Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 51277 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Penggunaan agar-agar pada produk pangan cukup luas, namun demikian masih terdapat kelemahan sifat fungsionalnya. Peningkatan sifat fungsional agar-agar dilakukan dengan penambahan berbagai jenis gum karena gum memiliki efek sinergisme dengan fikokoloid. Pada penelitian ini dibuat formulasi agar-agar dengan berbagai jenis gum yaitu gum arabik, guar gum, locust bean gum (LBG), dan konjak. Variasi rasio formula agar-agar dengan berbagai jenis gum masing-masing adalah 1:3, 1:1, dan 3:1. Sebagai pembanding digunakan agar-agar kontrol tanpa penambahan gum. Sifat fungsional yang diamati meliputi kekuatan gel, elastisitas, sineresis, viskositas, titik leleh, dan titik gel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, penambahan LBG dan konjak berpengaruh nyata terhadap peningkatan kekuatan gel agar-agar. LBG dan konjak memiliki efek sinergis dalam meningkatkan kekuatan gel. Kekuatan gel agar-agar meningkat dari 493 g/cm2 menjadi 2011 g/cm2 pada penambahan konjak rasio 1:1 dan menjadi 864 g/cm2 pada penambahan LBG ratio 1:1. Elastisitas gel agar-agar meningkat dari 45 mm menjadi 47,90 mm pada penambahan guar gum rasio 3:1. Penambahan guar gum, LBG, dan konjak berpengaruh nyata terhadap peningkatan viskositas agar-agar. Guar gum, LBG, dan konjak memiliki efek sinergis dalam meningkatkan viskositas. Viskositas agar-agar meningkat dari 101 cPs menjadi 1880 cPs pada penambahan guar gum rasio 1:3, menjadi 1610 cPs dengan LBG rasio 1:3 dan menjadi 5380 cPs dengan konjak rasio 1:3. Titik leleh menu run dari 56°C menjadi 48°C pada penambahan gum arabik rasio 1:3."
620 JPBK 6:1 (2011)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Marhamah
"ABSTRAK
Penyakit periodontal adalah penyakit infeksi, bakteri plak merupakan penyebab utama, selain itu faktor risiko dan faktor genetik dapat turut berperan sehingga timbul penyakit . Rapidly ProgressivePeriodontitis merupakan salah satu bentuk penyakit periodontal destruktif yang perkembangannya sangat cepat dan tidak sesuai dengan faktor lokal, pada usia pubertas atau dewasa. Salah satu bentuk perawatan penyakit periodontal yaitu operasi flep dan umumnya setelah operasi daerah luka ditutup dengan pek periodontal dan atau diberi obat kumur chlorhexidin 0,2 %.
Pada penelitian ini dilakukan evaluasi perbedaan kesembuhan gingiva secara klinis setelah operasi flep dengan menggunakan pek periodontal atau obat kumur chlorhexidin 0,2 % dengan indikator perubahan warna kemerahan dan derajat perdarahan gingiva. Penelitian ini dilakukan pada 9 orang penderita RPP tipe II yang terdiri dari 68 gigi dan berusia 22 - 30 tahun dengan tehnik split mouth di dinik periodontia FKG UI.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan obat kumur chlorhexidin 0,2 °/o selama 7 hari setelah operasi flep memberi respon kesembuhan gingiva secara klinis lebih baik di bandingkan penggunaan pek periodontal. Selain itu terdapat korelasi yang kuat antara penurunan indeks plak dengan perubahan warna dan derajat perdarahan gingiva pada penderita RPP tipe II.
"
1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bryan Natalie
"Peningkatan penggunaan Fetal Bovine Serum (FBS) dari tahun ke tahun menyebabkan permintaan melebihi supply. Hal ini menyebabkan peningkatan harga FBS. Penelitian ini dimulai dengan membuat sediaan serbuk royal jelly dan propolis menggunakan metode freeze drying. Serbuk royal jelly dan ekstrak propolis kemudian akan ditambahkan pada media kultur kemudian dihitung proliferasi dan viabilitas sel fibroblas dengan menggunakan Trypan blue assay. Penambahan variasi propolis, royal jelly, dan FBS akan dilakukan dalam 7 variasi konsentrasi. Hasil proliferasi sel fibroblas media variasi 1 pada hari ketujuh memberikan hasil terbaik dari antara media variasi lain dengan rata-rata 24.780,7±401,98 sel/cm2. Namun hasil tersebut masih belum melebihi proliferasi pada media kontrol. Hasil pengujian viabilitas media variasi 1 hingga media variasi 4 pada hari ketujuh memberikan hasil viabilitas > 95%. Berdasarkan pada hasil PDL, viabilitas, dan morfologi sel fibroblast, maka media variasi terbaik merupakan media variasi 3 dengan waktu inkubasi 3 hari yang mencapai nilai level pembelahan sebanyak 3,3 level. Untuk waktu inkubasi 7 hari, media 1 merupakan yang terbaik diantara media variasi dengan nilai level pembelahan sebanyak 3,4level.

The increasing use of Fetal Bovine Serum (FBS) over the years has led to a demand exceeding the supply. This has resulted in an increase in the price of FBS. This research begins by preparing powdered formulations of royal jelly and propolis using the freeze-drying method. The powdered royal jelly and powder propolis sulawesi extracts will then be added to the culture media, and the proliferation, viability, and population doubling level (PDL) of sel fibroblas cells will be assessed using the Trypan blue assay. Seven serum concentration variations (combination of royal jelly, propolis, and FBS) will be added on multi well culture plate 12 wells microplate sterile. The results of sel fibroblas cell proliferation in 1st media variation on the seventh day showed the best outcome among the other variations, with an average of 24,780.7±401.98 cells/cm2. The viability testing results of 1st to 4th variation media on the seventh day showed viability rates of >95%. Based on the results of PDL, viability, and fibroblast cell morphology, the best variation medium is variation medium 3 with an incubation time of 3 days, reaching a cell division level of 3.3. For an incubation time of 7 days, variation medium 1 is the best among the 1st variation with seven day incubation, at the average level of 3.38 PDs."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aegerin Hafiz Sucipto
"Limbah dari distilasi vakum kilang minyak mentah di Indonesia masih belum dimanfaatkan sepenuhnya. Vacuum residue memiliki potensi untuk digunakan sebagai bahan baku untuk menghasilkan mesophase pitch dengan menghilangkan kandungan asphaltene dengan heksana sebagai ekstraktan asphaltene, kemudian diikuti dengan metode polimerisasi termal dilakukan secara isotermal dalam waktu tertentu. Mesophase pitch dianggap sebagai prekursor yang sangat baik untuk membuat berbagai macam produk rekayasa karbon industri canggih seperti serat karbon, needle coke, dan anoda baterai Li-ion. Untuk meningkatkan tingkat polimerisasi senyawa aromatik, dalam penelitian ini, vacuum residue dihilangkan lalu dicampur dengan dengan gondorukem, residu dari distilasi getah pohon pinus yang mengandung cycloparaffin, conjugated double bond, dan karboksil, sebelum polimerisasi. Polimerisasi berlangsung pada reaktor tangki berpengaduk, dengan kondisi operasi 350oC, laju alir N2100 mL/menit, holding time 30 menit dan heating rate 5oC/menit. Jumlah gondorukem yang dicampur dengan deasphalted vacuum residue bervariasi pada 0 , 5 , 10 , 15 . Persentase aromatik dari mesophase pitch yang dihasilkan adalah 3,1-5,2 dengan ukuran krsitalin 39,2-44,4 dan interlayer distance 4,12 .

Waste from vacuum distillation of crude oil refineries in Indonesia is still not fully utilized. Vacuum residue has the potential to be used as a feedstock to produce mesophase pitch by removing its asphaltene content with n hexane as asphaltene extractant, then followed by thermal polymerization method performed isothermally for a certain time. Mesophase pitch is regarded as an excellent prekursor for making a wide variety of industrial and advanced engineering carbon products such as carbon fibers, needle coke, Li ion battery anodes and many more. In order to improve level of polymerization of aromatic compounds, in the current research, deasphalted vacuum residue was mixed first with gum rosin, a residue of pine trees containing conjugated double bonds, prior to polymerization. Polymerization occurs in a stirred tank reactor, with operation condition 350oC, N2 flowrate 100 mL min, holding time 30 minutes and heating rate 5oC min. The amount of gum rosin mixed with deasphalted vacuum residue was varied at 0 wt, 5 wt, 10 wt, 15 wt. The resulted mesophase pitch consist aromatic within the range of 3.1 5.2 with crystallite size between 39.2 44.4 and 4.12 interlayer distance. "
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rani Salsabila
"Caffeic acid dapat dianggap sebagai natural anti-oxidant yang esensial Namun, rendahnya solubilitas dan stabilitas caffeic acid di berbagai macam pelarut membatasi applikasi pada industri. Sintesis dari alkyl ester caffeic acid sangat menguntungkan berdasarkan fungsi biologis maupun potensi aplikasinya. Salah satu turunan dari caffeic acid, caffeic acid phenethyl ester CAPE merupakan senyawa dengan banyak aktivitas biologis yang berguna. Metode untuk mensintesis CAPE adalah dengan esterifikasi menggunakan katalis ion exchange resin. Tahap pertama merupakan esterifikasi dari caffeic acid dengan metanol untuk memproduksi metil kafeat. Kondisi reaksi dan parameter kinetika untuk reaksi sintesis metil kafeat dengan methanol menggunakan cation-exchange resin sebagai katalis akan dianalisis dan produk metil kafeat dikonfirmasi menggunakan Ultra Peroformance Liquid Chromatography UPLC . Kondisi optimum dimana produk metil kafeat tertinggi dihasilkan adalah sebagi berikut: suhu reaksi 60 C dan waktu reaksi 4 jam. Kinetika reaksi diasumsikan menggunakan pseudo-homogenous first order model dan hubungan antara suhu dan forward rate constant menghasilkan energi aktivasi 51 kJ/mol. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa cation-exchange resin memiliki aktivitas katalisis yang tinggi.

Caffeic acid CA could be considered as an important natural anti oxidant. However, the low solubility and stability of CA in various solvent is limiting the application in industry. It is advantageous to synthesize alkyl ester of caffeic acid based on both their biological function and potential application. One of the caffeic acid derivatives called caffeic acid phenethyl ester CAPE is a compound with numerous important biological activities. To synthesize CAPE one of the method used is catalyzed esterification of caffeic acid and phenethyl alcohol using ion exchange resin catalyst. The first step of the process is to perform esterification of caffeic acid and methanol to produce methyl caffeate MC . MC would then be used to produce CAPE in the presence of phenethyl alcohol. Herein, the reaction condition and kinetic parameters for the synthesis of MC using cation exchange resin as a catalyst were investigated, and the product was confirmed by ultra performance liquid chromatography UPLC . The highest yield of MC catalyzed by cation exchange resin attained under the optimum condition as follows reaction temperature of 60 C and a reaction time of 4 h. The esterification kinetics of CA and methanol is described by the pseudo homogenous first order model. The relationship between temperature and the forward rate constant gives activation energy of 51 kJ mol. These results indicated that cation exchange resin possesses high catalytic activity in the synthesis of MC, which is an efficient catalyst suitable for MC production."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Oceana Roswin
"ABSTRACT
Latar Belakang: Parafunctional habit (clenching dan bruxism) menurunkan kualitas hidup melalui atrisi, abfraksi, dan resesi gingiva. Penelitian mengenai hal tersebut belum pernah dilakukan di Indonesia. Tujuan: Untuk mengetahui distribusi atrisi, abfraksi, dan resesi gingiva pada pasien dengan parafunctional habit. Metode: Penelitian deskriptif menggunakan data sekunder dari 70 rekam medis periodonsia subjek parafunctional habit di RSKGM FKG UI periode 2013-2017. Hasil: Distribusi terbanyak ditemukan pada subjek parafunctional habit dengan atrisi (50%), dan diikuti atrisi dan abfraksi (32,86%). Distribusi atrisi tertinggi pada subjek clenching terlihat di gigi 31, 32, dan 42 (1,23%), dan pada subjek bruxism di gigi 42 (5,31%). Distribusi abfraksi tertinggi pada subjek clenching terlihat di gigi 14 dan 15 (1,04%), dan pada subjek bruxism di gigi 14 dan 24 (7,25%). Mayoritas subjek parafunctional habit mengalami resesi gingiva (87,14%). Resesi gingiva akibat clenching (42,55%) dan bruxism (30,47%) sering terjadi pada sisi bukal. Resesi gingiva tertinggi pada subjek clenching ditemukan pada gigi 42 (8,51%), sedangkan pada subjek bruxism ditemukan pada gigi 41 (5,5%). Kesimpulan: Subjek parafunctional habit yang mengalami atrisi sebanyak 50%, atrisi dan abfraksi sebanyak 32,86%, dan resesi gingiva sebanyak 87,14%.

ABSTRACT
Background: Parafunctional habit (clenching and bruxism) decreases quality of life through attrition, abfraction, and gingival recession. No study has evaluated about the problem in Indonesia. Objective: Evaluate distribution of attrition, abfraction, and gingival recession in subjects with parafunctional habit. Methods: A descriptive study using secondary data from 70 periodontal medical records of parafunctional habit subjects in RSKGM FKG UI 2013-2017. Result: Highest distribution was found in parafunctional habit subjects with attrition (50%), followed by attrition and abfraction (32.86%). Highest attrition distribution was seen in tooth 31, 32, and 42 (1.23%) of clenching subjects, and tooth 42 (5.31%) of bruxism subjects. Highest abfraction distribution was found in tooth 14 and 15 (1.04%) of clenching subjects, tooth 14 and 24 (7.25%) of bruxism subjects. Majority of parafunctional habit subjects got gingival recession (87.14%). Gingival recession from clenching (42.55%) and bruxism (30.47%) often occurred at buccal site of teeth. Highest gingival recession was found in tooth 42 (8,.51%) of clenching subjects, and tooth 41 (5.5%) of bruxism subjects. Conclusion: Parafunctional habit subjects experiencing attrition were about 50%, attrition and abfraction were about 32.86%, and gingival recession were about 87.14%."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Irfan Djunaedi
"Proses pengeringan merupakan salah satu hal penting dalam pengolahan makanan. Saat ini lebih dari 400 jenis pengering telah dibuat dan lebih dari 100 jenis telah dipasarkan. Fakta menunjukkan konsumsi energi nasional untuk operasi pengeringan di industri berkisar 10 ? 15 % untuk Amerika Serikat, Kanada, Perancis, dan Inggris hingga 20 -25 % untuk Denmark dan Jerman, hal ini menunjukkan pengering telah menjadi bagian penting dalam sektor industri. Agar mendapatkan hasil pengeringan yang efisien dan efektif guna memenuhi tuntutan industri makanan yang berkembang pesat maka diperlukan pengetahuan tentang sifat laju penguapan air yang terkandung di dalamnya. Penelitian tentang laju penguapan tetesan di mana sangat dipengaruhi oleh kelembaban udara, konsentrasi, temperatur lingkungan dan kecepatan aliran.
Digunakan alat berupa penyuntik cairan yang berisi larutan agar-agar. Suntikan ini menghasilkan tetesan, yang kemudian dialirkan udara dengan variasi kecepatan antara 33,5 Hz, 40 Hz, 45 Hz dan 50 Hz. Lalu variasi temperatur yang ada pada nilai 50 °C, 75 °C, 100 °C, 125 °C dan 150 °C. Kemudian yang terakhir adalah variasi dari nilai konsentrasi larutan yakni berkisar pada angka 0%, 1%, 2% dan 4%. Dari sini akan diperlihatkan korelasi dari bilangan Reynolds (Re), Prandtl (Pr), Schmidt (Sc), Nusselt (Nu), dan Sherwood (Sh). Penelitian ini bertujuan mengetahui adanya perpindahan kalor dan massa serta korelasi antara data pengujian dengan menggunakan metode rumus model umum, metode stagnan film, dan pendekatan model baru dari metode stagnan film oleh E. A. Kosasih.

Drying process play the important role on food and beverages preservation. Now, we can get 400 kind of drying tools and 100 kinds will be go to the market. Actually, In some country like United State, Canada, France and England, will be consumption 10 ? 15% of energy for drying process and in Denmark and Germany, will be consumption 20 ? 25% of energy for drying process. To get the best result on drying products and to fulfill the industry demand, we have to understand about the water evaporation. Research about droplet evaporation are very influenced by air humidity, concentration, ambient temperature, and velocity of flow.
The instrument device uses injection contained seaweed suspension. Air flows through the droplet with the variation of velocity on 33, 5 Hz, 40 Hz, 45 Hz and 50 Hz. And then variation temperature on 50 °C, 75 °C, 100 °C, 125 °C dan 150 °C. And the last, variation of consentration on 0%, 1%, 2% dan 4%. This variation can shows the relationship of Reynolds (Re), Prandtl (Pr), Schmidt (Sc), Nusselt (Nu), and Sherwood (Sh) numbers. Heat and mass transfer occur in this process. This experiment?s intended for knowing the correlation between analyzed data with the general method, stagnant film model, and the new model analysis of film stagnant model (E. A. Kosasih, 2006)
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
S37327
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
"Study of - chemical characteristics of agar gracilaria chilensis was carried out extracted of using different water quality. The quantity of water used in this extraction proces were 15.20 and 25 times of the weight of raw material...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Krisna Melinda
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan konsumsi buah dan sayur pada siswa di SMP Negeri 28 Jakarta dan SMP Negeri 1 Jakarta. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Mei 2013. Penelitian ini menggunakan desain studi cross-sectional dengan instrument penelitian berupa kuesioner dan FFQ. Hasil penelitian menunjukkan 50,3% responden sering mengonsumsi buah dan sayur. Hasil bivariat menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara frekuensi makan pagi (p-value 0,028; OR 3,054) dan contoh dari orangtua (p-value 0,002; OR 2,785).
Analisis multivariat menunjukkan bahwa contoh dari orangtua menjadi faktor yang paling berhubungan dengan konsumsi buah dan sayur. Walaupun responden sering mengonsumsi buah dan sayur tetapi rata-rata buah dan sayur yang dikonsumsi setiap harinya masih sangat sedikit. Oleh karena itu, dibutuhkan contoh yang baik dari orangtua dalam hal mengonsumsi buah dan sayur serta lebih mengajak anaknya untuk teratur dalam makan pagi.

The purpose of this study was to determine factors associated with fruit and vegetable consumption among student in SMPN 28 Jakarta and SMPN 1 Jakarta. This study was held in April until May 2013. The method used in this study was cross sectional design with questionnaire and FFQ as an instrument. The result of this study showed that 50,3% respondent often consumed fruit and vegetable. From analyses data used chi-square, there were significant association between breakfast frequency and parents modeling.
Multivariate analysis showed that the strongest correlations fruit and vegetable consumption was parents modeling. Eventhough, they often consumed fruit and vegetable, the mean of fruit and vegetable which consumed everyday is so little. So that, parents must be a good models for their teenagers and ask their teenager to breakfast regularly.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S47511
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>