Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5224 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Microglia were isolated from mixed primary cell cultures of the cerebral cortex from 3 day old male Wistar rats. The mechanically dissociated cells were plated in a flask at a density of 107per 300 cm2 and maintained at 30°C in a 10% CO2/90% air atmosphere. After 10-14 days in culture, floating and weakly attached cells on the mixed primary cultured cell layer were isolated by gentle shaking of the flask for 3-5 min. The resulting cell suspension was transferred to plastic dishes and allowed to adhere at 37°C. To investigate the morphological change of microglia, the cells after 2 days of culture were incubated with biotinylated GSA-I-B4 (10ug/ml) at 4°C for overnight. To detect the phagocytic, isolated microglia were incubated with opsonized zymosan (20mgl/ml) for Ih at 37°C and with Giemsa's staining solution for 30 min at room temperature. The results were about 90% of attached cells were positive for OX6. Morphologically, most of the isolated microglial cells had amoeboid and rod-shaped cell bodies with no or a few thick processes. Most of these cells became amoeboid-like cells and showed a number of vacuoles in the cytosol when cultured in the presence of IFN-y+ LPS - treated cells exhibited the intense phagocytic activity against zymosan particles."
Journal of Dentistry Indonesia, 2005
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Background: The purpose of this study was to provide a reference of chronic diabetes complications by investigating
the prolonged hyperglycemia effects on hematological, biochemical and histopathological changes (liver, kidney,
spleen, cardiac muscle, adrenal gland, and endocrine pancreas) in diabetic rats induced by streptozotocin. Methods:
Ten adult female Sprague-Dawley of uniform age were divided into two Groups. Group 1 was made diabetic by single
intraperitoneal injection of streptozotocin (60 mg/kg/bw) whereas Group 2 served as control. After six months, the rats
were anesthetized using pentobarbital. Cardiac puncture was performed to get 3 ml of the blood sample; following 12
hours of an overnight fast. Serum chemistry test and complete blood analysis for lipid profile and blood glucose test;
liver and renal functions were performed. Tissue specimens of liver, kidney, spleen, cardiac muscle, adrenal gland, and
endocrine pancreas were fixed in 10% formal saline and processed for histological study. Results: There were severe
histopathological changes in the affected organs; and the presence of a significant abnormality of lipid profile, liver, and
renal functions. Conclusions: The presence of histopathological changes with abnormal biochemical changes is related
to the chronic absence of insulin production in the destroyed β –cells which reflect the diabetic complications in a
human being."
nternational Islamic University Malaysia. Department of Nursing ; International Islamic University Malaysia. Department of Medicine, 2016
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ratna Pelawati
"Latar belakang : Prevalensi penyakit dengan gejala kejang di Indonesia cukup tinggi. Sejalan dengan Iangkah strategis Universitas Indonesia untuk meneliti tanaman herbal yang bermanfaat, maka peneiitian ini ingin menyelidiki kemungkinan pemanfaatan piperine (ekstrak dari lada jawa) sebagai obat anti kejang.
Tujuan : Mengetahui efek protektif piperin terhadap peningkatan kegiatan listrik otak tikus kejang akibat induksi oleh bicuculline dilihat dari iiekuensi dan amplitudo pada rekaman elektroensefalograii, dibandingkan kontrol.
Metode : Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental in-vivo, dilakukan pada empat kelompok tikus, masing-masing kelompok terdiri dari 6 tikus. Seluruh tikus beljumlah 24 ekor, diberi induktor kejang bicuculline. Sam kelompok kontrol tanpa diberi piperin dan tiga kelompok uji diberikan piperin dengan dosis yang berbeda. Hewan uji yang digunakan adalah tikus Sprague Dawley jantan. Kelompok uji dibagi menjadi tiga yaitu kelompok dosis piperin 100 mg/kgBB, 200 mg/kgBB, dan 400 mg/kgBB. Perubahan amplitudo dan frekuensi EEG direkam pada menit ke-0, menit ke-30, menit ke-40, menit ke-50, dan menit ke-60 setelah pemberian piperin.
Hasil penelitian : Pemberian piperin dosis 100 mg/kgBB, dosis 200mg/kgBB dan dosis 400 mg/kgBB menurunkan ampliludo dan meningkatkan frekuensi serta menghilangkan spike pada rekaman EEG. Piperin dosis 100 mg/kgBB setelah 50 menit pemberian peroral secara bermakna meningkatkan frekuensi dan menurunkan ampliludo.
Kesimpulan : Piperin mempunyai efek pencegahan peningkatan kegiatan Iislrik otak dengan bukti meningkatkan frekuensi dan menunmkan amplitudo EEG. Pemberian piperin dosis 100 mg/kgBB lebih efektif dibandingkan dosis 200 mg/kgBB dan 400 mg/kgBB.

Background: The prevalence of disease with seizure symptom has found in Indonesia high enough. In line with strategic plan of University of Indonesia to encourage studies on ingenious herbs in Indonesia, the present study is directed to investigate the possible beneficial effect of pipperine (extract java pepper) in the treatment of seizure.
Objective: This study was conducted to investigate the protective effect of pipperine against amplitude and frequency alterations of electroencephalogram (EEG) induced by bicuculline in the rat.
Design of study: Twenty four male Sprague Dawley rats were used in the study, in which the rats were grouped into 4, each consisted of 6 animals. The control group was the rats which received oral CMC 1% (carboxy methyl cellulose), 30 minute prior to subcutaneously injected bicuculline of 2,7 mg/kgBW. The other 3 treated goups received oral piperine 100mg/kgBW, 200mg/kgBW and 400 mg/kgBW respectively, 30 minute prior to subcutaneously injected bicuculline of 2,7 mg/kgBW. The amplitude and frequency of EEG were recorded at zero time, 30?' minute, 40?? minute, 50? minute, and 60"? minute aiter the administration of pipperine.
Result: Injected of bicuculline in the rats, caused no alterations of EEG pattern as compared with the EEG at zero point measurement. At 20 minute after bicuculline injection, there was an were dose of amplitude and reduce of frequency of EEG with spike wave. Piperine at various concentrations reduced the EEG abnormalities. Piperine of l00 mg/kgBW showed the best protective effects against EEG alteration.
Conclution: Pipperine l00 mg/kgBW given before bicuculline reduced the amplitude and increased the iiequency of EEG to near normal condition.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2008
T29431
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yoel Asmida
"Latar belakang: Pengembangan kontrasepsi hormonal pria didasarkan pada penekanan gonadotropin sehingga mengbnmbat spermatogenesis dan berdampak pada penurunan konsentrasi spermatozoa. Pemberian depot medroksiprogesteron aselat (DMPA) efektif mengbambat spermatogenesis dan sekresi testosteron namun berakibat menurunnya libido dan potensi seksual. Berbagai tanaman yang dapat menstimulasi pembentukan androgen endogen telah ditemukan di dalam tanaman obat, salah satunya adalah cabe jawa (Piper retrofractum Vahl.). Secara tradisional buah cabe jawa digunakan untuk obat lemah syahwat dan telah terbukti dapat meningkatkan kadar hormon testosteron darah.
Tujuan: Mengetahui pengaruh komhinasi DMPA dan ekstrak cabe jawa terbadap konsent:rasi serta viabUitas spermatozoa vas deferenskadar hormon testosteron darah, berat badan, hernarologi, dan biokimia darah tikos (Rattus norvegicus L.).
Metode: Penelitian ini menggunakan rancangan acak 1engkap (RAL), equal size sample yaitu terdiri dari satu kelompok kontrol dan dua kelompok perlakuan yang menggunakan tikus jantan galur Sprague Dawley sebagal model. Kelompok perlakuan pertama adalah tikus kastrasi yang dicekok dengan ekstrak cabe jawa dosis 0 mg (plasebo), 0,94 mg, 1,88 mg, 2,82 mg, dan 3,76 mg. Kelompok perlakuan kedua adalah tikos yang disuntik dengan doais 1,25 mg DMPA dan dicekok dcngan ekstrak cabe jawa dosis 0 mg (plasebo), 0,94 mg, 1,88 mg, 2,82 mg, dan 3,76 mg. Penyuntikan DMPA dilakukan pada minggu ke-0 dan minggu ke-12 perlakuan, sedangkan pencekokan ekstrak cabe jawa dilakukan setiap hari dimulai dari minggu ke-7 sampai minggu ke-18 perlakuan.
Hasil: Terjadi penurunan konsentrasi spermatozoa yang siguifikan dibanding kontrol (p<0,05) pada kelompok DMPA + cabe jawa (0,94 mg dan 1,88 mg). Penurunan konsentrasi spermatozoa kelompok DMPA + cabe jawa (2,82 mg dan 3,76 mg) tidak berbeda signifikan dibanding kontrol (p>0,05). Terjadi penurunan viabililas spennatozoa pada kelompok DMPA + berbagai dosis ekstrak cabe jawa. Kadar hormon testosteron darah kelompok DMPA + cabe jawa 3,76 mg lebih tinggi dibandingkan kontrol (p>0,05) antara praperlakuan dan selama perlakuan. Penyuntikan dosis minimal DMPA dan pencekokan berbagai dosis ekstrak cabe jawa tidak mempengaruhi hemotologi dan biokimia darah tikus.

Background: The development of hormonal male contraception retied on suppression of gonadotropin so that inhibit spermatogenesis and reduced sperm concentration. 1njection of DMPA will inhibit spermatogenesis and testosterone secretion but also cause degradation of sexual potency and libido. Various plants able to stimulate forming of androgen endogen. one of them is javanese long pepper (Piper retrofractum Vahl.). Traditionally, the fruits of javanese long pepper was used to cure weaken lust and have been proven to improve blood testosterone level.
Purpose: Knowing the effect of combination of DMPA and javanese long pepper extract on concentration and viability of sperm in was deferens, blood testosterone level, haematology and blood chemistry level of rat (Rattus norvegicus L.).
Method: This research is using complete random device, equal size sample that is consisting of one group of control and two groups of treatment which is taking male rat strain Sprague-Dawley as a model. The fast group of treatment is castration rat that feed with javanese long pepper exiract dosis 0 mg (placebo), 0.94 mg, 1.88 mg, 2.82 mg and 3.76 mg. The second group of treatment is injected rat with DMPA dosis 1.25 mg and also feed with javaoese long pepper extract dosis 0 mg (placebo), 0.94 mg, 1.88 mg, 2.82 mgand 3.76 mg. Injection of DMPA done at week 0 aod 12 oftrealment while feed ofjavanese long pepper extract done every day started from week 7 until week 18 of treatment.
Result: There was decreasing of spenn concentrstion significantly (p<0.05) at group of DMPA + (0.94 mg and 1.88 mg) of javanese long pepper extract which compered to controL Sperm concentration in group ofDMPA + (2.82 mg and 3.76 mg) of javanese long pepper extract was decreased but not significantly differ to control (p>O,OS). The sperm viability was decreased in group of DMPA + various dosis of javanese long pepper extract. The blood testosterone level was higher than control in group of DMPA + 3.76 mg of javanese long pepper extract (p>0.05). The body mass index was increased significantly (p<0.05) between before and during treatment. In general, injection of minimal dosis of DMPA and feeding various dosis of javanese long pepper extract do not influence to the rat haemotology and blood chemistry level.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2008
T32014
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Twidy Tarcisia
"ABSTRAK
Penyembuhan luka adalah peristiwa kompleks yang meliputi kemotaksis,
angiogenesis, pembelahan sel, sintesis matriks ekstraseluler, pembentukan dan
remodeling jaringan parut. Angiogenesis, densitas kolagen, kontraksi luka, epitelisasi
dan luas area luka adalah beberapa parameter yang dapat digunakan untuk menilai
baiknya penyembuhan luka. Pemberian ADSC-CM pada penelitian terdahulu terbukti
meningkatkan proses penyembuhan luka melalui mekanisme parakrin ADSC.
Penelitian ini menilai efek pemberian ADSC-CM monolayer dalam inkubasi normoxia
selama tiga hari terhadap angiogenesis, kontraksi luka, epitelisasi dan kualitas
penyembuhan luka kulit tikus Sprague Dawley. Adanya konsentrasi growth factor
seperti VEGF dan EGF dinilai melalui pemeriksaan ELISA. Efek angiogenesis,
densitas kolagen, kontraksi luka, epitelisasi dan luas area luka dinilai dengan
pemeriksaan histologi menggunakan pewarnaan Hematoksilin-Eosin dan Masson?s
Trichome. Dua puluh sembilan tikus dibalurkan ADSC-CM pada bagian punggung
(full thickness wound) dan dinilai gambaran histologinya pada hari ke-3, 7, 14, 21 dan
28. Konsentrasi VEGF dan EGF ditemukan dalam ADSC-CM dengan 5052,698 ± 0,31
pg/mL dan 0,233 ± 0,08 pg/mL. Gambaran histologi pada parameter angiogenesis,
densitas koalgen, kontraksi luka, epitelisasi dan luas area luka menunjukkan perbedaan
tidak bermakna antara kelompok luka yang dibalurkan ADSC-CM dan kelompok
kontrol namun secara klinis dan epidemiologis pembaluran ADSC-CM meningkatkan
proses penyembuhan luka.

ABSTRACT
Wound healing is a complex event that consist chemotaxis, angiogenesis, proliferation,
synthesis of matrix extracellular, formation and remodeling scar tissue. Angiogenesis,
colagen density, wound contraction, epithelialization and wound area is a several
parameter to analyze wound healing. Previous studies have shown that ADSC-CM are
able to accelerate wound healing due to paracrine effect. This study investigate the
effect of monolayer ADSC-CM on angiogenesis, colagen density, wound contraction,
epithelialization and wound area in a rat full thickness wound. Consentration of growth
factor such as EGF and VEGF were assessed with ELISA examination. Angiogenesis,
colagen density, wound contraction, epithelialization and wound area were analyzed
histologically with Hematoxylin-Eosin and Masson?s Trichome staining. Twenty nine
rats were administered topically with ADSC-CM. Histological examination was
measured on day 3, 7, 14, 21 and 28. Amount of VEGF and EGF is 5052,698 pg/mL
dan 0,233 pg/mL. Histology examination angiogenesis, colagen density, wound
contraction, epithelialization and wound area show there is no significant difference
between ADSC-CM group and control group but meaningful difference to accelerate
wound healing."
2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alifia Azzahra
"Dimetil ftalat (DMP), salah satu jenis bahan aditif, umum ditambahkan untuk meningkatkan fleksibilitas, kekuatan, dan kegunaan bahan polimer. BHA merupakan senyawa sintesis yang umum ditambahkan ke dalam bahan pangan dan produk lain yang mengandung minyak atau lemak. DMP dan BHA mampu menginduksi stres oksidatif dan meningkatkan risiko munculnya berbagai penyakit. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis DNA adduct 8-OHdG (suatu biomarker kerusakan DNA) secara in vitro dan in vivo pada tikus. Studi in vitro dilaksanakan dengan melakukan inkubasi terhadap 2-deoksiguanosin (2-dG) dengan multikomponen DMP, BHA, dan Ni(II) dengan variasi pH (7,4 dan 8,4) menggunakan suhu 37ºC. HPLC digunakan untuk menganalisis hasil 8-OHdG yang terbentuk. Studi in vivo dilaksanakan dengan menggunakan tikus yang diberikan paparan multikomponen DMP, BHA, dan Ni(II) dengan lama periode 28 hari melalui jalur oral (ingesti). Sampel darah dikumpulkan sebanyak dua kali per satu minggu kemudian dianalisis dengan ELISA Kit untuk menguji tingkat 8-OHdG yang terbentuk. Hasil dari penelitian ini diketahui bahwa paparan multikomponen DMP, BHA, dan Ni(II) menghasilkan pembentukan 8-OHdG yang lebih tinggi dibandingkan tanpa paparan. Pada kondisi pH 7,4 dalam studi in vitro, terjadi peningkatan kadar pembentukan 8-OHdG dibandingkan pH 8,4.

Dimethyl phthalate (DMP), a type of additive, is commonly added to enhance the flexibility, strength, and utility of polymer materials. BHA is a synthetic compound commonly added to food products and other items containing oil or fat. DMP and BHA are capable of inducing oxidative stress and increasing the risk of various diseases. This study aims to analyze the DNA adduct 8-OHdG (a biomarker of DNA damage) both in vitro and in vivo in rats. The in vitro study was conducted by incubating 2-deoxyguanosine (2-dG) with multicomponent DMP, BHA, and Ni(II) with variations in pH (7.4 and 8.4) at 37ºC. HPLC was used to analyze the resulting 8-OHdG formation. The in vivo study was conducted using rats exposed to multicomponent DMP, BHA, and Ni(II) for a period of 28 days via oral ingestion. Blood samples were collected twice per week and then analyzed using an ELISA Kit to test the levels of 8-OHdG formed. The results of this study indicated that exposure to multicomponent DMP, BHA, and Ni(II) resulted in higher 8-OHdG formation compared to no exposure. Under pH 7.4 conditions in the in vitro study, there was an increase in 8-OHdG formation compared to pH 8.4."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Aprilia Asthasari
"Alveolus neonatus mengalami perkembangan dalam hal jumlah dan ukuran pada masa pascanatal. Pada perkembangan tersebut, jumlah alveolus bertambah dan dimensi alveolus – dalam hal diameter – meningkat bersama dengan peningkatan volume total paru. Penelitian ini bertujuan mencari korelasi panjang diameter alveolus dengan usia pada perkembangan paru neonatus. Desain penelitian merupakan potong lintang dalam studi analitik observational. Empat kelompok tikus Sprague-Dawley usia 2, 4, 10, dan 16 hari digunakan sebagai model coba. Paru tikus yang telah dijadikan sediaan histologis difoto di bawah mikroskop untuk kemudian diukur dengan program Optilab Image Raster. Panjang diameter alveolus paru tikus Sprague-Dawley diukur pada sepertiga tengah lapang pandang dengan metode proporsi, yaitu membandingkan total panjang diameter alveolus pada satu lapang pandang dengan total panjang lapang pandang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata panjang diameter alveolus mengalami penurunan dari 0,466 (SD 0,093) pada usia 4 hari menjadi 0,401 (SD 0,126) pada usia 16 hari. Namun, korelasi usia dan panjang diameter alveolus tidak signifikan dengan kekuatan korelasi lemah (Spearman, p = 0,451 dan r = -0,162). Disimpulkan bahwa panjang diameter alveolus paru tidak berkorelasi dengan usia perkembangan neonatus tikus Sprague-Dawley.

Alveolar changes in amount and size occur in lung morphogenesis during post-natal development. During the development, the amount of alveolar multiplies and the alveolar dimension – measured in diameter – expanses as the total lung volume increases until alveoli reach its mature age. This study aimed to find a correlation between alveolar diameter and age during post-natal development. The research design was cross sectional, an analytic observational study. Four groups of Sprague-Dawley rats, i.e. 2, 4, 10, and 16 days-old were used as model. Rats' lungs that have been processed histologically were captured as photos under light microscope, and were measured using Optilab Image Raster. The alveolar diameter was measured using ratio of the total length of the diameter and total length of horizontal field on one-third middle of the field. Mean length proportion of alveolar diameter were found decreasing from 0,466 (SD 0,093) at age 4 day to 0,401 (SD 0,126) at age 16 day. However, correlation between alveolar diameter sizes in post-natal ages was insignificant with low correlation power (Spearman p = 0,451 and r = -0,162). In conclusion, alveolar diameter has no correlation with age during lung development of Sprague-Dawley rat's neonates.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sirma I Mada
"Perkembangan paru yang terjadi sejak masa embrio hingga pascanatal menentukan efektivitas pertukaran gas, khususnya pada alveolus. Penelitian mengenai struktur ketebalan dinding alveolus paru dan kaitannya dengan diameter alveolus pascanatal belum pernah dilaporkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara ketebalan dinding alveolus paru dengan panjang diameter alveolus pada perkembangan paru neonatus tikus Sprague-Dawley. Jaringan paru tikus Sprague Dawley usia 2, 4, 10, dan 16 hari yang telah diproses secara histologis dengan pewarnaan Trichrome Masson, diamati dan difoto di bawah mikroskop, kemudian diukur ketebalan dinding dan panjang diameter alveolus-nya dengan Optilab Image Raster. Data disajikan masing-masing dalam bentuk proporsi total ketebalan dinding alveolus atau panjang diameter alveolus terhadap total panjang horizontal garis di sepertiga lapang pandang foto. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan ketebalan dinding alveolus paru dan penurunan panjang diameter alveolus dengan korelasi negatif sedang (uji Pearson; r=-0,523; p=0,009). Disimpulkan bahwa peningkatan ketebalan dinding alveolus berkorelasi dengan penurunan panjang diameter alveolus pada paru neonatus tikus Sprague Dawley.

Lung development, which happens during embryonic period until postnatal, will determine the effectiveness of the gas exchange process. Until recently, study about the thickness of septum interalveolar and the diameter length of alveolus has not been reported yet. This study aimed to know the correlation between the thickness of septum interalveolar and the diameter length of alveolus on postnatal lung development of Sprague Dawley rat. The Sprague Dawley rats aged 2, 4, 10, and 16 days tissues that were processed histologically with Masson’s Trichrome stain were observed and photographed using microscope. Subsequently, the septum interalveolar and diameter were measured by using Optilab Image Raster. The data were presented each in ratio of total alveolar septum or total alveolar diameter to the horizontal length of one-third visual field. Our study showed that there is a significant moderate correlation between the thickness of septum interalveolar and the diameter length of alveolus on Sprague Dawley rat (Pearson’s test; r=-0.523 ; p=0.009). As summary, the septum interalveolar increase while the diameter decrease on lung development of postnatal Sprague Dawley rat.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kenny Augusto
"Pam adalah organ yang berfungsi untuk memfasilitasi
pemlkaran oksigen dari lingkungan ke dalam tubuh. Oksigeo yang digunakan
untuk proses metabolism rentan terhadap reduksi menjadi spesies oksigen reaktif
(SOR) yang dapat merusak makromolekul di dalam sel seperti lipid, protein, dan
DNA. Untuk mencegah hal tersebut terjadi, diperlukan antioksidan. Katalase
adalah salah satu antioksidan enzimatik yang terdapat di dalam tubuh. Pada
kondisi hipoksia, jumlah oksigen yang dapat digunakan tubuh menurun,
sehingga fentan terbentuk SOR dalam jumlah banyak. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk menilai aktivitas spesifik katalase pada kondisi hipoksia yang
berkeianjutan. Metode: Sarnpei paru diambil dan tikus Sprague-Dawley jantan
berusia 6-8 minggu dengan berat badan 150-200 g, yang dibagi menjadi lima
gmp yaitu, kontrol dan perlakuan (10% 02, 90% N z) selama I, 3, 5, dan 7 hari.
Kemudian, aktivitas spesifik kata1ase diukur dan dihitung dari janngan paru
tersebut. Hasil: Hasil analisis data menunjukkan adanya perbedaan bennakna
antara grup kontrol dan grup I han dan 3 han perlakuan hipoksia (p=0.014 dan
p=O.OOl). Namun, perbandingan antara grup 3 han perlakuan hipoksia dengan 7
hari perlakuan hipoksia juga menghasilkan perbedaan hasil yang signifikan
(p=O .028). Kesimpulan: Hipoksia sistemik berkelanjutan menunmkan aktifitas
spesifik di jaringan pam pada tikus diikuti dengan kenaikan mendekati level
normal."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70451
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fathia Firda Harjono
"Latar Belakang
Obesitas telah menjadi perhatian global sebagai salah satu manifestasi malnutrisi, terutama di negara-negara dengan pendapatan menengah ke bawah. Prevalensi obesitas yang terus meningkat berkontribusi pada penyakit tidak menular. Akumulasi lemak berlebih pada kondisi obesitas meningkatkan stres oksidatif yang dapat bermanifestasi pada kerusakan ginjal. Katalase merupakan salah satu enzim antioksidan yang berfungsi dalam mengurangi stres oksidatif akibat ROS, terutama akibat hidrogen peroksida (H2O2). Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi potensi ekstrak etanol biji ketumbar (Coriandrum Sativum L.) sebagai sumber antioksidan yang dapat meningkatkan aktivitas spesifik enzim katalase pada ginjal tikus Rattus norvegicus obesitas.
Metode
Penelitian eksperimental in vivo ini menggunakan tikus Wistar jantan (Rattus norvegicus) yang diberikan pakan tinggi lemak selama 12 minggu pertama, kemudian diberikan 100 mg/kgBB ekstrak etanol biji ketumbar selama 12 minggu selanjutnya. Ginjal tikus diambil lalu dihomogenasi. Pengukuran kadar protein total menggunakan metode Warburg-Christian dengan kurva standar menggunakan Bovine Serum Albumin (BSA). Aktivitas enzim katalase diukur menggunakan phosphate-buffered saline (PBS) 0,05M pH 7 dan pengukuran aborbansi menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 210 nm. Analisis statistik menggunakan IBM SPSS statistics 25 dengan p=0,05 sebagai acuan.
Hasil
Terdapat peningkatan signifikan aktivitas spesifik enzim katalase pada kelompok ketumbar dibandingkan kelompok obesitas yang diberikan ketumbar (p=0,006), peningkatan tidak signifikan kelompok ketumbar dibandingkan kelompok kontrol (p=0,068), dan peningkatan tidak signifikan kelompok obesitas yang diberikan ketumbar dibandingkan kelompok obesitas (p=0,078).
Kesimpulan
Pemberian esktrak etanol biji ketumbar meningkatkan aktivitas enzim katalase pada ginjal tikus yang tidak obesitas maupun obesitas. Terdapat potensi antioksidan pada ekstrak etanol biji ketumbar yang lebih baik pada kelompok yang tidak obesitas dibandingkan kelompok yang obesitas.

Introduction
Obesity has become a global concern as one manifestation of malnutrition, particularly in low- and middle-income countries. The rising prevalence of obesity contributes to non- communicable diseases. Excess fat accumulation in obesity increases oxidative stress, which can lead to kidney damage. Catalase is an antioxidant enzyme that reduces oxidative stress caused by ROS, particularly hydrogen peroxide (H2O2). This study aims to explore the potential of coriander seed ethanol extract (Coriandrum sativum L.) as an antioxidant source that can enhance specific catalase enzyme activity in the kidneys of obese Rattus norvegicus rats.
Method
This in vivo experimental study used male Wistar rats (Rattus norvegicus), which were fed a high-fat diet for the first 12 weeks, followed by 100 mg/kgBW coriander seed ethanol extract for the next 12 weeks. Rat kidneys were taken and homogenized. Total protein levels were measured using the Warburg-Christian method with a standard curve using Bovine Serum Albumin (BSA). Catalase enzyme activity was measured using 0.05M phosphate-buffered saline (PBS) at pH 7, and absorbance was measured by spectrophotometry at a wavelength of 210 nm. Statistical analysis was performed using IBM SPSS Statistics 25 with a significance level of p=0.05.
Results
There was a significant increase in specific catalase enzyme activity in the coriander group compared to the obese group that received coriander (p=0.006), a non-significant increase in the coriander group compared to the control group (p=0.068), and a non- significant increase in the obese group that received coriander compared to the obese group (p=0.078).
Conclusion
Administration of coriander seed ethanol extract increased catalase enzyme activity in both non-obese and obese rat kidneys. The antioxidant potential of coriander seed ethanol extract appears more effective in the non-obese group compared to the obese group.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>