Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 166206 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lusi Cahya Sari
"Laporan ini menguraikan analisis proses rekonsiliasi fiskal pada PT AB berdasarkan peraturan perpajakan Indonesia. Hasil analisis menunjukkan adanya beberapa perlakuan PT AB dan PT CIT (konsultan pajak PT AB) yang tidak sesuai dengan peraturan perpajakan Indonesia, seperti pada: penghapusan piutang; biaya bahan bakar, tol, dan parkir; lisensi kendaraan, medical un-insured, serta beasiswa. Hasil analisis juga menunjukkan adanya kesalahan pada nominal koreksi pendapatan dan biaya konstruksi, provisi A/R shortfall serta beban penyusutan yang dilakukan PT AB. Kesalahan tersebut bersamaan dengan kemungkinan perbedaan metode dalam menghitung provisi imbalan kerja, dapat meningkatkan peluang terjadinya koreksi oleh fiskus pada pemeriksaan pajak di masa mendatang.

This report explains about analysis of fiscal reconciliation process in PT AB according to the Indonesia's tax regulation. The analysis result shows that there are some abhorrent treatments of PT AB and PT CIT (tax consultant of PT AB) on bad debt expense; fuel, toll, and parking expense; vehicle license; medical uninsured cost; and scholarship. The analysis result also shows that there are some errors in the correction amounts of construction revenue and cost, provision A/R shortfall and depreciation expense by PT AB. Both of them along with the different method used by tax officer (i.e. in calculating provision for employee benefit), can increase the possibility of correction during tax audit in the future."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Amriza Nitra Wardani
"Skripsi ini meneliti secara empiris pengaruh desentralisasi fiskal terhadap Angka Harapan Hidup yang merupakan salah satu indikator outcomes bidang kesehatan. Indikator desentralisasi fiskal yang digunakan adalah indikator dari segi pengeluaran, yaitu persentase realisasi belanja fungsi kesehatan terhadap total realisasi belanja pemerintah daerah di masing-masing provinsi. Selain itu penelitian ini juga meneliti faktor-faktor determinan yang juga mempengaruhi Angka Harapan Hidup, yaitu PDRB per kapita, rasio puskesmas per 100.000 penduduk, rasio tenaga medis per 100.000 penduduk, dan angka melek huruf. Penelitian ini menggunakan data panel 31 provinsi di Indonesia tahun 2005-2009 dengan pendekatan Fixed Effect Model.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa persentase realisasi belanja fungsi kesehatan berpengaruh signifikan positif terhadap Angka Harapan Hidup. Faktor determinan PDRB per kapita, rasio puskesmas per 100.000 penduduk, dan angka melek huruf juga memiliki pengaruh signifikan positif terhadap Angka Harapan Hidup, sedangkan rasio tenaga medis per 100.000 penduduk tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap Angka Harapan Hidup.

This study examines the impact of fiscal decentralization on life expectancy rate, one of health outcomes indicator. This research uses portion of health expenditure on total expenditure for each provinces as fiscal decentralization indicator. This study also examines the impact of determinant factors on life expectancy rate, those are GRDP per capita, ratio of puskesmas per 100.000 population, ratio of medical practitioners per 100.000 population, and illiteracy rate. This study uses panel data from 31 provinces in Indonesia for 2005-2009 with Fixed Effect Model approach.
The results showed that percentage of health expenditure affect life expectancy rate significantly positive. Determinant factors, GRDP per capita, ratio of puskesmas per 100.000 population, and illiteracy rate also affect life expectancy rate significantly positive, while ratio of medical practitioners per 100.000 population affect life expectancy rate not significantly.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Disha Ayu Anggraini
"Penelitian ini membahas analisis kebijakan insentif pajak atas industri Low Cost Green Car LCGC di Indonesia Penelitian ini mengangkat dua permasalahan yaitu pertimbangan pemberian insentif pajak untuk mendorong industri Low Cost Green Car di Indonesia dan dampak kebijakan pemberian insentif pajak untuk industri Low Cost Green Car di Indonesia Pertimbangan pemberian insentif pajak untuk mendorong industri Low Cost Green Car tersebut adalah situasi ekonomi domestik yaitu naiknya pertumbuhan ekonomi situasi area pasar bebas regional yang menuntut industri otomotif Indonesia untuk selalu berinovasi menciptakan kendaraan hemat energi dan harga terjangkau teknologi untuk efisiensi bahan bakar minyak yang disyaratkan untuk membuat kendaraan yang lebih ramah lingkungan membangun industri komponen otomotif dalam negeri serta investasi lapangan kerja dan kemacetan Dampak kebijakan pemberian insentif pajak ini adalah berkembangnya Industri Low Cost Green Car meningkatnya investasi di industri komponen otomotif pertumbuhan jumlah kendaraan yang semakin tidak terkendali serta penurunan jumlah impor kendaraan utuh CBU Completely Built Up.

This study discusses the analysis of the tax incentive policy on the Low Cost Green Car industry This study raised two issues that considered tax incentive to encourage the Low Cost Green Car industry in Indonesia and the impact of tax incentive policy of Low Cost Green Car industry in Indonesia Consideration of tax incentive to encourage the Low Cost Green Car industry are the economic situation the situation of regional free trade area that demands the Indonesian automotive industry to constantly innovate to create energy efficient vehicles and affordable prices the technology for fuel efficiency required to make vehicles more environmentally friendly build domestic auto component industry and investment employment and traffic congestion The impact of this tax incentive policy is the development of Low Cost Green Car industry increased investment in the automotive component industry growth in the number of vehicles getting out of control and the reduction in the number of imported vehicles
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S61242
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Umi Hanni
"Krisis ekonomi telah membuat Pemerintah Indonesia terbelit utang yang berat. Utang pemerintah telah bertambah menjadi tiga sampai empat kali lipat dari kondisi sebelum krisis, dan hampir tiga perempat dari pertambahan ini merupakan utang dalam negeri yang harus dibayar untuk restrukturisasi perbankan. Kenaikan jumlah utang ini merupakan akibat gabungan kesalahan kebijakan masa lalu dengan krisis ekonomi, bukan karena pengeluaran baru.
Kewajiban-kewajiban penutupan utang (bunga dan amortisasi) akan melebihi 40 persen dari penerimaan pemerintah selama beberapa tahun, sedangkan kebutuhan pembiayaan baru (baik luar maupun dalam negeri) di tahun-tahun mendatang masih tetap dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pengeluaran. Hal ini akan sangat membatasi fleksibilitas fiskal pada masa pemerintahan sekarang ini, sehingga telah menggeser permasalahan dari fiscal stimulus menjadi fiscal sustainability.
Indikasi awal dalam menilai apakah kebijakan fiskal yang ditempuh sustainable atau unsustainable adalah rasio utang terhadap PDB dan rasio keseimbangan primer (primary balance) terhadap PDB. Jika pertambahan utang diiringi dengan kenaikan PDB yang sama ataupun Iebih besar bukanlah merupakan ancaman bagi sustainabilitas fiskal.
Primary Balance juga merupakan indikator utama bagi sustainabilitas fiskal dimana dalam penelitian ini diketahui bahwa Primary Balance dipengaruhi oleh overall balance. Dengan kata lain, sustainabilitas fiskal dicapai me;alui peningkatan penerimaan dalam negeri dan pengoptimalisasian pengeluaran negara.
Indikator lainnya yang tidak kalah penting adalah pertumbuhan ekonomi dan tingkat suku bunga. Dalam model yang dibangun dalam penelitian ini terlihat bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh besaran PDB, konsumsi rumah tangga dan pemerintah, investasi, suku bunga, inflasi, PMA, ekspor, impor dan kurs. Sedangkan suku bunga dipengaruhi oleh uang beredar, tingkat pertumbuhan dan lag kurs.
Perkembangan fiscal sustainabilitiy dalam rentang waktu penelitian dapat dikatakan bahwa pemerintah sudah sangat berhati-hati dalam menjaga tingkat sustainabilitas fiskalnya (terlihat dari nilai aktual primary balance yang berada antara 0,82 sampai dengan 3,84). Sedangkan dari hasil simulasi ex-post terlihat bahwa kondisi fiskal yang unsustainable terjadi pada tahun 1998-2003, hal ini lebih disebabkan karena tingginya tingkat suku bunga dari pada tingkat pertumbuhan ekonominya.
Sedangkan dari hasil simulasi ex-ante terlihat bahwa instrumen yang paling efektif untuk mencapai keadaan fiskal yang sustainable adalah kebijakan moneter yang ekspansif. ]umlah uang yang beredar secara langsung akan mempengaruhi variabel suku bunga yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap kegiatan investasi sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Kebijakan moneter untuk menurunkan suku bunga akibat banyaknya uang yang beredar akan merangsang kegiatan investasi sehingga pada akhirnya akan mempengaruhi tingkat pertumbuhan. Tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi dari tingkat suku bunga akan menurunkan stok utang sehingga tercapai keadaan sustainabilitas fiskal."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T15322
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Wahyu Wijayanti
"Penelitian ini dilatarbelakangi oleh tujuan pelaksanaan desentralisasi fiskal di Indonesia yang salah satu tujuannya adalah pemerataan pembangunan antar wilayah. Analisis dampak desentralisasi fiskal terhadap kesenjangan antar wilayah dibuat dalam empat model yang masing-masing menggunakan indikator yang berbeda dalam desentralisasi fiskal. Model 1, penulis menggunakan Indikator Al (Autonomy indicator), yakni mengukur desentralisasi fiskal sebagai rasio total PAD provinsi (termasuk PAD kab/kota) terhadap seluruh total penerimaan pemerintah pusat, provinsi, dan kab/kota model 2, penulis menggunakan Production Indicator (PI), yaitu mengukur desentralisasi fiskal sebagai rasio total pengeluaran setiap provinsi (termasuk pengeluaran kab/kota) terhadap seluruh total pengeluaran pemerintah pusat, provinsi, dan kab/kota. Model 3, penulis menggunakan Total Revenue Indicator (RI), yakni desentralisasi fiskal diukur dari rasio total pendapatan setiap provinsi (termasuk pendapatan kab/kota) terhadap seluruh total pendapa tan pemerintah pusat, provinsi, dan kab/kota Model 4, dalam model ini penulis menggunakan Total Expenditrure dan Revenue (ERI) Indicator, yaitu mengukur desentralisasi fiskal dari rasio total pengeluaran dan total penerimaan setiap provinsi (termasuk pengeluaran kab/kota) terhadap seluruh total pengeluaran pemerintah pusat, provinsi, dan kab/ko ta.
Setiap model dilengkapi dengan variabel kontrol yang dapat menjelaskan faktor-faktor yang dapat diduga meinpengaruhi tingkat kesenjangan regional di setiap provinsi, Ada lima variabel kontrol yang digunakan dalam studi, yaitu PDRB propinsi perkapita (PDRBC), Derajat Keterbukaan (OPENNES), Tingkat pendidikan (EDUC), ketersediaan jalan (JLN), dan jumlah penduduk (POP). Dalam studi ini dampak desentralisasi fiskal terhadap kesenjangan regional dianalisis dengan menggunakan data panel tingkat provinsi selama periode empat tahun (2001 -2004). Hasil estimasi dengan teknik regresi panel fixed effect menunjukkan bahwa baik dengan raenggunakan pendekatan pendapatan maup un pengeluaran, desentralisasi fiskal memiliki hubungan yang signifikan dengan kesenjangan regional. Dengan menggunakan pendekatan pendapatan balk itu Pendapatan Asti Daerah (PAD) maupun total pendapatan desentralisasi memiliki hubungan yang positif, artinya desentralisasi makin melebarkan kesenjangan antar wilayah atau dengan kata lain pada empat tahun pertama pelaksanaan desentralisasi fiskai, hasilnya belum memberikan pengaruh yang positif .terhadap peningkatan pemerataan ekonomi daerah. Desentralisasi fiskal dengan menggunakan pendeka tan pengeluaran (expenditure assignment) yang diindikasikan oleh variabeI total expenditure (PI) dan total expenditure dan revenue (PRI) memberikan arah hubungan yang negatif, dan berpengaruh signifikan. Dengan demikian upaya pemerintah untuk membantu daerahdaerah melalui dana perimbangan cukup berhasil secara signifikan dalam mengurangi kesenjangan an tar wilayah.
Dalam kaitannya dengan kesenjangan regional, hasil estimasi menunjukan bahwa ada tiga variabel yang memiliki hubungan positif terhadap kesenjangan regional yaitu, yakni: PDBRC, populasi dan rasio panjang jalan, sedangkan dua variabel lainnya yaitu tingkat pendidikan dan derajat keterbukaan memiliki hubungan negatif. Dengan demikian untuk mengurangi kesenjangan dalam era desentralisasi fiskal ini kebijakan pemerintah seharusnya lebih ditekankan pada meningkatkan investasi dalam sumber daya manusia dalam bentuk pendidikan dan meningkatkan perdagangan luar negeri."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T 17097
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Fiscal desentralization is a fiscal policy taken by government to balance equality fiscal capacity between local-central government, as well as amongst local government. By concept or formula, it is fairly accepted as a good model of fiscal policy. This research applies ..."
POL 5:2 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Boediarso Teguh Widodo
"Kebijakan fiskal yang merupakan salah satu instrumen kebijakan ekonomi makro mempunyai peranan yang sangat penting dan strategis dalam mencapai berbagai tujuan ekonomi dan sosial, yaitu stabilitas ekonomi, pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, dan mengurangi pengangguran. Di Indonesia operasi fiskal pemerintah dilakukan melalui APBN, sehingga untuk dapat menjalankan peranan dan fungsi sentral kebijakan fiskal secara balk, APBN, haruslah sehat, dapat dipercaya (credible), dan memiliki ketahanan yang berkelanjutan (sustainable).
Untuk mencapai APBN yang sehat, credible, dan sustainable tersebut harus dipenuhi dua kondisi yaitu necessary condition - defisit fiskal yang terkendali, dan sufficient condition - strategi pembiayaan anggaran yang mampu menjamin ketahanan utang yang berkelanjutan. Dengan demikian, ada dua aspek penting yang selalu menjadi pusat perhatian dari para stakeholders dalam perencanaan dan pengelolaan APBN tahunan, yaitu: (i) penetapan sasaran surplus/defisit fiskal, dan (ii) perencanaan strategi pembiayaan anggaran yang tepat. Hal ini untuk menghindari terjadinya penggunaan sumber-sumber pembiayaan secara berlebihan sehingga tidak menimbulkan beban fiskal yang sangat berat di masa-masa datang.
Sebagai indikasi awal dalam menilai apakah kebijakan fiskal yang ditempuh sustainable atau unsustainable umumnya digunakan rasio utang terhadap PDB, rasio pembayaran bungs utang terhadap total pengeluaran, keseimbangan umum (overall balance), dan keseimbangan anggaran primer (primary budget balance).
Dengan basis fiskal yang cukup mantap, maka sejak tahun 1994/1995 telah terjadi perubahan yang sangat mendasar pada strategi kebijakan fiskal, dari anggaran defisit pada masa sebelumnya menjadi anggaran berimbang, bahkan anggaran surplus (dengan masing-masing sekitar 2,0 % dari PDB pada tahun 1995/1996 dan sekitar 1,9 % dari PDB pada tahun 1996/1997). Namun demikian, sangat disayangkan, perubahan strategi kebijakan fiskal ini tidak dapat berlangsung lama, karena badai krisis yang menerpa perekonomian Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 telah memporakporandakan sendi-sendi kehidupan ekonomi nasional. Sebagai akibatnya, dalam enam tahun terakhir sejak krisis ekonomi, APBN Indonesia kembali mengalami anggaran defisit.
Selama masa pemerintahan Orde Baru, defisit anggaran yang terjadi pada periode sebelum krisis, sepenuhnya ditutup dengan menggunakan sumber-sumber pembiayaan dari luar negeri. Karena itu, pada sebagian besar periode fiskal selama PJP I, instrumen pembiayaan luar negeri menjadi sumber utama pembiayaan defisit anggaran. ]umlah pembiayaan loan negeri (bersih) yang berhasil dihimpun setiap tahun selama PJP I hampir selalu melebihi kebutuhan pembiayaan yang diperlukan untuk menutup defisit yang terjadi. Dengan demikian, hampir setiap tahun terdapat sisa Iebih pembiayaan anggaran, yang berarti menambah saldo rekening simpanan pemerintah di sektor perbankan sebagaimana tercermin pada pembiayaan perbankan dalam negeri (yang bertanda negatif).
Seperti halnya yang terjadi pada defisit anggaran, ada perbedaan yang sangat signifikan dalam perkembangan pembiayaan anggaran selama krisis, seining dengan besarnya beban kebutuhan pembiayaan anggaran untuk menutup defisit APBN, memenuhi kewajiban pembayaran cicilan pokok pinjaman luar negeri, melunasi obligasi dan surat utang negara yang jatuh tempo, serta membiayai pembelian kembali (buy back) obligasi dan surat utang negara yang belum jatuh waktu untuk membantu menurunkan stock utang, maka terjadi diversifikasi dalam penggunaan instrumen pembiayaan anggaran, sehingga menjadi semakin beragam. Karena itu, di samping pembiayaan anggaran dari sumber-sumber luar negeri masih tetap diperlukan, kebijakan pembiayaan anggaran selama krisis juga diarahkan untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumber-sumber pembiayaan dari dalam negeri. Pengembangan dan optimalisasi penggunaan instrumen pembiayaan dalam negeri ini terutama didasarkan atas pertimbangan adanya risiko kerawanan terhadap ketergantungan yang terlalu berlebihan atas penggunaan pinjaman luar negeri sebagai sumber pembiayaan APBN.
Berdasarkan hasil analisa yang dilakukan dengan berbagai pilihan sumber-sumber pembiayaan dapat disimpulkan bahwa fiscal sustainability masih bisa dipertahankan dalam jangka menengah maupun panjang. Hal ini terlihat dari stok utang total baik nominal maupun rasio terhadap PDB yang mempunyai kecenderungan menurun."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T20143
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cindhe Marjuang Praja
"Menggunakan regresi data panel pada 17 bidang usaha Kawasan Berikat dan 16 rentang periode kuartalan tahun 2010 sampai dengan tahun 2013, tesis ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh yang diberikan oleh insentif fiskal maupun insentif non fiskal-moneter melalui skema Kawasan Berikat terhadap kinerja ekspor. Objek penelitian dalam tesis ini dibatasi hanya meliputi perusahaan Kawasan Berikat yang aktif melakukan kegiatan ekspor dan impor di wilayah Bekasi. Dalam menjelaskan kinerja ekspor, digunakan tiga variabel dependen yaitu nilai ekspor, volume ekspor dan konsentrasi ekspor.
Berdasarkan hasil pengolahan data, terdapat bukti yang kuat bahwa insentif fiskal secara signifikan berpengaruh positif terhadap nilai ekspor dan konsentrasi ekspor, sedangkan insentif non fiskal-moneter secara signifikan berpengaruh positif terhadap nilai ekspor dan volume ekspor. Hasil pengolahan data juga menemukan bukti bahwa PDB riil Jepang berpengaruh positif terhadap nilai dan volume ekspor, sedangkan nilai tukar nominal USD terhadap Rupiah berpengaruh negatif terhadap nilai ekspor

Using panel data regression on 17 Bonded Zone?s business sectors and 16 quarterly period of year 2010 to 2013, this thesis aimed to analyze the Effect of Fiscal Incentives and Non Fiscal-Moneteary Incentives through The Bonded Zone Scheme on the Export Performance. The object of research in this thesis is limited only covers Bonded Zone?s companies in Bekasi region which actively doing export and import activities. To explain the export performance, this thesis used three dependent variable, namely : export value, export volume and export concentration.
The results shows that there is strong evidence that fiscal incentives are significantly positive effect on the export value and export concentration, while the non fiscal-monetary incentives significantly positive effect on the export value and export volume. The results also reveal that the Japan's real GDP has a positive effect on the export value and export volume, while the nominal exchange rate of USD has a negative effect on export value."
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2014
T42217
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Kadek Sumadi
"Salah satu kewajiban sebagai warga negara adalah melakukan pemenuhan kewajiban perpajakan. Terdapat beberapa cara pandang atas kewajiban pembayaran pajak yang dibebankan kepada negara, sebagian ada yang memandang sebagai beban sebagian lagi memandang sebagai pembagian laba. Namun apapun cara pandang terhadap beban pajak yang harus dibayar, beban pajak tetaplah merupakan suatu beban yang secara ekonomis dapat mengurangi kekayaan perusahaan atau wajib pajak. Untuk meminimalkan beban pajak yang harus dibayar, maka perusahaan (wajib pajak) menerapkan perencanaan pajak agar diperoleh laba bersih setelah pajak yang maksimal.
Fenomena ini mengarahkan penulis untuk membahas permasalahan yang berhubungan dengan perencanaan pajak, yang dilakukan sebagai upaya yang legal (tidak melanggar hukum) untuk menurunkan beban pajak yang harus dibayar sehingga dapat meningkatkan labs bersih setelah pajak yang optimal.
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran mengenai penerapan perencanaan pajak pada PT."ESP" serta untuk mengetahui berbagai alternatif perencanaan pajak yang ada dalam berbagai transaksi bisnis untuk selanjutnya dapat ditetapkan altematif terbaik yang dapat memberikan penghematan pajak yang paling maksimal yang mana pada akhirnya akan mengakibatkan laba bersih setelah pajak paling maksimal.
Penelitian ini menggunakan berbagai landasan teoritis sebagai dasar untuk melakukan analisis, diantaranya konsep-konsep yang berkaitan dengan perencanaan manajemen dan perencanaan pajak, konsep tentang motivasi dilakukannya perencanaan pajak, berbagai model perencanaan pajak serta tahap-tahap perencanaan pajak sampai dengan teknik dan praktek dalam melakukan perencanaan pajak.
Ruang lingkup penelitian adalah dibatasi pada satu kasus yaitu PT."ESP", teknik pengumpulan data yaitu dengan penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan dengan metode wawancara kepada bagian personalia, keuangan maupun pajak.
Dari hasil analisis diketahui bahwa PT."ESP" belum melaksanakan perencanaan pajak secara komprehensif sehingga belum memberikan penghematan pajak yang maksimal, masih banyak perencanaan pajak yang dibuat oleh perusahaan yang mengandung risiko pajak yang tinggi baik atas pokok pajak maupun sanksinya.
Suatu perencanaan dapat dikatakan baik dan memenuhi syarat apabila disusun melaui suatu konsep yang jelas serta melaui tahapan-tahapan pengujian dan perhitungan yang cermat. Perencanaan pajak pada PT."ESP" seharusnya disusun melalui beberapa tahap, yaitu mulai dari penyusunan alternatif-alternatif, dilanjutkan dengan evaluasi model kemudian diakhiri dengan pemilihan altematif yang terbaik."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14041
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nunik Yunarti
"Tesis ini bertujuan untuk mengetahui dampak dari penerapan kebijakan desentralisasi fiskal terhadap kesenjangan antar wilayah kabupaten/kota di dalam propinsi (within province inequality) dengan menggunbakan data panel seluruh propinsi di Indonesia selama kurun waktu 1994-2006. Model yang digunakan mengacu pada model Nobuo Akai dan diestimasi dengan menggunakan metode regresi data panel Fixed Effect. Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa penerapan kebijakan desentralisasi fiskal belum sepenuhnya berhasil menurunkan kesenjangan wilayah karena pada intinya keberhasilan desentralisasi fiskal dipresentasikan oleh kemandirian fiskal yang berarti bahwa pemerintah daerah bertumpu pada Pendapata Asli Daerahnya dalam membiayai pembangunan di daerahnya."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2008
T27702
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>