Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 149155 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sinaga, Ariska
"Latar Belakang: Aktivitas penyakit Artritis Reumatoid (AR) merupakan ekspresi dari kaskade inflamasi. Inflamasi jaringan sinovium yang disertai pembentukan pannus memerlukan asupan nutrisi dan oksigen melalui angiogenesis. Peningkatan penanda angiogenik menunjukkan inflamasi sendi yang progresif dan peningkatan aktivitas penyakit. Salah satu faktor pertumbuhan yang memiliki peran pada angiogenesis adalah nerve growth factor (NGF). Beberapa penelitian terdahulu mendapatkan kadar NGF yang meningkat baik pada serum maupun pada cairan sinovium pasien AR. Nerve growth factor (NGF) dapat menginduksi faktor-faktor pro-angiogenik dan faktor pertumbuhan lain yang berperan pada AR. Saat ini belum ada penelitian yang menghubungkan kadar serum NGF terhadap aktivitas penyakit AR.
Tujuan: Mengetahui korelasi antara kadar NGF dengan aktivitas penyakit (yang dinilai dengan DAS28 LED dan DAS28 CRP) pada pasien AR di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo.
Metode: Penelitian potong lintang yang mengevaluasi kadar NGF menggunakan two site immunoenzymatic assay (ELISA) pada 50 pasien (47 orang perempuan dan 3 orang laki-laki) AR di poliklinik Reumatologi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo pada Oktober sampai Desember 2015. Aktivitas penyakit AR pada penelitian ini dinilai menggunakan skor DAS28 LED dan DAS28 CRP melalui kalkulator yang diakses dari internet pada http://www.das-score.nl/. Analisis statistik bivariat digunakan untuk mendapatkan korelasi antara NGF dengan aktivitas penyakit AR.
Hasil: Rerata usia subjek penelitian ini adalah 43,44 tahun. Median kadar serum NGF adalah 4,33 pg/mL (2,35-20,83). Hasil analisis memperlihatkan korelasi antara kadar serum NGF dengan skor DAS28 LED (r = +0,427; p = 0,002) dan DAS28 CRP (r =+0.407; p = 0,003).
Kesimpulan: Terdapat korelasi positif sedang antara kadar serum NGF dengan aktivitas penyakit AR.

Background: Disease activity of Rheumatoid Arthritis (RA) is an expression of the inflammatory cascade. Disease activity of a given joint is correlated with the synovial vascularization. Synovial tissue inflammation accompanied by pannus formation requires intake of nutrients and oxygen through angiogenesis. Angiogenesis plays an integral part of the development of the pannus formation. Increased angiogenic markers shows a progressive increase of joint inflammation and disease activity. One of the contributing factors to angiogenesis is the nerve growth factor (NGF). Several previous studies show increased NGF concentrations in both the serum and synovial fluid of RA. Nerve growth factor can induce pro-angiogenic factors and other growth factors contribute in RA. Currently, there has not been any studies yet that correlates the NGF serum concentration with RA disease activity.
Objective: To determine the correlation between the serum concentration of NGF and disease activity of RA patients at Cipto Mangunkusumo General Hospital (using DAS28 ESR and DAS28 CRP score).
Methods: A cross-sectional study was used. Recruited were 50 RA patients (47 women and 3 men) of outpatient clinic of Rheumatology at Cipto Mangunkusumo General Hospital from October to December 2015. Concentrations of NGF were evaluated with a two site immunoenzymatic assay (ELISA). Disease activity in this study was assessed using DAS28 ESR and DAS28 CRP score using a calculator accessible from the internet on http://www.das-score.nl/. The correlation between NGF with disease activity was analyzed by bivariate analysis.
Results: The mean age of the study subjects was 43.44 years. Median serum NGF was 4.33 pg / mL (2.35 to 20.83). The results shows correlation between serum NGF with DAS28 ESR (r = +0.427; p = 0.002) and DAS28 CRP (r = + 0407; p = 0.003).
Conclusion: Significant positive correlation between serum concentration of NGF with diesease activity in patient with AR was found.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ridho Adriansyah
"Latar Belakang : Neuropati perifer merupakan manifestasi ekstraartikular pada Artritis Reumatoid AR yang sudah lama diketahui dan ditemukan pada sekitar 50-57,4 pasien AR dengan patogenesis yang belum jelas hingga saat ini. Nerve Growth Factor NGF, yang dilaporkan berhubungan dengan kejadian neuropati perifer pada pasien Diabetes Mellitus ditemukan dengan kadar yang lebih tinggi pada pasien AR dibandingkan orang normal. Berdasarkan hal tersebut, diperlukan penelitian yang bertujuan mengetahui hubungan antara kadar NGF dengan kejadian neuropati perifer pada pasien AR.
Tujuan : Untuk mengetahui rata-rata kadar NGF darah dan ada tidaknya hubungan antara kadar NGF dengan kejadian Neuropati Perifer pada pasien AR.
Metode : Penelitian potong lintang dengan metode consecutive sampling pada pasien AR rawat jalan di poli reumatologi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo dilakukan dalam kurun waktu Juli 2015-Maret 2016. Pemeriksaan laboratorium dan fisiologi yang dilakukan adalah NGF dan Elektromiografi-Kecepatan Hantar Saraf EMG-KHS. Subjek kemudian dikelompokkan menjadi 2 kelompok berdasarkan ada atau tidaknya neuropati perifer. Analisis bivariat kemudian dilakukan untuk melihat hubungan antara NGF dengan neuropati perifer diantara 2 kelompok. Data sekunder berupa usia, jenis kelamin, Laju Endap darah LED, C-Reactive Protein CRP, Disease Activity Score DAS 28 LED dan DAS 28 CRP didapat dari rekam medis sebagai data karakteristik dasar pasien.
Hasil : Sebanyak 132 pasien diikutsertakan dalam penelitian ini dan didapatkan neuropati perifer sebanyak 45,5 60 orang selama Juli 2015-Maret 2016. Median kadar NGF pada pasien AR adalah 4,11 pg/mL 0,0-24,5 pg/mL. Median NGF pasien AR dengan neuropati perifer adalah 4,11 pg/mL 1,1-20,83 pg/mL, sementara median NGF pada pasien AR tanpa neuropati adalah 3,89 pg/mL 0,0-24,5 pg/mL. Jenis neuropati yang ditemukan pada pasien AR adalah polineuropati 29 subyek/21,97, mononeuropati multipleks 20 subyek/15,15 dan Carpal Tunnel Syndrome 15 subyek/11,36. Pada penelitian ini tidak didapatkan hubungan antara kadar NGF serum dengan kejadian neuropati perifer pada pasien AR p=0,716.
Simpulan : Kadar NGF serum pasien AR didapatkan median sebesar 4 pg/mL dengan median NGF serum pada kelompok neuropati perifer 4,11 pg/mL dan kelompok tanpa neuropati 3,89 pg/mL. Tidak terdapat hubungan antara NGF serum dengan kejadian neuropati perifer pasien AR.

Background : Peripheral neuropathy is an extra articular manifestations in Rheumatoid Arthritis RA, which has been known and is found in approximately 50 to 57.4 of patients with RA with an unclear pathogenesis until now. In DM type 2 patients, Nerve Growth Factor NGF is associated with peripheral neuropathy. NGF level is also reported to be higher among RA patients than that of among healthy subjects. The correlation between NGF level and peripheral neuropathy among RA has not been concluded yet.
Aim : To find out the mean levels of NGF blood serum and the relationship between the NGF serum levels and Peripheral Neuropathy among patients with RA.
Methods : A cross sectional study using consecutive sampling method including patient of rheumatology clinic at Cipto Mangunkusumo hospital was performed between July 2015 to March 2016. The laboratory and physiology measurement incude NGF level and Electromyography Nerve Conduction Velocities EMG NCV were examined to the subjects. Patients were classified into 2 groups based on the diagnosis of Peripheral Neuropathy PN PN positive and PN negative. Bivariate analysis were done to investigate the relationship between NGF and PN among groups. Secondary data such as age, sex, Erythrocyte Sedimentation Rate ESR, CRP, Disease Activity Score DAS 28 ESR and CRP obtained from their medical record as a basic characteristic data of patients.
Results : Among 132 subjects, PN was found in 60 subjects 45,5. The median level of NGF in RA patients was 4.11 pg mL 0.0 to 24.5 pg mL. The median NGF level of RA patients with peripheral neuropathy was 4.11 pg mL 1.1 to 20.83 pg mL, while the median of NGF level in RA patients without neuropathy was 3.89 pg mL 0.0 to 24.5 pg mL. Types of neuropathy among patients with AR were polyneuropathy 29 subjects 21.97, mononeuropathy multiplex 20 subjects 15.15 and Carpal Tunnel Syndrome 15 subjects 11.36. In this study we found no association between NGF serum level and peripheral neuropathy among patients with RA p 0.716.
Conclusion : The median of NGF serum level among RA patients was 4 pg mL. The median of NGF serum level among peripheral neuropathy group was 4.11 pg mL while the median of NGF level in RA patients without neuropathy was 3.89 pg mL. There was no relationship between NGF serum level and peripheral neuropathy among patients with RA.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T55597
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anna Ariane
"Latar Belakang: Artritis Reumatoid (AR) adalah penyakit inflamasi kronik progresif, yang selain menyebabkan peningkatan morbiditas akibat kecacatan sendi, juga menyebabkan peningkatan mortalitas terkait kejadian kardiovaskular. Salah satu prediktor peningkatan risiko mortalitas kardiovaskular adalah kekakuan arteri (KA) lokal. Proses inflamasi pada AR yang dicerminkan oleh derajat aktivitas penyakit berupa disease activity score (DAS) 28, baik yang dinilai dengan c reactive protein (CRP) dan laju endap darah (LED) diduga memiliki hubungan terhadap KA. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui korelasi antara derajat aktivitas penyakit dengan kekakuan arteri pada penderita AR.
Metode: Penelitian ini merupakan studi potong lintang pada penderita AR yang berobat di poliklinik Reumatologi RSCM dalam periode April-Mei 2014. Dilakukan pengukuran KA lokal dengan USG arteri karotis komunis menggunakan teknik rf-echotracking untuk mendapatkan nilai pulse wave velocity (PWV) serta penilaian DAS 28-CRP dan DAS 28-LED. Data penyerta yang juga dikumpulkan adalah data demografis, durasi dan jenis pengobatan, glukosa darah sewaktu, profil lemak darah, kreatinin, dan faktor risiko tradisional kejadian kardiovaskular.
Hasil: Sebanyak 74 subjek diikutsertakan pada penelitian ini, dengan 68 (91,9%) adalah wanita. Rerata nilai KA (PWV) yaitu 7,89 (SB 1,92) m/detik yang termasuk dalam kategori kaku. Rerata nilai DAS 28-CRP 2,46 (SB 0,82) dan DAS 28-LED 3,49 (SB 0,91) yang masing-masing termasuk dalam kelompok aktivitas penyakit rendah dan sedang. Pada analisis bivariat didapatkan korelasi DAS 28-CRP dan DAS 28-LED terhadap KA, masing-masing dengan nilai r = 0,529 (p = 0,001) dan r = 0,493 (p = 0,001).
Simpulan: Terdapat korelasi positif sedang yang bermakna antara derajat aktivitas penyakit (DAS 28-CRP dan DAS 28-LED) dengan kekakuan arteri (PWV).

Background: Rheumatoid arthritis (RA) is a chronic progressive inflammatory disease related to increase in morbidity due to joint deformity and increase in mortality due to cardiovascular event. One of cardiovascular event predictor is local arterial stiffness (AS). Inflammatory process in RA that is reflected on disease activity score (DAS) 28 calculated by c-reactive protein (CRP) and erythrocyte sedimentation rate (ESR) suspect to be related with AS. This study was aimed to find correlation between disease activity score and arterial stiffness in RA patients.
Methods: a cross sectional study was conducted in Rheumatology outpatient clinic, Cipto Mangunkusumo Hospital between April-May 2014. Arterial stiffness was measured by carotid artery ultrasound using echotracking technic to get pulse wave velocity (PWV) value, also DAS 28-CRP and DAS 28-ESR measurement was done in every subject. Others data which also collected in this study are demographic profile, duration and drugs of treatment, random blood glucose, lipid profile, creatinin, and others cardiovascular risk factors.
Results: 74 subjects met the inclusion criteria, with 68 (91,9%) are women. Mean of AS (PWV) 7,89 (SD 1,92) m/second, which categorized in stiff artery. Mean of DAS 28-CRP 2,46 (SD 0,82) and DAS 28-ESR 3,49 (SD 0,91), each of them was categorized in low and moderate disease activity. In bivariate analysis we found correlation of DAS 28-CRP and DAS 28 ESR to AS (PWV) r = 0,529 (p= 0,001) and r = 0,493 (p = 0,001).
Conclusion: There was positive and significant correlation between disease activity score (DAS 28-CRP and DAS 28-ESR) with arterial stiffness (PWV).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Myra Puspitasari
"Latar Belakang. Artritis Reumatoid AR merupakan penyakit kronik, sistemik. Depresi sering menyertai pasien AR sebanyak 20-30 . Derajat aktivitas penyakit AR dapat mempengaruhi terjadinya depresi.
Tujuan. Mengetahui prevalensi depresi pada pasien AR dan mengetahui hubungan antara derajat aktivitas penyakit dengan depresi pada pasien AR.
Metode. Penelitian ini merupakan studi potong lintang yang dilakukan dengan memeriksa pasien AR di poliklinik rematologi RSCM yang memenuhi kriteria inklusi dengan consecutive sampling selama periode Januari sampai Maret 2017. Pasien dinilai derajat aktivitas penyakitnya dengan menggunakan DAS 28 dan diminta untuk mengisi kuesioner BDI. Analasis statistik dilakukan dengan menggunakan metode chi-square.
Hasil Penelitian. Pada studi ini, didapatkan hasil bahwa prevalensi depresi pada pasien AR di RSCM adalah 35,9 dengan interval kepercayaan 95 sebesar 30 ndash; 42 . Derajat aktivitas penyakit memiliki hubungan yang bermakna dengan depresi pada pasien AR. p = 0,001.
Kesimpulan. Prevalensi kejadian depresi pada pasien AR di RSCM pada adalah sebesar 35,9 . Derajat aktivitas penyakit memiliki hubungan yang bermakna dengan depresi pada pasien AR.

Background. Rheumatoid Arthritis RA is a chronic, systemic disease that cause synovial inflammation and progressive destruction to cartilages and deformities. Prevalence of depression in RA patients is 20 to 30 . Disease activity is considered to have relation with depression.
Objective. To identify the prevalence of depression in RA patients and to identify association between disease activity index and depression in RA patients.
Method. A cross sectional study of 145 RA patients that fulfilled the inclusion and exclusion criteria was held in Rheumatology Outpatient Clinic at RSCM from January to March 2017. Evaluation of DAS 28 and BDI was done to the patients. Chi square method was used to analyse the statistic.
Results. The prevalence of depression in RA patients at RSCM is 35,9 with 95 confidence of interval 30 42 . There is significant relation between disease activity with depression in rheumatoid arthritis patient p 0,001.
Conclusion. The prevalence of depression in RA patients at RSCM is 35,9 . There is significant relation between disease activity with depression in RA patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reza Yogaswara
"Latar Belakang: Komplikasi kardiovaskular yang disebabkan oleh disfungsi endotel menjadi salah satu penyebab mortalitas yang cukup tinggi pada pasien Artritis Reumatoid AR. Faktor Reumatoid RF merupakan autoantibodi yang sering dijumpai pada AR dan diduga dapat meningkatkan respon inflamasi dan disfungsi endotel. Sindroma metabolik dapat pula meningkatkan disfungsi endotel. Belum ada studi yang menilai korelasi RF dengan disfungsi endotel pada pasien AR tanpa sindroma metabolik.
Tujuan: Mengetahui korelasi antara kadar RF dengan kadar VCAM-1 pada pasien AR tanpa sindroma metabolik.
Metode: Penelitian desain potong lintang terhadap pasien AR dewasa yang berobat di Poliklinik Reumatologi RSUPN Cipto Mangunkusumo tanpa sindroma metabolik. Pengumpulan data dilakukan sejak Februari hingga Maret 2018 dari data penelitian sebelumnya yang diambil periode Februari 2016 hingga September 2017. Kadar RF dan VCAM-1 dinilai melalui pemeriksaan serum darah dengan metode ELISA. Analisis korelasi antar kedua variabel dibuat dengan SPSS 20,0.
Hasil: Sebanyak 46 subjek diikutsertakan dalam penelitian ini. Sebagian besar 95,7 subjek adalah perempuan dengan rerata usia 44,43 tahun, median lama sakit 36 bulan, dan sebagian besar memiliki derajat aktivitas sedang 52,2. sebagian besar pasien memiliki RF positif 63. Korelasi antara kadar RF dengan kadar VCAM-1 memiliki kekuatan korelasi yang lemah tetapi tidak bermakna secara statistik r = 0,264; p = 0,076 . Subjek dengan RF positif memiliki kadar VCAM-1 yang lebih tinggi 626,89 vs 540,96 ng/mL.
Simpulan: Belum terdapat korelasi antara RF dengan VCAM-1 pada pasien Artritis Reumatoid tanpa sindroma metabolik.

Background: Cardiovascular complications caused by endothelial dysfunction become one of the highest causes of mortality in patients with Rheumatoid Arthritis RA . Rheumatoid Factor RF is an autoantibody that is commonly found in RA and is thought to increase the inflammatory response and endothelial dysfunction. Metabolic syndrome may also increase endothelial dysfunction. There have been no studies assessing correlation between RF and endothelial dysfunction in RA patients without metabolic syndrome.
Aim: To determine the correlation between RF levels with VCAM-1 levels in RA patients without metabolic syndrome.
Method: Cross sectional design study of adult AR patients treated in Rheumatology Polyclinic of Cipto Mangunkusumo General Hospital without metabolic syndrome. Data collection was conducted from February to March 2018 from the previous research data taken from February 2016 to September 2017. The levels of RF and VCAM-1 were assessed through blood serum testing using the ELISA method. Correlation analysis between the two variables was made with SPSS 20.0 for windows version.
Results: A total of 46 subjects were included in the study. Most 95.7 subjects were women with an average age of 44.43 years, median duration of 36 months, and most had moderate activity 52.2. Most patients had a positive RF 63. The correlation between RF levels and VCAM-1 levels had a weak correlation strength but was not statistically significant r = 0.264; p = 0.076. Subjects with RF positive had higher VCAM-1 levels 626.89 vs 540.96 ng/mL.
Conclusion: We did not found correlation between RF and VCAM-1 in Rheumatoid Arthritis patients without metabolic syndrome."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Febyana Anggraeni Tjahjar
"Artritis reumatoid AR adalah penyakit autoimun yang ditandai oleh sinovitis erosif dengan inflamasi sistemik kronik dan progresif, dimana sendi merupakan target utama dan dapat berlangsung lama. Terapi farmakologi saat ini tidak selalu memberikan hasil memuaskan dan pengobatan jangka panjang dapat mengakibatkan efek samping seperti gangguan gastrointestinal, hepar, renal, dan lain sebagainya. Akupunktur merupakan terapi non-farmakologi dengan jarum halus yang ditusukkan pada titik akupunktur tubuh. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas terapi akupunktur dan medikamentosa. Uji klinis acak tersamar ganda dengan kontrol sham dilakukan pada tiga puluh subjek dengan AR yang dibagi ke dalam dua kelompok. Lima belas subjek kelompok terapi akupunktur dan medikamentosa; dan lima belas subjek kelompok akupunktur sham dan medikamentosa. Baik terapi akupunktur maupun akupunktur sham dilakukan dua kali seminggu hingga sepuluh kali. Disease Activity Score 28 ndash; C Reactive Protein DAS28-CRP beserta dengan empat komponennya, yaitu 28 Tender Joint Count 28TJC , 28 Swolen Joint Count 28SJC , General Health GH melalui pengukuran Visual Analogue Scale VAS , dan CRP diukur sebagai keluaran penelitian yang dinilai sebelum dan sesudah perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan bermakna penurunan rerata DAS28-CRP sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok terapi akupunktur dan medikamentosa dibandingkan dengan kelompok akupunktur sham dan medikamentosa p < 0,05 . Perbedaan bermakna juga terlihat pada penurunan rerata VAS sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok terapi akupunktur dan medikamentosa dibandingkan dengan kelompok akupunktur sham dan medikamentosa p < 0,001 . Tidak terdapat perbedaan bermakna pada median penurunan 28TJC, 28SJC, dan CRP antara kedua kelompok. Kesimpulan penelitian ini adalah terapi akupunktur dapat mempengaruhi aktivitas penyakit AR.

Rheumatoid arthritis AR is autoimmune disease characterized by erosive synovitis with chronic systemic inflammation and progressive, where the joints are the main targets and can be prolonged. Pharmacological therapy currently do not always give satisfactory results and long term treatment can cause side effects such as gastrointestinal disorders, hepatic, renal, and so forth. Acupuncture is a non pharmacological therapy with fine needle, punctured to acupuncture points on the body. This study aims to determine the effectiveness of acupuncture therapy and medical treatment. Double blind randomized clinical trials with sham control was conducted on thirty subjects with AR who were divided into two groups, fifteen subject in acupuncture therapy and medical treatment groups and fifteen subjects in sham acupuncture and medical treatment. Both acupuncture therapy and sham acupuncture is done two times a week for up to ten times. Disease Activity Score 28 C reactive protein DAS28 CRP along with its four components 28 Tender Joint Count 28TJC , 28 Swolen Joint Count 28SJC , General Health GH by measuring the Visual Analogue Scale VAS , and CRP were measured as the output of research, assessed before and after treatment. The results showed a significant decrease in the mean difference in DAS28 CRP before and after treatment in acupuncture therapy and pharmacology treatment group compared with sham acupuncture and pharmacology treatment groups p
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T55592
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Parlindungan, Faisal
"Latar Belakang: Kehilangan massa tulang pada artritis reumatoid (AR) terjadi akibat ketidakseimbangan proses resorpsi dan formasi tulang. Tumor necrosis factor-α (TNF-a) adalah salah satu sitokin proinflamasi utama yang secara langsung dapat menyebabkan peningkatan resorpsi tulang, namun peranannya pada proses formasi tulang belum secara jelas diketahui. Aktivitas formasi tulang dapat dihambat oleh Dickkopf-1 (DKK-1) yang meningkat pada pasien AR. Penilaian turnover tulang dapat dilakukan dengan mengukur kadar C-terminal telopeptide (CTX) dan N-terminal propeptide (PINP) yang saat ini menjadi standar untuk penanda turnover tulang.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran aktivitas turnover tulang pada pasien AR dengan melihat korelasi antara TNF-α dengan DKK-1 dan CTX untuk penilaian resorpsi tulang, dan korelasi antaran TNF-α dengan DKK-1 dan P1NP untuk penilaian formasi tulang.
Metode: Penelitian ini merupakan studi potong lintang dengan 38 subjek artritis reumatoid perempuan premenopause. Pengambilan sampel dilakukan secara konsekutif di poliklinik reumatologi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Pemeriksaan TNF-α, DKK-1, CTX, dan P1NP dilakukan dengan metode ELISA.
Hasil: Pada penelitian ini didapatkan median durasi menderita penyakit adalah 5 tahun. 60,5% pasien berada dalam kondisi remisi atau aktivitas penyakit rendah, 36,8% dalam kondisi aktivitas penyakit sedang, dan 2,6% pasien dalam kondisi aktivitas penyakit tinggi. Didapatkan median kadar TNF-a adalah 10.6 pg/mL, rerata kadar DKK-1 adalah 4027 pg/mL, rerata kadar CTX adalah 2,74 ng/mL, serta median nilai P1NP adalah 34 pg/mL. Kadar DKK-1 dan CTX dijumpai lebih tinggi sedangkan kadar P1NP lebih rendah jika dibandingkan dengan kadar pasien AR pada penelitian-penelitian sebelumnya. Penelitian ini menemukan korelasi positif lemah antara TNF-α dengan P1NP, sedangkan variabel lain tidak menunjukkan korelasi yang signifikan.
Simpulan: Pada penelitian ini ditemukan korelasi positif lemah antara TNF-α dengan P1NP. Dijumpai kadar TNF-a yang rendah, DKK-1 yang tinggi, dan CTX yang tinggi dengan kadar P1NP yang rendah yang menunjukkan respon perbaikan tulang pada pasien AR tidak dapat mengimbangi tingginya aktivitas resorpsi tulang.

Background: Bone mass loss in rheumatoid arthritis (RA) is due to the imbalance of bone resorption and formation process.Tumor necrosis factor-α (TNF-a) is one of the main proinflammatory cytokines that can directly increase bone resorption, but its effect on bone formation is still uncertain. Bone formation could be inhibited by Dickkopf-1 (DKK-1) that is increased in RA patients. Bone turnover could be determined by assessing the level of C-terminal telopeptide (CTX) and N-terminal propeptide (PINP), both are standard measurement for bone turnover markers.
Objective: This study aims to examine bone turnover in RA patients by analysing correlation between TNF-α with DKK-1 and CTX for assesment of bone resorption, and correlation between TNF-α with DKK-1 and P1NP for assesment of bone formation.
Methods: This is a cross-sectional study with 38 subjects of RA premenopausal women. The subjects were collected with consecutive sampling technique in rheumatology outpatient clinic in Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Measurement of serum TNF-α, DKK-1, CTX, and P1NP levels were done using ELISA technique.
Results: The median duration of RA in this study is 5 years. 60,5% of the patients were in remission or low activity disease, 36,8% were in moderate activity disease, and 2,6% were in high activity disease. The median value of TNF-a was 10.6 pg/mL, mean value of DKK-1 was 4027 pg/mL, mean value of CTX was 2,74 ng/mL, and mean value of P1NP was 34 pg/mL. DKK-1 and CTX levels were increased while P1NP level was lower compared to the RA patients in previous studies. This study found weak positive correlation between TNF-α and P1NP, while the other variables showed no significant correlation.
Conclusions: This study demonstrated weak positive correlation between TNF-α and P1NP. We found low level of TNF-α, high level of DKK-1, and high level of CTX with low level of P1NP that indicate that the bone repair response could not keep up to the high bone resorption activity in RA patients."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T55564
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Malikul Chair
"Artritis reumatoid (AR) dapat menyebabkan penurunan massa tulang sistemik akibat adanya peningkatan osteoklastogenesis dan penghambatan osteoblastogenesis melalui peningkatan sklerostin yang menyebabkan penghambatan jalur Wingless(Wnt)-bcatenin canonicaldan bone morphogenetic proteins(BMP). Sampai saat ini masih belum ada penelitian tentang korelasi TNF-adan sklerostin terhadap penanda turnovertulang (CTX dan P1NP) pada pasien AR perempuan premenopause.Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan patogenesis hilangnya massa tulang pada pasien artritis rheumatoid perempuan premenopause dengan menilai hubungan antara kadar sitokin proinflamasi TNF-α, penghambat Wnt signalingsklerostin, dan penanda resorpsi tulang P1NP dan CTX.Studi potong lintang ini melibatkan 38 perempuan AR premenopause. Pengambilan sampel dilakukan secara konsekutif. Pemeriksaan dilakukan dengan ELISA.
Penelitian ini didapatkan kadar CTX (rerata 2,74 ng/ml) yang lebih tinggi dan P1NP (median 34,04 pg/ml) yang lebih rendahdibandingkan dengan sampel sehat pada penelitian sebelumnya. Terdapat korelasi negatif (r = -0,388) antara kadar TNF-α dengan kadar sklerostin yang bermakna secara statistik (p = 0,016). Terdapat pula korelasi positif (r = 0,362) antara kadar TNF-α dengan kadar P1NP yang bermakna secara statistik (p = 0,026). didapatkan adanya peningkatan CTX dan penurunan P1NP, adanya korelasi negatif bermakna antara kadar TNF-α dan sklerostin serta adanya korelasi positif bermakna antara kadar TNF-α dan P1NP.

Rheumatoid arthritis is associated with systemic bone mass loss due tostimulation of osteoclastogenesis and inhibition of osteoblastogenesis through inhibition of Wingless(Wnt) -bcatenin canonical and bone morphogenetic proteins(BMP) pathway by sclerostin. There are currently no studies that assess the correlation of TNF-α and sclerostin with bone resorption markers CTX and P1NPin premenopause rheumatoid arthritis patients. This study aims to explainthe pathogenesis of bone mass decrease by assessing the correlation between TNF-α, sclerostin, P1NP and CTX. This cross-sectional study involves 38 premenopausal women with AR. Sampling is done consecutively. Examination is done by ELISA.
This study found higher level of serum CTX (mean 2,74ng/mL) and lower level of P1NP (median 34,04 pg/mL) than normal population in previous studies. There was a negative correlation (r = -0,388) between TNF-α levels and sclerostin levels which was significant (p = 0,016). There wasalso a positive correlation (r = 0,362) between TNF-α levels and P1NP levels which was also significant (p = 0,026). This study found an increase in CTX and decrease in P1NP. There was a significant negative correlation between TNF-α and sclerostin levels and also a significant positive correlation between TNF-α and P1NP levels.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T55523
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ginting, Andi Raga
"Latar Belakang: Pada artritis reumatoid diketahui terjadi kehilangan massa tulang, baik secara lokal maupun sistemik. TNF-a adalah sitokin utama yang berperan pada proses resorpsi tulang, namun perannya pada formasi tulang belum diketahui. Penelitian ini akan menilai korelasi TNF-adengan proses formasi tulang yang dinilai dengan P1NP, terutama berhubungan dengan SFRP-1 yang merupakan inhibitor alami osteoblas. Sampai saat ini belum ada penelitian yang menilai hubungan sitokin proinflamasi TNF-a, SFRP1 terhadap kedua penanda turnover tulang(CTX dan P1NP) secara sistemik pada pasien artritis reumatoid.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mendapat gambaran aktivitas turnovertulang pada pasien AR dengan melihat korelasi antara TNF-adengan SFRP-1, CTX dan P1NP, dan korelasi SFRP1 dengan P1NP.
Metode: Penelitian ini merupakan studi potong lintang dengan 38 subjek perempuan premenopause dengan AR. Pengambilan sampel dilakukan secara konsekutif di poliklinik reumatologi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Pemeriksaan TNF-a, SFRP-1, CTX, dan P1NP dilakukan dengan metode ELISA.
Hasil: Pada penelitian ini didapatkan median durasi menderita AR 5 tahun. 60,6% pasien berada dalam kondisi remisi dan aktivitas rendah. Kadar TNF-amedian 10,6 pg/mL, rerata kadar SFRP-1 9,29 ng/mL, rerata kadar CTX 2,74 ng/mL, serta kadar P1NP 34 pg/mL. Kadar SFRP-1 dan CTX dijumpai meningkat sedangkan P1NP relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan kadar populasi normal pada penelitian-penelitian terdahulu. Pada penelitian ini dijumpai adanya korelasi positif lemah antara TNF-a dengan P1NP (r=0,363, p=0,026), begitu juga SFRP-1 dengan P1NP (r=0,341; p=0,036), sedangkan variabel lain tidak menunjukkan korelasi yang bermakna.
Simpulan: Pada penelitian ini didapatkan korelasi positif lemah antara TNF-adengan P1NP, dan korelasi positif lemah antara SFRP-1 dengan P1NP. Namun dijumpai kadar CTX yang tinggidan kadar P1NP yang rendah, menunjukkan respon resorpsi meningkat namun tidak diimbangi dengan formasi pada pasien AR perempuan premenopause.

Background: Rheumatoid arthritis is known to have a loss of bone mass, both locally and systemically. TNF-a is the main inflammatory cytokine that can directly increase bone resorption. However, its role in bone formation is still unknown. This study will assess the correlation of TNF-a with the process of bone formation evaluated with P1NP, mainly related to the SFRP-1 pathway which is a natural inhibitor of osteoblasts. However, there are currently no studies that assess the correlation of inflammatory cytokines TNF-a, SFRP-1, with bone turnover marker (CTX and P1NP) in rheumatoid arthritis patients
Objective: This study aims to examine bone turnover in RA patients by analyzing the correlation between TNF-a with SFRP-1 and CTX and P1NP, and correlation SFRP-1 with P1NP
Methods: This is a cross-sectional study in 38 subjects of premenopausal women with RA. The Subjects were collected with consecutive sampling technique in rheumatology outpatient clinic in Rumah SakitCipto Mangunkusumo, Jakarta. Measurement of serum TNF-a, SFRP-1, CTX, and P1NP levels were done using ELISA technique.
Results: In this study, the median duration of RA is 5 years. 60.6% of the patients were in remission and low activity disease. The median value of TNF-a was 10.6 pg/mL, the mean value of SFRP-1 was 9.29 ng/mL, the mean value of CTX was 2.74 ng/mL, and mean value of P1NP was 34 pg/mL. SFRP-1 and CTX levels were increased while P1NP level was relatively lower compared to the normal population value in previous studies. There was a weak positive correlation between TNF-a and P1NP(r=0.363, p=0.026), also SFRP-1 and P1NP(r=0.341; p=0.036),while the other variables showed no significant correlation.
Conclusions: This study demonstrated weak positive correlation between TNF-a and P1NP, and weak positive correlation between SFRP-1 and P1NP. However high value of CTX and low value of P1NP showed that a high resorption response cannot be balanced with bone formation activity in patients with rheumatoid arthritis in premenopausal woman.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58564
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jerry Eddya Putra Boer
"Artritis reumatoid AR adalah penyakit autoimun yang saat ini telah diketahui menunjukkan manifestasi klinis bukan hanya intraartikular, tetapi juga ekstraartikular. Kejadian kardiovaskular baik subklinis maupun klinis ditemukan lebih tinggi pada penderita AR. Mediator inflamasi aterogenik pada AR seperti interleukin-6 IL-6 diduga menjadi salah satu faktor risiko nontradisional kardiovaskular yang berkontribusi meningkatkan penanda disfungsi endotel seperti E-Selectin. Penelitian ini bertujuan mengetahui peran mediator inflamasi dalam kejadian disfungsi endotel, khususnya korelasi IL-6 dan E-selectin, pada pasien artritis reumatoid tanpa faktor risiko kardiovaskular. Studi potong-lintang dilakukan pada 40 pasien AR di Poliklinik Reumatologi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Indonesia, pada bulan September-November 2017. Pemeriksaan IL-6 dan E-Selectin dilakukan dengan teknik enzyme-linked immunosorbent assay ELISA. Analisis korelasi bivariat dilakukan untuk menemukan korelasi kedua penanda tersebut. Rerata usia subjek penelitian ini adalah 44,9 13,1 tahun dan median durasi sakit adalah 36 bulan. Korelasi kadar IL-6 dengan kadar E-Selectin memiliki kekuatan korelasi lemah tetapi tidak bermakna secara statistik r = 0.232, p=0,149. Tidak terdapat korelasi antara IL-6 dengan E-Selectin pada pasien AR tanpa faktor risiko tradisional kardiovaskular.

Rheumatoid arthritis RA is an autoimmune disease which has recently been recognized to manifest as not only intraarticular but also extraarticular symptoms. Cardiovascular events, presented either subclinically or clinically, were discovered more in AR patients. Atherogenic inflammatory mediator in AR including interleukin-6 IL-6 was thought to be one of nontraditional cardiovascular risk factor contributing to increase the endothelial dysfunction biomarker such as E-Selectin. This study was purposed to determine the correlation between inflammatory mediator and endothelial dysfunction event, especially between IL-6 and E-Selectin, in RA patient without traditional cardiovascular risk factor. A cross-sectional study was performed to 40 RA patients of Rheumatology Clinic of Cipto Mangunkusumo National General Hospital, Indonesia from September to November 2017. Measurement of the level of IL-6 and E-Selectin were performed using enzyme-linked immunosorbent assay ELISA. Bivariate correlation analysis was performed to determine the correlation between those two biomarkers. The mean age of this study subjects was 44.9 13.1 years and median of disease duration was 36 months. This study showed weak correlation between IL-6 and E-Selectin level, but not statistically significant.232, p=0.149 . There is no correlation between IL-6 and sE-Selectin in rheumatoid arthritis patient without traditional risk factor cardiovascular."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>