan oleh S. aqueum (IC50 = 128,43 μg/mL) dan M. azedarach (IC50 = 132,78
μg/mL) dengan kadar fenol dan flavonoid berturut-turut pada kedua spesies tersebut
sebesar 157,19 mg Gallic Acid Equivalent (GAE)/g dan 355,78 mg Quercetin Equivalent
(QE)/g (S. aqueum), dan 146,17 mg GAE/g dan 349,67 mg QE/g (M. azedarach).
Kesimpulan dari penelitian ini adalah aktivitas antioksidan dan kadar fenol dan flavonoid
D. pentandra berbeda-beda bergantung spesies inang, serta senyawa fenol dan flavonoid
terbukti memberikan kontribusi kuat dalam aktivitas antioksidan.

Indonesian mistletoe, Dendrophthoe pentandra (L.) Miq. is a hemiparasitic plant known
as a medicinal plant with various potential bioactivities, including antioxidant activity.
Dendrophthoe pentandra individuals living in different host plants may presented varied
secondary metabolites in either composition or concentration. Thus, antioxidant activity
of D. pentandra may be varied according to the host species. Most of D. pentandra studies
about bioactivity were performed using methanolic extract. However, based on traditional
practices, D. pentandra often be used by boiling it in water. Thus, in this study, we used
water as the extraction solvent. The aims of this study were to compare antioxidant
activity, total phenols and flavonoids content between D. pentandra individuals lived in
five host species (Melia azedarach, Cordia subcordatus, Syzygium aqueum,
Trachelospermum jasminoides, dan Lagerstomia speciosa), and to analyze the correlation
between antioxidant activity and total phenols and flavonoids content of D. pentandra
extracts. The ANOVA test result showed that there was significant difference of IC50
value obtained from the 2,2-difenil-2-pikrilhidrazin (DPPH), as well as total phenols and
flavonoids content between the samples. Besides, the IC50 value presented significant
correlation to total phenols and flavonoids. The highest antioxidant activity was presented
by extracts obtained from S. aqueum (IC50 = 128,43 μg/mL) and M. azedarach (IC50 =
132,78 μg/mL), with total phenols and flavonoids of the two extracts respectively 157,19
mg Gallic Acid Equivalent (GAE)/g and 355,78 mg Quercetin Equivalent (QE)/g (S.
aqueum); 146,17 mg GAE/g and 349,67 mg QE/g (M. azedarach). These results
suggested that antioxidant activity as well as phenols and flavonoids concentration of D.
pentandra flowers were varied according to the host species, and that phenols and
flavonoids might contribute as the antioxidant agent in D. pentandra flower extract.
"
Depok: Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>