Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 56515 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Zoraya Meizita
"Artikel ini membahas mengenai diaspora dalam puisi Afrique, karya David Diop.Dalam puisi
tersebut Diop memperlihatkan Afrika dalam kaitannya dengan jejak kolonialisme bangsa
Prancis dan gambaran Afrika melalui alam dan leluhur yang diperlihatkan di bait-bait puisi
Afrique. Afrika digambarkan sebagai tanah yang dirindukan oleh bangsa Afrika yang berada
di tanah koloni.

This article analyzes about diaspora in Afrique, a poem by David Diop. The depiction of
diaspora was examined based on intrinsic and extrinsic elements in the poem. It is identified
that Diop describes Afrika through French’s colonialism track and the portrayal of Africa
over its nature and ancestor which is shown in Afrique. Africa is described as a land that
desired by Africans in the land of the colony."
2016
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Raissa Iradella Devita
"ABSTRAK
Artikel ini membahas semangat n gritude dalam puisi Les Vautours, sebuah puisi yang berisi gambaran penderitaan ras kulit hitam ketika kolonialisme terjadi. Pada puisi ini ras kulit putih sebagai penjajah direpresentasikan dengan kesan negatif yang hanya memikirkan keuntungan, tanpa memikirkan penderitaan penduduk yang terjajah. Meskipun ras kulit hitam menderita, mereka tetap memiliki harapan akan kebebasan dan kemerdekaan serta semangat n gritude yang memperjuangkan hak dan menumbuhkan rasa bangga berkulit hitam. Penelitian artikel ini didasarkan pada studi kepustakaan dengan menggunakan teori analisis struktural menurut Michel P. Schmitt dan Alain Viala yang mencakup analisis makna puisi.

ABSTRACT
This article discusses about n gritudespiri on ldquo Les Vautours rdquo , a poem which describe the suffer felt by black race during colonialism. In this poem, white race as colonialist represented by negative impression that they only think about profit, without thinking the suffer felt by colonized population. Although black race suffered from colonialism conducted by white race, black race still own the hope of freedom and independence and also the spirit of n gritude which fight for black race rsquo s rights and grow a sense of pride to be black race. The research of this article based on literature study using theory of structural analysis by Michel P. Schmit and Alain Viala which includes analysis of the meaning of the poem."
2017
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Danny Widiatmo
"https://lib.ui.ac.id/unggah/skripsi/127258#:~:text=Diaspora%20Tionghoa%20merupakan,dalam%20Politik%20Global.

The Chinese diaspora is one of the oldest and largest diaspora communities that are dispersed all over the globe. The Chinese Diaspora is widely perceived as a transnational actor who contributes significantly to the advancement of China's national interests. However, in reality China's approach to these communities is often different and seems inconsistent, both in policy and in the definition of the Chinese Diaspora itself. Therefore, this paper attempts to map out China's approach and view of the Chinese Diaspora from time to time, in particular region of Southeast Asia. This literature review uses a taxonomic method by reviewing 42 academic works that is categorized into three main themes: 1) global migration, 2) identity construction, and 3) China's foreign policy towards the Chinese Diaspora. The author then finds that not all existing literature views and portrays the Chinese Diaspora as an agent or instrument for China's foreign interests. In this case, the Chinese Diaspora is also seen as a multidimentional and diverse subject, and has its own experiences. The Chinese diaspora is then not always viewed as an actor, agent, or instrument for the interests of China or its host-society state in Global Politics."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Astrid Vidya Primadhani Raudin
"Arsitektur dan puisi adalah bentuk seni yang menggunakan kreativitas. Ini adalah studi tentang hubungan antara puisi The Act of Jan Palach oleh David Shapiro dan The House of Suicide dan The House of the Mother of Suicide oleh John Hejduk. Penelitian ini menggunakan metode Alan Simpson dalam analisis komparatif. Kesamaan dalam konsep, sikap dan kualitas transendental merupakan faktor dalam analisis komparatif. Penelitian ini juga menyelidiki puisi sebagai sumber inspirasi. Dalam studi kasus, ada hubungan kuat antara arsitektur dan puisi.

Architecture and poetry are forms of art that use creativity. This is a study of the relation between the poem The Act of Jan Palach by David Shapiro and The House of the Suicide and The House of the Mother of the Suicide by John Hejduk. This study applies Alan Simpson rsquo s method of comparative analysis. The similarities in concepts, attitudes and transcendental quality are the factors in the comparative analysis. This is also an investigation of the use of poetry as a source of inspiration. In the case study, there is a strong relation between architecture and poetry.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
S69318
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hiqma Nur Agustina
"Penelitian ini mengkaji dua teks karya penulis diaspora laki-laki dan perempuan Afghanistan dengan judul A Thousand Splendid Suns karya Khaled Hosseini dan My Forbidden Face dan karya Latifa. Dua teks yang mengusung tema represi dan kekerasan ini dikaji dengan menggunakan teori naratologi dan fokalisasi Gerard Genette, konsep kelas sosial, represi, resistensi, relasi gender, serta feminisme Islam dan feminisme Poskolonial. Penelitian ini melihat kondisi perempuan Afghanistan di era 1978-2003 sebagai akibat dari konstruksi kelas dan gender yang dilatarbelakangi oleh kultur patriarki serta untuk mengungkap kekuasaan, dominasi, dan ketidaksetaraan gender dipraktikkan, direproduksi atau dilawan oleh teks. Diperbandingkan pula sejauh mana kedua penulis ini memiliki kesamaan atau perbedaan dalam mengungkapkan peran gender dan budaya patriarki dalam membentuk represi terhadap perempuan Afghanistan. Hasil penelitian adalah terdapat dua jenis fokalisasi dan narator dalam kedua teks, yaitu fokalisator ekstern dan heterodiegetic narator dalam ATSS dan fokalisator intern dan homodiegetic narator dalam MFF. Strategi naratif kedua penulis adalah berupa penggunaan kata, frasa, dan kalimat yang dengan tepat merefleksikan represi dan kekerasan pada tokoh-tokoh perempuan di dalam kedua teks. Kesamaan kedua penulis adalah keberpihakan mereka dalam melawan konstruksi sosial masyarakat Afghanistan yang sangat patriarkis sehingga muncul represi dan resistensi sebagai imbas dari ketidaksetaraan gender, perbedaan, dan stratifikasi kelas dan etnis, penafsiran terhadap tafsir atau hadis, dan penerapan aturan dari rezim Taliban. Namun, resistensi yang dihadirkan pada beberapa fokalisasi oleh fokalisator ekstern dan intern pada kedua teks juga memunculkan ambivalensi yang justru berpotensi mengukuhkan konsttuksi gender yang tidak menguntungkan perempuan.

This study examines two texts written by Afghan diaspora writers with the title A Thousand Splendid by Khaled Hosseini and My Forbidden face by Latifa. The two texts that raises the theme of repression and violence are examined by naratologi theory and focalization of Gerard Gennete, the concept of social class, repression, resistance, gender relations, Islamic and Postclonial feminism. This study is intended to explore the condition of Afghan women in the 1978-2003 era as a result of class and gender constructions based on patriarchal culture and reveal how power, dominance, and gender inequality are practiced, reproduced or opposed by the text. In addition, it is necessary to compare the extent to which these two authors have similarities or differences in expressing the role of gender and patriarchal culture in shaping the repression of Afghan women. The result of the research shows that there are two types of narrators in both texts, external focalisator type and heterodiegetic narrator in ATSS and internal focalisator and homodiegetic narator in MFF. The narrative strategies of the two authors are in the form of using words, phrases and sentences that accurately reflect repression and violence on female characters in both texts. The similarity of the two author is their position against the social construction of a highly patriarchal Afghan society, resulting ini repression and resistance as the impact of gender inequalities, class and ethnic distinction and stratification, interpretation of Hadiths, and the application of the rules of the Taliban regime. However, the resistance presented to some focalizations by external and internal focalizator in both texts raises ambivalence and has the potential to strengthen gender construction that does not benefit women."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
D2556
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Ratna Ningtyas
"Tesis ini membahas interaksi interkultural antara etnik Yahudi dan etnik Cina dalam novel Peony 1948 karya Pearl S. Buck. Interaksi tersebut tidak berjalan secara mulus karena para tokoh memiliki ideologi budaya yang berbeda. Polarisasi kelompok antara tokoh esensialis dan nonesensialis mengawali konflik yang rumit. Interaksi interkultural antartokoh dipenuhi dengan upaya tarik menarik dan pengaruh memengaruhi sehingga muncul kontestasi ideologi budaya. Kontestasi ideologi budaya terlihat dalam perbedaan pemahaman terhadap tanah nenek moyang dan pernikahan campur.
Kontestasi ideologi Zionisme dan ideologi budaya yang terbuka dengan asimilasi direpresentasikan oleh Madame Ezra dengan David dan Ezra. Peony, sebagai tokoh utama, memiliki peran penting untuk menentukan pemenang dari kontestasi ideologi budaya yang bergulir. Tesis ini bertujuan menunjukkan pemenang dari kontestasi ideologi budaya adalah asimilasi. Beberapa factor melatarbeklakangi kemenangan asimilasi dalam kontestasi tersebut. Hibriditas juga menjadi salah satu faktor yang menguatkan ideologi budaya yang terbuka dengan asimilasi.

This research discusses about intercultural interaction between two different ethnics, Jews and Chinese, in the novel Peony 1948 by Pearl S. Buck. Instead of simply generating intercultural interaction, it raises an interaction based on different cultural ideology. Group polarization among essentialist and non essentialist opens up complex conflicts. Interactions among the characters of diverse ethnic backgrounds are tinged with efforts to influence, change, and persist in each other rsquo s cultural ideology. Such a process creates the indication of contestation of cultural ideology. It is reflected in each group rsquo s understanding of homeland and mixed marriage.
Contestation between Zionism and assimilation is represented by Madame Ezra, David, and Ezra. Peony, as the main character, has her important role to decide who the winner of the contestation of cultural ideology is. This research aims to reveal the winner of the contestation is assimilation. It perceives many factors are involved to make assimilation wins the contestation. Hybridity is also one of the factors that strengthen the cultural ideology of assimilation to win.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2018
T49555
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tyagita Silka Hapsari
"Vidiadhar Surajprasad Naipaul adalah keturunan generasi ketiga buruh kontrak India yang lahir di Trinidad dan menempuh pendidikan tinggi di Inggris. Ia menuliskan perjalanan pertamanya ke India dalam novel perjalanan An Area of Darkness dan ia mempersonifikasikan dirinya sebagai tokoh 'Aku' dalam teks. Dalam perjalanan tersebut Naipaul juga seringkali mengingat dan membandingkan India dengan pengalaman hidupnya di Trinidad dan di Inggris. Hal ini menunjukkan betapa kehidupannya di kedua tempat itu memengaruhi caranya melihat India sebagai negeri nenek moyangnya. Permasalahan utama yang dibahas dalam skripsi ini adalah bagaimana kontradiksi yang dialami oleh tokoh 'Aku' dalam An Area of Darkness berkaitan dengan latar belakang diaspora yang dimilikinya memengaruhi cara pandangnya dalam perjalanan.
Kontradiksi dalam identitas tokoh 'Aku' diteliti berdasarkan kajian-kajian pascakolonial yang membahas tentang identitas, terutama konsep identitas diaspora. Dua buah konsep yang bersifat fundamental bagi penelitian ini adalah konsep yang dicetuskan Stuart Hall (1990) dan Amal Treacher (2000). Hall menyatakan adanya dua macam identitas budaya: pertama, identitas budaya yang bersifat tetap dan kolektif sehingga menyatukan orang-orang dengan kesamaan budaya; kedua, identitas budaya yang terus berubah karena perjalanan waktu dan perbedaan pengalaman masing-masing orang dalam lingkup budaya tersebut. Treacher menuliskan adanya kontradiksi keinginan yang dimiliki kaum diaspora, antara lain keinginan untuk tidak berbeda dengan orang lain dan pada saat yang bersamaan penolakan untuk dianggap sama; serta keinginan untuk pergi dan hasrat untuk pulang.
Penelitian difokuskan pada karakter J.S. Naipaul dalam teks An Area of Darkness sebagai tokoh 'Aku', dengan menggunakan dua buah konsep yang dikemukakan di alas sebagai dasar pembacaan. Penelitian dibagi ke dalam segmen_segmen berdasarkan lokasi geografis tokoh, yaitu Trinidad, Inggris, dan India, Pembahasan dalam segmen India dibagi ke dalam beberapa subbagian yang lebih spesifik untuk menunjukkan identitas tokoh di awal, pertengahan, dan akhir perjalanan. Analisis karakter tokoh 'Aku' difokuskan pada pikiran, emosi, dan reaksi yang terkait dengan identitas diaspora tokoh tersebut yang terjadi dalam segmen-segmen geografis seperti disebutkan sebelumnya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perubahan identitas tokoh 'Aku' dalam perjalanan, baik perjalanan hidup dalam lingkup besar, maupun dalam lingkup yang lebih spesifik yaitu perjalanan di India, Perubahan tersebut menunjukkan bahwa walaupun ia percaya akan identitas budaya yang bersifat tetap dari masa lalu, ia sebetulnya adalah bukti hidup dari identitas budaya yang terus berubah karena pengalaman perpindahan tempat dan ketercerabutan dari akar budayanya. Hasil temuan penelitian ini menggambarkan bagaimana identitas budaya seseorang yang berlatar belakang diaspora cenderung mengalami perubahan karena perpindahan tempat dan perbedaan budaya yang menuntut terjadinya adaptasi."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2007
S14028
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reny Yuniawati
"Kripsi ini menggunakan teori representasi sebagai alat analisis. Skripsi ini berusaha untuk menjawab pertanyaan: bagaimana identitas budaya dan diaspora imigran Turki dipresentasikan dalam masyarakat Jerman. Dalam novel Yildiz Heisst Stern digambarkan bahwa representasi identitas budaya imigran Turki sangat terkait dengan Stereotip-stereotip mereka yang dipandang sebagai 'kebenaran' oleh masyarakat Jerman (kelompok mayoritas). Pada akhrirnya, stereotip-stereotip ini menjadi 'pemisah' antara imigran Turki sebagai kelompok minoritas dan masyarakat Jerman. Imigran Turki kemudain membentuk komunitas sendiri, yang disebut 'komunitas diaspora'. Mereka menggunakan komunitas ini sebagai simbol dari eksistensi budaya mereka, yaitu budaya Turki. Dalam skripsi ini, mereka disebut ;generasi kdua' yang terdiri dari anak atau cucu dari imigran Turki pertaman yang datang ke Jerman sebagai 'pekerja tentu'. Beberapa 'kejadian' yang menimpa mereka di dalam lingkungan Jerman, seperti diskriminasi, telah membangkitkan 'mitos bersama' dan identitas budaya mereka sebagai orang Turki sehingga akhirnya, mereka menjadi 'komunitas diaspora'.

Abstract
using the representation theory as the tool to analyze, this thesis try to answer this question: how the cultural identity and diaspora of the Turkish immigrant in German siciety are represented. the novel "Yildiz Heisst Stern" by Isolde Heyne describes, the representation of the Turkish immigrants's cultural identity related to their stereotypes. These stereotypes are seen as 'the truth' by the German society (major society). In the end, these stereotypes will cause the Turkish immigrant (minor society) and the Germn society to seperate. As the result, the Turkish immigrants use this community, called 'community of diaspora'. The Turkish immigrants use this cummunity as the symbol of their cultural existence. In this community, every Turkish immigrant retains their cultural root, which is Turkish culture. Here, they are called 'the second generation'. They are the children or grand children of the first Turkish immigrants, who came to Germany as guestworkrs. They belong to the community of diaspora because certain events that happened to them, for example discrimination, have awaked their 'joint myth' and cultural identity as the Turkish immigrant."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2007
S15015
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Padel Muhamad Rallie Rivaldy
"Sejak 9/11, persoalan identitas dan pemaknaan rumah (home) pada masyarakat Muslim global menjadi salah satu isu yang banyak dikaji para sarjana. Terlebih, dengan munculnya fenomena Negara Islam Irak dan Syam, prasangka terhadap Muslim sebagai kelompok yang identik terorisme menjadi arus utama dalam sebagian masyarakat Barat yang Islamofobik. Dengan menggunakan teori identitas Hall (1990), Hasrat Merumah (Homing Desire) oleh Brah (1996), dan Yang Tak Akrab (Unhomely) oleh Bhabha (1992, 1994), analisis tekstual melalui pembacaan dekat ini mengkaji bagaimana komunitas diaspora Muslim Pakistan membentuk identitas seiring pemaknaan mereka atas rumah dalam dua novel. Hasil analisis menunjukkan baik Home Fire maupun Exit West merepresentasikan kemajemukan dalam pembentukan identitas dan pemaknaan rumah pada diaspora Muslim. Kemudian, melalui representasi-representasi ini, kedua novel memproblematisasi istilah radikalisme, mengaburkan oposisi biner Timur/Barat, menekankan pengetahuan (knowledge) tentang keanekaan dalam dunia Islam, dan menawarkan zona kontak transkultural inklusif sebagai gagasan berbangsa.

Since the wake of 9/11, identity proposition and the meaning of home toward global Muslim societies become one of prominent issues among scholars. Moreover, with the rising of Islamic State of Iraq and Levant phenomenon, prejudice toward Muslim as group that is synonymous with terrorism become mainstream on partial Islamophobic Western societies. Drawing upon Halls theory of identity (1990), Brahs Homing Desire (1996), dan Bhabhas Unhomely (1992, 1994), this close-textual analysis investigates how Pakistani Muslim diasporic community construct their identities and the meaning of home within two novels. Research findings show both Home Fire and Exit West represent heterogeneity within home and identity construction of Muslim diaspora. Then, through these representations, both novels problematize the notion of radicalism, blurring East/West binarism, underscore knowledge on multifariousness within Islamic world, and offer inclusive transcultural contact zone as the concept of nation.

"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
T53679
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zuliyanti Shabrina
"Skripsi ini membahas tentang diaspora dan migrasi masyarakat Lebanon antara 1860 sampai 1990. Landasan teori yang digunakan sebagai alat analisis ialah teori diaspora, teori perpindahan penduduk, serta teori multikulturalisme. Penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif berdasarkan pada metode sejarah dan dengan jenis penelitian deskriptif. Sepanjang sejarahnya, Lebanon telah mengalami berbagai pergolakan, mulai dari masa pemerintahan Turki Ustmani hingga Perang Sipil yang terdapat campur tangan negara-negara lain, seperti Israel, Palestina, Perancis, dan Inggris. Gelombang diaspora yang terbesar terjadi pada kurun waktu 1975-1990, yaitu ketika Perang Sipil II berlangsung. Dalam kehidupan di host country, migran Muslim Lebanon menggunakan hukum Islam (syari?ah) dalam kehidupan berkeluarga dan mengabaikan hukum resmi yang berlaku di host country. Hal ini tidak sedikit menimbulkan pertentanganpertentangan implementasi dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan migran Kristen Lebanon dapat dengan mudah berasimilasi dengan kebudayaan masyarakat host country. Hal ini membuat mereka dapat dengan mudah diterima dalam komunitas masyarakat asli host country. Masyarakat migran Lebanon mendirikan komunitas dan organisasi yang bertujuan untuk menyalurkan rasa nasionalisme mereka. Migran-migran Lebanon yang mayoritas miskin sedikit demi sedikit mampu menciptakan kekuatan bagi perekonomian mereka. Sebagian besar dari mereka mampu menjadi pebisnis, ekonom, politisi, seniman, dan bahkan ilmuan yang tidak hanya diperhitungkan di host country namun juga di dunia internasional. Dengan ini, masyarakat migran Lebanon dapat membuktikan eksistensi mereka sebagai komunitas migran.

This paper discusses the diaspora and migration of Lebanese society between 1860 and 1990. Theoretical basis which is used as an analytical tool is the theory of diaspora, the theory of migration, as well as the theory of multiculturalism. The study is a qualitative study based on historical methods and the types of descriptive research. Throughout its history, Lebanon has experienced many upheavals, from the reign of Ottoman Turks until the Civil War that there is interference of other countries, like Israel, Palestine, France, and England. The biggest wave of diaspora that occurred in the period 1975-1990, when the Civil War II took place. In the life in the host country, Lebanese Muslim migrants to use Islamic law (shari'a) in family life and ignore the official law applicable in the host country. This is not the least cause contradictions its implementation in daily life. While the Christian Lebanese migrants can be easily assimilated into the culture of the host country society. This makes them easily acceptable in the indigenous community of the host country. Lebanon established migrant communities and community organizations that aims to channel their sense of nationalism. Lebanese migrants the majority of the poor little by little was able to create force for their economies. Most of them are able to become businessmen, economists, politicians, artists, and even scientists are not only counted in the host country but also internationally. With this, the Lebanese migrant communities can prove their existence as migrant communities."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2012
S1811
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>