Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 157753 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"The aim of this research was to study the effect of spot variations on shear strength of spot welds in an electric loop space maintainer. Stainless steel wire of 0.8 mm diameter and nickel chromium crown for lower second molar and temporary teeth were used. A loop 1 cm wide, made of 3.5 cm stainless steel wire, was welded with 3 dots on the crown using an electric spot welder. Each dot for each group took different spot variations from 1 X - 4 X. A loop space maintainer made with usual materials and techniques as applied at the IKGA FKG UI Clinic was used as a control, with a torch as heat source. Ten specimens each were prepared for shear testing and three specimens each for metallography. Universal testing machine was used for shear strength testing at a crosshead speed of 0.5 mm/min, and SEM/EDS was used for metallography and fractography. The data were statistically analyzed with one-way ANOVA at p = 0.05, and Tukey post hoc test. The results show that the shear strength of the welded loop space maintainer was higher than that of a soldered loop space maintainer, although the difference was not statistically significant with spot variation 1 X. SEM/EDS analysis suggests that a new alloy forms at the contact area of welded and soldered loop space maintainer. Fractography of the joints suggests that welds are better than soldered joints, with higher ductility and toughness, as can be seen from the dimpled pattern of the welded joint and cleavage patterns in the control joints. In concludion, the loop space maintainer is better made by welding than by soldering."
Journal of Dentistry Indonesia, 2005
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Farisza Gita
"Terlepasnya pasak tuang karena fitness yang tidak baik terhadap permukaan saluran akar, menyebabkan retensi pasak tidak optimal. Penelitian ini adalah suatu kwasi eksperimental laboratorik yang membandingkan akurasi pola pasak resin akrilik dan pola pasak inlay wax berdasarkan waktu penyimpanan. Pengamatan dilakukan terhadap celah marginal antara master die dengan spesimen menggunakan Electric Measuring Microscope MM-40 Nikon. Waktu penyimpanan yang diamati adalah 15 menit, 30 menit dan 24 jam. Secara deskriptif terbukti kontraksi inlay wax lebih besar dibandingkan kontraksi resin akrilik.
Hasil uji ANOVA 2 arah menunjukkan interaksi antara waktu penyimpanan dan jenis bahan pola, sedangkan hasil ANOVA 1 arah menunjukkan perbedaan bermakna antar waktu penyimpanan masing-masing bahan pola pada P 0.000. Hasil uji Limit Significant Difference pada masing-masing bahan pola menyimpulkan adanya perbedaan bermakna antar waktu penyimpanan, sedangkan uji menyimpulkan pula perbedaan bermakna pada masing-masing waktu penyimpanan antara kedua bahan pola. Disimpulkan akurasi pola pasak resin akrilik lebih baik dibandingkan pola pasak inlay wax."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Erwin
"ABSTRAK
Pada masa sekarang ini, perawatan ortodonti dengan alat cekat telah menggunakan sistim rekat langsung. Sistim rekat langsung ini mempunyai banyak keuntungan. Tetapi dalam sistim ini, kadang-kadang braket dapat lepas dari permukaan enamel karena tekanan-tekanan yang diterima oleh braket atau karena kekuatan rekat dari bahan perekat yang kurang baik. Untuk itu perlu dilakukan pengukuran kekuatan tahan tarikan dan kekuatan tahan geseran dari dua macam bahan yang banyak digunakan oleh para Ortodontis yaitu bahan perekat Unite dan System 1+. Uji tarik dilakukan dengan menggunakan gigi Premolar pertama dari gigi manusia secara in-vitro dengan menggunakan alat uji tarik Comtent. Dari hasil uji tarik, dengan analisa statistik t-test diperoleh bahwa ada perbedaan bermakna antara kekuatan tahan tarikan antara bahan perekat Unite dengan bahan perekat System 1+. Sedangkan dalam hal kekuatan tahan geseran antara kedua bahan tersebut ada perbedaan tidak bermakna. Jadi bahan perekat Unite lebih kuat dibandingkan dengan bahan perekat System 1+.
"
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rini Susanti
"Perawatan ortodontik terus berkembang seiring dengan perkembangan tuntutan masyarakat. Fasial merupakan bagian yang penting bagi manusia, demikian pula dengan profil fasial sehubungan dengan kebutuhan estetis. Pertimbangan perawatan ortodontik terkait erat dengan perubahan jaringan lunak profil fasial. Dibutuhkan perangkat yang relatif sederhana dan terjangkau secara luas untuk memprakirakan perubahan fasial dan menjelaskannya kepada pasien.
Tujuan: Memperoleh cara memprakirakan perubahan jaringan lunak profil fasial pasien pasca perawatan ortodontik yang terjangkau secara luas.
Tempat dan Waktu: Penelitian dilakukan di Departemen Ortodonti dan Klinik Radiologi Kedokteran Gigi, Rumah Sakit Gigi dan Mulut, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, Jakarta, bulan November 2010 sampai dengan September 2011.
Metode: Radiograf sefalometri lateral standar sebelum dan sesudah perawatan dari 133 paseien pasca perawatan ortodontik sejak tahun 1995 sampai dengan tahun 2005, yang diambil secara konsekutif. Penelitian dilakukan dalam dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan pada 29 radiograf sefalometri untuk mengevaluasi keandalan (reliability) pengukuran dan kesahihan (validity) metode pengukuran menggunakan uji Bland-Altman. Penapakan dan pengukuran terhadap landmarks dilakukan secara manual pada radograf sefalometri analog dan secara digital pada radiograf sefalometri yang telah didigitasi menggunakan alat pindai Medi 2000. Penapakan dan pengukuran secara manual menggunakan pinsil mekanik dan kaliper digital, serta piranti lunak Adobe Photoshop Extended CS4 untuk penapakan dan pengukuran digital. Penelitian kedua untuk memperoleh formula indeks perubahan jaringan lunak profil fasial lateral, melalui analisis uji t, analisis korelasi dan regresi linier terhadap landmarks jaringan lunak, jaringan keras, ketebalan jaringan lunak, posisi gigi, serta faktor risiko terkait. Selanjutnya dilakukan uji manova untuk memperoleh indeks tiap titik jaringan lunak profil fasial setelah perawatan ortodonti.
Hasil: Uji reliabilitas dan validitas pengukuran pada penelitian pendahuluan menunjukkan tidak terdapat perbedaan bermakna antara pengukuran manual dan digital. Pada penelitian kedua terdapat perubahan pada landmarks jaringan lunak: Labrale superior, Stomion superior, Stomion inferior, Labrale mental, dan Pogonion. Pada komponen dento-kraniofasial terdapat perubahan pada: jaringan keras titik A, ketebalan Labrale superior, ketebalan Pogonion, posisi geligi insisif sentral atas, insisif sentral bawah, molar atas dan molar bawah. Dari analisis regresi linier diperoleh formula indeksperubahan jaringan lunak profil fasial lateral pasca perawatan ortodontik. Dari uji manova diperoleh formulasi indeks perubahantiap titik yang berpengaruh terhadap perubahan jaringan lunak profil fasial.
Kesimpulan: Indeks perubahan jaringan lunak profil fasial pasca perawatan ortodontik dapat dilakukan melalui pengukuran radiograf sefalometri yang telah didigitasi, dengan menggunakan piranti lunak yang tersedia secara umum, menggunakan formulasi hasil analisis terhadap jaringan lunak, komponen dento-kraniofasial, komponen karakteristik dan komponen perawatan. Indeks ini dapat digunakan secara luas, sekaligus untuk menjelaskan perubahan jaringan lunak pada pasien.

Orthodontic treatment continues to develop along with the community demand. Facial is an important part of human body, as well as facial profile with respect to aesthetic needs. Orthodontic treatment considerations are associated with changes in soft tissue facial profile. It requires a relative simple and easy method to predict changes in patient?s facial profile and to explain possible treatment result to the patient.
Objective: The aim of this study is to obtain the method to predict patient?s facial profile soft tissue changes after orthodontic treatment.
Time and place of study: The study was conducted at the Department of Orthodontics and the Dento-maxillofacial Radiology Clinic, Dental Hospital, Faculty of Dentistry, Universitas Indonesia, Jakarta, from November 2010 to September 2011.
Method: Good quality standard lateral cephalometric radiographs before and after treatment of 133 patients who had completed the orthodontic treatment from 1995 until 2005, were consecutively taken from the medical records. The study was conducted in two stages. The preliminary study on 29 radiographs that aimed to evaluate the reliability and the validity of measurement as the intra and inter observer agreement value, using the Bland-Altman test. Tracing of landmarks and measurements are carried out manually and digitally on lateral cephalometric radiograph that had been digitized using the Medi2000 scan tool. Tracing and measurements manually using mechanical pencil and digital calipers. Digital tracing and measurements were performed by the image-editing using the Adobe Photoshop CS4 Extended software. The second as the main study was to obtain index of the lateral soft tissue facial profile, using t test, correlation analysis, and linear regression analysis of the soft and hard tissue landmarks, the soft tissue thickness, position of the teeth, as well as the related risk factors. Manova test were then performed to obtain the index of each soft tissue facial profile landmark points after treatment.
Results: Reliability and validity test of the measurements on preliminary research showed no significant differences between the manual and digital measurements. In the main study there were changes of the soft tissue landmarks: superior Labrale, Stomion superior, Stomion inferior, Labrale mental, and Pogonion. In the dento-craniofacial components there were changes in: hard tissue A-point, the thickness of the Superior Labrale, Pogonion thickness, position of the upper and lower central incisivus, upper and lower anchorage molars. The index of the lateral soft tissue facial profile changes after orthodontic treatment, the index of the lateral soft tissue facial profile landmark points during treatment were obtained. The manova test on the twelve landmark points were then performed to obtain the index of the each soft tissue facial profile points.
Conclusions: The index of the soft tissue facial profile after fixed orthodontic treatment could be acquired from digitized lateral cephalometric radiograph, using the available and common image editing software. The index formulation consist of the analysis of the soft tissues, dento-craniofacial components, characteristics components and treatment components. This index could then be used widely, as well as be used to explain the possible alterations in soft tissue after orthodontic treatment to the patient.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2012
D1312
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Raedi Mahardika
"Latar belakang: Penggunaan alat ortodonti lepas dapat menyebabkan retensi plak dan bakteri yang menyebabkan menurunnya derajat keasaman saliva. Agen anti mikroba diperlukan untuk mengurangi jumlah plak dan bakteri tersebut.
Tujuan: Untuk mengetahui efektivitas perendaman alat ortodonti lepas dengan bahan pembersih gigi tiruan terhadap perubahan pH saliva pada pasien di RSGM-P FKG UI.
Metode: Dua puluh subjek dibagi menjadi dua kelompok K1 dan K2 dilakukan perendaman alat ortodonti lepas menggunakan aquabides untuk kelompok (K1) dan larutan bahan pembersih gigi tiruan untuk kelompok (K2). Perendaman dilakukan 5 menit selama 4 hari berturut-turut. Subjek diinstruksikan membersihkan alat ortodonti lepas dua kali sehari dan mengurangi konsumsi makanan manis, asam, dan soda. Dilakukan pengukuran pH saliva pada awal dan hari kelima pemakaian alat ortodonti lepas.
Hasil: Berdasarkan analisa statistik uji t, perubahan pH saliva sebelum dan setelah alat ortodonti lepas direndam dengan aquabides dan bahan pembersih gigi tiruan menunjukkan hasil yang signifikan dengan nilai p < 0,01. Hal ini menunjukkan bahwa bahan pembersih gigi tiruan efektif membersihkan plak dan bakteri serta menjaga kestabilan pH saliva.
Kesimpulan: Perendaman alat ortodonti lepas menggunakan bahan pembersih gigi tiruan efektif menjaga kestabilan pH saliva di rongga mulut pada pasien pengguna alat ortodonti lepas.

Background: The usage of removable orthodontic appliance can cause plaque retention and bacterias can decrease pH level of saliva. Antimicrobial agent is needed to reduce the number of plaque and bacterias.
Aim: To know the submersion’s effectivity of removable orthodontic appliances with prothese’s cleansing agent towards patient’s alteration of pH saliva in RSGMP-FKG UI.
Methods: Twenty subjects are divided into two groups, K1 and K2. For group K1, removable orthodontic appliances is submerged in aquadest and prothese’s cleansing agent for group K2 for five minutes and four days (once per day). Subjects are instructed to clean removable appliance twice per day and to reduce the consumption of sweet and sour dietary and soda. The measurement of pH saliva is done on the first and the fifth day of removable orthodontics appliance’s usage.
Result: Based on statistic analysis, the alteration of pH level of saliva percentage after removable orthodontic appliance is submerged with aquadest and Polident prothese’s cleansing agent show a significant result with p<0.01. It shows that the prothese`s cleaning agents is effective for plaque and bacterical cleaning and keep the pH level of saliva`s normally.
Conclusion: Removable orthodontic appliance submersion using prothese’s cleansing agent is effective to maintain pH level of saliva’s stability in normal condition.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
S44184
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitria Nugrahani
"Pendahuluan: Bidang ortodonti selalu mengalami kemajuan, termasuk di bidang teknologi. Salah satunya adalah berkembangnya model studi digital tiga dimensi yang menggantikan peran model studi konvensional yang terbuat dari stone.
Tujuan Penelitian: Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan hasil pengukuran lebar mesio-distal, jarak interkaninus, dan jarak intermolar gigi pada model studi digital 3D dengan model studi konvensional.
Material dan Metode: Dua belas subyek dengan geligi tidak berjejal dicetak hanya pada rahang atas sebanyak dua kali, dengan menggunakan bahan cetak alginat dan polivinylsiloxane. Cetakan alginat dicor dengan stone untuk memperoleh model studi konvensional, sedangkan cetakan polivinylsiloxane dipindai untuk memperoleh model studi digital 3D. Pemindaian dilakukan menggunakan piranti pemindai laser triangulasi yang dirakit oleh Sekolah Teknik Elektro dan Informatika ITB dan perangkat lunak David Laser Scan. Pengukuran lebar mesio-distal gigi, jarak interkaninus, dan jarak intermolar pada model studi konvensional diukur menggunakan kaliper digital, sedangkan pada model studi digital 3D menggunakan software pengukur.
Hasil: Tidak terdapat perbedaan bermakna antara pengukuran lebar mesio-distal, jarak interkaninus, dan jarak intermolar pada model studi konvensional dengan model studi digital 3D (p>0.05).
Kesimpulan: Pengukuran pada model studi digital 3D sama akurat dengan model studi konvensional.

Introduction: Orthodontics always develop, including in the field of technology. One of the orthodontic technologies is the development of 3D digital study models that replaces the conventional study models made by stone.
Objective: The aim of this study is to compare the measurements of mesio-distal teeth width, intercanine width, and intermolar width between the 3D digital study models and the conventional study models.
Materials and Methods: Twelve sets of upper arch dental impressions were taken from subjects with non-crowding teeth. The impressions were taken twice, one with alginate and the other with polivinylsiloxane. The alginate impressions were made into conventional study models, whereas polivinylsiloxane impressions scanned to obtain 3D digital study models. Scanning was performed using laser triangulation scanner device assembled by the School of Electrical Engineering and Informatics ITB and David Laser Scan software. Measurements of mesio-distal width, intercanine width, and intermolar width measured on conventional study models using digital calipers, while the 3D digital study models using the measurement software.
Results: There were no significant differences between the measurements of mesio-distal width, intercanine width, and intermolar width between the conventional and 3D digital study models (p> 0.05).
Conclusion: The measurements on 3D digital study models are as accurate as conventional study models.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sihombing, Marsha Sri Rezeki
"Latar Belakang: Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan restorasi proksimal resin komposit adalah adaptasi yang rapat tepi restorasi dan dinding gingiva kavitas. Restorasi resin komposit akan mengalami kontraksi saat polimerisasi sehingga terdapat celah antara tepi restorasi dan kavitas. Celah ini dapat menimbulkan kebocoran mikro sehingga menyebabkan bakteri, cairan, molekul, dan ion masuk kedalamnya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan tingkat kebocoran mikro dinding gingiva restorasi proksimal resin komposit nanohibrid antara teknik inkremental, bulk-fill yang diaktivasi sonik, dan tanpa aktivasi sonik.
Metode: Kavitas kelas II dipreparasi pada tiga puluh gigi premolar rahang atas dan bawah, kemudian dibagi menjadi tiga kelompok. Kelompok pertama ditumpat dengan RK bulk-fill yang diaktivasi sonik, kelompok kedua dengan RK bulk-fill tanpa aktivasi sonik, dan kelompok ketiga dengan RK yang diletakkan secara inkremental. Selanjutnya spesimen direndam dalam air distilasi selama 24 jam dan kemudian dilakukan uji thermocycling, yang diikuti perendaman dalam metilen biru 1% selama 24 jam. Gigi selanjutnya dibelah longitudinal dan dilakukan pengamatan menggunakan mikroskop stereo pembesaran 25x dan dinilai dalam skala ordinal (0-3). Analisis statistik dilakukan dengan uji Kolmogorov-Smirnov.
Hasil: Tidak terdapat perbedaan bermakna secara statistik di antara tiga kelompok.
Kesimpulan: Tidak ada satupun dari kelompok RK bulk-fill yang diaktivasi sonik, bulk-fill tanpa aktivasi sonik dan yang diletakkan secara inkremental yang dapat menghilangkan kebocoran mikro pada dinding gingiva kavitas kelas II.
Kata kunci: kebocoran mikro, teknik peletakan resin komposit, kontraksi

Background One of the factor that determine the success of proximal composite restoration is a good marginal adaptation at the interface area Composite resin will undergo contraction during polimerization which may result gap formation between the wall cavity and restoration. The gap can cause a microleakage and resulting a passage for bacteria fluid molecules and ions The purpose of this study is to analize the microleakage of gingival wall nanohybrid composite restoration that filled using sonic activated bulk bulk without sonic activation and incremental techniques.
Methods Standardized class II cavities were prepared on 30 extracted human upper and lower human teeth and randomly assigned to three groups The first group were filled with sonicactivated bulk fill composite resin the second group were filled with bulk fill composite resin without sonic activation and the third group were filled incrementally. The specimens were stored in distilled water for 24 hours and then subjected to thermocycling followed by immersion in 1 methylene blue dye for 24 hours. The teeth were sectioned longitudinally and evaluated for microleakage under 25x magnification stereomicroscope and scored in ordinal scale 0 3 Statistical analysis was performed with the Kolmogorov Smirnov test.
Results There was no statistically significant difference among the three groups Conclusion None of the the techniques was capable of eliminating the microleakage on gingival wall cavity preparations.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fatahillah Putra Kustiawan
"Stainless Steel merupakan logam yang banyak digunakan untuk keperluan industri karena stainless steel memiliki ketahanan korosi yang baik dan tahan terhadap temperatur tinggi. Pada umumnya, penggunaan stainless steel membutuhkan teknik penyambungan yang salah satunya adalah pengelasan. Pemilihan parameter yang tepat sangat dibutuhkan untuk mendapatkan hasil pengelasan yang optimal. Pada penelitian ini dilakukan percobaan untuk mengetahui hubungan kuat arus, heat time, dan hold time terhadap kekuatan tarik yang dihasilkan dengan menggunakan teknik pengelasan RSW. Mesin las yang digunakan adalah WIMTOUCH 1800 tipe JPC 35. Kuat arus yang digunakan adalah 7000 A, 7700 A, dan 8400 A; heat time yang digunakan adalah 5 cycle, 10 cycle, dan 15 cycle; dan hold time yang digunakan adalah 5 cycle, 10 cycle, dan 15 cycle. Karakterisasi hasil las dilakukan melalui analisis diameter weld nugget dengan menggunakan mikroskop digital dan pengujian kekuatan tarik. Dari hasil penelitian yang didapatkan, diketahui bahwa semakin besar kuat arus dan heat time maka diameter weld nugget yang dihasilkan akan semakin besar sedangkan trendline dari hold time pada penelitian ini tidak dapat terlihat. Nilai kekuatan tarik maksimum yang didapatkan adalah 11,3 kN dengan parameter pengelasan arus 7700 A, heat time 15 cycle, dan hold time 10 cycle.

Stainless Steel is a metal that is widely used for industrial purposes because stainless steel has good corrosion resistance and resistance to high temperatures. In general, the use of stainless steel requires a technique of connection one of which is welding. Selection of appropriate parameters is needed to obtain optimal welding results. In this experiment, the experiment was conducted to find out the relationship of current strength, heat time, and hold time to the tensile strength produced by using RSW welding technique. The welding machine used is WIMTOUCH 1800 type JPC 35. The current strength used is 7000 A, 7700 A, and 8400 A the heat time used is 5 cycles, 10 cycles, and 15 cycles and hold time used is 5 cycles, 10 cycles, and 15 cycles. The characterization of the welding results is done by analyzing the diameter of the weld nugget by using digital microscope and tensile strength test. From the results obtained, it is known that the greater the current strength and heat time then the diameter of the weld nugget generated will be greater while the trendline of hold time in this study can not be seen. The maximum tensile strength value obtained is 11.3 kN with welding parameters 7700 A, heat time 15 cycles, and hold time 10 cycles. "
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sabrina
"Pendahuluan: Kehadiran jenis braket sistem self-ligating pasif menambah variasi jenis braket yang digunakan dalam perawatan ortodonti saat ini, sehingga timbul pertanyaan mengenai efektifitasnya terhadap perawatan ortodonti. Salah satu parameter yang menentukan efektifitas tersebut adalah durasi waktu perawatan yang dibutuhkan untuk memperbaiki maloklusi, misalnya kecepatan penutupan ruang secara en-masse menggunakan elastomeric chain.
Tujuan: Mengetahui efektifitas perawatan ortodonti yang dilakukan menggunakan sistem braket self-ligating pasif dan sistem braket konvensional selama tahap penutupan ruang secara en-masse.
Metode: Penelitian prospective randomized controlled clinical trial dengan teknik split mouth ini dilakukan selama 11 bulan. Sebelas subyek (3 pria dan 8 wanita usia minimal 15 tahun) dengan pencabutan premolar satu rahang atas dan akan memasuki tahap space closure diikutsertakan dalam penelitian ini. Setiap subyek dipasangkan braket konvensional di satu sisi rahang dan self-ligating pasif di sisi lainnya, dimana penentuannya dilakukan secara random, kemudian diberikan gaya sebesar 150 g dengan powerchain pada kawat SS .019 x .025. Pengukuran jarak penutupan ruang dan kehilangan penjangkaran dilakukan pada T0, T1 (4 minggu), dan T2 (8 minggu).
Hasil: Terdapat perbedaan rata-rata kecepatan penutupan ruang yang signifikan antara kelompok sistem braket self-ligating pasif dan kelompok sistem braket konvensional (p=0,010) dimana kelompok braket self-ligating pasif memiliki kecepatan yang lebih besar dibandingkan kelompok braket konvensional, namun tidak terdapat perbedaan rata-rata kehilangan penjangkaran yang signifikan secara statistik antara kedua kelompok tersebut.
Kesimpulan: Sistem braket self-ligating pasif memiliki efektifitas yang lebih baik karena dapat mempercepat durasi waktu perawatan ortodonti.

Introduction: The presences of passive self - ligating bracket system add variety of bracket type used in today's orthodontic treatment, so that raised question in regard to the effectiveness of the treatment. One of the parameters that determines the effectiveness of the treatment is the time required to fix malocclusion, e.g. rate of en - masse closing space using elastomeric chain.
Objectives: To study the effectiveness of orthodontic treatment using passive self - ligating system and conventional system during space closure stages.
Methods: Prospective randomized controlled clinical trial with a split mouth technique was carried out for 11 months. Eleven subjects (3 men and 8 women with age minimum of 15 year old) with the extraction of the first premolars, where it will enter the space closure stage were included in this study. Each subject was bonded with conventional bracket on one side of the arch and with passive self - ligating on the other side which was determined randomly, was given a force of 150 g with power chain on .019 x .025 SS wire. The measurement of space closure and loss of anchorage were performed at T0, T1 (4 weeks), and T2 (8 weeks).
Result: There was significant differences of the average rate of closing space between passive self - ligating system and conventional system group (p = 0.010), for which a group of passive self - ligating system has a greater speed compare than conventional group, though there was no difference in loss of anchorage between the two groups.
Conclusion: The passive self - ligating system is more effective because it can reduce the duration of orthodontic treatment.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Purba, Freenando Welly Moses
"Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan ketebalan lasan dan kekuatan tarik pada sambungan material AA1100 menggunakan teknik Resistance Spot Welding (RSW) dengan elektroda berbahan Cu dan CuCrZr. Parameter yang dianalisis meliputi radius hasil lasan, tebal lasan, dan kekuatan tarik sambungan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata radius hasil lasan menggunakan elektroda CuCrZr adalah 1,03 mm, dengan tebal lasan rata-rata 0,4 mm. Nilai tertinggi radius lasan adalah 1,11 mm pada spesimen II, sedangkan tebal lasan tertinggi adalah 0,78 mm pada spesimen V. Sebaliknya, elektroda Cu menghasilkan ratarata radius hasil lasan sebesar 1,35 mm dan tebal lasan rata-rata sebesar 1,35 mm. Radius lasan tertinggi tercatat sebesar 1,58 mm pada spesimen II, sedangkan tebal lasan tertinggi adalah 1,69 mm pada spesimen II. Untuk uji kekuatan tarik, Maximum Tensile Shear Load menggunakan elektroda CuCrZr terdapat pada spesimen V dengan nilai 12,37 N, sedangkan elektroda Cu menghasilkan kekuatan tarik tertinggi pada spesimen II sebesar 87,04 N. Dari hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa jenis material elektroda memiliki pengaruh signifikan terhadap ketebalan lasan dan kekuatan tarik sambungan. Elektroda Cu menunjukkan performa yang lebih baik dalam menghantarkan arus, menghasilkan heat generation yang lebih optimal, memperbesar radius dan tebal lasan, serta meningkatkan kekuatan tarik sambungan lasan.

This study aims to compare the weld thickness and tensile strength of AA1100 material joints using the Resistance Spot Welding (RSW) technique with Cu and CuCrZr electrodes. The analyzed parameters include weld radius, weld thickness, and joint tensile strength. The results showed that the average weld radius using CuCrZr electrodes was 1,03 mm, with an average weld thickness of 0,4 mm. The highest weld radius was 1,11 mm on specimen II, while the highest weld thickness was 0,78 mm on specimen V. In contrast, Cu electrodes produced an average weld radius of 1,35 mm and an average weld thickness of 1,35 mm. The highest weld radius was 1,58 mm on specimen II, while the highest weld thickness was 1,69 mm on specimen II. Regarding tensile shear strength tests, the highest tensile load using CuCrZr electrodes was found in specimen V, with a value of 12,37 N, while Cu electrodes produced the highest tensile load on specimen II, with a value of 87,04 N. Based on these results, it can be concluded that the electrode material significantly affects weld thickness and tensile strength. Cu electrodes demonstrated superior current conductivity, resulting in more optimal heat generation, increasing weld nugget and thickness, and also ultimately improved tensile strength of the weld joint. "
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>