Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 81226 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Seringnys mahkamah konstitusi melahirkan sebuah putusan yang kontroversial mengakibatkan munculnya gagasan untuk membatasi kekuasaan kehakiman. Salah satu gagasan yang mengemuka untuk membatasi kekuasaan kehakiman tanpa mengganggu independensinya adalah gagasan mengenai judicial restraint. Gagasan mengenai judicial restraint mengedepankan pembatasan pada bentuk-bentuk tertentu. Bentuk-bentuk pembatasan menurut judicial restraint dapat berupa pembatasan berdasarkan norma konstitusi, pembatasan berdasarkan kebijakan untuk melakukan pengekangan diri (self restraint), dan pembatasan yang dilakukan berdasarkan doktrin-doktrin tertentu. Judicial restraint menghendaki kekuasaan kehakiman untuk mengekang diri dari kecenderungan bertindak layaknya sebuah miniparliament yang dapat bermuara pada juristocracy. Judicial restraint juga menghendaki kekuasaan kehakiman untuk tidak mengganggu cabang kekuasaan yang lain"
JK 11 (1-4) 2014
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Constitutional Court has authority to judge at the first and final level that decision is final functioning, among other, to review Law against Constitution Final decision of the court, as intended in Article 24C of 1945 Constitution of Unitary State of the Republic of Indonesia, does not open opportunity for appeal, cassation or other legal efforts."
340 JIHAG 13:3 (2005)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Nilam Rahmahanjayani
"Mahkamah Konstitusi dalam menjalankan kewenangan menguji Undang-undang terhadap UUD 1945 berperan sebagai negative legislator. Dalam perkembangannya seringkali Mahkamah Konstitusi tidak hanya memutus apakah suatu norma bertentangan dengan UUD 1945 atau tidak tetapi juga merumuskan norma baru. Sikap aktif Mahkamah Konstitusi tersebut dianggap sebagai bentuk penerapan prinsip judicial activism. Judicial Activism dipahami sebagai dinamisme para hakim ketika membuat putusan tanpa melalui batas-batas konstitusi. Namun banyaknya kritik terhadap prinsip judicial activism melahirkan doktrin judicial restraint sebagai sebuah antitesa. Dalam doktrin judicial restraint, pengadilan harus dapat melakukan pengekangan diri dari kecenderungan ataupun dorongan untuk bertindak layaknya sebuah miniparliament. Putusan Mahkamah Konstitusi yang menerapkan prinsip ini pun tidak sedikit jumlahnya. Namun hingga kini penerapan kedua prinsip tersebut oleh Mahkamah Konstitusi belum jelas. Oleh karena itu, skripsi ini ingin membahas mengenai penerapan kedua prinsip tersebut dalam putusan pengujian Undang-undang di Mahkamah Konstitusi. Metode penulisan yang digunakan adalah yuridis normatif dengan pendekatan kualitatif dan menggunakan bahan kepustakaan serta wawancara.
Dari hasil riset didapati bahwa belum adanya parameter bagi Mahkamah Konstitusi untuk memutuskan kapan dan dalam keadaan yang bagaimana bisa menerapkan prinsip judicial restraint dan judicial activism menimbulkan kerancuan. Prinsip judicial restraint dan judicial activism tidak bisa disamakan penerapannya dalam setiap kasus karena masing-masing kasus memiliki persoalan yang berbeda. Tidak ada satu prinsip yang lebih baik atau yang lebih tinggi dari prinsip lainnya, sehingga tidak bisa dikatakan jika Mahkamah Konstitusi lebih baik mengedepankan penerapan judicial restraint dibanding judicial activism maupun sebaliknya.

The Constitutional Court in executing its authority to review the constitutionality of the law act as negative legislator. In its development the Constitutional Court often to not only decide whether a norm contradict to the constitution or not but also formulate a new norm. The Constitutional Court 39s active stance is considered as a form of applying the judicial activism principle. Judicial Activism is understood as the dynamism of judges when making decisions without going through the boundaries of the constitution. However, many criticisms towards judicial activism causing judicial restraint doctrine to rise as an antithetical view In judicial restraint doctrin, the court must be able to exercise self restraint from the tendency to act like a miniparliament. There are many Constitutional Court's cases that applies the judicial restraint principle. However, until now the application of both principles by the Constitutional Court is not clear. Therefore, this thesis would like to examine about the application of both principles on judicial review cases in Constitutional Court. Research method used is normative juridical writing with qualitative approach from library materials and interview.
The research results found that there is no parameter yet for the Constitutional Court to decide when and under what circumstances to apply the judicial restraint and judicial activism principles. It cause confusion. Nevertheless, the judicial restraint and judicial activism principle can not be equated with the application in each case because each case has different problems. There is no one principle that is better or higher than other principles, so it can not be said if the Constitutional Court is better put forward the implementation of judicial restraint than judicial activism or vice versa.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Winarno Yudho, researcher
Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional, Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia, 2007
342.02 WIN p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Irfan Nur Rachman
"ABSTRAK
Judicial review adalah kewenangan menguji undang-undang terhadap UUD 1945 yang
merupakan salah satu kewenangan Mahkamah konstitusi. Dalam perkara pengujian undangundang,
Mahkamah Konstitusi dapat saja mengesampingkan, membatalkan atau memaknai
materi muatan pasal/ayat/bagian dari sebuah undang-undang. Namun dalam perkembangan
hukum acara di Mahkamah Konstitusi, ternyata dalam perkara Pemilukada Mahkamah
Konstitusi melakukan pseudo judicial review (pengujian undang-undang semu) di mana
Mahkamah Konstitusi melakukan pengujian terhadap materi muatan/pasal/ayat atau bagian dari
suatu undang-undang. Tujuan penulisan tesis ini adalah untuk mengkaji dan menganalisis
konstruksi judicial review dalam pengujian undang-undang dibandingkan dengan konstruksi
pseudo judicial review dalam perkara perselisihan hasil Pemilukada. Selain itu juga bertujuan
untuk mengkaji dan menganalisis kekuatan hukum mengikat suatu materi muatan pasal/ayat
yang telah diuji dalam perkara Pemilukada. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara formil,
permohonan judicial review dalam perkara pengujian undang-undang dan permohonan pseudo
judicial review dalam perkara perselisihan hasil Pemilukada adalah berbeda karena diatur oleh
dua jenis hukum acara dalam kewenangan yang berbeda. Akan tetapi dalam konteks putusan,
konstruksi judicial review dan konstruksi pseudo judicial review memiliki persamaan dan
perbedaan. Di sisi lain, materi muatan pasal/ayat/bagian dari undang-undang yang telah diuji
oleh Mahkamah Konstitusi dalam perkara Pemilukada masih memiliki kekuatan hukum
mengikat karena Mahkamah Konstitusi tidak membatalkan norma dalam undang-undang yang
diuji. Akhirnya, sebagai peradilan konstitusi, Mahkamah perlu diberi kewenangan menguji
Pseudo judicial..., Irfan Nur Rachman, FH UI, 2015
vii
secara terbatas saat melaksanakan tugas dan kewenangan selain pengujian undang-undang dan
hal ini perlu diatur dalam hukum acara Mahkamah Konstitusi.

ABSTRACT
Judicial review is the test act against UUD 1945- that is one authority the constitutional court.In
testing legislation, affairs--how the constitutional court ruled out, could have cancel or material
handling charge article / ayat / part of a statute.But in the legal developments event at the
constitutional court, turned in regional head affairs--how the constitutional court to review (
pseudo judicial testing legislation specious ) where the constitutional court to do our tests
material charge / article ayat / or part of a statute. The purpose of this thesis was to review and
analyze the contruction of judicial review in testing legislation compared with the contruction of
pseudo judicial review in the matter of dispute the results of regional head.It also aims to review
and analyse legal force fasten a material charge article / verse that has been tested in matters of
regional head.
The research results show that on formil, judicial review the request in the matter of the act of
testing and supplication pseudo judicial review in the matter of the results of the upcoming
general election strife is different because be set by two types of laws the event under the
authority of the different.However in the context of the award, construction judicial review and
construction pseudo judicial review having similarities and differences.At the other side a
Pseudo judicial..., Irfan Nur Rachman, FH UI, 2015
viii
charge of article material / paragraph / part of legislation that has been tested by the
constitutional court in the matter of the upcoming general election still having legal force
binding because the constitutional court did not make the norm in a law that tested.Finally, as
judicial constitution, the court need to be given the authority test in a restrictive manner while
carrying out the tasks and the authority in addition to testing the laws and this needs to be
regulated in law the event of the constitutional court."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T42802
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Jakaarta: P31, SetjenDPR-RI, 2002
342.02 Mah
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Mahkamah Konstitusi RI,
321 KBMK
Majalah, Jurnal, Buletin  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>