Ditemukan 64295 dokumen yang sesuai dengan query
"Pengukuran geomagnet menggunakan magnetometer landas bumi sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal, karena itu diperlukan suatu metode untuk memisahkan anomali akibat gangguan internal yang berasal dari dalam bumi atau eksternal. Dalam paper ini digunakan metode polarisasi (Z/H) dengan perbandingan 2 stasiun. Dengan membandingkan 2 stasiun itu diharapkan akan mengeliminir anomali yang berasal dari faktor eksternal. Pemilihan stasiun pembanding dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi seismisitas sekitar stasiun dan banyaknya data yang sudah terekam sehingga bisa diketahui karakteristiknya. Selain itu filter yang digunakan juga masih dibagi 3 rentang periode, yaitu 10 â?? 45 detik, 45-150 detik dan 150-600 detik sehingga kita dapat melihat pada rentang periode mana prekursor lebih mudah dikenali. Berdasarkan studi kasus ini, disimpulkan bahwa perbedaan rentang periode filter lebih berpengaruh pada fluktuasi trend polarisasi dibandingkan dengan pada waktu terjadinya prekursor."
620 DIR 5:1 (2010)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
"Interplanetary structures are important for the development of geomagnetic disturbance. The structures include intense north-southward Interplanetary Magnetic Field, the shock, solar wind density and velocity, and probably the magnetic cloud. We studied five events of magnetic clouds which occurred in the minimum phase of solar activity in order to understand solar wind-magnetosphere coupling. The correlations between storm intensity and the different solar wind parameters will also be presented as well. By analyzing five magnetic clouds occurred in 2006 and the associated geomagnetic enhancement, we found that not all magnetic clouds lead to geomagnetic disturbances. "
600 JADIR 8:2 (2011)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
"Dalam kegiatan perhitungan indeks K dikenal adanya 2 metode bergantung jenis/tipe magnetometernya yaitu metode komputerisasi untuk jenis/tipe magnetometer digital, contohnya di stasiun Biak dan metode handscale untuk jenis/tipe magnetometer manual, contohnya di stasiun Tangerang. Dalam makalah mi dilakukan studi perbandingan distribusi harga indeks K antara stasiun Biak dengan Tangerang menggunakan data sepanjang tahun 1993-1998. Dan analisis data diperoleh bahwa di stasiun Biak, distribusi indeks K untuk nilai K < 2 lebih dominan. Sebaliknya di stasiun Tangerang, distribusi indeks K untuk nilai K> 2 lebih dominan. Selain itu, amplitudo indeks K di stasiun Tangerang relatif lebih besar daripada di stasiun Biak. Dan hasil tersebut disimpulkan bahwa pola distribusi indeks K antara stasiun Biak dan Tangerang sedikit berbeda diduga karena adanya perbedaan metode dalam perhitungan indeks K."
620 DIR 2:2 (2007)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Fahliza Robbyatul Adawiyah
"Wilayah perairan Indonesia, termasuk perairan Gresik, Provinsi Jawa Timur menjadi jalur lalu lintas pelayaran yang kerap padat akan banyak kapal. Hal ini akan membawa keuntungan tersendiri, karena pelabuhan di sekitar Gresik akan berkembang perekonomiannya. Namun, disamping dampak baik tersebut, ada dampak buruk yang nampaknya lebih sering didapat. Dimulai dari sikap ketidakpedulian para pengguna laut dalam berlayar, bermanuver dan berlabuh jangkar sehingga membuat utilitas bawah laut seperti pipa yang mengangkut gas akan rusak bahkan dapat menyebabkan kebocoran, ledakan dan kebakaran. Maka, perlu adanya validasi kembali area mana saja yang terdapat utilitas menggunakan metode yang cocok seperti metode magnetik karena pipa bawah laut berbahan logam akan sensitif dengan medan magnet. Hasil pengolahan data magnetik menunjukkan pipa bawah laut berada vertikal dari Utara ke Selatan daerah penelitian dengan nilai anomali magnetik tinggi sekitar 7.2 hingga 24.5 nT. Kemudian penampang 2D menampilkan model pipa bawah laut dengan baik karena nilai error nya kecil. Pipa tersebut memiliki rentang nilai kontras suseptibilitas dari 0.6 – 1. Untuk mengetahui nilai kedalamannya, data Single Beam Echo Sounder (SBES) dan Peta Laut Indonesia (PLI) nomor 96A digunakan sebagai data pendukung karena data magnetik tidak memiliki data altitude. Berdasarkan PLI kedalaman batimetri sekitar 9.1 – 10.6 meter. Berdasarkan data SBES, kedalaman batimetri memiliki range dari 9.18 – 0.5 meter. Sehingga estimasi kedalaman pipa bawah laut sesuai dengan Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi nomor 300K/38/M.PE/1997 tentang Keselamatan Kerja Pipa Penyalur Minyak dan Gas Bumi yaitu 9 hingga 12 meter dibawah permukaan laut. Zona yang aman untuk kapal berlayar dan melabuhkan jangkar sendiri berada pada jarak lebih dari 500 meter dari posisi pipa dan instalasi lainnya yang dapat dilihat di PLI. PLI sendiri harus digunakan sebagai pedoman dalam berlayar agar meminimalisir kecelakaan pelayaran.
Indonesian territorial waters, including Gresik, East Java Province, become shipping traffic lanes that are often congested with many ships. This will bring its advantages because the port around Gresik will develop its economy. However, in addition to these good effects, there are harmful effects that seem more common. Starting from the indifference of sea users in sailing, maneuvering, and anchoring so that underwater utilities such as pipelines that transport gas will be damaged and can even cause leaks, explosions, and fires. So, it is necessary to re-validate any area with utility using a suitable method such as the magnetic method because metal subsea pipelines will be sensitive to magnets. The results of magnetic processing show that the subsea pipeline is vertical from North to South of the study area with a high magnetic anomaly value of around 7.2 to 24.5 nT. Then the 2D cross-section displays the underwater pipe model well because the error value is small. The pipe has a susceptibility contrast value ranging from 0.6 – 1. For depth value, Single Beam Echo Sounder (SBES) and Indonesian Sea Map (PLI) number 96A are used as supporting data because magnetic data does not have altitude data. Based on PLI, the bathymetry depth is around 9.1 – 10.6 meters. Based on SBES data, the bathymetry depth ranges from 9.18 – 0.5 meters. The estimated depth of the subsea pipeline is in accordance with the Minister of Mines and Energy's Decree of 300K/38/M.PE/1997 concerning the Safety of Oil and Gas Distribution Pipelines, which is 9 to 12 meters below sea level. The safe zone for ships sailing and anchoring themselves is at a distance of more than 500 meters from the pipes and other installations seen in PLI. PLI itself must be used as a guide in sailing in order to minimize shipping accidents."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
"Matahari merupakan sumber utama perubahan lingkungan antariksa. Pancaran radiasi dan lontaran partikel energetik mempengaruhi orbit dan sistem instrumentasi satelit. Besarnya pengaruh ini tercermin dari aktivitas matahari (diindikasikan oleh fluks radiasi Fio,7) dan aktivitas geomagnet (diindikasikan oleh indeks Ap) yang menjadi parameter lingkungan antariksa. Namun pengaruh kedua parameter ini terhadap ketinggian satelit adalah tidak langsung dalam arti kedua parameter secara langsung mempengaruhi kerapatan atmosfer di sekitar satelit, menyebabkan terjadinya hambatan terhadap satelit dan ini berdampak pada penurunan ketinggian satelit. Dalam makalah ini dapat dilihat bahwa pada tingkat aktivitas matahari yang tinggi, pengaruh kedua parameter ini sangat dominan terhadap penurunan ketinggian satelit di orbit LEO. Sedangkan di orbit MEO, pengaruhnya relatif sangat kecil. ini dapat dilihat pada beberapa kasus satelit yang mengorbit di ketinggian LEO dan MEO seperti yang dilakukan dalam penelitian ini."
620 DIR 2:2 (2007)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
"Badai geomagnet merupakan salah satu fenomena alam terpenting dalam sistem cuaca antariksa yang keberadaannya bersifat acak dan dapat menyebabkan gangguan pada sistem komunikasi HF, navigasi, operasional satelit dan jaringan listrik. Oleh karena itu, pembangunan dan pengembangan software pendeteksi badai geomagnet secara otomatis dengan menggunakan karakteristik Sudden Commencement (SC) sebagai indikator masukannya sangatlah diperlukan. Hal ini dikarenakan jika pendeteksian dilakukan secara manual, pengamat harus melakukan monitoring data selama 24 jam sehingga terasa sangat tidak efisien. Dengan menggunakan data komponen H stasiun Biak (BIK), Pontianak (PTN) dan Kototabang (KTB) near real time sepanjang tahun 2009, maka dilakukan pengembangan Prototipe Software Deteksi Otomatis SC Badai Geomagnet (PSDO_SC) menjadi Software Deteksi Otomatis SC Badai Geomagnet (SDO_SC). Selain itu, juga dilakukan kajian akan dampak badai geomagnet terhadap trafo di Indonesia sebagai upaya mendukung kegiatan pemantauan cuaca antariksa Pusat Pemanfaatan Sains Antariksa, LAPAN. Hasilnya adalah telah berhasil diperoleh sebuah SDO_SC dengan akurasi yang cukup baik dalam mendeteksi kejadian badai geomagnet dan mampu untuk beroperasi secara stabil pada data medan geomagnet stasiun Biak, Pontianak dan Kototabang near real time berbasis SMS gateway dan
email. Rencananya, Software akan mulai dioperasikan secara penuh tahun 2010."
620 DIR 5:1 (2010)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Samsul Arifin
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1993
S27957
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
"Geomagnetic storm represents natural phenomenon caused by interaction between high speed solar wind and magnetosphere which is associated with southward interplanetary magnetic field. By processing data of H geomagnetic storm, it is obtained that amplitude and depression of H geomagnetic component intensity distribution show similar pattern, close to exponential model."
620 DIR 3:1 (2008)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Sudaryono
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2000
S28532
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Yanuarsih Tunggal Putri
"Daerah sepanjang barat Pulau Sumatera adalah daerah yang sangat rawan terhadap bencana gempabumi karena daerah tersebut merupakan zona subduksi aktif yang disebabkan oleh pertemuan dua lempeng tektonik yaitu lempeng Eurasia dan lempeng Indo-Australia. Pengetahuan tentang kondisi tektonik ini sangat diperlukan oleh masyarakat di wilayah tersebut sehingga mereka lebih peduli terhadap bahaya gempabumi dan tsunami yang mengancam setiap waktu. Untuk memahami kondisi tektonik yang tepat diperlukan analisis hypocenter yang akurat. Karena itulah informasi mengenai hypocenter yang akurat sangat penting. Relokasi gempabumi dilakukan untuk menentukan ulang hypocenter gempabumi menjadi lebih akurat. Selain itu relokasi gempabumi juga dimanfaatkan untuk mengidentifikasi bidang patahan berdasarkan distribusi gempabumi yang terjadi.
Penelitian ini bertujuan untuk merelokasi hypocenter gempabumi Mentawai 25 Oktober 2011 (7.1 SR). Metode Modified Joint Hypocenter Determination (MJHD) diterapkan untuk merelokasi hypocenter gempabumi menggunakan data waktu tiba (arrival time) gelombang-P dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG). Gempabumi yang direlokasi adalah data gempabumi yang tercatat mulai dari terjadinya gempabumi utama 25 Oktober 2010 hingga 5 November 2010. Batasan area relokasi adalah ± 1.5° dari lintang dan ± 1° dari bujur gempabumi utama. Hasil akhir dari relokasi ini menunjukkan bahwa bidang patahan yang terjadi adalah bidang dengan strike 316°, dip 8° dan slip 96°.
The region along west of Sumatra island is very vulnerable region in case of earthquake disaster because of this region is located at active subduction zone which caused by convergent boundaries of two tectonic plates, Eurasian plates and Indo-Australian plates. The knowledge about tectonic setting is needed by the community at this region to increase their awareness of earthquake hazard and tsunami hazard that can hit them anytime. Precise hypocenter analysis is needed to understand about the accurate tectonic setting. Because of that reason, precise hypocenter information is very important. Earthquake relocation is used to recalculate earthquake hypocenter to become more precisely. In other hand, earthquake relocation also can be useful for identifying fault plane which can be determined by the earthquakes distribution. The purposes of this study is to relocate earthquake hypocenter of Mentawai earthquake 25 October 2010 (7.1 SR) and to identifying it's fault plane. Modified Joint Hypocenter Determination method is used to relocate earthquake's hypocenter by using P-wave arrival time from The Agency of Meteorology Climatology and Geophysical (BMKG). Earthquake that be relocated are earthquake which are recorded from the mainshock 25 October 2010 until 5 November 2010. The target area of relocation is ± 1.5 degree from the mainshock's latitude and ± 1 degree from the mainshock's longitude and also fulfil the requirement of MEQ and MNST. Finally, the result show that the fault plane of the Mentawai earthquake is the one with strike 316°, dip 8° and slip 96°."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
S1990
UI - Skripsi Open Universitas Indonesia Library