Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 239973 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Retno Asti Werdhani
"Pengelolaan hipertensi dan diabetes melitus yang memerlukan pengelolaan terkoordinasi, menjadi perhatian karena prevalensinya semakin meningkat. Kemampuan dokter sebagai care coordinator tidak terlepas dari kemampuan kepemimpinan, dan belum ada penilaiannya di Indonesia. Penelitian ini bertujuan mengembangkan intrumen penilaian kinerja dokter di layanan primer sebagai care coordinator dan kaitannya dengan kepemimpinan.
Pendapat pakar dan metode Delphi digunakan untuk mengembangkan dimensi dan butir penilaian. Validasi instrumen dilakukan dengan analisis faktor eksplorasi. Kurva ROC digunakan untuk mencari titik potong skor care coordinator pada pasien hipertensi atau DM terkontrol dibandingkan tidak terkontrol. Korelasi Pearson dilakukan untuk melihat korelasi antara skor care coordinator dengan skor kepemimpinan klinis, kepemimpinan transformasional, komitmen, kepuasan kerja, dan budaya organisasi, serta faktor-faktor sosiodemografis dokter dan praktik keprofesian.
Pengumpulan data dilakukan selama periode April−November 2015. Melalui penggalian pendapat 19 orang pakar (akademisi, praktisi, pengandil), 2 kali putaran Metode Delphi (110 sampel dan 81 sampel), dan 249 sampel analisis faktor, didapatkan instrumen penilaian kinerja dokter pengelola kasus PTM di puskesmas sebagai care coordinator yang terdiri dari 11 dimensi dan 33 butir penilaian dengan koefisien alpha sebesar 0,94 dan korelasi butir penilaian dengan dimensinya lebih dari 0,4. Terdapat perbedaan skor care coordinator antara pasien hipertensi atau diabetes terkontrol dan tidak terkontrol (p = 0,02) dengan titik potong sebesar 7,7. (skor maksimal 9). Terdapat korelasi positif antara skor kepemimpinan klinis, skor kepemimpinan transformasional, skor kepuasan kerja, usia dokter, lama lulus dokter, lama bekerja di puskesmas, pelatihan dokter keluarga, dan status kepegawaian terhadap skor care coordinator. Faktor yang paling berperan terhadap peningkatan skor care coordinator adalah skor kepemimpinan klinis dan skor kepemimpinan transformasional (R square 0,47).
Telah dikembangkan instrumen penilaian kinerja dokter sebagai care coordinator di layanan primer yang valid dan handal. Walaupun dokter pengelola kasus dalam kesehariannya berinteraksi dengan pasien dan tidak menduduki jabatan struktural sebagai pimpinan, namun mereka harus tetap memiliki kemampuan kepemimpinan klinis serta kepemimpinan transformasional untuk menunjang kinerja sebagai care coordinator dalam pengelolaan masalah kesehatan pasien.

Hypertension and Diabetes Mellitus management that need coordination of care is vital because of their increasing prevalence. To become care coordinator, primary care physician should have leadership capabilities. However, there is no instrument available to measure care coordination and leadership for primary care physician in Indonesia. This research aims to develop instruments for primary care physician's performance as care coordinator in primary care facilities and its correlation with leadership.
Data collection was conducted from April to November 2015. Expert opinion and Delphi method were conducted to develop dimensions and item indicators. Exploratory Factor Analysis was performed for instrument validation. ROC curves were used to gain cut-off point of care coordinator's score from controlled and uncontrolled hypertension or diabetes mellitus patient. Pearson correlation was conducted to determine correlation between care coordinator score and clinical leadership, transformational leadership, commitment, job satisfaction, and organizational culture, as well as doctor's sociodemographic factors and professional practice.
Nineteen experts panel (academics, practitioners, health policy makers), 110 participants of 1st round Delphi Method, 81 participant of 2nd round of Delphi Method, and 249 samples for factor analysis were gathered to create 11 dimensions and 33 items with loading factors at least 0.4 and alpha cronbach as high as 0,94. There was care coordinator score difference between controlled and uncontrolled hypertension or diabetes mellitus patients (p = 0.02) with cut-off point 7,7 (maximum score 9). There was positive correlation between care coordinator score and clinical leadership score, transformasional leadership score, satisfaction score, age, graduation period, working period, family medicine training, and employment status. Dominant factors correlate to care coordinator score were clinical leadership score and transformational leadership score (R square 0.47).
A valid and reliable instrument of care coordinator performance for Indonesian primary care physician has been developed. Although the main activity of practitioner is very much relate to patient interaction, they should also have leadership capacities to support their role as care coordinator for patient?s health management."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
D2222
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simatupang, Heaven Lord Trainer
"Tesis ini membahas penilaian kinerja dokter umum dan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja dokter umum di RSU UKI Jakarta Timur. Penilaian kinerja dokter umum dilakukan dengan cara penilaian kinerja 360 derajat dan penilaian diri sendiri, dengan menggunakan lima aspek penilaian kinerja dokter umum. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif. Dilakukan wawancara mendalam kepada para informan yaitu dokter umum, rekan sekerja, dan atasan dokter umum. Hasil penelitian menyatakan bahwa kinerja dokter umum di RSU UKI dalam penelitian ini dinyatakan baik. Seluruh variabel dalam input yaitu faktor-faktor motivasi dinyatakan seluruhnya mempengaruhi kinerja dokter umum di RSU UKI dalam penelitian ini. Tetapi faktor yang menjadi motivasi utama dokter umum dalam penelitian ini ingin bekerja di RSU UKI adalah faktor ingin melanjutkan sekolah ke tingkat pendidikan dokter spesialis. Perlunya perbaikan dalam perlengkapan alat-alat kedokteran di RSU UKI, pemberian pendidikan dan pelatihan kepada para dokter umum di RSU UKI, supervisi, penghargaan, dan pemantauan pembuatan dokumentasi pasien dari dokter umum perlu dilakukan oleh pihak rumah sakit.

The focus of this study is the estimation of medical doctors work and factors that influence medical doctors work at UKI Hospital. The estimation of medical doctors work has been done by 360 degrees estimation of work and self assesment, by using five aspecs of medical doctor work. This research is a qualitative descriptive interpretive. Deep interview has been done to the informan which is medical doctors, work partner, and the superior of medical doctors. This research showed that estimation of medical doctors work at UKI Hospital are good. All of the variabel in input which is motivation factors are proved influenced medical doctors work at UKI Hosptal in this research. But the main motivation for medical doctors is the factor that they want to continue their education to specialist level. UKI Hospital needs to renew the medical tools, education and training should be given to medical doctors, supervision and appreciation to medical doctors, and supervision in the making of patient documentation from medical doctors is need to be done by UKI Hospital."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
T36026
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Susi Mekar Sari
"Pelatihan Pratugas Dokter/Dokter Gigi PTT merupakan program pelatihan prajabatan khusus yang wajib diikuti oleh seluruh dokter umum maupun dokter gigi yang akan melaksanakan masa bhaktinya. Dalam pelatihan pratugas ini Dokter/Dokter Gigi PTT mendapatkan materi dasar, inti dan penunjang. Materi yang dianggap paling penting dalam pencapaian tujuan pelatihan adalah materi inti yakni manajemen puskesmas. Pelatihan pratugas Dokter/Dokter Gigi PTT dimulai sejak tahun 1991 di Balai Pelatihan Kesehatan Padang, namun sampai saat ini belum pernah dievaluasi pada saat pasca pelatihan, sehingga tidak diketahui data tentang penerapan hasil pelatihan.
Penelitian ini bertujuan memperoleh informani tentang kompetensi Dokter/Dokter Gigi PTT yang meliputi pengetahuan, sikap dan keterampilan dalam pelaksanaan manajemen puskesmas dan untuk melihat peran serta dokter/dokter gigi PTT dalam manajemen puskesmas.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif melalui wawancara mendalam, obsevasi dan test objektif dengan informan dokter/dokter gigi PTT sebagai informan utama. Dilanjutkan dengan triangulasi sumber kepada pimpinan puskesmas, staf puskesmas dan KaSubdin Yankes Dinas Kesehatan Kabupaten Padang Pariaman.
Hasil penelitian menggambarkan, bahwa pelatihan pratugas sangat bermanfaat dalam menunjang tugas Dokter/Dokter Gigi PTT di puskesmas. Hasil evaluasi kompetensi Dokter/Dokter Gigi PTT dalam manajemen puskesmas, pengetahuan dokter/dokter gigi PTT cukup baik pada perencanaan tingkat puskesmas, selanjutnya penilaian kinerja puskesmas dan lokakarya mini puskesmas. Sebagian besar Dokter/Dokter gigi PTT menunjukkan sikap positif antara lain dalam disiplin kerja, kepemimpinan, kerjasama, prakarsa dan keterampilan yang baik dalam melaksanakan tugas di puskesmas. Peranserta Dokter/Dokter Gigi PTT dalam manajemen puskesmas sangat bervariasi, yang utama adalah pada perencanaan tingkat puskesmas, penilaian kinerja puskesmas dan lokakarya mini puskesmas.
Untuk kesempurnaan dalam penyelengaraan pelatihan hendaknya dilakukan evaluasi pasca pelatihan secara berkesinambungan, dalam penyusunan kurikulum diharapkan selalu menyesuaikan dengan kebutuhan puskesmas, agar materi yang diberikan bermanfaat dalam pekerjaan dokter/dokter gigi PTT di puskesmas.
Daftar Pustaka : 45 (1984 - 2004 )

Evaluation of Physician/Dentist Competency as Temporary Employee on Public Health Center Management Assessed After Pre-Work Training in Padang Pariaman District year 2004Pre work training of temporary employee (PTT) physician/dentist is a special training program which is obligatory before physician/dentist could go the work field. During the training, physician/dentist obtain basic, core, and supporting materials. Core material of public health center management is considered as the most important material. The training firstly started in 199i in Padang Health Training Center but has never been. evaluated in a post-training evaluation, thus no data on training result and application were available.
This research aimed to obtain information on physician/dentist competency including knowledge, attitude, and skill in implementing public health center management and to investigate the participation of PTT physician/dentist in public health center management.
The study used qualitative approach through in-depth interview, observation, and objective test with PIT physician/dentist as main informants. This was followed up by source triangulation to public health center management and staff, and Head of Health Service Office in Padang Pariaman District Health Office.
The results show that pre work training was extremely useful in supporting PTT physician/dentist at their work in public health center. Results on competency evaluation indicate good knowledge on public health center level planning, public health center performance evaluation, and public health center mini workshop. The majority of PTT physician/dentist showed positive attitude e.g. in work discipline, leadership, cooperation, initiative, and also showed good skill in doing their work in public health center. However, participation of PTT physician/dentist in public health center was quite varied, with significant participation in planning at public health center level, evaluating public health center performance, and in public health center mini workshop.
In order to improve the training, it is suggested to conduct post-training evaluation routinely. Materials are to be updated and adjusted according to the needs of public health center as to provide most benefit to PTT physician/dentist as training participants and to further support their work in public health center.
References: 45 (1984-2004)
"
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T13055
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ni`matullah
"Pembangunan kesehatan dalam PJP II ditekankan pada peningkatan kualitas pelayanan kesehatan, sejalan dengan globalisasi dan tuntutan masyarakat akan pelayanan kesehatan berkualitas yang makin meningkat. Manajemen SDM Medis memegang posisi sentral dalam manajemen rumah sakit terutama bila dihubungkan dengan kualitas pelayanan medis. Kenaikan jumlah dokter spesialis di Indonesia jauh tertinggal dari kenaikan jumlah rumah sakit, sehingga rumah sakit kekurangan tenaga dokter spesialis. Oleh karena kekurangan tenaga dokter tetap, pada umumnya rumah sakit swasta mempekerjakan dokter PNS yang bekerja di rumah sakit pemerintah sebagai dokter tamunya. Keadaan inimengakibatkan timbulnya masalah pelayanan medis baik di rumah sakit pemerintah maupun di rumah sakit swasta itu sendiri. Pola hubungan kerja dokter dengan rumah sakit swasta sangat bervariasi di berbagai rumah sakit swasta. Sampai saat ini belum ada pedoman yang dapat menggambarkan faktor-faktor yang mempengaruhi pola hubungan kerja tersebut. Peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian tentang pola hubungan kerja dokter spesialis dengan rumah sakit swasta tersebut secara deskriptif analitik dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran tentang hubungan antara karakteristik rumah sakit swasta dan karakteristik dokter spesialis dengan pola hubungan kerja diantara keduanya di berbagai rumah sakit swasta di wilayah Jawa Barat dan Jakarta.
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa pola hubungan kerja sangat berhubungan dengan jenis karakteristik rumah sakit swasta dan karakteristik dokter spesialisnya. Persamaannya adalah adanya dokter tetap dan dokter tidak tetap, sedangkan perbedaannya terletak pada variasi bentuk pola dokter tidak tetap, juga pada cara pembayaran dan pembagian jasa medisnya. Peneliti menyarankan kepada rumah sakit swasta dan dokter spesialis untuk memilih pola yang sesuai dengan karakteristik rumah sakit dan dok ter spesialisnya. Dan bagi pemerintah peneliti sependapat untuk terus memotivasi rumah sakit swasta agar memiliki dokter tetap dan meningkatkan produksi dokter spesialis di masa yang akan datang.

Pattern of Relationship Between Specialist's Doctor and Private Hospital in West Java and JakartaQuality of health service become the Government priority in the development of health program in The Second Long Development Plan (PIP II). Medical Staff management has been placed in the central position in hospital management, since medical staff has a strong impact on the quality of medical services. Pattern of relationship between specialist's doctor and private hospital is not clearly described. No studies has been done on this subject yet. The study objective is to analyze the pattern of relationship between specialist's doctor and private hospital. Specifically, the study could like to describe the relationship between hospital characteristic and specialist's in private hospitals.
The study found that pattern relationship is influenced by hospital characteristic such as : type of ownership, class of hospital, establishment of hospital and bed capacity. The study suggests that private hospital should have their own full time specialist's doctors, therefore the education of specialist's doctor should be increased the near future."
Depok: Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tanty Mesieni
"Kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan kedokteran dan kesehatan yang bermutu dan terjangkau sudah seharusnya tersedia. Pelayanan dokter keluarga merupakan praktik dokter umum diharapkan dapat menjawab kebutuhan masyarakat melalui suatu sistem pelayanan yang menyeluruh dan mudah dijangkau. Sehingga setiap dokter bekerja dengan lebih terintegrasi, rileks dan tidak terburu-buru dalam memeriksa pasien. Regulasi pemerintah yang mengatur pola pemberian pelayanan kedokteran dan pola pembiayaan kesehatan masyarakat telah diatur pada Undang-Undang No.29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dan Undang-Undang No.40 tahun 2004 tentang SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional).
Penelitian yang dipakai adalah jenis penelitian survey deskriptif. Peneliti mendapatkan keterangan dari responden secara lisan dan merekam semua jawaban yang diutarakan. Responden dan penelitian ada tiga sumber yaitu pihak dokter, masyarakat dan penyandang dana atau pihak asuransi.
Dari hasil analisis penelitian didapatkan informasi yang kurang mengenai dokter keluarga sehingga sosialisasi yang dijalankan oleh pihak pemerintah melalui Departemen Kesehatan relatif rendah. Di daerah penelitian Tasikmalaya ditemukan dokter praktik umum yang melakukan praktik dokter keluarga yang sangat sedikit dan tidak berjalan karena jumlah sedikit. Keadaan itu terlihat sulit karena adanya hambatan dalam pendanaan. Belum adanya kerjasama antara pihak pemerintah dengan dinas kesehatan. Hal ini ditunjang belum adanya kebijakan pemerintah yang mengatur lembaga-lembaga penopang dana secara terstruktur.
Dengan adanya permasalahan tadi, peneliti mengusulkan agar program dokter keluarga lebih dikembangkan. Pemyataan secara lisan dikemukakan oleh pihak Dinas Kesehatan Kota hendak mengadakan sosialisasi agar semua dokter praktik umum bisa melakukan praktik dokter keluarga. Diharapkan masyarakat lebih mengerti tentang gambaran program dokter keluarga dengan pelayanan kesehatan yang menyeluruh, berkesinambungan, dan koordinatif. Karena dengan dokter keluarga masyarakat menjadi sadar terhadap perilaku hidup sehat dan pencegahan penyakit."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006
T18290
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasan Rachmany
"Kepemimpinan dalam organisasi telah lama menjadi perhatian utama para praktisi dan akademisi. Hal ini disebabkan pemimpin organisasi memiliki posisi sentral dalam menggerakkan seluruh sumberdaya organisasi untuk mencapai tujuannya. Praktek kepemimpinan yang relevan dengan kondisi kebutuhan organisasi akan mampu menghantarkan organisasi mencapai tingkat kinerja tertentu. Persoalannya kemudian adalah model kepemimpinan apa yang relevan diterapkan dalam sebuah organisasi. Dalam berbagai literatur, ditemukan berbagai teori kepemimpinan dimulai dari teori kepemimpinan sifat, prilaku, kontingensi atau situasional, sampai teori kepemimpinan integratif Kepemimpinan integratif kemudian berkembang menjadi teori kepemimpinan transaksional, visioner, kharismatik dan transformasinnal. Dari teori kepemimpinan transformasional selanjutnya berkembang menjadi teori kepemimpinan superleadership.
Khusus dalam studi ini, kepemimpinan yang dimaksudkan adalah kepemimpinan superleadership yang dikembangkan oleh Manz dan Sims. Teori kepemimpinan superleadership inilah yang ingin diteliti dalam konteks Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di DKI Jakarta. Kepemimpinan superleadership diartikan sebagai pemimpin yang melakukan pengembangan bagi pegawainya agar mampu menjadi self-leadership.
Di sisi lain, kinerja merupakan faktor yang sangat penting bila dilihat dari perspektif keberlangsungan organisasi karena kinerja dapat menjadi ukuran sehat atau tidaknya sebuah organisasi. Dalam konteks sektor publik, fungsi kinerja tidak hanya sebagai alat ukur sejauhmana tingkat keberhasilan rencana stratejik yang telah ditetapkan sebelumnya, melainkan pula kineaja berfungsi sebagai sarana pertanggunjawaban dan komunikasi organisasi dengan publik atau stakeholder. Berdasarkan pemahaman tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengkonfirmasi dan sekaligus menganalisis struktur hubungan yang sesuai dan signifikan antara praktek superleadership dengan kinerja KPP di DKI Jakarta.
Strategi yang diterapkan oleh pemimpin yang mempergunakan model kepemimpinan superleadership adalah menfokuskan diri pada semua tingkatan (Ievel) organisasi. Artinya, upaya pengembangan superleadership dimulai dari tingkat individu, tingkat tim sampai ke tingkat organisasi. Pada tingkatan individu, pemimpin berupaya memimpin pegawai untuk menjadi self-leadership (leading individual to become self-leadership). Pada tingkatan tim, pemimpin berupaya memimpin tim menjadi self-leadership (leading team to self-leadership). Sedangkan pada tingkatan organisasi, pemimpin berupaya mengarahkan kemampuan self-leadership, baik pada tingkat individu maupun pada tingkal tim yang terintegrasi ke dalam bentuk orgaaisasi yang self-leadership (leading organizational cultures to self-leadership). Ketiga fokus strategi superleadership inilah yang menjadi acuan utama untuk menilai pengaruhnya terhadap kinerja di KPP DKI Jakarta. Pengukuran kinerja dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan Integrated Performance Measurement System/IPMS, yaitu sistem pengukuran kinerja yang menitikberatkan stakeholders requirement sebagai dasar perancangan. Stakeholders requirement bagi setiap stakeholder tersebut terdiri dari pemerintah terkait dengan penerimaan pajak, pimpinan organisasi terkait dengan program perbaikan internal, pegawai terkait dengan kepuasan kerja dan wajib pajak terkait dengan kepuasan wajib pajak.
Berlandaskan pandangan para ahli tersebut, permasalah pokok yang diajukan dalam studi ini adalah apakah kinerja KPP selama ini lebih dipengaruhi oleh model kepernimpinan yang ada, khususnya jika dilihat dalam perspektif model superleadership? Tujuan yang ingin dicapai dari studi ini aclalah mengkonfirmasi dan menganalisis struktur hubungan yang sesuai dan signifikan antara kerangka konseptual yang dihipotetiskan dengan data lapangan. Adapun struktur hubungan yang akan dikonfirmasi dan dianalisis tersebut terdiri dari tiga, yaitu: pertama pengaruh memimpin individu untuk mampu memimpin diri sendiri terhadap kinerja organisasi; kedua pengaruh memimpin tim untuk mampu mnmimpin diri sendiri terhadap kinerja organisasi; ketiga pengaruh memimpin organisasi untuk mampu memimpin diri sediri terhadap kinerja organisasi.
Tujuan penelitian tersebut akan dapat dicapai melalui penggunaan pendekatan kuantitatif dan Structural Equation Modeling/SEM sebagai teknis analisisnya. Level analisis adalah organisasi dengan jumlah sampel sebanyak 28 KPP yang tersebar di wilayah kanwil DKI Jakarta. Adapun jumlah unit responden yang diharapkan dapat menjawab seluruh informasi yang dibuluhkan adalah sebanyak 504 unit responden dari kalangan pegawai, dan 504 unit responden dari kalangan wajib pajak orang pribadi dan badan. Teknik penarikan sampel yang dipergunakan adalah stratified random sampling.
Hasil perhitungan statistik yang dilakukan menunjukkan bahwa hipotetis pertama yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh antara memimpin individu untuk mampu memimpin diri sendiri terhadap kinerja organisasi ternyata terbukti. Hipotetis kedua yang menyatakan terdapat pengaruh antara memimpin tim untuk mampu memimpin diri sendiri terhadap kineija organisasi ternyata tidak terbukti. Sedangkan hipotetis ketiga yang menyatakan terdapat pengaruh antara memimpin organisasi untuk mampu memimpin diri sendiri terhadap kinerja organisasi temyata terbukti. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pandangan beberapa ahli, antara lain Manz dan Sims tentang pengaruh kepemimpinan, khususnya superleadership terhadap kinerja organisasi, dalam kontek organisasi KPP di DKI Jakarta tidak sepenuhnya terbukti.

Leadership in the light of organization has become the main attention by practitioners and scholars for a long time. This is due to the leader of organization plays a central role in driving the entire sources of organization to achieve its goal. Leadership practices which is relevant to the needs of the organization will adept to lead organization to achieve certain level of performance. The question then is what sort of leadership model would be relevant to be applied in a certain organization. In literatures, numbers of leadership theories are found, starting from the theory of traits, behavior, contingency or situational until the theory of integrative leadership.
The Integrative leadership theory then has been developed into the leadership theory of transactional, visionary, charismatic and transformational. Then, from this transformational theory was developed further into the superleadership theory. The leadership paradigm used in this study is superleadcrship which is developed by Manz and Sims. This theory of superleadership is going to be observed in this study to ascertain whether it is exercised in District Tax Offices in Jakarta Superleadership here is meant as leader who motivates his/her personnel in order to be able to become self-leadership.
In the other hand, performance is a very important factor in the organization if it is seen from the angle of "going concern? perspective. This is due to the fact that in normal case performance is commonly used as a yardstick to see whether the organization is healthy or not. In the contact with public sector, performance function is not only used as yardstick to what extent the degree of success of strategic plan that has been set before, but the performance also to function as the responsibility and communication instruments to the public or stakeholders. Based on the concept above, this study attempt to contirm as well as, to analyze correlation structure which is fit and signiticant between superleadership practices with the performance ofthe District Tax Office in Jakarta.
Strategy applied by leader using superleadership model is to focus on all level in the organization. It means that developing effort ofthe superleadership is started from the individual level, team level until organizational level. In the individual level, leader tries to lead his/her personnel to become self-leadership (leading individual to become self-leadership). In the team level, leader tries to lead the team to become self-leadership (leading team to become self-leadership) while in the organizational level, leader tries to direct his self-leadership competence, either in the individual level or in the team level which are integrated in a form of self-leadership organization (leading organizational cultures to self-leadership).
The three focus strategies above are used as the main references to measure its influences ofthe leadership to the performances of the District Tax Office in Jakarta. The measurement system is used in this study is Integrated Performance Measurement System/ IPMS. This system emphasizes stakeholder requirement as a basic of measurement. Stakeholders consists of government, leader of the institution, tax employees and tax payers. Each stakeholder has different requirement. Govemment in this regard, concern on tax revenue. Leader of tax institution would concern about the improvement of the internal business process. Tax employees concern about their life satisfaction, while taxpayers concern about a prime service.
Departing from the above mentioned concept, the research problem raised in this study is whether the organization performance is influenced by the role of existing leadership, especially if it is seen from the superleadership stand point The objective of the study is to confirm and to analyze the relevant and significant correlation structure between die hypothesis made in the conceptual frame work with the fact in the iield. The correlation structure that are conlinned and analyzed consist of three item, as the followings:
1. The influence of leading individual to self-leadership towards the performance of organization
2. The influence of leading team to self-leadership towards the performance of the organization.
3. The influence of leading organizational cultures to self-leadership towards the perfonnance of the organization.
This research objective has been accomplished through quantitative approach and Structural Equation Modeling/SEM as its analytical instruments. Unit analysis level is organizational, with the numbers of sample 28 District Tax Office scattered throughout Jakarta. Numbers of responses units that are expected to be able to answer all needed information are 504 responses units from tax employees, and 504 response units from individual and corporate tax payers. Method of collecting sample used is stratified random sampling.
The result of statistical computation has shown that the first hypothesis which stated that there is influence between leading individual to self-leadership towards the performance of organization is proven. The second hypothesis that stated there is influence between leading team to be able to self-leadership toward the performance of organization is not proven. While the third hypothesis that stated there is influence between leading organization to be self-leadership towards the performance of the organization is proven. The above result has ascertained that the Manz and Sims?s concept, concerning the superleadership influence the performance of organization, in the above mentioned District Tax Offices in Jakarta are not fully verified.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
D824
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jessie Andrean
"Amanat Undang-Undang dan Peraturan Menteri Kesehatan telah mewajibkan dokumentasi data dan informasi pelayanan kesehatan beralih ke metode digital. Untuk itu praktik mandiri dokter dan dokter gigi diminta mengalihkan penyelenggaraan rekam medis dari manual menjadi elektronik. Pembinaan dan pengawasan terhadap praktik mandiri dokter dan dokter gigi tersebut mengalami beberapa kendala. Untuk mengatasi kendala tersebut maka dirancang sistem informasi untuk praktik mandiri dokter dan dokter gigi yang menggabungkan fungsi penyelenggaraan rekam medis elektronik dengan pembinaan dan pengawasannya. Identifikasi kebutuhan terhadap sistem informasi diperoleh melalui wawancara mendalam, observasi, dan telaah dokumen. Sistem informasi dikembangkan dengan metode System Development Life Cycle dengan pendekatan prototipe. Pengujian terhadap prototipe dilakukan dengan metode blackbox. Umpan balik terhadap prototipe dilakukan dengan wawancara mendalam. Penelitian ini menghasilkan prototipe sistem informasi untuk praktik mandiri dokter dan dokter gigi. Sistem dapat diakses 5 level pengguna yaitu Dinas Kesehatan Provinsi, Suku Dinas Kesehatan Kota, Puskesmas Kecamatan, Praktik Mandiri Dokter atau Dokter Gigi, dan Admin. Sistem informasi dapat memfasilitasi penyelenggaraan rekam medis elektronik, pencatatan dan pelaporan pelayanan kesehatan, serta diseminasi data dan informasi. Melalui sistem informasi ini praktik mandiri dokter dan dokter gigi dapat mendokumentasikan pelayanan kesehatan secara digital serta dapat membantu pemerintah melaksanakan kegiatan pembinaan dan pengawasan.

The mandate of the Laws and Regulations of the Minister of Health has made it mandatory for the documentation of data and information on health services to switch to digital methods. For this reason, the private practice of doctors and dentists is required to shift the administration of medical records from manual to electronic. Guidance and supervision of the independent practice of doctors and dentists encountered several obstacles. To overcome these obstacles, an information system was designed for the private practice of doctors and dentists that combines the functions of administering electronic medical records with their guidance and supervision. Identification of the need for information systems is obtained through in-depth interviews, observation, and document review. The information system was developed using the System Development Life Cycle method with a prototype approach. Testing of the prototype was carried out using the blackbox method. Feedback on the prototype is done by in-depth interviews. This research produces a prototype of an information system for private practice of doctors and dentists. The system can be accessed by 5 levels of users, namely the Provincial Health Office, City Health Office, District Health Center, Private Doctor or Dentist Practice, and Admin. Information systems can facilitate the implementation of electronic medical records, recording and reporting of health services, as well as dissemination of data and information. Through this information system private practice of doctors and dentists can digitally document health services and can help the government carry out guidance and supervision activities."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marina Anggraeni Rosa
"Sesuai dengan peraturan perundang-undangan terbaru tentang kesehatan, maka Rumah Sakit memiliki hak menerima imbalan jasa pelayanan serta menentukan remunerasi, insentif dan penghargaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Namun indikator pemberian remunerasi bagi Dokter Spesialis saat ini dinilai belum komprehensif karena belum menunjukkan keadilan dan kinerja diluar tugas utama yang dilakukan oleh Dokter Spesialis. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis indikator (struktur pembentuk) pemberian remunerasi untuk pegawai khususnya untuk tenaga medis Dokter Spesialis. Pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus menggunakan wawancara kepada informan dengan penentuan informan dilakukan secara purposive sampling. Hasil studi ditemukan bahwa indikator pemberian remunerasi yang digunakan saat ini sesuai dengan Peraturan Gubernur Nomor 51 Tahun 2021 lebih menitikberatkan pada kinerja berupa koefisien tindakan sesuai ICD-9 namun dirasa belum mencakup pada faktor individu yang juga perlu dipertimbangkan dalam pemberian remunerasi kepada dokter spesialis, seperti masa kerja, kondisi kerja/kegawatdaruratan dan posisi/tanggung jawab. Selain itu penerapannya belum maksimal karena belum terlaksananya penilaian kinerja yang optimal dan belum dilakukan monitoring serta evaluasi secara berkala kepada dokter spesialis melalui komite medik. Namun dengan dilaksanakannya pemberian jasa pelayanan terhadap dokter spesialis dengan menggunakan pola perhitungan remunerasi, memperlihatkan kinerja yang lebih baik dibandingkan saat pemberian jasa pelayanan dengan pola per-kehadiran.

In accordance with the latest laws and regulations on health, the Hospital has the right to receive service fees and determine remuneration, incentives and awards in accordance with applicable regulations. However, the current indicator of remuneration for Specialist Doctors is considered not comprehensive because it has not shown fairness and performance outside the main duties carried out by Specialist Doctors. This study aims to analyze the indicators (forming structure) of remuneration for employees, especially for medical personnel of Specialist Doctors. A qualitative approach with the type of case study research using interviews with informants with the determination of informants is carried out by purposive sampling. The results of the study found that the remuneration indicators currently used in accordance with Governor's Regulation Number 51 of 2021 focus more on performance in the form of coefficients of action in accordance with ICD-9 but do not include individual factors that also need to be considered in providing remuneration to specialist doctors, such as working period, working conditions/emergencies and positions/responsibilities. In addition, the implementation has not been maximized because performance assessments have not been carried out and periodic monitoring and evaluation have not been carried out to specialist doctors through the medical committee. However, with the implementation of the provision of services to specialist doctors using the remuneration calculation pattern, it shows better performance than when providing services with a per-attendance pattern."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azrul Azwar
Jakarta: Ikatan Dokter Indonesia, 1995
362.172 AZR p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sinaga, Meriana
"Dokter spesialis merupakan hilir dari sistem rujukan berjenjang dan memiliki peranan penting terhadap keberhasilan pembangunan kesehatan. Namun ketimpangan sebaran dokter spesialis masih terjadi di Indonesia. Terdapat wilayah dengan rasio dokter spesialis yang melebihi standar, namun masih ada juga kabupaten/kota yang tidak memilliki dokter spesialis. Berbagai studi menyebutkan bahwa karakter wilayah berupa indeks pembangunan manusia, kemiskinan, kepadatan penduduk, indikator kesehatan, kondisi ekonomi dan ketersediaan rumah sakit mempengaruhi jumlah dokter spesialis di suatu wilayah. Studi ini bertujuan untuk menganalisis determinan yang berhubungan dengan jumlah dokter spesialis dan berapa besar elastisitas dokter spesialis terhadap pendapatan asli suatu daerah. Rancangan studi ini adalah potong lintang (cross sectional) dengan menggunakan data kurun waktu tahun 2017 yang dikumpulkan dari laporan rutin maupun publikasi resmi lembaga-lembaga BPPSDM, BPS, Kemenkes RI, KARS dan BAN-PT. Analisis multivariat dilakukan dengan negatif binomial untuk mnegatasi masalah overdispersi. Unit penelitian dilakukan pada tingkat kabupaten dan kota.
Dari hasil studi ditemukan bahwa 66% dokter spesialis terkonsentrasi di pulau Jawa dan Sumatera. Determinan yang memiliki pengaruh signifikan terhadap sebaran dokter spesialis adalah indeks pembangunan manusia, kepadatan penduduk, rasio kematian bayi, pendapatan asli daerah, jumlah RS kelas C, jumlah RS kelas D dan regional wilayah menurut tarif INACBG. Dimana rasio kematian bayi merupakan prediktor dominan. Variabel rasio kematian ibu, jumlah RS kelas A, jumlah RS kelas B, banyak nya RS yang terakreditasi, ketersediaan perguruan tinggi yang mengelola fakultas kedokteran di suatu wilayah kabupaten/kota memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap jumlah dokter spesialis. Jumlah dokter spesialis bersifat inelastis terhadap pendapatan asli daerah dengan nilai elastisitas sebesar 0,28. Kebijakan untuk mengatasi masalah ketidakseimbangan sebaran dokter spesialis sebaiknya tidak hanya berfokus pada mengurangi gap jumlah dokter spesialis antar wilayah, akan tetapi harus diikuti dengan strategi jangka panjang terkait penyediaan sarana RS, sarana penunjang lainnya dan kemudahan akses terhadap sarana-sarana tersebut, khusus nya di daerah tertinggal, kepulauan dan perbatasan.

Specialist doctors are downstream from atiered referral system and have an important role to the success of health development, but unequality in the distribution of specialist doctors still occur in Indonesia. There is a region with a ratio of specialist doctors that exceeds the standard, but also found districts that do not have specialist doctors. Various studies indicate that the character of the region such as human development index, poverty, population density, health indicator, economic conditions and availability of hospitals affect the number of specialists in that region. This study aims to analyze the determinants associated with the number of specialists and how much elasticity a specialist doctors to the original income of a region. The method of this research is cross section by using data of period year 2017 which collected from routine report and official publication of institutions BPPSDM, BPS, Ministry of Health RI, KARS and BAN-PT. Analysis multivariat used negative binomial has done with software stata 13. Unit analysis was conducted at municipality and district level.
The study found that 66% of specialist doctors are concentrated in the islands of Java and Sumatra. Determinants that have significant influence on the distribution of specialist doctors are human development index, population density, infant mortality ratio, local originally income, number of class C hospital, number of class D hospital and region. The maternal mortality ratio, percentage of poor population, the number of class A hospital, the number of class B hospital and the number of accredited hospitals, availability of university with medical faculty in a municipality/district region have no significant influence on the number of specialist doctors. The number of specialists doctor is inelastic to the original income of the region with a value of elasticity is 0.28. Policies to address specialist doctors imbalances should not only focus on reducing the gap in the number of inter-regional specialists, but should be followed by long-term strategies related to the provision of hospital facilities, other supporting facilities and ease of access to these facilities, especially in underdeveloped areas, islands and borders."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
T49914
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>