Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 64 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Cerita lakon wayang dengan judul Kumalasekti ditulis dalam beberapa buku. Dalam buku ini cariyos Kumalasekti berisi kisah Angkawijaya difitnah para kurawa di Astina."
Surakarta: Albert Rusche, 1912
BKL.1082-WY 56
Buku Klasik  Universitas Indonesia Library
cover
"Naskah ini berisi teks yang bercerita tentang seseorang yang melahirkan bayi di dalam kubur. Bayi ini kemudian dirawat dan dipelihara oleh seorang demang Gebayan. Setelah besar bayi perempuan ini dijadikan selir oleh PB V dan menurunkan anak pangeran Arya Panular. Cerita di atas berlatar desa Karang Turi kawedanan Tegalreja, Magelang. Berdasarkan data teks sangat sukar untuk menentukan siapa penulis, tetapi teks ini jelas berbeda dengan karangan F.L. Winter dengan judul yang mirip, ialah Cariyos Aneh Tuwin Elok, ingkang anggumujengaken (Surakarta: Rusche, 1879; lihat Pratelan I: 437-438). Keterangan tentang penyalinan naskah juga tidak ditemukan."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
CL.20-B 1.05
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
"Naskah ini berisi teks ringkasan tiap pupuh dari naskah induk yang belum diketahui keberadaannya. Ringkasan disertai dengan daftar pupuh dengan format: nomor pupuh, cuplikan gatra, nama pupuh, jumlah pada. Menurut keterangan pada h. 1, naskah ini diterima Pigeaud (?) pada Desember 1931."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
SJ.191-L 6.17
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
"Naskah dluwang ini dibeli oleh Pigeaud pada bulan Nopember 1935 dari Cirebon. Berisi saduran ceritera Betal Jemur, disusun dalam tembang macapat sebanyak 18 pupuh. Melihat beberapa nama tokoh lain yang terdapat dalam teks, terutama dari pupuh-pupuh terakhir, teks ini berkesan masih berhubungan dengan siklus ceritera Menak. Bandingkan Poerbatjaraka 1940: 75-76, tentang naskah Lontar Engelenberg no. 42 (lontar 82 E 42) di Perpustakaan Nasional RI, yang juga bertokohkan Betal Jemur ini. Teks ini diringkas oleh Mandrasastra pada bulan April 1936. Berikut adalah ringkasan alur ceritera tersebut. Tambi Jumiril mendapatkan wangsit, kemudian naik haji ke Mekah; ke pulau Kadam menghadap seorang pendeta bernama Kanjumukin, ia mohon penjelasan mengenai mimpi pada waktu naik kapal. Menerangkan leluhur pembesar Arab bernama Abdullah Manap, kemudian Abdullah Manap menurunkan dhampit: (1) bongkok dan berperilaku jelek bernama Umiyar mengadakan Abujahal; (2) mengelik (meliuk ke belakang) bernama Ibnu Asim. Ibnu Asim menurunkan seorang putri bernama Simah Miya dan dua orang putra bernama Ibasib dan Abdul Mutalib; Abdul Mutalib ini menggantikan menjadi pemimpin di Mekah bergelar Adipati. Tambi Jumiril kawin dengan Simah Miya. Setelah itu menceritakan Mayadin; yang menjadi raja Prabu Kobat Syah turun-tumurun sampai Prabu Rurustam. Patih Mayadin bernama Bakti Jamal. Sang Patih bersedih karena melihat kitab Kadam Makna memberikan penjelasan, bahwa matinya Bakti Jamal kurang 40 hari kemudian memberi petunjuk supaya Bakti Jamal melaksanakan 'ngluwat' (kluwat=liang kubur). Menjelang hari ke-40 patih Iklas-Ajir menengok Ki Bakti Jamal kemudian mengajak menghibur diri, pada akhirnya Bakti Jamal dibunuh Ki Patih yang ingin memiliki harta karun yang pada waktu itu ditemukan oleh Bakti Jamal. Ki Patih membuat rumah dan taman di tempat harta karun tersebut ditemukan. Selanjutnya menghias taman dan bangunan. Patih Iklas Ajir menemui Nyai Bakti Jamal memberikan uang dan bercinta supaya sewaktu-waktu nantinya melahirkan seorang putra diberi nama Betal Jemur karena menurut pesan Bakti Jamal. Betal Jemur kemudian lahir, setelah umur 7 tahun disekolahkan (pesantren) kepada Pendeta Lukman Hakim hingga mengerti tentang Kadam Makna. Betal Jemur menebak kambing yang dibunuh oleh tukang kebon Patih Aklas Ajir, menyebabkan sedih ki Patih, pada akhirnya tumbuh kekhawatiran dan berkata kepada 'tukang tuwek' supaya membunuh Betal Jemur. Betal Jemur disertai oleh 'juru tuwek' akan dibunuh di tempat yang sepi, namun kemudian juru tuwek itu membunuh kambing, hatinya diberikan kepada sang Patih dikatakan sebagai hati Betal Jemur. Sang Raja bermimpi, akan tetapi lupa kemudian memerintahkan Ki Patih supaya mencari orang yang dapat membuka mimpinya. Ki Patih setelah dibohongi oleh tukang tuwek masalah Betal Jemur masih hidup, sang Patih kemudian memberikan klenik kepada Betal Jemur namun Betal Jemur tabah. Patih Iklas Ajir menghadap sang raja melepaskan keluhan Betal Jemur. Betal Jemur dipanggil sang raja, melaporkan hal yang terjadi, kemudian ki Patih dibunuh raja. Betal Jemur diwisuda sebagai patih. Betal Jemur menebak isi mimpi raja yaitu seorang abdi ngabei menganggu isteri selir. Betal Jemur menebak putra raja yang sedang lahir dan diberi nama Nursewan (R. Yayi). Betal Jemur menebak anaknya peninggalan Alkas Ajir yang baru saja lahir dan diberi nama Bastak, di kemudian hari menjadi patih menggantikan Nursewan. Betal Jemur berangkat ke tanah Ajam, diutus membunuh para jejaka dan menyobek perut perempuan karena menurut ramalan Betal Jemur hal ini akan membuka rahasia R. Yayi Nursewan. Adipati Abdul Mutalib memusyawarahkan mimpi kepada para nujum. Isteri Adipati Abdul Mutalib bernama Dewi Kalimah mengandung 3 bulan bermimpi ditemui Nabi hingga 'berganti' 4 kali. Betal Jemur sampai di Mekah disanjung dan dihormat oleh Abdul Mutalib. Prabu Meyadin, Sri Kobatsah meninggal diganti oleh putranya, Sri Yayi Nursewan, dan patihnya Ki Bestak. Raja Nursewan mengutus seseorang untuk memberi tahu kepada Betal Jemur. Isteri Abdul Mutalib melahirkan seorang putra diberi nama Ambyah oleh Betal Jemur. Amir Hamzah lahir bersamaan dengan anak Jumiril, Patih Ki Adipati. Betal Jemur pulang ke Medayin dijunjung oleh Sang Raja. Patih Bestak bertindak jahat. Cerita dihentikan kemudian disambung dengan cerita Amir Ambyah berumur 10 tahun. Menceritakan perjalanan dan sejarah Amir Ambyah dengan Umarmaya pada setiap hari selalu ugal-ugalan. Tidak terdapat keterangan tentang penulisan/penyalinan teks pada naskah ini. Adapun tentang penyalinan naskah, gaya tulisan, tata halaman serta jenis kertas yang dipergunakan menunjukkan usia naskah yang cukup tua (awal abad 19?); ciri-ciri tulisan mirip dengan gaya tulisan pasisir barat, sekitar wilayah Cirebon."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
CI.65-NR 278
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
"Menurut penyalin, naskah ini berisi kumpulan teks sebagai berikut: Serat Ambiya, Tapel Malaikat, Aji Jan-Banujan, Laire Ajisaka, Tapel Adam, Para Nabi, Miyose Kanjeng Nabi Muhammad, Cabolek Mataram, Neptu. Namun dari semua judul yang disebutkan di atas ternyata hanya berisi tiga saja, ialah Serat Ambiya, Serat Seh Siti Jenar, dan Sarasilahipun Karaton Mataram. Naskah disalin oleh R. Gandasutarya, di Suryaputran (Yogyakarta?). Teks pertama adalah Serat Ambiya (h.1-290), tersusun dalam 103 pupuh berikut ini: 1) asmaradana; 2) dhandhanggula; 3) asmaradana; 4) mijil; 5) sinom; 6) pangkur; 7) mijil; 8) dhandhanggula; 9) gambuh; 10) pangkur; 11) megatruh; 12) maskumambang; 13) sinom; 14) megatruh; 15) dhandhanggula; 16) mijil; 17) asmaradana; 18) kinanthi; 19) dhandhanggula; 20) sinom; 21) mijil; 22) dhandhanggula; 23) sinom; 24) dhandhanggula; 25) mijil; 26) kinanthi; 27) dhandhanggula; 28) mijil; 29) sinom; 30) maskumambang; 31) asmaradana; 32) kinanthi; 33) sinom; 34) kinanthi; 35) megatruh; 36) mijil; 37) pucung; 38) dhandhanggula; 39) pangkur; 40) gambuh; 41) sinom; 42) dhandhanggula; 43) mijil; 44) pangkur; 45) dhandhanggula; 46) asmaradana; 47) pangkur; 48) gambuh; 49) dhandhanggula; 50) mijil; 51) kinanthi; 52) asmaradana; 53) mijil; 54) dhandhanggula; 55) sinom; 56) megatruh; 57) pangkur; 58) dhandhanggula; 59) sinom; 60) kinanthi; 61) pucung; 62) dhandhanggula; 63) gambuh; 64) durma; 65) sinom; 66) mijil; 67) dhandhanggula; 68) pangkur; 69) mijil; 70) dhandhanggula; 71) sinom; 72) asmaradana; 73) gambuh; 74) dhandhanggula; 75) pangkur; 76) sinom; 77) asmaradana; 78) kinanthi; 79) megatruh; 80) mijil; 81) megatruh; 82) pangkur; 83) sinom; 84) pangkur; 85) dhandhanggula; 86) kinanthi; 87) dhandhanggula; 88) mijil; 89) sinom; 90) asmaradana; 91) pangkur; 92) dhandhanggula; 93) gambuh; 94) pangkur; 95) mijil; 96) sinom; 97) dhandhanggula; 98) gambuh; 99) kinanthi; 100) dhandhanggula; 101) durma; 102) sinom; 103) asmaradana. Teks kedua adalah Serat Seh Siti Jenar (h.291-332), terdiri atas 16 pupuh, sebagai berikut: 1) dhandhanggula; 2) sinom; 3) asmaradana; 4) sinom; 5) kinanthi; 6) asmaradana; 7) kinanthi; 8) dhandhanggula; 9) sinom; 10) dhandhanggula; 11) mijil; 12) sinom; 13) kinanthi; 14) kinanthi; 15) mijil; 16) pangkur. Teks terakhir adalah Sarasilahipun Karaton Mataram (h.333-450), yaitu serba-serbi tentang sejarah dan silsilah dinasti Mataram, terdiri dari 48 pupuh sebagai berikut: 1) dhandhanggula; 2) sinom; 3) mijil; 4) megatruh; 5) asmaradana; 6) pangkur; 7) sinom; 8) pangkur; 9) dhandhanggula; 10) asmaradana; 11) dhandhanggula; 12) sinom; 13) asmaradana; 14) mijil; 15) sinom; 16) maskumambang; 17) megatruh; 18) mijil; 19) sinom; 20) pangkur; 21) dhandhanggula; 22) sinom; 23) asmaradana; 24) gambuh; 25) durma; 26) sinom; 27) durma; 28) kinanthi; 29) mijil; 30) asmaradana; 31) sinom; 32) kinanthi; 33) dhandhanggula; 34) asmaradana; 35) durma; 36) megatruh; 37) asmaradana; 38) dhandhanggula; 39) sinom; 40) dhandhanggula; 41) mijil; 42) kinanthi; 43) dhandhanggula; 44) pangkur; 45) mijil; 46) pucung; 47) sinom; 48) dhandhanggula."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
CL.21-NR 335
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
"Menurut keterangan dalam ringkasan Mandrasastra, naskah ini isinya mengenai sejarah kerajaan Padhagelan. Ceritera diawali dari kerajaan Kawirengga, di bawah pimpinan Prabu Basanta, yang mempunyai putera bernama Prabu Anom yang kawin dengan putri Pandhita Patra Manggala dari negeri Salisir bernama Endang Sikarini. Perkawinan ini tidak disetujui oleh salah satu murid dari Pandhita di Salisir yang bernama Lawung, maka Lawung pergi ke negeri Padhagelan. Terjadilah peperangan antara Kawirengga dengan Padhagelan. Peperangan dimenangkan oleh Kawirengga, maka diangkutlah segala kekayaan di negeri Padhagelan, termasuk empat putri Padhagelan. Maka diangkatlah Putra Lalita dari Salisir menjadi Raja di Padhagelang dengan gelar Prabu Palugon. Ceritera diakhiri kisah kerajaan Purwagendhing yang dipimpin oleh Mlayaswara yang ingin menggempur kerajaan Padhagelan. Dari pihak Padhagelan melaporkan kepada Kerajaan Kawirengga, sehingga terjadilah perang antara Kawirengga dan Padhagelan melawan Purwagendhing. Dalam pertempuran itu tidak ada yang kalah maupun yang menang. Pihak Kawirengga meminta bantuan kepada negeri Madhendha, Pastima, Purwa. Perang berakhir setelah pihak dari Padhagelan dan Purwagendhing mengundang dua pendita dari gunung Candhipita bernama Pandhita Mardawalagu dan Pandhita Macapatan, sehingga antara Padhagelan dengan Purwagendhing mengadakan perdamaian. Teks ini, yang konon diciptakan oleh Ki Panjangmas Darmaguna, tersusun dalam 42 pupuh sebagai berikut: (1) dhandhanggula; (2) pangkur; (3) sinom; (4) kinanthi; (5) asmarandana; (6) durma; (7) maskumambang; (8) mijil; (9) dhandhanggula; (10) pangkur; (11) sinom; (12) kinanthi; (13) asmarandana; (14) durma; (15) maskumambang; (16) Mijil; (17) dhandhanggula; (18) pangkur; (19) sinom; (20) kinanthi; (21) asmarandana; (22) durma; (23) maskumambang; (24) mijil; (25) dhandhanggula; (26) pangkur; (27) sinom; (28) kinanthi; (29) asmarandana; (30) durma; (31) maskumambang; (32) mijil; (33) dhandhanggula; (34) pangkur; (35) sinom; (36) kinanthi; (37) asmarandana; (38) durma; (39) maskumambang; (40) mijil; (41) dhandhanggula; (42) pangkur."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
CH.5-NR 242
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
"Naskah ini merupakan salinan ketikan sebagian dari naskah FSUI/SJ.41. Naskah induk tersebut merupakan indeks susunan Pigeaud sendiri untuk onomastikon tokoh maupun tempat pada teks Babad Blambangan dan Cariyos Tawang Alun. Adapun SJ.33 ini hanya memuat petikan Cariyos Tawang Alun saja. Urutan nama-nama disesuaikan dengan abjad Jawa. Bandingkan FSUI/BA.300 dan 345 yang memuat petikan kata-kata beserta keterangan maknanya, dipetik dari teks yang sama, untuk dipakai dalam kamus Pigeaud. Pigeaud menyusun indeks ini pada tahun 1927, sedangkan penyalinan naskah pada tahun 1930. Penyalinan sebanyak tiga^eksemplar, satu eksemplar untuk Pigeaud (salinan ini), satu untuk Afdeeling Taal-, Land- en Volkenkunde dari KBG, dan satu lagi untuk Tuan Behrens."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
SJ.33-W 69.07
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
Prawirasudirja
"Buku ini berisi mengenai hal yang terkait dengan Pegunungan Dieng yang diawali di halaman pertama ada peta wilayah kota Wanasaba. Dieng ada di daerah karisidenan Kedu. Buku ini semacam petunjuk nama-nama tempat di daerah Dieng dan sekitarnya. Disebutkan nama-nama telaga, yaitu telaga cebong, telaga warna dan cermin, telaga manjer, telaga bale kambang, merdada, nama pesanggrahan, nama kawah seperti kawah kidang, candradimuka, bantheng dan leri. Ada juga candi seperti candi klentheng, ada guwa semar, guwa jimat, dan sumur jalatundha. Juga disebutkan mengenai kendaraan yang dapat dipergunakan sebagai sarana angkutan."
Semarang: H.A. Benyamin, 1912
BKL.0108-CH 3
Buku Klasik  Universitas Indonesia Library
cover
"Naskah ini berisi teks cerita Tionghoa (penyunting belum bisa memastikan judulnya), diceritakan peperangan antara Senapati Lo Dong melawan Dewi Tas Yan Tong. Lo Dong kalah, karena dapat dijerat dengan jimat yang berupa rajut, lalu dibawa ke pesanggrahan Dewi Tas Yan Tong. Senapati Tik San membela senapati Lo Dong, tetapi akhirnya kalah, dapat ditangkap dan dijadikan satu dengan Lo Dong. Pada saat itu Dewi Tas Yan Tong jatuh cinta pada Tik San, tetapi Tik San tidak menanggapinya, malah masih tetap menganggapnya sebagai musuh. Karena cintanya ditolak, Dewi Tas Yan Tong memerintahkan kepada bala tentaranya untuk membunuh Lo Dong dan Tik San. Tersebutlah, ketika Tik San akan dibunuh, sebagian bala tentaranya berhasil meloloskan diri dan memberitahukan kepada adik Tik San yang bernama Dewi Kan Kiem, bahwa Tik San akan dibunuh. Dewi Kan Kiem sangat marah, dan ingin membela kakaknya, tetapi dilarang oleh ibunya, bernama Dewi Lim. Sebaliknya Dewi Kan Kiem disuruh membujuk kakaknya agar menuruti kemauan Dewi Tas Yan Tong. Teks diakhiri dengan peperangan antara prajurit Tong Tya melawan Wa Lyong hingga kisah wafatnya Raja Tong Tya, yang kemudian digantikan oleh putra mahkota. Keterangan penyalinan tidak diterhukan dalam naskah ini, namun melihat jenis kertas dan gaya penulisan, diperkirakan naskah dibuat pada sekitar awal abad ke-20. Keterangan selanjutnya lihat MSB/L.409, L.410 dan FSUI/CT.10-13. Daftar pupuh: (1) dhandhanggula; (2) mijil; (3) pangkur; (4) asmarandana; (5) durma; (6) megatruh; (7) asmarandana; (8) dhandhanggula; (9) pucung; (10) pangkur; (11) dhandhanggula; (12) maskumambang; (13) pangkur; (14) dhandhanggula; (15) durma; (16) asmarandana; (17) sinom; (18) mijil; (19) dhandhanggula; (20) kinanthi; (21) sinom; (22) pucung; (23) dhandhanggula; (24) asmarandana; (25) kinanthi; (26) pangkur; (27) maskumambang; (28) durma; (29) megatruh; (30) pangkur; (31) dhandhanggula; (32) asmarandana; (33) kinanthi; (34) durma; (35) sinom; (36) pangkur; (37) asmarandana; (38) maskumambang; (39) dhandhanggula; (40) asmarandana; (41) sinom; (42) mijil; (43) kinanthi; (44) asmarandana; (45) megatruh; (46) pangkur; (47) durma; (48) asmarandana; (49) maskumambang; (50) dhandhanggula."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
CT.2-NR 530
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
"Naskah ini memuat teks cerita yang berasal dari Tiongkok, mengisahkan pertikaian antara dua orang yang berseteru, yakni Rajaputra La Ling Ong dan seorang wanita raja dari Ciu Tia bernama Dyah Bu Cik Dyan. Seluruh teks menampilkan peperangan antara keduanya dengan perantaraan senapati dan panglima perangnya. Pertempuran tersebut berakhir setelah Dyah Bu Cik Dyan menderita kekalahan. Menjelang kekalahannya ia bersama-sama dengan salah seorang tumenggungnya bernama Bu Sam Su, berhasil meloloskan diri dari serbuan prajurit Rajaputra La Ling Ong. Di lain pihak kemenangan bagi Rajaputra La Ling Ong membawanya ke tampuk kekuasaan di Tong Tia. Ia kemudian dinobatkan menjadi raja bergelar Maharaja Tiong Cong. Salah seorang senapatinya yang perkasa bernama Sik Kong, putera Dewi Wan Le Wah, bidadari dari kahyangan, diperintahkan membunuh habis seluruh keluarga bermarga Bu, kecuali Dyah Bu Cik Dyan dan Bu Sam Su. Kedua orang tersebut oleh Maharaja Tiong Cong kemudian diberi hak hidup, dijamin keselamatannya, bahkan selanjutnya diaku sebagai kerabat kerajaan. Dyah Bu Cik Dyan diangkat sebagai selir raja yang kedua, sedangkan Bu Sam Su mendapat kehormatan sebagai patih. Namun karena dendam yang besar mengingat kehancuran keluarga Bu, akhirnya mereka dengan dibantu oleh permaisuri yang berkhianat berhasil membunuh sekaligus menggulingkan kekuasaan Raja Tiong Cong. Usaha kudeta tersebut tidak berlangsung lama karena segera dipatahkan oleh Sik Kong. Mereka yang terlibat dalam gerakan kudeta tersebut akhirnya dihukum mati. Sebagai pengganti Maharaja La Ling Ong ditunjuk Prabu Li Tan yang kemudian bergelar Prabu Jiu We Cong. Daftar pupuh: (1) dhandhanggula; (2) durma; (3) megatruh; (4) pangkur; (5) pucung; (6) durma; (7) dhandhanggula; (8) kinanthi; (9) sinom; (10) pucung; (11) pangkur; (12) durma; (13) megatruh; (14) dhandhanggula; (15) durma; (16) pangkur; (17) asmarandana; (18) pucung; (19) dhandhanggula; (20) durma; (21) maskumambang; (22) pangkur; (23) megatruh; (24) asmarandana; (25) dhandhanggula; (26) pangkur; (27) asmarandana; (28) dhandhanggula; (29) kinanthi; (30) sinom. Cerita-cerita Tionghoa seperti ini banyak ditemui dalam khasanah kesusastraan Jawa dengan materi isi yang beragam. Cerita ini digubah oleh orang-orang keturunan Cina yang telah lama menetap di Jawa. Mereka menuangkan isi cerita-cerita yang berasal dari tanah leluhurnya tersebut, tatkala mereka telah dapat beradaptasi dengan baik terhadap kebudayaan Jawa, khususnya dalam hal ini yang berkenaan dengan kaidah-kaidah bahasa dan sastra. Maka lahirlah cerita-cerita seperti Sam Kok, Tig Jing, dan Sam Pek Eng Tay yang sedemikan terkenal, atau cerita Sik Kong ini. Teks naskah ini telah dibuatkan 'uittrekseV oleh Mandrasastra pada bulan Agustus 1932, dan ringkasan di atas disusun berdasarkan catatan Mandrasastra tersebut. Tidak terdapat keterangan tentang tarikh penyalinan naskah ini, tetapi diperki-rakan sekitar awal abad ke-20. Dari catatan Pigeaud pada h.i dapat diketahui, bahwa naskah ini didapat dari seseorang yang bernama Sujana dan transaksi serah-terimanya berlangsung pada tanggal 6 Desember 1930 di Surakarta."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
CT.4-NR 144
Naskah  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7   >>