Ditemukan 192256 dokumen yang sesuai dengan query
"Oral literature that has the values of local wisdom, but less desirable, especially on the younger generation. Oral literature is a cultural asset that has been abandoned by their owners. This is one of them caused by the impact of globalization that hit the Indonesian nation, so many lost literature that only a name. Along with the automatic player oral literature has a reduced or even lost. Therefore, it is necessary revitalization of the oral literature one formulaic system and the function of an oral literature to overcome the scarcity of players a show oral literature in society.
The system is the use of iteration formula is implemented in a show. Formula made by players in conveying the text often is by repeating words, phrases, clauses, or array. Likewise, the frequency of carrying out automatic performance function of a show done and will anticipate the scarcity of players on an oral literary performances."
899 WE 1:1 (2010)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Mira Sri Rahayu
[, ], 2011
S24991
UI - Skripsi Open Universitas Indonesia Library
Dharma Kelana Putra
"Tari langsir adalah salah satu tari tradisional etnik Haloban yang bermukim di Pulau Tuangku,
Kabupaten Aceh Singkil. Tari ini sempat hilang selama 20 tahun tetapi kemudian mulai ditarikan kembali beberapa tahun terakhir tanpa ada intervensi dari pemerintah. Fenomena ini mengarah pada asumsi bahwa tari tradisional tidak dipraktikkan sekedar untuk hiburan masyarakat semata, tetapi ada nilai lain yang terkandung di dalamnya. Untuk mengungkapnya, penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif tipe deskriptif, yang bertujuan untuk mendeskripsikan tari langsir sebagaimana yang ditemukan di lapangan. Data primer dikumpulkan dengan teknik pengamatan serta wawancara mendalam. Sementara itu, data sekunder diperoleh dari studi kepustakaan dan dokumentasi menggunakan foto
serta rekaman video. Tari langsir ternyata memiliki unsur yang unik dan tidak dimiliki oleh tari lain, seperti pola lantai yang estetik, 32 variasi gerak yang diinstruksikan oleh komandir, serta pola kombinasi gerak yang tersusun secara runtut dan kronologis. Meski tari ini sempat tidak dimainkan lagi selama lebih dari 20 tahun, pengetahuan tentang tari ini masih tetap hidup dalam memori kolektif masyarakat. Dengan demikian, ketersentuhan kembali generasi muda Haloban pada budayanya, kesenian ini dapat dihidupkan kembali oleh masyarakat bahkan tanpa ada program revitalisasi dari pemerintah sekalipun.
Langsir dance is one of the traditional dances of Haloban ethnic, which lives in Tuangku Island, Aceh Singkil Regency. This dance was lost for 20 years, yet it is brought back without any government intervention. This phenomenon leads to the assumption that the traditional dance is not only played for entertaining people, but it also contains more values. This research was conducted using a descriptive qualitative method, which aims to describe langsir dance as it is. Primary data were collected by using observation techniques and in-depth interviews. Meanwhile, secondary data were obtained from literature and documentation of photos and video recordings. Langsir dance turns out to have unique elements that are different from other local dances, such as aesthetic floor patterns, thirty two movement variations instructed by the instructor, as well as a combination patterns of coherent and chronological movement. Although this dance was not played for more than 20 years, the knowledge of this dance is still alive in the collective memory of the community. Therefore, when the young generation of Haloban are inspired to learn about their culture, this art is able to be revived even without any government’s revitalization program."
Kalimantan Barat : Balai Pelestarian Nilai Budaya , 2022
900 HAN 5:2 (2022)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Eddy Setiadi
"Status and function of Serdang Malay oral history : a dialect spoken in Sumatera Utara Province"
Jakarta : Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud, 1990
398 EDD f
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2015
839.6 MET
Buku Teks SO Universitas Indonesia Library
Jakara: Yayasan Obor Indonesia, 2015
839.6 MET
Buku Teks SO Universitas Indonesia Library
Muhammad Fikri Haidar
"Peralihan mendadak dan penggunaan intensif dari komunikasi termediasi oleh teknologi mengubah pengalaman ketubuhan suatu kelompok masyarakat. Pandemi Covid-19 melalui pembatasan sosial dan aktivitas mendorong penggunaan ruang yang dimediasi oleh teknologi dalam ragam kegiatan yang sebelumnya dilakukan pada medium ruang fisik. Komunitas tari tradisional Indonesia menjadi salah satu kelompok tari yang memiliki tantangan besar dalam menggunakan ruang virtual untuk kegiatan berkesenian. Karakter keruangan dan ketubuhan khusus dari tari tradisional tidak dapat terakomodasi dalam infrastruktur ruang virtual. Pada Maret hingga Desember 2020, sanggar tari Wulangreh Omah Budaya mengalihkan aktivitas kelas tari Jawa dan Bali dalam ruang virtual oleh Zoom, medium telekonferensi yang paling banyak digunakan selama masa pembatasan sosial dan aktivitas di DKI Jakarta. Ragam upaya dilakukan bagi pelatih dan peserta tari untuk ‘membangun’ ruang yang dimediasi oleh teknologi dengan tujuan mereplikasi pengalaman yang serupa dengan ruang fisik. Tulisan ini akan menggambarkan proses pembentukan ruang yang dimediasi oleh teknologi sebagai tempat untuk komunitas tari berlatih tari. Menggunakan metode etnografi, tulisan ini akan menelusuri proses peralihan medium dari ruang fisik ‘ke dalam’ ruang yang dimediasi oleh teknologi. Proses peralihan medium ini menelusuri aspek keruangan dan ketubuhan dari wiraga, wirama, wirasa dalam tari tradisional dalam infrastruktur ruang virtual oleh Zoom.
Sudden shift and intensive use of computer mediated communication change the embodiment for certain group of people. Covid-19 pandemic through social and activity restriction pushes the use of virtual space on many activities previously occurred on physical space. Indonesia traditional dance community faces the toughest challenge on using virtual space as a place for making art. The spacial and emobied quality of traditional dance is unable to be afforded by the infrastructure of virtual space. Since March until December 2020, traditional dance studio (sanggar tari) of Wulangreh Omah Budaya shifted their Javanese and Balinese dance class on a virtual space by Zoom, a popular teleconference medium during social and activity restriction in Jakarta Capital Region. Instructor and class’ participants have many efforts to ‘construct’ technology-mediated space to replicate the similar experience of physical space. This paper will explore the construction of technology-mediated space as a ‘new space’ for traditional dance community rehearsal. Through ethnography, this paper will explore the process of remediation from physical ‘onto’ technology-mediated space. This process explores spacial and embodiment aspect of wiraga, wirama, wirasa on a mediated space provided by Zoom."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Nursalam
"Artikel ini bertujuan tuntuk mengetahui fungsi kontekstual sastra lisan kelong Makassar. Data dan sumber penelitian ini adalah pakelong sebagai seniman Makassar. Pengumpulan data yang digunakan adalah studi dokumentasi, wawancara mendalam,dan observasi (pencatatan lapangan, perekaman, dan pemotretan). Tahap analisis data dalam penelitian ini melalui tiga tahap, yakni tahap (1) reduksi, (2)penyajian, dan (3) penarikan kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian ini ditemukan bahwa fungsi kontekstual kelong ada empat, yakni fungsi media pengharapan, fungsi hiburan, fungsi pemertahan tradisi, dan fungsi edukatif.
This article was intended to know the contextual function of Makassar's kelong oral literature. The data and sources of this research werePakelong as Makassar artists. The data collection conducted were the study of documentation, in-depth interviews, andobservations (field recording, recording, and photo shooting). Moreover, the data analysis stage in this study were through three steps, namely (1) reduction, (2) presentation, and (3) conclusion drawing. Based on the results of this study, it was found that there were four contextual functions of kelong, namely the function of the media of hope, the function of entertainment, the function of preserving tradition, and the educational function"
ambon: Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan, 2020
400 JIKKT 8:1 (2020)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Jakarta: Kerjasama Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia dengan Ford Foundation , {s.a.}
791 JSPI (12) 2003/2004
Majalah, Jurnal, Buletin Universitas Indonesia Library
Muhammad Fadli Muslimin
"Penelitian ini mendiskusikan tentang aspek kelisanan dan fungsi yang terdapat pada 4 sastra lisan yang berwujud Mantra Bato Peter. Tujuan dari penelitian ini, yaitu untuk mengetahui dan memperoleh gambaran tentang aspek-aspek kelisanan dan fungsi sastra lisan tersebut. Metode yang digunakan ialahdeskriptif kualitatif. Pengumpulan data pada penelitian ini meliputi, (1) Studi Kepustakaan dengan berfokus pada aspek kelisanan dan fungsi yang telah dikumpulkan dan dianalisis menggunakan teori dari Ruth Finneagan yang meliputi Composition, Transmission, Performance, dan Audience; dan teori fungsi dari Hutomo. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa baik Mantra Bato Peter, mitos menstruasi, mantra prosesi Drojogan dan sastra lisan lawas memiliki komposisi yang terbentuk pada saat pertunjukan, pewarisan yang berkaitan dengan pemurnian pewarisan secara lisan, pertunjukan yang memuat kinerja lisan saat ditampilkan, dan audience yang melibatkan masyarakat lokal dalam proses pertunjukannya. Selain itu fungsi yang terdapat pada obyek material masing-masing sebagai hiburan masyarakat setempat, wadah pelarian dari himpitan hidup sehari-hari, pemaksa berlakunya norma-norma sosial, dan proyeksi peristiwa-peristiwa sosial.
This study discusses about the oral aspects and functions in 4 oral literature of the Bato Peter Mantra. The purpose of this study arefindingout and obtainingan overview the oral aspects and functions of oral literature. The method is descriptive qualitative. Collecting data in this study includesLibrary Studies by focusing on the aspects of orality and function that have been collected and analyzed using the theory of Ruth Finnegan who composedComposition, Transmission, Performance, and Audience; and Hutomo's theory of functions. The results of this study indicate that ‘/the Bato Peter Mantra, menstrual myths, drojogan procession spells, and lawas oral literature have compositions that are formed during performances, inheritance related to the purification of oral inheritance, performances that worship oral performance when displayed, and audiences that involve local people in the process of the show. In addition, the functions that contained in each material objects are showed as local community entertainment, a way to escape from daily life,, an impulsion of social norms, and as projections of social events."
Ambon: Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan, 2019
400 JIKKT 7:2 (2019)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library