Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 17468 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"A hand and foot contamination monitor is a health physics instrument to provide detection and measurement of beta-gamma contamination on the palm of each hand and on the bottom surface of both feet/shoes. There are four channels of detection for two hands and two feet. Four G-M detectors have been used in a single unit to cover the whole area of hand and feet. A regulated high voltage DC power supply (900 V) has been designed using the PIC12F675 microcontroller to operate the pancake Geiger-Müller detectors. The reading is displayed on a linearly scaled 0-100 Bq/cm2 analog panel meter. The monitor detects beta–gamma radiation emitted by radioactive materials, and if the detected value exceeds a preset level, the monitor sounds an alarm and displays a reading in the respective panel meter. Indicator lamps are used to show the status of contamination. The performance of the system has been tested by using pulse generator and by flat surface radioactive calibration sources. Electronic linearity, detection efficiency, response to the contamination, calibration factor and percentage of error has been measured. Test results were satisfactory and the present system can be used instead of similar imported instruments"
AIJ 40:2 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ivandini Tribidasari Anggraningrum
"In order to shorten the measurement time of biochemical oxygen demand (BOD), a BOD sensor based on yeast metabolism was developed. Local yeast, Indonesian Origin, Candida fukuyamaensis UICC Y-247, was used as a transducer. The yeast was immobilized as a thin film in agarose matrix with the auxiliary of Nafion® acting as the membrane for ion exchange process. The film was then attached to gold-modified glassy carbons and used as transducer on the working electrodes. The measurements were conducted by observing the depletion of glucose concentration using multipulse amperometric method and then converted to BOD values. Optimum condition was observed in a waiting measurement time of 30 min at an applied potential of 450 mV (vs.Ag/AgCl). Linearity was shown in glucose concentration range of 0.1?0.5 mM, which was equivalent to BOD concentration range of 10?50 mg/L. A detection limit of 1.13 mg/L BOD could be achieved. Good repeatability was shown by a relative standard deviation (RSD) of 2.7% (n = 15). However, decreasing current response of ~50% was found after 3 days. Comparing to the conventional BOD measurement, this BOD sensor can be used as an alternative method for BOD measurements."
Depok: Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat Universitas Indonesia, 2011
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Endah Iswahyuni
"Virus Influenza merupakan virus patogen yang menular dan pendemik terhadap manusia. Deteksi NA sebagai salah satu enzim dalam virus influenza menggunakan reaksi inhibisi oleh Zanamivir, dilakukan secara elektrokimia dengan teknik voltametri siklik menggunakan elektroda Pt-BDD dan PtNPs-BDD sebagai elektroda kerja. Deteksi NA dilakukan dengan mengamati perubahan respon elektrokimia zanamivir dalam buffer fosfat saat terdapat NA atau tidak. Deteksi NA dikembangkan dengan sistem magnetic beads dan strip test. Kurva kalibrasi linier pengukuran zanamivir berdasarkan puncak arus oksidasi diperoleh pada rentang kosentrasi 1,5x10-6 M – 1,5x10-3 M pada elektroda Pt-BDD dan rentang konsentrasi 1,5x10-7 M – 1,5x10-4 M pada elektroda PtNPs-BDD. Limit deteksi Zanamivir pada Pt-BDD sebesar 2,997 x 10-7 M untuk dan 5, 64 x 10-8 M pada elektroda PtNPs-BDD. Pt-BDD dan PtNPs-BDD kemudian digunakan pada aplikasi sebagai sensor Zanamivir, konsentrasi Zanamivir 2x10-5 M dapat dengan tepat menginhibisi 20 mU Neuraminidase dengan batas deteksi 4,6667 mU untuk Pt-BDD dan 2,833 mU untuk PtNPs-BDD. Kondisi optimum pengukuran adalah pada pH 6,8 dengan waktu inkubasi 25 menit. Selektivitas sensor diuji dengan penambahan 0,01 mg/mL Interferensi yaitu mucin, glukosa, dan α-amilase, terjadi penurunan respon arus oksidasi namun tidak signifikan, mengindikasikan sensor yang dikembangkan cukup menjanjikan.

Influenza viruses are pathogenic viruses and pandemic infectious to human body. In this work, detection method of Neuraminidase as influenza virus enzyme was developed by electrochemical method with cyclic voltametry method using Pt-BDD and PtNPs-BDD as working electrode. The detection method was developed based on the difference of electrochemical responses of zanamivir in the presence and the absence of NA in phosphate buffer solution. Detection of NA developed on magnetic beads and strip test. Linier calibration curve of zanamivir concentration based on oxidation peak current obtained in the range 1,5x10-6 M - 1,5x10-3 M on Pt-BDD electrode and 1,5x10-7 M - 1,5x10-4 M on PtNPs-BDD electrode. Limit detection (LOD) of Zanamivir on Pt-BDD electrode 2,997 x 10-7 M and 5, 64 x 10-8 M on PtNPs-BDD electrode. Application of Pt-BDD and PtNPs-BDD as sensor for Neuraminidase showed that the maximum concentration of Neuraminidase can be inhibited by 1,5x10-5M zanamivir was 20 mU. LOD was 4,6667 mU for Pt-BDD and 2,833 mU for PtNPs-BDD. The optimum pH for the inhibition was 6.8 with incubation time of 25 minutes. Selectivity of the sensor was examined with the presence of mucin, glucose and α-amilase with a concentration of 0,01 mg/mL, decrease in the oxidation current response but not significant, suggesting that the sensors is promising to be applied.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2015
S61092
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zief, Morris
New York: John Wiley & Sons, 1976
545 ZIE c
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
"Aplikasi Model Rangkaian Setara untuk Memantau Degradasi Sel Fotovoltaik Organik. Divais fotovoltaik organik (OPV) memiliki efisiensi yang lebih rendah, masa hidup lebih pendek, degradasi lebih cepat, dan stabilitas lebih rendah dari photovoltaics anorganik (IPV) pada kondisi udara terbuka. Pada tulisan ini, rangkaian setara dari model dua-dioda secara efektif mengekstrak parameter-parameter listrik fotovoltaik (PV) dari divais OPV yang terdegradasi, khususnya resistansi seri (Rs) dan resistansi paralel (Rsh). Hasilnya menunjukkan suatu korelasi yang lebih baik antara resistansi divais dan kinerja divais selama proses degradasi dimana divais diberi pencahayaan konstan pada kondisi udara terbuka. Degradasi divais ini sebagian besar disebabkan oleh degradasi elektroda aluminium (Al) yakni oleh air dan oksigen, yang berkorelasi dengan Rs. Namun, ada kemungkinan bahwa degradasi lapisan aktif juga dapat terjadi karena pencahayaan konstan pada divais, yang menyebabkan pengurangan photocurrent.
Organic photovoltaic (OPV) devices have lower efficiency, shorter lifetimes, faster degradation, and poorer stability than inorganic photovoltaics (IPV) in ambient conditions. In this paper, the equivalent electrical circuit of a two-diode model effectively extracts the model-fit electrical photovoltaic (PV) parameters from degraded OPV devices, especially the series (Rs) and shunt (Rsh) resistances. The result shows a better correlation between the resistances of the devices and performance of the devices over the degradation process where the devices are deliberately exposed to ambient conditions under constant illumination. The degradation of the devices is mostly caused by the degradation of the aluminum (Al) electrode from water and oxygen, which correlates to the Rs. However, it is possible that the degradation of the bulk active layer can also occur due to the constant illumination on the device, which causes a reduction of photocurrent."
Universitas Tadulako. Center of Organic Electronics, 2015
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ihde, Aaron John
New York: Dover Publications, 1984
R 540.9 IHD d
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Syawitri P
"Virus ebola salah satu virus yang dapat menyebabkan penyakit bersifat letal (mematikan) dan menyebabkan perdarahan (hemorrhagic). Penularannya dapat terjadi dari manusia ke manusia, hewan (nonhuman-primata) ke manusia. Angka kematian yang disebabkan oleh virus ebola dapat mencapai ribuan jiwa dengan spesies yang sangat berbahaya adalah Zaire ebolavirus dari lima spesies yang ada. Hingga saat ini baik antiviral maupun vaksin yang efektif bagi manusia belum ditemukan. Dalam penelitian ini toremifen sebagai senyawa modulator estrogen reseptor (MER) dipilih sebagai sumber database ligan. Database ligan menggunakan metode flexophor yang memperhitungkan titik farmakofor. Metode ini menghasilkan 16001 derivat toremifen, kemudian discreening menggunakan paramater RO5 untuk mendapatkan senyawa- senyawa yang bersifat druglikeness. Sebanyak 9876 senyawa derivat toremifen diperoleh dari proses screening. Hasil screening kemudian digenerate dengan metode farmakofor untuk mendapatkan hits ligan. Sejumlah 580 hits ligan diperoleh pada proses penentuan titik farmakofor. Kemudian simulasi docking dilakukan sebanyak tiga kali pada hits ligan. Simulasi docking diawali dengan rigid docking, dilanjutkan dengan rigid docking dengan retain yang berbeda. Tujuan pengulangan rigid docking ini adalah untuk memvalidasi hasil docking awal. Simulasi docking terakhir yang dilakukan adalah flexible docking. Sebanyak 576 ligan diperoleh dari tiga tahapan simulasi docking. Sebanyak 576 ligan ini diseleksi berdasarkan nilai ΔG binding , nilai RMSD lebih kecil dari 2. Dari 576 ligan tersebut dipilih 63 ligan dengan nilai RMSD lebih kecil dari 2, kemudian dipilih kembali tiga ligan sebagai kandidat potensial senyawa obat yaitu L579, L533 dan L194. Kandidat potensial senyawa obat ini dipilih berdasarkan ligan interaksi dan hasil farmakologi. Untuk pemilihan senyawa terbaik sebagai antiviral potensial dilakukan simulasi dinamik untuk melihat kestabilan senyawa tersebut. Berdasarkan nilai ΔG binding , RMSD, ligan interaksi, hasil farmakologi, dan simulasi dinamik disimpulkan bahwa ligan dengan kode L533 adalah ligan terbaik sebagai senyawa potensial antiviral ebola dengan nilai ΔG binding -10,4460 kcal/mol, RMSD 0.4697 Å. Hasil farmakologi juga menunjukkan bahwa L533 memiliki karakteristik yang baik sebagai antiviral.
Ebola virus is one of the virus that causes lethal disease and bleeding (hemorrhagic). Transmission can occur from human to human, animal (nonhuman primate) to humans. The number of deaths caused by viral ebola can reach thousands of lives with most dangerous species is Zaire ebolavirus from five existing species. Until now neither antiviral nor an effective vaccine for humans have been found. In this study toremifene as modulator estrogen receptor compound (MER) was selected as the source of ligand database. The ligand database uses the flexophore method that takes into account the pharmacophore point. This method produces 16001 toremifene derivatives, then screened using RO5 parameters to obtain druglikeness compounds. A total of 9876 toremifene derivative compounds were obtained from the screening process. The screening results are then generated by the pharmacophore method to obtain ligand hits. A total of 580 ligand hits were obtained at the farmakofore point determination process. Ligand hits are then simulated docking three times. The docking simulation begins with rigid docking. Rigid docking was applied twice with different retain. The purpose of this rigid docking repetition is to validate the initial docking results. The last docking simulation is flexible docking. A total of 576 ligands were obtained from three stages of docking simulation. As many as 576 ligands were selected based on ΔG binding , RMSD less than 2. From 576 ligands were selected 63 ligands with RMSD less than 2. For further step, three selected ligands were choosen. Three selected ligands as candidate of drug compound are L579, L533 and L194. These candidates were selected based on interaction ligand and pharmacological analysis. Dynamics simulation was done to see the stability of the compound for the selection of the best potential antiviral. The selection based on ΔG binding, RMSD, ligand interaction, pharmacology analysis and dynamics simulation. Finally, it was concluded that L533 was the best ligand as a potential antiviral with ΔG binding -10.4460 kcal/ mol, RMSD 0.4697 A. The pharmacological analysis also show that L533 has good characteristics as an antiviral."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
T50666
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Deetje Sunarsih
"Permasalahan lingkungan dewasa ini sangatlah luas. Misalnya di Jepang pada tahun 1940-an terjadi pencemaran kadmium (Cd) dari limbah pertambangan seng (Zn). Juga pencemaran oleh air raksa (Hg) dari limbah industri yang menyebabkan keracunan dan disebut penyakit Minamata.
Di tanah air, ditemukan gejala keracunan pestisida pada sejumlah petani bawang dan cabe di Kabupaten Tegal dan Brebes. Penelitian terhadap dampak kesehatan petani pengguna pestisida yang dilakukan tahun 1991 sampai 1993 oleh Food and Agricultural Organization (FAO) antara lain
menemukan bahwa sekitar 50 persen dari pestisida yang digunakan petani ternyata termasuk golongan berbahaya (35,8 persen), sangat berbahaya (7,3 persen), dan paling berbahaya (6,1 persen) menurut kualifikasi World Health Organization (WHO).
Masalah-masalah lingkungan hidup hampir setiap hari dapat ditemui di media cetak maupun televisi dan kebanyakan bersifat kimiawi, seperti pencemaran di sungai Deli, pencemaran karena pestisida, pencemaran di sungai Citarum. Pemecahan masalah lingkungan hidup sebenamya tergantung pada manusia, karena manusia dapat menjadi perusak lingkungan atau penyelamat lingkungannya.
Dalam UULH Pasal 5 disebutkan bahwa :"Setiap orang mempunyai hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat" dan "setiap orang berkewajiban memelihara lingkungan hidup dan mencegah serta menanggulangi kerusakan dan pencemarannya". Sedangkan Pasal 9 UULH menyebutkan :"Pemerintah berkewajiban menumbuhkan dan mengembangkan kesadaran masyarakat akan tanggung jawabnya dalam pengelolaan lingkungan hidup melalui penyuluhan, pendidikan, dan penelitian".
Penjelasan Pasal 9 menyebutkan bahwa pendidikan untuk menumbuhkan dan mengembangkan kesadaran masyarakat dilaksanakan baik melalui jalur pendidikan formal mulai dari TK/SD sampai dengan perguruan tinggi, maupun melalui jalur pendidikan nonformal.
LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan), dalam hal ini IMP dan FKIP mempunyai peranan penting dalam ikut serta menumbuhkan dan mengembangkan kesadaran masyarakat akan tanggung jawabnya terhadap lingkungan hidup. Hal ini disebabkan oleh fungsi LPTK sebagai lembaga pencetak guru. Karena guru yang berwawasan lingkungan diharapkan menghasilkan anak didik yang berwawasan lingkungan juga.
Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) untuk mendi dikkan sikap berwawasan Lingkungan di tingkat pendidikan tinggi dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan integratif-ekologi melalui MKDU (Mata Kuliah Dasar Umum) dan pendekatan monolitik antara lain melalui mata kuliah Kimia Lingkungan. Mata kuliah Kimia Lingkungan merupakan salah satu mata kuliah pilihan di Program Studi Pendidikan Kimia.
Seperti kita ketahui, mahasiswa FKIP/IKIP Program S 1 Pendidikan Kimia adalah guru atau calon guru Kimia di SMU. Di dalam Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP) mata pelajaran Kimia Kelas III Semester 6 (Kurikulum 19$4) dan kelas II Cawu 3 (Kurikulum 1994) terdapat program pengajaran atau topik-topik Kimia Lingkungan.
Masalahnya adalah "Kurikulum yang bagaimanakah yang dapat membekali mahasiswa sebagai guru kimia dalam mengajarkan Kimia Lingkungan di SMUT"
Penelitian ini bersifat kualitatif dan menggunakan metode survai. Data dalam penelitian ini adalah: 1) GBPP mata pelajaran Kimia Kurikulum SMU 1994, 2) tulisan-tulisan dalam jumal dan majalah yang berhubungan dengan PLH dan Kimia Lingkungan 3) Hasil wawancara dengan pakar lingkungan, dosen Kimia Lingkungan di IKIP, dan guru Kimia SMU.
Subyek penelitian atau sampel dalam penelitian ini adalah 1) pakar lingkungan; 2) dosen Kimia Lingkungan IKIP Jakarta, IKIP Bandung, IKIP Malang, IKIP Yogyakarta, IKIP Semarang, IKIP Surabaya; 3) guru-guru Kimia SMU yang berpengalaman mengajar Kimia di kelas III.
Lokasi penelitian sesuai dengan keberadaan IKIP-IKIP Negeri di atas, yaitu: Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Semarang, Surabaya, dan Malang.
Hasil wawancara dengan guru Kimia SMU, dosen Kimia Lingkungan IKIP, dan pakar lingkungan akan dianalisis secara deskriptif dengan mempertimbangkan data yang diperoleh dari dokumen mengenai PLH dan Kimia Lingkungan sehingga diperoleh rekomendasi penyempumaan pengajaran Kimia Lingkungan di Program Studi Pendidikan Kimia di LPTK.
Dari hasil analisis data diperoleh kesimpulan:
1.a. Tujuan Instruksional Umum:
1) Lulus an LPTK menj adi guru yang berwawasan lingkungan sehingga
mampu mengintegrasikan aspek-aspek lingkungan ketika mengajarkan konsep-konsep kimia.
2) Menyebarluaskan kekhawatiran tentang masalah-masalah lingkungan dan penerapan UULH.
3) Mengembangkan sikap positif mahasiswa terhadap lingkungan sehingga mahasiswa dapat menawarkan alternatif pemecahan masalah lingkungan.
b. Tujuan Instruksional Khusus:
1) Mahasiswa dapat menjelaskan terjadinya pencemaran lingkungan dan Cara pencegahannya.
2) Mahasiswa dapat menjelaskan reaksi-reaksi kimia yang terjadi di Atmosfir dan Hidrosfir.
3) Mahasiswa dapat menjelaskan tentang zat aditif pada makanan.
4) Mahasiswa dapat menjelaskan tentang pupuk dan pestisida.
5) Mahasiswa dapat menjelaskan tentang Radioisotop.
6) Mahasiswa dapat menjelaskan tentang toksikologi kimia, karsinogenesis, dan sampah B3.
7) Mahasiswa dapat menjelaskan masalah-masalah lingkungan yang berhubungan dengan kimia.
2. Materi Kimia Lingkungan seyogianya meliputi topik-topik:
a. Pencemaran Lingkungan
b. Siklus air
c. Siklus Biogeokimia
d. Proses penjemihan air
e. AMDAL dan Baku Mutu Lingkungan
f. Susunan Atmosfir dan reaksi kimia yang terjadi di dalamnya.
g. Sifat fisik dan kimia Hidrosfir dan reaksi kimia yang terjadi di dalamnya.
h. Zat aditif pada makanan.
i. Pupuk dan pestisida.
j . Radioisotop.
k. Toksikologi kimia, Karsinogenesis, sampah B3.
1. Masalah-masalah lingkungan yang berhubungan dengan kimia.
3. Seyogianya materi Kimia Lingkungan di LPTK disajikan dengan menggunakan gabungan metode-metode: ceramah, diskusi, pemberian tugas, praktikum, karya wisata, dan studi kasus.
4. Evaluasi hasil belajar Kimia Lingkungan sebaiknya dilaksanakan paling sedikit meliputi: 1) ujian tengah semester, menggunakan bentuk tes uraian; 2) ujian akhir semester, menggunakan bentuk tes obyektif; 3) tugas terstruktur, paling sedikit dilaksanakan dua kali dalam bentuk membuat kliping, makalah, laporan, atau ringkasan dari wacanalbuku berbahasaInggris.Hal ini dilakukan agar skor yang diperoleh mahasiswa d ap at men ggamb arkan kemampu an mahas is wa yan g s e b enamy a tentang Kimia Lingkungan.
5. Mata kuliah Kimia Lingkungan sebaiknya dikelola oleh suatu tim yang mempunyai Tatar belakang pendidikan guru Kimia (S 1) dan Magister Kimia Lingkungan.
Materi Kimia Lingkungan seperti tersebut di atas yang diajarkan dengan menggunakan metode seperti disarankan (pada Tabel 4.2) diharapkan menjadikanKurikulum Kimia Lingkungan yang dikembangkan berdasarkan pendekatan berorientasi pada tujuan ini dapat memenuhi prinsip-prinsip kurikulum, khususnya prinsip relevansi, prinsip efektivitas dan efisien.

Environmental problems vary and cover great areas of concern. Japan, for instance, in the 1940's experienced a pollution of cadmium (Cd) from waste of a zinc mine (Zn). They also suffered from a pollution of mercury (Hg) from industrial waste which poisoned many people and caused the Minamata illness.
In Indonesia farmers in Tegal and Brebes suffered from pesticide poison. A research on the influence of the health of farmers who used pesticide conducted in 1991 - 1993 by Food and Agriculture Organization (FAO)
among others found out that about 50 percent of the pesticides used by the farmers turned out to be classified as dangerous (36,8 percent), very dangerous (7,3 percent), and most dangerous (6,1 percent) according to the classification of the WHO.
Environmental problems are found nearly every day as reported in newspapers or on TV, mostly having a chemical character like the pollution in Deli River, pollution caused by pesticide, pollution in Citarum River. Solution of environmental problems actually depends on men's attitude and behavior because they can destroy or safe their environment.
In the UULH (The Act of the RI No. 4 of 1982 on the Basic Provisions for the Management of the Living Environment) Paragraph 5, it is stated that "Everyone has the right on a good and healthy environment" and "Everyone is obliged to take care of the environment and to prevent and overcome its damage and pollution". UULH Paragraph 9 states that "The Government is obliged to grow and develop the awareness and responsibility of the society in environmental management through extension, education, and research.
Explanation of Paragraph 9 states that education for growing and developing environmental awareness of society is conducted through formal education starting from kindergarten up to university level and through non-formal education.
In this case, LPTK (Institute of Teacher Training) for instance, has an important role in growing and developing the environmental awareness and responsibility of the society. It is owing to LPTK function as the teacher producer. And, teachers who have environmental view will produce students with environmental view too.
Environmental Education in higher education is carried out by using ecological - integrative approach through MKDU (General Basic Course) and monolithic approach through Environmental Chemistry subject. It is one of the optional subject matters in the Department of Chemistry Education.
As we know, students at LPTK Program S 1 of the Department of Chemistry Education are teachers or future Chemistry teachers in SMU (Senior High School). In the GBPP (General Guidelines of Instructional Activities) for the Chemistry Subject Semester 6, Grade 3 (Curriculum 1984), and Quarter 3, Grade 2 (Curriculum 1994) there are topics or instructional program on Environmental Chemistry.
The problem is "Which curriculum can supply the chemistry teacher with the knowledge needed to teach Environmental Chemistry at SMU?" This research applied a qualitative research method. The data includes:
1) GBPP SMU Curriculum 1994 Chemistry Subject, grade 2, quarter 3;
2) essays in journal and magazines which has relationship with Environmental Education and Environmental Chemistry; 3) Result of
interviews with Environmental Experts, Environmental Chemistry Lecturers at IKIP, and Chemistry SMU teachers.
The sample in this research includes: 1) Environmental Experts; 2) Environmental Chemistry Lecturers at IKIP Jakarta, IKIP Bandung, IKIP Malang, IKIP Yogyakarta, IKIP Semarang, IKIP Surabaya; 3) SMU Chemistry teachers who have experience in teaching grade 3.
The location of this research is in accordance with the location of the above mentioned IKIPs, i.e.: Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Semarang, Surabaya, dan Malang.
The result of the interview with SMU chemistry teachers, lecturers of Environmental Chemistry and Environmental Experts was analyzed descriptively taking into account the data obtained from documents on Environmental Education and Environmental Chemistry, as to achieve a recommendation to perfect instructional program on Environmental Chemistry in the Department of Chemistry Education.
From the analyzed data are obtained the following conclusions: 1.a. General Instructional Objectives (TIU)
LPTK graduates with an insight in environment are able:
1) to integrate environmental aspects when teaching chemistry concepts.
2) to disseminate the endanger of the environment and the application of the IJULH.
3) to develop the environmental attitudes of the students.
b. Specific Instructional Objectives (TIK)
The students are able to explain:
I) Environmental pollution and how to solve it;
2) Chemical reactions in the Atmosphere and Hydrosphere;
3) Food additives;
4) Fertilizers and pesticides;
5) Radioisotopes;
6) Chemical toxicology, carcinogenesis, and Hazardous Waste;
7) Environmental problems.
2. The following topics should be covered in the Environmental Chemistry Subject:
a. Environmental Pollution
b. Water Cycle
c. Biogeochemical Cycle
d. Water Purifying System
e. AMDAL (Environmental Impact Assessment) and Environmental Standard
f. Atmosphere composition and chemical reaction in it.
g. Physically and chemically characteristics of the Hydrosphere and chemical reactions in it.
h. Food additives
i. Fertilizers and Pesticides
j. Radioisotopes
k. Chemical toxicology, carcinogenesis, hazardous waste 1. Environmental issues.
3. Topics on Environmental Chemistry should be taught using the combination of a variety of methods such as discussion, assignment, experiment, study tour, and case study.
4. The learning evaluation of Environmental Chemistry should include: 1) mid semester exam by using essay test; 2) final exam by using objective test; 3) structured assignment at least twice such as making clipping, writing paper, writing report, or making a summary of a topic taking from a book written in English. The reason for doing this is to obtain the scores which represent the real student capability on Environmental Chemistry.
5. Each LPTK should have more than one Environmental Chemistry Lecturers and they should have a Master degree in Environmental Science or in Chemistry.
Topics on Environmental Chemistry which are taught with various methods (see Table 4.2) will hopefully become Curriculum of Environmental Chemistry. The curriculum that is developed based on Objectives Oriented approach, will accomplish the principles of curriculum, especially the principles of relevancies, affectivities and efficiencies.
"
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1996
T8558
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nikolaus Ceasarrean Tri Pranowo Putro
"Pencemaran udara di lingkungan kehidupan manusia telah mencapai angka yang memperihatinkan. Salah satu penyebab pencemaran terbesar adalah aerosol smoke. Di dalam penelitian ini digunakan aerosol smoke jenis asap rokok dengan diameter partikel 0.01_m - 1 _m. Metode penyaringan yang paling cocok untuk partikel asap rokok adalah menggunakan alat thermal precipitator. Dalam penelitian ini dibangun sebuah alat thermal precipitator plat vertikal, yang merupakan pengembangan dari penelitian sebelumnya, untuk mendepositkan partikel - partikel asap rokok yang melewatinya dengan memanfaatkan gaya thermophoretic.
Gaya thermophoretic adalah gaya pada partikel yang disebabkan oleh adanya gradient temperatur, dimana partikel akan bergerak ke daerah yang memiliki temperature lebih rendah. Dari hasil eksperimen dapat dibuktikan bahwa alat thermal precipitator plat vertikal ini dapat digunakan sebagai smoke dust collector. Hal ini dibuktikan dengan pengukuran kadar asap menggunakan gas sensor.

Air pollution in people neighborhood has crossed the limit. One of the biggest causes of air pollution is aerosol smoke.The kind of aerosol smoke that is used in this study is 0.01_m ' 1 _m tobacco smoke. Filtering method which is suitable for tobacco smoke will be thermal precipitation. In this research build a vertical thermal precipitator, which is developed from previous research, for depositing the particles that exist in the smoke of cigarette by using thermoporetic force.
Thermophoretic force is force which is given to the particles which suspended in a fluid if there is difference in the fluid's temperature that will cause the particles to move to the region with lower temperature. From the experiment and analysis, we can make a conclusion that vertical thermal precipitator can be used as smoke collector. This can be seen by doing an observation by measuring the smoke density which can be deposited by vertical thermal precipitator by using gas sensor.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2010
S50911
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Hutapea, Susy Affrini
"ABSTRAK
Cr(III) merupakan spesi ion logam kromium (Cr) yang esensial bagi tubuh manusia karena memiliki peran penting dalam metabolisme glukosa, lemak dan protein. Untuk menetapkan konsentrasi spesi Cr(III), sistem ekstraksi titik awan digunakan sebagai metode pemisahan dan prakonsentrasi yang murah, cepat dan ramah lingkungan. Pada penelitian ini, dilakukan pengembangan metode analisis Cr(III) dalam matriks susu menggunakan ligan 1-(2-piridilazo)-2-naftol (PAN) dan surfaktan nonionik Triton X-114 yang dideteksi dengan Spektroskopi Serapan Atom Tungku Karbon. Faktor yang mempengaruhi efisiensi ekstraksi seperti pH larutan, konsentrasi ligan, konsentrasi surfaktan, suhu ekstraksi dan waktu ekstraksi dioptimasi hingga mendapatkan efisiensi ekstraksi yang optimum. Penambahan Na2SO4 juga dilakukan untuk meningkatkan efisiensi ekstraksi. Analisis Cr(III) dalam produk susu yang telah diberi perlakuan dengan asam trikloro asetat menghasilkan presisi dengan RSD 4.1 % dan rentang perolehan kembali Cr(III) 80.0 sampai 100.8 %. Batas deteksi dalam produk susu yang diperoleh adalah 45 ng/g dan batas kuantisasi 150 ng/g. Faktor pengayaan setelah pengenceran fase kaya surfaktan 125 kali adalah 2.1 dan faktor prakonsentrasi yang diperoleh adalah 310.3. Hasil penelitian membuktikan bahwa metode analisis dengan ekstraksi titik awan ini dapat digunakan untuk penetapan konsentrasi Cr(III) dalam produk susu.

Cr(III) is one of chromium (Cr) metal ion species which is essential for human body because it has important role in glucose, fat and protein metabolism. To determine the concentration of Cr(III), cloud point extraction was used as a method of separation and preconcentration which is low cost, fast and environmentally friendly. In this study, analytical method development of Cr(III) in dairy products was performed using 1-(2-pyridylazo)-2-naphthol (PAN) ligand and nonionic surfactant Triton X-114 which was detected by Graphite Furnace Atomic Absorption Spectroscopy. Factors affecting extraction efficiency such as pH of solution, concentration of ligand, concentration of surfactant, equilibration temperature and time were optimized to obtain optimum extraction efficiency. Addition of Na2SO4 was also carried out to improve extraction efficiency. The analysis of Cr(III) in dairy products which was previously treated with trichloro acetic acid produces precision with 4.1% RSD and the recovery range of Cr(III) is of 80.0 to 100.8%. The detection limit in dairy products obtained is 45 ng/g and the quantization limit is 150 ng/g. The enrichment factor after 125 times surfactant-rich phase dilution is of 2.1 and the preconcentration factor obtained is of 310.3.  It is proved that the analytical method using cloud point extraction can be employed to determine the concentration of Cr(III) in dairy products."
2019
T53960
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>