Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 197278 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Serra Avilia Nawangwulan
"ABSTRAK
Latar belakang : Sebanyak 70% dari anemia pada anak merupakan anemia
mikrositik hipokrom, dan yang terbanyak adalah anemia defisiensi besi (ADB).
Anemia defisiensi besi pada anak sekolah berkaitan dengan penurunan prestasi
belajar. Anak dengan masalah nutrisi berisiko mengalami defisiensi besi. Asupan
zat besi, pemacu dan penghambat absorpsi besi memengaruhi kadar besi. Sekolah
dasar (SD) Pegangsaan 01 Jakarta Pusat merupakan sekolah negeri dengan
mayoritas siswa berasal dari sosial ekonomi rendah.
Tujuan : Mengetahui status besi pada anak usia 6-12 tahun serta hubungannya
dengan status gizi dan asupan diet.
Metode : Studi potong lintang dilakukan di SD Negeri Pegangsaan 01, Jakarta
Pusat antara bulan Maret-April 2016. Asupan pemacu absorpsi zat besi (vitamin
C) dan penghambat (fitat, teh, kopi, susu) dinilai dengan food record selama tiga
hari, diolah dengan NutriSurvey®. Darah tepi lengkap, feritin, besi serum, total
iron binding capacity (TIBC), saturasi transferin, dan high sensitivity C-reactive
protein (hs-CRP) diperiksakan di laboratorium.
Hasil : Terdapat 115 subyek berpartisipasi dalam penelitian. Prevalens deplesi
besi sebesar 4,3%, defisiensi besi tanpa anemia sebesar 14,8%, ADB sebesar
1,7%. Tidak terbukti ada hubungan antara status gizi kurang dengan status besi
[p=0,094; OR=2,29(0,86-6,10)], gizi lebih dan obesitas dengan status besi
[p=0,050; OR=0,30(0,09-1,00)], asupan besi total dengan status besi (p=0,260),
vitamin C dengan status besi (p=0,740), fitat dengan status besi (p=0,901), teh
dengan status besi (p=0,931), kopi dengan status besi (p=0,624), dan susu dengan
status besi (p=0,277).
Simpulan : Prevalens deplesi besi, defisiensi besi tanpa anemia, dan ADB pada
anak usia 6-12 tahun berturut-turut adalah 4,3%, 14,8%, dan 1,7%. Tidak terbukti
ada hubungan antara status gizi, asupan zat besi, vitamin C, fitat, teh, kopi, dan susu dengan status besi pada anak usia 6-12 tahun.

ABSTRACT
Background : Prevalence of anemia in Indonesian school-age children is high.
Approximately 70% cases are microcytic hypochromic anemia which iron
deficiency anemia (IDA) are the most frequent. Iron deficiency anemia associated
with decreased learning achievement. Children with nutritional problems at risk
for iron deficiency. Intake of enhancer and inhibitor of iron absorption affects iron
body level. Pegangsaan 01 Public School is primary school in Central Jakarta,
which most of the students come from low socioeconomic family.
Objective: To measure iron status in children aged 6-12 years and its relationship
with nutritional status and dietary intake.
Methods: A cross-sectional study was conducted in Pegangsaan 01 Primary
School, Central Jakarta, on March-April 2016. Dietary iron enhancer (vitamin C)
and inhibitor (phytate, tea, coffee, milk) were obtained using a 3-days food record
and analyzed with NutriSurvey®. Complete blood count, ferritin, serum iron, total
iron binding capacity, transferrin saturation and high sensitivity C-reactive protein
were examined.
Results: A total of 115 children were studied. Prevalence of iron depletion, iron
deficiency without anemia, and iron deficiency anemia were 4,3%, 14,8%, and
1,7% respectively. No evidence of relationship between undernourished and iron
status (p=0,094), overweight-obesity and iron status (p=0,050), iron intake and
iron status (p=0,260), vitamin C and iron status (p=0,740), phytate and iron status
(p=0,901), tea and iron status (p=0,931), coffee and iron status (p=0,624), milk
and iron status (p=0,277).
Conclusion: Prevalence of iron depletion, iron deficiency without anemia and
iron deficiency anemia in children aged 6-12 years were 4,3%, 14,8%, and 1,7%
respectively. No evidence of relationship between nutritional status, dietary intake and iron status"
2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Kartika Sari Widuri
"ABSTRAK
Latar belakang: Anemia defisiensi besi ADB pada usia 9-12 bulan dapat berdampak pada kualitas hidup anak di masa depan. Asupan zat besi, pemacu dan penghambat absorpsi besi memengaruhi kadar besi tubuh. Penelitian mengenai status zat besi dan hubungannya dengan zat pemacu dan penghambat absoprsi dalam asupan diet pada bayi usia 9 ndash;12 bulan yang disertakan dengan analisis asupan diet belum banyak dilakukan di Indonesia. Tujuan: Mengetahui prevalens gangguan status besi dan mengetahui hubungan status gizi dan kecukupan asupan besi harian terhadap kejadian defisiensi besi pada bayi usia 9-12 bulan. Metode: Studi potong lintang pada Juli 2017-Januari 2018 di Posyandu kecamatan Tanah Abang dan Jatinegara. Asupan zat besi, pemacu absorpsi besi dan penghambat absorpsi besi dinilai dengan metode food record dan diolah dengan program NutriSurvey . Subyek menjalani pengukuran antropometri dan pengambilan sampel darah darah perifer lengkap, LED, dan feritin serum . Data diolah dengan uji Pearson Chi Square dan kejadian gangguan status besi ditampilkan dalam prevalens. Hasil: Terdapat 82 subyek usia 9-12 bulan berpartisipasi dalam penelitian. Prevalens defisiensi besi sebesar 12,2 , dan ADB sebesar 26,8 . Tidak terbukti ada hubungan antara kecukupan asupan besi harian dengan gangguan status besi [p=0,064; PR=2,1 0,193-1,178 ] dan status gizi kurang dengan gangguan status besi [p=0,444; PR=0,729 0,307-1,731 ]. Terdapat perbedaan bermakna antara asupan harian besi total p=0,002 , besi heme 0,017 , kalsium p=0,006 , dan seng p=0,042 antara kelompok defisiensi besi dan non-defisiensi besi.Simpulan: Prevalens defisiensi besi dan ADB pada bayi usia 9-12 bulan berturut-turut adalah 12,2 dan 26,8 . Tidak terbukti ada hubungan antara status gizi dan kecukupan asupan besi harian dengan gangguan status besi, namun terdapat perbedaan bermakna antara asupan harian besi total, besi heme, kalsium, dan seng antara kelompok defisiensi dan non-defisiensi besi pada populasi bayi usia 9-12 bulan.

ABSTRACT
Background Iron deficiency anemia IDA in 9 12 month old babies could affect their quality of life. Intake of iron containing food, enhancer and inhibitor of iron absorption affects iron body level. Study about iron profile and its correlation with enhancers and inhibitors of iron absorption in baby rsquo s daily dietary intake whose analyzed by food record method is still infrequent in Indonesia. Aim To measure the prevalence of iron deficiency and IDA and to know the correlation of nutritional status and adequacy of daily iron intake with iron deficiency status in 9 12 month old babies. Methods A cross sectional study was conducted on July 2017 January 2018 in Posyandu in Tanah Abang and Jatinegara district. Dietary iron intake, enhancer and inhibitor were obtained using a 3 day food record method and analyzed with NutriSurvey program. Subjects underwent anthropometry measurement. Complete blood count, ESR, and ferritin serum were also examined. Results A total of 82 babies aged 9 12 months were studied. Prevalence of iron deficiency and IDA were 12,2 and 26,8 . There were no evidence of relationship between adequacy of daily iron intake p 0,064 and undernourished condition p 0,444 with iron deficiency status. There were statistically significant differences in total iron p 0,002 , heme iron p 0,017 , calcium p 0,006 , and zinc p 0,042 daily intakes between iron deficiency group and non iron deficiency group.Conclusion The prevalence of iron deficiency and IDA were 12,2 and 26,8 . There were no evidence of relationship between adequacy of daily iron intake nor undernourished condition with iron deficiency status. There were statistically significant differences in total iron, heme iron, calcium, and zinc daily intakes between iron deficiency group and non iron deficiency group in 9 12 month old babies."
2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tambunan, Victor
"Defisiensi besi yang terdapat bersamaan dengan defisiensi mikronutrien lain seperti ribbflavin, lazim terjadi di negara berkembang. Remaja wanita termasuk salah satu golongan yang rentan terhadap defisiensi zat-zat gizi. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa defisiensi riboflavin dapat mengganggu utilisasi dan absorpsi besi sehingga dapat menyebabkan anemia defisiensi besi atau memperberat keadaan anemia ini. Di Indonesia, kemungkinan terjadinya defisiensi riboflavin cukup besar karena konsumsi pangan hewani yang juga merupakan somber riboflavin yang baik, masih rendah.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi defisiensi riboflavin, faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya defisiensi ini antara lain tingkat ekonomi dan pola makan serta hubungan antara defisiensi riboflavin dengan anemia defisiensi besi. Untuk itu telah dilakukan pemeriksaan darah pada 107 remaja wanita untuk mengetahui koefisien aktivasi enzim glutation reduktase (EGRAC) yang dipakai sebagai parameter status riboflavin. Sedangkan untuk mengetahui adanya anemia defisiensi besi, dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin dan feritin serum. Untuk mengetahui hubungan antara defisiensi ribofalvin dengan faktor-faktor yang berkaitan tersebut dilakukan wawancara dan analisis diet.
Dari 107 remaja wanita yang diteliti, ditemukan prevalensi defisiensi riboflavin dan anemia defisiensi besi masing-masing sebesar 25,2% dan 24,3%. Tidak ditemukan hubungan yang bermakna (p > 0,01) antara masukan protein dan riboflavin dengan status riboflavin. Ditemukan hubungan bermakna (p < 0,01) antara tingkat ekonomi dengan status riboflavin, demikian pula antara kualitas bahan makanan sumber riboflavin dengan status riboflavin dan anemia defisiensi besi. Ditemukan hubungan yang bermakna (p < 0,01) antara status riboflavin dengan anemia defisiensi besi dan didapat korelasi linear negatif yang bermakna (p < 0,01) antara EGRAC dengan feritin serum dengan koefisien korelasi (r) -0,595."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadhila Beladina
"Kematian neonatal memiliki rata-rata penurunan yang lebih lambat dibandingkan kematian bayi berusia 1-59 bulan dengan annual rate reduction sebesar 2.6% dari tahun 1990 hingga 2018. Salah satu faktor risiko kematian neonatal adalah anemia defisiensi besi pada ibu hamil. Indonesia memiliki angka prevalensi anemia pada ibu hamil yang tinggi, yakni sebesar 41.98% pada 2016. Studi ini dilakukan untuk mengetahui efek suplementasi zat besi terhadap tingkat kelangsungan hidup neonatal di Indonesia. Analisis kelangsungan hidup neonatal menggunakan cox regression dilakukan terhadap data kelahiran hidup pada tahun 2012-2017 yang tercatat pada SDKI 2017. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu yang mengonsumsi kurang dari 180 tablet besi selama masa kehamilan berisiko 1,54 lebih besar untuk mengalami kematian neonatal dibandingkan ibu yang mengonsumsi minimal 180 tablet zat besi selama masa kehamilan (95% CI 0,808-2,946; nilai-p 0,189). Analisis mneunjukkan bahwa 13,77% kematian neonatal dapat dicegah dengan melakukan suplementasi zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan pada seluruh populasi ibu hamil. Hasil penelitian dipengaruhi oleh banyaknya missing data, bias dalam mengingat, serta isu compliance pada konsumsi suplemen zat besi di Indonesia. Walaupun dipengaruhi bias yang kuat, hasil penelitian mengarah pada adanya efek suplementasi zat besi terhadap kelangsungan hidup neonatal.

Compared to death of infants aged 1-59 months, neonatal death has slower rate reduction, with annual rate reduction only 2.6% during the last 18 years. One of risk factors causing neonatal death is iron deficiency anemia on pregnant women. Indonesia has high number of anemia among pregnant women, as much as 41,98% in 2016. This study was conducted to examine the effect of iron supplementation during pregnancy towards neonatal survival in Indonesia. Survival analysis using cox regression test was performed towards live birth data in the period of 2012-2017 recorded on Demographic and Health Survey 2017. Result showed that women consumed less than 180 tablets of iron supplements are having 1,542 times higher risk of neonatal death compared to those consumed 180 tablets of iron or more (95% CI 0,808-2,946; p-value 0,189). Subsequent analysis also showed that implementation of minimum 90 iron tablets consumption during pregnancy program could prevent 13,77% neonatal death in population. The result of this study is strongly affected by selection bias, recall bias, and compliance issue on iron supplementation in Indonesia. Despite of the strong bias, this study points to the present of iron supplementation effect towards neonatal survival."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lia Fitrianingsih
"Anemia menunjukkan rendahnya konsentrasi hemogloblin darah, yang penyebab utamanya secara signifikan karena kekurangan zat besi. Selama masa remaja, anemia diperkirakan merupakan masalah gizi terbesar, baik di negara maju maupun negara berkembang.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian anemia pada remaja usia 15-19 tahun di provinsi Sumatera terpilih. Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional memanfaatkan data Survey Aspek Kehidupan Rumah Tangga Indonesia SAKERTI tahun 2007.
Hasil penelitian menyatakan bahwa prevalensi anemia pada remaja usia 15-19 tahun di provinsi Sumatera terpilih sebesar 15,5 . Variabel yang memiliki hubungan bermakna dengan kejadian anemia antara lain jenis kelamin dan tingkat pengeluaran konsumsi sayur serta buah.

Anemia show the low concentrate of hemoglobin blood, which main cause significantly due to a deficiency of iron. During adolescent, anemia estimated is a largest nutrition problem that faced not only in developed countries but also on developing countries.
This study aims to determine the factors related to anemia in adolescent in selected Sumatera province. This study using cross sectional study design based on data of Indonesian Family Life Survey IFLS in 2007.
Results of this study declare that the prevalence of anemia in adolescent 15 19 years old in selected Sumatera province is 15,5 . Variables that have a significant relationship with the incidence of anemia are gender and expenditure consumption vegetables and fruits.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
S66802
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fany Insani Fajri
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara karakterististik individu usia, jenis kelamin, dan status gizi berdasarkan IMT/U , status sosial ekonomi status pekerjaan orang tua, pendidikan orang tua, daerah tempat tinggal, dan pengeluaran untuk konsumsi , pola konsumsi frekuensi makan, frekuensi konsumsi daging, sayuran hijau, dan buah , dan aktivitas fisik, serta faktor yang paling dominan dengan kejadian anemia pada remaja usia 15-19 tahun di Pulau Jawa. Desain penelitian ini menggunakan desain penelitian cross sectional dengan menggunakan data sekunder Indonesian Family Life Survey IFLS 2007 dari RAND Corporation. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh remaja di wilayah Pulau Jawa.
Hasil penelitian menunjukkan rata-rata kadar hemoglobin remaja di wilayah Pulau Jawa pada tahun 2007 sebesar 13,61 g/dl. Persentase kejadian anemia di wilayah Pulau Jawa sebesar 16,6 . Analisis bivariat menunjukkan adanya hubungan karakteristik individu jenis kelamin , status sosial ekonomi status pekerjaan ibu , pola konsumsi frekuensi konsumsi sayuran hijau , dan aktivitas fisik terhadap kejadian anemia pada remaja di wilayah Pulau Jawa. Secara multivariat, diketahui bahwa jenis kelamin merupakan faktor dominan terhadap kejadian anemia pada remaja di wiilayah Jawa Tengah pada tahun 2007.

The purpose of this research is to know the relation between individual characteristics age, sex, and nutritional status based on BMI Age , sosio economic status parents rsquo job status, education of parents, leaving area, and spending of food consumption , consumption pattern eating frequencies, frequencies of eating meat, green vegetables, and fruits , and physical activity, also dominant factor of anemia in adolescents aged 15 19 years old on Java Island. This study use cross sectional design with Indonesian Family Life Survey data on 2007 from RAND Corporation. The population of this study are all of the adolescents in Java Island.
The result shows that the average of haemoglobin in adolescesnts at Java Island on 2007 is 13,61 g dL. Percentage of anemia in Java Island is 16,6 . Bivariate analysis shows that there are relation between sex, mother rsquo s job status, frequencies of eating green vegetables, and physical activity toward anemia in adolescents at Java Island. Multivariate analysis shows that sex is the dominant factor of anemia in adolescents at Java Island on 2007.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
S69020
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Shinta
"Varian gen TMPRSS6 berasosiasi dengan status besi diplasma, tetapi efek tersebut belum dijelaskan pada anak Indonesia. Penelitian ini bertujuan menganalasis apakah SNP rs855791 (G>A) dan rs4820268 (A>G) gen TMPRSS6 berhubungan dengan status besi dan hemoglobin yang rendah dengan mengontrol asupan zat besi pada anak baduta suku Sasak. Studi crossectional ini mengeksplorasi baseline data dari randomized trial di Kabupaten Lombok Timur, sebanyak 121 subyek memenuhi syarat dalam penelitian ini. Real Time PCR, metode Taqman Assay digunakan untuk menganalisis genotip. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa varian TMPRSS6 secara signifikan berhubungan dengan feritin, tetapi asupan zat besi lebih berkontribusi terhadap feritin dibandingkan genotipe.

Variants in TMPRSS6 were associated with plasma iron, but their effects in Indonesian children remain elucidated. This study aim to analyze whether the TMPRSS6 SNPs rs855791 (G>A) and rs4820268 (A>G) were associated with low iron status and hemoglobin controlling for iron intake among Sasaknese. A crossectional study explored the baseline of a randomized trial in East Lombok district, 121 subjects were eligible in the study. Real Time PCR using Taqman-assay method was used for analysis of SNPs genotype. The researcher suggests that TMPRSS6 variants were significantly associated with plasma ferritin, but iron intake still more contribute to ferritin than genotype.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putu Amrytha Sanjiwani
"Saat ini, permasalahan gizi pada anak usia Bawah Dua Tahun (BADUTA) menjadi perhatian dikarenakan 1000 hari pertama kehidupan merupakan fase terpenting (kritis) anak dimana pada tahap ini puncak pertumbuhan dan perkembangan otak dan fisik anak terjadi. Kecerdasan anak merupakan hasil interaksi antara faktor alami dan lingkungan.. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara Gen TMPRSS6, status besi, dan stimulasi dengan fungsi kognitif pada anak BADUTA di etnis Sasak. Penelitian ini merupakan penelitian cross-sectional pada 194 anak Sasak. Pada penelitian ini dapat dilihat interaksi antara faktor bawaan (nature) yaitu polimorfisme gen TMPRSS6 dan juga faktor lingkungan yaitu stimulasi (nurture).

Under two years old children become a concern in nutrition science because the first 1000 days of life is critical window of opportunity to ensure the optimum development of children through the peak of brain and physical growths. Cognitive function has been recognized as result from interaction between nature and nurture. This study aimed to assess the simultaneous association between independent variable with developmental outcome. This study was cross-sectional study conduct on 194 Sasaknese children. The nature factor was TMPRSS6 gene polymorphism in SNP rs855791 had border line association and the nurture factor is psychosocial stimulation from the environment.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Assyfa Azatil Ismah
"Anemia defisiensi besi adalah suatu kondisi tubuh kekurangan zat besi dalam aliran darah yang memiliki dampak antara lain mudah lelah, produktivitas menurun, risiko perdarahan selama dan setelah melahirkan, kelahiran bayi prematur dan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), perkembangan anak dan remaja terhambat, hingga kematian. Prevalensi anemia di Provinsi DKI Jakarta pada perempuan menurut Riskesdas tahun 2007 mencapai 27,6%. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara tingkat literasi gizi dan faktor lainnya (status gizi, asupan protein, asupan zat besi, siklus menstruasi, dan lama menstruasi) dengan status anemia pada siswi SMAN 34 Jakarta tahun 2019. Desain penelitian yang digunakan adalah desain studi cross sectional dengan pendekatan kuantitatif. Sampel penelitian tidak menggunakan random sampling, tetapi ditentukan melalui metode quota sampling yang disesuaikan dengan pihak sekolah. Jumlah responden yang terlibat sebanyak 122 siswi dari kelas 10 dan 11. Data diambil dengan melakukan proses pengukuran antropometri (berat badan dan tinggi badan), pengukuran kadar hemoglobin dengan HemoCue Hb 201+ System, pengisian kuesioner literasi gizi, dan wawancara kebiasaan makan dengan food recall 2x24 jam. Data yang terkumpul akan dianalisis univariat dan bivariat menggunakan uji chi-square. Prevalensi anemia pada siswi SMAN 34 Jakarta tahun 2019 sebesar 54,9%. Hasil penelitian bivariat menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat literasi gizi fungsional, status gizi, dan asupan zat besi dengan status anemia pada siswi SMAN 34 Jakarta tahun 2019 (p-value < 0,1).

Iron deficiency anemia is a condition of the body lacking iron in the bloodstream which has an impact including fatigue, decreased productivity, risk of bleeding during and after childbirth, birth of premature babies and Low Birth Weight (LBW), obstructed child and adolescent development, Dead. Anemia prevalence in DKI Jakarta Province for women according to Riskesdas in 2007 reached 27.6%. The purpose of this study was to determine the relationship between the level of nutritional literacy and other factors (nutritional status, protein intake, iron intake, menstrual cycle, and menstrual period) with anemia status in high school students of 34 Jakarta in 2019. The research design used was design cross sectional study with a quantitative approach. The study sample did not use random sampling, but was determined through a quota sampling method that was adjusted to the school. The number of respondents involved was 122 students from grades 10 and 11. The data was taken by conducting anthropometric measurements (weight and height), measuring hemoglobin levels with HemoCue Hb 201+ System, filling in nutrition literacy questionnaires, and interviewing eating habits with food recall 2x24 hours. The collected data will be analyzed univariate and bivariate using the chi-square test. The prevalence of anemia in students of SMAN 34 Jakarta in 2019 was 54.9%. The results of the bivariate study showed that there was a significant relationship between the level of functional nutrition literacy, nutritional status, and iron intake with anemia status in female students in SMAN 34 Jakarta in 2019 (p-value <0,1). "
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
S-Pdfpl;;;;;;;;;;;;
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adhelia Niantiara Putri
"Latar Belakang: Kekurangan zat besi adalah kekurangan zat gizi mikro yang paling sering terjadi pada anak di bawah usia lima tahun. Anemia pada balita di Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat. Kekurangan vitamin C dapat menyebabkan IDA. Lingkungan rumah merupakan faktor penting dalam menentukan asupan gizi anak, karena 65 hingga 72% kalori harian dikonsumsi di rumah. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji hubungan aspek fisik dan sosial lingkungan makanan rumah dengan asupan zat besi dan vitamin C pada anak usia 2-6 tahun di Pejagalan. Metode: Penelitian observasional ini menggunakan pendekatan cross-sectional untuk mengumpulkan data sekunder dari 191 ibu dan anak di Pejagalan, Jakarta Utara. Wawancara dengan kuesioner standar digunakan untuk menentukan asupan zat besi dan vitamin C anak-anak. Kuesioner Perilaku Konsumen mengevaluasi lingkungan makanan rumah (CBQ). SPSS Versi 20 digunakan untuk korelasi Spearman dan regresi linier berganda.. Hasil: Konsumsi zat besi dan vitamin pada anak-anak lebih rendah dari asupan harian yang direkomendasikan (RDI) untuk Indonesia. Ditemukan bahwa mereka yang memiliki akses ke lebih banyak buah dan sayuran juga mengonsumsi lebih banyak zat besi dan vitamin C. Hubungan antara memantau praktik pemberian makan (p=0.024, p=0.035) dan peningkatan konsumsi zat besi dan vitamin C ditemukan. Buah, sayur, manisan, dan SSB meningkatkan asupan zat besi. Ketersediaan buah dan aksesibilitas buah (p<0.05) berhubungan dengan asupan vitamin C. Memantau perilaku makan (p=0.017) merupakan satu-satunya faktor sosial yang berhubungan dengan konsumsi zat besi dan vitamin C. Kami tidak menemukan korelasi antara konsumsi zat besi dan faktor fisik dan sosial, perilaku makan anak, atau sosiodemografi. Kesimpulan: Hanya Memantau kebiasaan makan responden mempengaruhi asupan vitamin C mereka. Peran orang tua dalam pemberian makan sangat penting dalam memastikan bahwa anak-anak mengkonsumsi makanan dalam jumlah yang cukup. Ini melibatkan pemantauan praktik makan untuk meningkatkan asupan mikronutrien anak-anak

Background: Iron deficiency (ID) is the most frequent micronutrient deficiency in children under the age of five. Anemia among children under five years old is increasing year on year in Indonesia. Vitamin C insufficiency can induce IDA. The home environment is a critical factor in determining a child's nutritional intake, as 65 to 72% of daily calories are consumed at home. Therefore, this study aimed to assess correlation between physical and social aspects of home food environment with iron and vitamin C intake in children aged 2-6 years in Pejagalan. Methods: This observational study used a cross-sectional approach to collect secondary data from 191 mothers and children in a North Jakarta slum. Interviews with standardized questionnaires were used to determine children's iron and vitamin C intake. Consumer Behavior Questionnaire evaluated home food environment (CBQ). SPSS Version 20 was used for Spearman correlation and multiple linear regression. Result: Iron and vitamin consumption in children was lower than the recommended daily intake (RDI) for Indonesia. It was shown that those who had access to more fruits and vegetables also consumed more iron and vitamin C. A correlation between monitoring feeding practices (p=0.024, p=0.035) and increased consumption of iron and vitamin C was discovered. Fruits, vegetables, sweets, and SSB availability increased iron intake. Fruit availability (p<0.05) and fruit accessibility (p<0.05) were connected with vitamin C intake. Monitoring eating behaviors (p=0.017) was the only social factor connected with iron and vitamin C consumption. We found no correlation between iron consumption and physical and social factors, child eating behavior, or sociodemography. Conclusion: Only monitoring respondents' food habits affected their vitamin C intake. The role of parents in feeding is critical in ensuring that children consume an adequate amount of food. This involves monitoring eating practices to enhance children's micronutrient intake."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>