Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 75420 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ardina Purnama Tirta
"Eutrofikasi merupakan salah satu problem lingkungan perairan yang disebabkan oleh munculnya nutrien yang berlebihan ke dalam ekosistem air. Pada sebagian besar danau, fosfat merupakan nutrisi pembatas pada proses fotosintesis alga. Meskipun konsentrasi fosfat di badan air dikurangi, eutrofikasi masih dapat terjadi karena adanya mobilisasi fosfat dari pore water sedimen ke badan air. Oleh karena itu, monitoring terhadap cemaran fosfat di perairan perlu mengkaji pelepasan fosfat dalam sedimen dan bagaimana interaksinya pada badan air. Studi pelepasan fospat dari sedimen ke badan air dilakukan menggunakan perangkat DGT dengan ferrihidrit sebagai binding gel dan N- -methylenebisacrylamide sebagai crosslinker. Hasil penelitian menunjukkan DGT dengan dengan komposisi akrilamid 15 % ; N- -methylenebisacrylamide 0,1 % dan ferrihidrit sebagai binding gel dapat digunakan untuk pengukuran fosfat yang lepas dari sedimen ke badan air.
Hasil penggelaran DGT selama 7 hari pada kondisi oxic dan anoxic menunjukkan proses lepasnya fosfat dari sedimen ke badan air dipengaruhi oleh waktu inkubasi dan kondisi oxic lingkungan. Konsentrasi fosfat yang lepas dari pore water sedimen ke badan air pada kondisi anoxic memiliki nilai lebih tinggi dibandingkan kondisi oxic. Hasil penelitian dari penggelaran DGT selama 7 hari untuk sampel sedimen buatan dan sedimen nyata pada kedalaman 1 sampai 15 cm dari permukaan air menunjukkan sedimen memiliki profil massa fosfat yang berbeda sesuai dengan kedalaman. Konsentrasi fosfat yang lepas cenderung lebih tinggi dengan bertambahnya kedalaman dan waktu inkubasi. CDGT fosfat maksimum yang lepas pada kondisi oxic untuk sampel sedimen buatan hari ke-1 , hari ke-3 dan hari ke-7 masing-masing sebesar 1,00 μg/L pada kedalaman 14 cm, 6,61 μg/L pada kedalaman 14 cm, dan 20,92 μg/L pada kedalaman 11 cm. CDGT fosfat maksimum yang lepas pada kondisi anoxic untuk sampel sedimen buatan hari ke-1 , ke-3, dan ke-7 masing-masing sebesar 9,62 μg/L pada kedalaman 12 cm, 10,31 μg/L pada kedalaman 13 cm, dan 24,19 μg/L pada kedalaman 10 cm. CDGT fosfat maksimum untuk sampel sedimen nyata setelah penggelaran 7 untuk kondisi oxic sebesar 29,23 g/L di kedalaman 14 cm, sedangkan untuk kondisi anoxic sebesar 30,19 g/L di kedalaman 8 cm.

Eutrophication is one of the environmental problems caused by the excessive nutrients in aquatic ecosystems. In most lakes, phosphate is a limiting nutrient for algae photosynthesis. Even though the concentration of phosphate from external loading into the water body has been reduced, eutrophication could still be occurring due to internal mobilization of phosphate from the sediment pore water into the overlying water. Therefore, released phosphate from sediments and their interaction in the pore water must be included in monitoring of phosphate concentration in aquatic system. Released phosphate from sediment into pore water has been studied by DGT devices with ferrihydrite as binding gel and NN'-methylenebisacrylamide as crosslinker. The results showed that DGT with 15% acrylamide; 0.1 % N-N'-methylenebisacrylamide and ferrihydrite as binding gel was suitable for the measurement of released phosphate from sediment into pore water.
The result of deployed DGT in oxic and anoxic condition in seven days incubation showed the released phosphate process from the sediment into pore water affected by incubation time and the existence of oxygen in the environment. Released phosphate from the sediment to the water in anoxic condition has a higher value than oxic conditions. The experimental results of deployed DGT in synthetic and natural sediment core at a depth of 1 to 15 cm from the surface of the water for 7 day showed that the sediment has a phosphate mass profile difference based on depth. The concentration of phosphate tends to be increased with depth. The maximum CDGT of phosphate released for synthetic sediment in oxic condition at 1st, 3rd, and 7th day period of incubation are 1.00 μg/L at 14 cm depth, 6.61 μg/L at 14 cm depth and 20.92 μg/L at 11 cm depth, respectively. The maximum CDGT of phosphate release for synthetic sediment in anoxic condition at 1st, 3rd, and 7th day are 9.62 μg/L at 12 cm depth, 10.31 μg/L at 13 cm depth and 24.19 μg/L at 10 cm depth, respectively. The maximum CDGT of phosphate release from natural sediment in oxic and anoxic condition at 7th day are 29.23 g/L at 14 cm depth and 30.19 g/L at 8 cm depth, respectively.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2016
T46797
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Puteri Aprilia Sitadevi
"Pada metode deteksi fosfat konvensional, sampel yang diuji secara ex-situ mempunyai akurasi yang rendah karena fosfat adalah senyawa yang labil dan dipengaruhi kondisi penyimpanan. Metode yang digunakan untuk pengujian fosfat adalah metode Diffusive Gradient in Thin Film DGT . Metode ini lebih dapat diandalkan dalam mengukur keberadaan senyawa fosfat yang tersedia bioavailable di lingkungan akuatik. Prinsip metode ini adalah pengikatan fosfat pada binding gel dalam DGT. Binding gel dalam penelitian ini dimodifikasi menggunakan adsorben dari kitosan, bentonit, dan ion logam Co. Ketiga bahan tersebut dibuat menjadi biokomposit Co-Loaded-Kitosan-Bentonit Co-CSBent agar mempunyai kapasitas pengikatan yang lebih besar. Selain itu, dibuat binding gel bikomposit Kitosan-Bentonit CSBent sebagai perbandingannya. Metode ini menggunakan binding gel dan diffusive gel yang terbuat dari akrilamida, ammonium persulfat, dan cross-linker N,N-metilenbisakrilamida. Pada optimasi kontrol 2 ppm, biokomposit Co-CSBent mempunyai kapasitas penyerapan 0.9416 mg/g yang lebih besar dibandingkan CSBent yaitu 0.8474 mg/g. Pada metode DGT, optimasi kontrol 2 ppm DGT-Co-CSBent dan DGT-CSBent didapatkan CDGT sebesar 1.9127 g/mL dan 1.6643 g/mL. Binding gel Co-CSBent mampu mengikat fosfat lebih banyak dibandingkan CSBent karena adanya ion logam tambahan. Kedua binding gel pada DGT tersebut diuji dengan sejumlah variasi anion yaitu Cl-, SO42-,HCO3-, dan NO3- dengan konsentrasi 0.5 mg/L sampai 2.5 mg/L. Pada konsentrasi maksimal gangguan anion SO42-, CDGT yang didapatkan pada nilai 1.0153 g/mL CSBent dan 1.2736 g/mL Co-CSbent . Sedangkan konsentrasi maksimal gangguan anion Cl-, CDGT yang didapatkan sampai pada nilai 1.2934 g/mL CSBent dan 1.9584 g/mL Co-CSbent . Pada konsentrasi maksimal gangguan anion HCO3-, CDGT yang didapatkan pada nilai 0.7371 g/mL CSBent dan 0.8628 g/mL Co-CSbent . Sedangkan konsentrasi maksimal gangguan anion NO3-, CDGT yang didapatkan sampai pada nilai 0.4590 g/mL CSBent dan 0.5889 g/mL Co-CSbent . Berdasarkan data, anion NO3- dan HCO3- menyebabkan CDGT menurun secara drastis dibandingkan dengan nilai optimasi DGT. Pengikatan fosfat oleh biokomposit Co-CSBent diatur oleh pertukaran ion, daya tarik elektrostatik dan kompleksasi ion logam Lewis. Sementara biokomposit CSBent tidak mempunyai kompleksasi ion logam Co. Binding gel dan biokomposit non-DGT hasil sintesis dikarakterisasi dengan menggunakan FTIR, XRD, dan SEM EDS. Pada karakterisasi tersebut didapatkan hasil bahwa biokomposit telah berhasil disintesis.

In conventional phosphate detection methods, ex situ analysed sample has poor accuracy due to phosfate labile trait as a substance and its dependence on storage conditions. Diffusive Gradient in Thin Film DGT method is used for phosfate analysis. The chosen method is more reliable for measuring phosphate bioavailability in aquatic environment. The principle of this method is to bind the phosphate on the DGT binding gel. The binding in thi study was modified with adsorbent from chitosan, bentonite, and cobalt metal ion. The three components are used to create Co loadedChitosan Bentonite biocomposite Co CSBent in order to enhance its binding capacity. Chitosan Bentonite biocomposite CSBent is used as a comparison. The binding and diffusive gel for this method are made from acrylamide, ammonium persulfate, and N,N methylenebisacrylamide. In 2 ppm optimation control, Co CSBent has a Sorption Capacity of 0,9416 mg g, higher than CSBent with 0,8474 mg g. In DGT method, 2 ppm optimation control of Co CSBent DGT and CSBent DGT, CDGT value of 1.9127 g mL and 1.6643 g mL were obtained respectively. Co CSBent binding gel was able to bind more phosphate than CSBent due to the metal ion addition. Both binding gels in DGT were tested with various anions like Cl , SO42 , HCO3 , dan NO3 with concentration ranging from 0.5 mg L to 2.5 mg L. At maximum SO42 inhibitor anion concentration, CDGT value of 1.0153 g mL CSBent and 1.2736 g mL Co CSBent were obtained. Whereas at maximum Cl anion inhibitor, CDGT value of 1.2934 g mL CSBent and 1.9584 g mL Co CSBent were obtained. At maximum HCO3 inhibitor anion concentration, CDGT value of 0.7371 g mL CSBent and 0.8628 g mL CoCSBent were obtained. And At maximum NO3 inhibitor anion concentration, CDGT value of 0.459 g mL CSBent and 0.5889 g mL Co CSBent were obtained. Based on the obtained data, NO3 and HCO3 anions drastically reduced the CDGT value compared with optimated CDGT value. Phosphate binding by Co CSBent biocomposite is controlled by ion exchange, electrostatic force, and Lewis metal ion complexation whereas CSBent biocomposite does not have Co metal ion complexation. Synthesized binding gel and non DGT biocomposite were characterized using FTIR, XRD, and SEM EDS. Characterization results shown that biocomposites had been synthesized successfully."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Citra Santikasari
"Fosfor (P) adalah salah satu nutrien utama penyebab eutrofikasi di badan air yang dapat memicu terjadinya blooming alga. Masuknya fosfat ke badan air merupakan akibat dari tingginya aktivitas yang menghasilkan limbah domestik, aktivitas pertanian, pertambangan dan penggundulan hutan. Konsentrasi fosfat total yang terukur adalah konsentrasi keseluruhan dari spesi fosfat baik organik maupun anorganik, sementara itu spesi ortofosfat adalah spesi yang berperan penting dalam terjadinya eutrofikasi. Teknik DGT (diffusive gradient in thin film) merupakan salah satu metode yang telah dikembangkan untuk pengukuran spesi fosfat dalam air. Teknik DGT diteliti kemampuannya untuk pengukuran spesi fosfat dalam air dengan binding agent Lantanum-MOF (Metal Organic Framework). Berdasarkan hasil penelitian, Lantanum-MOF dengan luas permukaan 84,957 m2/g dan volume pori 0,090 cc/g diperoleh dengan metode solvotermal menggunakan pelarut DMF/air. Lanthanum-MOF yang diperoleh kemudian dapat digunakan sebagai binding agent pada binding gel La-MOF dalam sistem DGT untuk penyerapan ortofosfat secara selektif untuk H2PO4-. Koefisien difusi DGT La-MOF adalah 2,2156 × _10-6 cm2/s. Perubahan pH dan adanya ion penganggu NO3-, CO32- dan SO42- mempengaruhi penyerapan ortofosfat oleh DGT-La-MOF. Pada pH 4 hingga 7 penyerapan H2PO4- terjadi optimum dengan CDGT/CAwal >1. Pengaruh kuat ion penganggu terhadap penyerapan ortofosfat pada DGT La-MOF secara berturut-turut NO3-> CO32- > SO42-. Dengan meningkatkan berat La-MOF dalam binding gel hingga 50 mg La-MOF dalam 10 mL larutan gel, diperoleh kapasitas penyerapan ortofosfat 93,386 μg P, 14 kali lebih besar dibanding kapasitas penyerapan DGT ferihidrit. DGT La-MOF juga dapat diaplikasikan untuk sampling ex-situ air lingkungan dengan hasil pengukuran konsentrasi fosfat reaktif yang homogen.

Phosporus (P) is one of the most nutrient contributors of eutrophication in aquatic system which can trigger algae blooms. The entry of phosphate into the aquatic system is generally caused by the high domestic waste, agricultural activities, mining and deforestation. Total phosphate measurement is the overall concentration of phosphate species both organic and inorganic phosphate, while the orthophosphate species play important role in eutrophication. DGT (diffusive gradient in thin film) is the techniques that has been developed to measure phosphate species in water. The DGT technique is investigated its ability to measure phosphate spesies in water by using Lanthanum-MOF (metal organic frameworks) as binding agent. In this study, Lanthanum MOF with surface area 84.957 m2/g and pore volume 0.090 cc/g was developed by solvothermal method using DMF/water as a solvent. Lanthanum-MOF then used as binding agent of binding gel La-MOF in DGT system for orthophosphate removal, selectively for H2PO4- adsorption. The diffusion coefficient of DGT La-MOF was 2.2156 × _10-6 cm2/s respectively. Change in pH and interfering anions such as NO3-, CO32- dan SO42- affected the orthophosphate uptake on DGT La-MOF. At pH 4 to 7, the optimum uptake of H2PO4- was achieved. The effect of ionic strength for orthophosphate uptake were in the sequence NO3-> CO32- > SO42- . By increasing La-MOF mass in the binding gel, the orthophosphate uptake on DGT La-MOF was up to 93.386 μg P, which 14 times higher than orthophosphate uptake by DGT ferrihydrite. DGT La-MOF was also proofed has good homogeneity for ex situ sampling technique of reactive phosphate."
Universitas Indonesia, 2020
T54590
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sutanto, 1950-
"Proses dekomposisi senyawa ester menjadi asam karboksilat dan alkena dalam sedimen disimulasikan dengan pendekatan pirolisis metilasi in situ. Simulasi dekomposisi senyawa ester telah dilakukan terhadap fraksi kerogen dan aspalten dari tujuh sampel dalam interval kedalaman 1100-2330 m mewakili runtunan sedimen sumur GNK-67, sub Cekungan Palembang-Selatan.
Hasil studi menunjukkan bahwa dalam fraksi kerogen maupun aspalten banyak mengandung ester rantai panjang dari n-C10 sampai n-C20 dengan kelimpahan dominan n-C16 dan n-C18. Ester-ester ini secara umum menunjukkan pola perubahan yang menggambarkan proses potensial yang tidak terpengaruh oleh tingkat oksisitas maupun keasaman sedimen.
Uji korelasi indeks dekomposisi ester terhadap data parameter kematangan terbakukan menunjukkan gambaran yang jelas bahwa pola perubahan residu normal ester paralel dengan data tersebut. Dua parameter ester n-C16 dan n-C18 telah diusulkan sebagai parameter kematangan termal alternatif dengan batas awal jendela pembentukan minyak disekitar 1500 m."
Depok: Universitas Indonesia, 2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Askal Maimulyanti
"Fosfor (P) adalah salah satu nutrien utama penyebab eutrofikasi di perairan yang dapat menimbulkan terjadinya blooming alga. Eutrofikasi dapat terjadi karena proses pelepasan senyawa fosfat dari sedimen yang dapat meningkatkan konsentrasi fosfat dalam air. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji interaksi antara sedimen dan air pada proses pelepasan fosfat dan penyerapan oleh alga Oscillatoria sp dengan teknik diffusive gradient in thin film (DGT). Teknik DGT menggunakan ferrihidrit sebagai binding gel untuk penentuan fosfat dengan efisiensi penyerapan sebesar 98,17% pada inkubasi selama 24 jam. Respon unit DGT terhadap akumulasi fosfat pada rentang konsentrasi 0-1,0 mg/L memberikan korelasi linier (R2=0,9792). Teknik DGT memberikan respon pada rentang pH 2 -10 untuk spesi fosfat H2PO4 -, HPO4 2- dan PO4 3-. Penelitian ini menggunakan sedimen laut Teluk Jakarta pada 6 titik stasiun. Fraksinasi fosfat dalam sedimen diperoleh fraksi H2O-P (0,27-0,76 μg/g), NH4Cl-P (0,54-2,27 μg/g), NaHCO3-P (3,53-9,69 μg/g), NaOH-P (1,63-11,23 μg/g) dan HCl-P (1,20-2,21 μg/g). Studi pelepasan fosfat dilakukan dengan variasi suhu, pH, agitasi, waktu kontak, salinitas dan kondisi oksigen. Suhu maksimum terjadinya pelepasan fosfat yaitu 35oC sebesar 99, 88 μg/L dan massa fosfat terakumulasi unit DGT sebesar 0,9876 μg. Rentang pH 5-10 menghasilkan konsentrasi fosfat yang lepas dari sedimen sebesar 59,33-100,16 μg/L dan MDGT sebesar 1,8331-2,9734 μg. Secara umum pengadukan tidak mempengaruhi pelepasan fosfat dari sedimen. Pelepasan fosfat maksimum terjadi pada salinitas dengan konsentrasi NaCl 30 g/L dengan inkubasi selama 15 hari diperoleh Clarutan sebesar 113,99 μg/L dan MDGT sebesar 4,7723 μg. Pengaruh kondisi aerasi menunjukkan pelepasan fosfat pada kondisi anoxic lebih besar dari kondisi oxic. Kondisi anoxic dengan inkubasi selama 21 hari menunjukkan pelepasan fosfat dari sedimen ke air sebesar 208,62 μg/L dan MDGT sebesar 6,1081 μg. Bioavailabilitas fosfat terhadap mikroalga Oscillatoria sp dipengaruhi oleh waktu inkubasi. Semakin lama waktu inkubasi maka semakin banyak jumlah fosfat yang diserap. P-tersedia dalam medium dengan aerasi pada konsentrasi fosfat 10, 20, 30, 40 dan 50 ppm sebesar 5,74, 11,52, 18,14, 23,12 dan 26,48 ppm. P-tersedia yang berasal dari sedimen diserap oleh alga Oscillatoria sp. Fraksi fosfat yang diserap tersebut menunjukkan fraksi NaOH-P ˃ NaHCO3-P ˃ H2O-P ˃ HCl-P ˃ NH4Cl-P. Teknik DGT dapat digunakan untuk memprediksi biovailabilitas fosfat terhadap alga Oscillatoria sp. Hubungan linier antara Palga dengan PDGT pada salinitas 0 g/L, 15 g/L dan 30 g/L diperoleh berturut-turut 0,9820 ; 0,9449 dan 0,9677. Pelacakan fosfat dengan isotop 32P menunjukkan terjadi penyerapan yang sangat cepat 32P oleh alga Oscillatoria sp setelah inkubasi selama 1 jam dengan % incorporation sebesar 99 %.
Phosphorus (P) is one of the most nutrient contributors in aquatic eutrophication and causes the algae blooms. Sediment plays an important role in the overall phosphate released. Phosphate can be released from sediment and can give effect on phosphate concentration in overlying water. The objective of this research is to study the phosphate released from sediment and phosphate uptake in Oscillatoria sp algae using diffusive gradient in thin film (DGT) technique. DGT technique with ferryhidrite as binding gel showed the adsorption efficiency as 98,17% with incubation for 24 hours. The DGT device gave the range of phosphate concentration was 0.2-1.0 mg/L with linear correlation (R2=0,9649). The DGT technique can be used in the range of pH 2 -10 for the speciation of phosphate as H2PO4 -, HPO4 2-, and PO4 3-. This study use the marine sediment of Jakarta Bay. The research indicated the fractions of six stations were H2O-P (0.27-0.76 μg/g), NH4Cl-P (0.54-2.27 μg/g), NaHCO3-P (3.53-9.69 μg/g), NaOH-P (1.63-11.23 μg/g), and HCl-P (1.20-2.21 μg/g). The study of phosphate released from sediment including the effect of temperature, pH, agitation, salinity and oxygen concentration on phosphate concentration in the overlying water. The temperature maximum of phosphate released at 35oC with the concentration of phosphate was 99.88 μg/L and the accumulation of phosphate in DGT device was 0.9876 μg. The range of pH 5-10 resulted the phosphate released was 59.33-100.16 μg/L and MDGT range 1.8331-2.9734 μg. The agitation did not influence the phosphate released from sediment. Salinity with the concentration of 0-35 g/L showed the maximum of phosphate released at concentration of NaCl 30 g/L, for incubation of 15 days, Csolution was 113.99 μg/L andMDGT was 4.7723 μg/L. The effect of aeration condition showed the phosphate released in anoxic condition was higher than the oxic condition. The anoxic condition with incubation of 21 days showed of phosphate released at 208.62 μg/L, and MDGT 6.1081 μg. Bioavailability of phosphate in medium at phosphate concentrations of 10, 20, 30, 40, and 50 ppm were 5.74, 11.52, 18.14, 23.12, and 26.48 ppm, respectively. The available P from sediment was uptake by Oscillatoria sp algae.The phosphate fraction in sediment which uptake it shown the fraction of NaOH-P ˃ NaHCO3-P ˃ H2O-P ˃ HCl-P ˃ NH4Cl-P. The DGT technique is applied to predict the bioavailability of phosphate for algae uptake (Oscillatoria sp). The linear correlation between Palga and PDGT at salinity of 0 g/L, 15 g/L, and 30 g/L were 0.982, 0.9449, and 0.9677, respectively. The tracer of 32P radioisotope showed the uptake of 32P in Oscillatoria sp microalgae for 1 hour and it related to the fast uptake of Oscillatoria sp for phosphate in the solution with % incorporation was 99 %."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
D2540
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dedi Irawan
"Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Juni 2015 di Desa Blanakan, Kabupaten Subang, Jawa Barat dan di Laboratorium Kimia, Universitas Indonesia dan bertujuan : Untuk mengetahui kandungan Kadmium (Cd) dan Kromium (Cr) pada Ikan Bandeng dan Sedimen di Pertambakan Bermangrove. Sampel berupa ikan bandeng dan sedimen diambil dari pertambakan bermangrove yang dibagi ke dalam enam stasiun. Masing-masing stasiun diteliti kandungan logam berat Kadmium (Cd) dan Kromium (Cr) di ikan bandeng dan Sedimen. Kandungan logam Cr yang ditemukan di ikan bandeng memenuhi kisaran 0.03-0.029 mg/kg. Ambang batas logam Cr di biota menurut Keputusaan Menteri Lingkungan Hidup tahun 2001 sebesar 0.005 ppm, artinya seluruh stasiun telah melampaui ambang batas. Untuk kandungan logam Cr di sedimen di kisaran 0.021-0.636 mg/kg. ambang batas logam Cr di sedimen menurut Swedish Enviromental Protection Agency (<40 mg/kg), mengacu pada standard tersebut maka logam Cr di sedimen belum melebihi ambang batas.

The research was conducted in June 2015 Blanakan Village, Subang, West Java and Chemistry Laboratory, University of Indonesia and aims: To determine the content of Cadmium (Cd) and Chromium (Cr) in the Milkfish and Sediment in aquaculture. Samples of fish and sediment taken from aquaculture divided into six stations. Each station studied heavy metal content of Cadmium (Cd) and Chromium (Cr) in fish and sediments. Cr metal content found in fish meet the range of 0.03-0.029 mg/kg. Cr threshold in biota desperation by the Minister of Environment in 2001 amounted to 0.005 ppm, meaning the whole station has exceeded the threshold. Cr for the metal content in the sediment in the range of 0.021-0.636 mg/kg. Threshold of Cr in sediments according to the Swedish Environmental Protection Agency (< 40 mg/kg), refers to these standards, the Cr in sediments has not exceeded the threshold."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2016
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyuni
"Masuknya fosfor sebagai senyawa fosfat ke dalam sistem akuatik mengakibatkan eutrofikasi yang berujung pada terjadinya algae blooming. Masuknya fosfat ke dalam sistem akuatif umumnya disebabkan oleh tingginya limbah domestik, aktifitas pertanian, pertambangan dan penggundulan hutan, oleh karena itu diperlukan pemantauan terhadap kandungan fosfat di perairan. Teknik diffusive gradient in thin film (DGT) merupakan salah satu metode pengukuran in-situ yang dikembangkan untuk pengukuran fosfat, logam, sulfida, anorganik labil. Dalam pengukuran fosfat dengan teknik DGT digunakan ferihidrit sebagai binding gel, namun dalam penggunaannya memiliki keterbatasan diantaranya range pH yang sempit dan dosis penggunaan yang tinggi. Untuk itu perlu dilakukan modifikasi adsorben guna meningkatkan kemampuan binding gel dalam pengukuran fosfat dengan teknik DGT. Dalam penelitian ini penulis mengaplikasikan komposit ferihidrit-kalsium sulfat sebagai adsorben dalam binding gel. Dari hasil pengujian diketahui bahwa optimasi komposit ferihidrit-kalsium sulfat terjadi pada rasio volume 3 : 1 dan berat slurry 2 gram, waktu kontak optimum untuk pegelaran komposit ferihidrit adalah selama 24 jam dengan kapasitas penyerapan maksimal 6 ppm. Binding gel komposit ferihidrit-kalsium sulfat mampu bekerja pada wilayah pH 2-10.

The inclusion of phosphorus as a phosphate compound into the aquatic system results in eutrophication resulting in the occurrence of algae blooming. The entry of phosphate into the aquatic system is generally caused by the high domestic waste, agricultural activities, mining and deforestation, therefore it is necessary to monitor the phosphate content in the waters. The diffusive gradient in thin film (DGT) technique is one of the in-situ measurement methods developed for the measurement of phosphate, metals, sulphides, inorganic labels. In phosphate measurements with DGT techniques ferihidrit is used as a binding gel, but in its use has limitations among the narrow pH range and high dosage of use. For that reason, it is necessary to modify the adsorbent to increase the ability of gel binding in phosphate measurement by DGT technique. In this study the authors apply composite ferrihifrit-calcium Sulfate as an adsorbent in binding gel. From the test results it is known that the optimization of ferrihydrite composite-calcium sulphate occurs at 3 : 1 volume ratio and 2 gram slurry weight, the optimum contact time for ferihidrite composite peg is for 24 hours with maximum absorption capacity of 6 ppm. Ferihidrit composite gel binding-calcium sulphate capable of working in the pH region 2-10."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
T52096
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyuni
"ABSTRAK
Masuknya fosfor sebagai senyawa fosfat ke dalam sistem akuatik mengakibatkan eutrofikasi yang berujung pada terjadinya algae blooming. Masuknya fosfat ke dalam sistem akuatif umumnya disebabkan oleh tingginya limbah domestik, aktifitas pertanian, pertambangan dan penggundulan hutan, oleh karena itu diperlukan pemantauan terhadap kandungan fosfat di perairan. Teknik diffusive gradient in thin film DGT merupakan salah satu metode pengukuran in-situ yang dikembangkan untuk pengukuran fosfat, logam, sulfida, anorganik labil. Dalam pengukuran fosfat dengan teknik DGT digunakan ferihidrit sebagai binding gel, namun dalam penggunaannya memiliki keterbatasan diantaranya range pH yang sempit dan dosis penggunaan yang tinggi. Untuk itu perlu dilakukan modifikasi adsorben guna meningkatkan kemampuan binding gel dalam pengukuran fosfat dengan teknik DGT. Dalam penelitian ini penulis mengaplikasikan komposit ferihidrit ndash; kalsium sulfat sebagai adsorben dalam binding gel. Dari hasil pengujian diketahui bahwa optimasi komposit ferihidrit ndash; kalsium sulfat terjadi pada rasio volume 3 : 1 dan berat slurry 2 gram, waktu kontak optimum untuk pegelaran komposit ferihidrit adalah selama 24 jam dengan kapasitas penyerapan maksimal 6 ppm. Binding gel komposit ferihidrit ndash; kalsium sulfat mampu bekerja pada wilayah pH 2 ndash; 10.

ABSTRACT
The inclusion of phosphorus as a phosphate compound into the aquatic system results in eutrophication resulting in the occurrence of algae blooming. The entry of phosphate into the aquatic system is generally caused by the high domestic waste, agricultural activities, mining and deforestation, therefore it is necessary to monitor the phosphate content in the waters. The diffusive gradient in thin film DGT technique is one of the in situ measurement methods developed for the measurement of phosphate, metals, sulphides, inorganic labels. In phosphate measurements with DGT techniques ferihidrit is used as a binding gel, but in its use has limitations among the narrow pH range and high dosage of use. For that reason, it is necessary to modify the adsorbent to increase the ability of gel binding in phosphate measurement by DGT technique. In this study the authors apply composite ferrihifrit calcium Sulfate as an adsorbent in binding gel. From the test results it is known that the optimization of ferrihydrite composite calcium sulphate occurs at 3 1 volume ratio and 2 gram slurry weight, the optimum contact time for ferihidrite composite peg is for 24 hours with maximum absorption capacity of 6 ppm. Ferihidrit composite gel binding calcium sulphate capable of working in the pH region 2 10"
2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Utami Wulaningsih, Author
"Logam berat yang mencemari sungai dapat mengontaminasi air dan hasil tangkapan pada tambak. Tambak Blanakan merupakan tempat budidaya hasil tangkapan perairan yang terletak di Kabupaten Subang, Jawa Barat dengan sumber air laut dan air tawar yaitu sungai Blanakan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kandungan logam berat tembaga (Cu) dan kadmium (Cd) pada sedimen dan kepiting bakau Scylla serrata, serta menentukan nilai bioconcentration factor (BCF) pada kepiting bakau di tambak Blanakan. Sampel sedimen diambil pada tiga stasiun secara purposive sampling pada tiga titik yaitu inlet, midlet, dan outlet sebanyak 500 g, sedangkan kepiting bakau diambil pada tiga stasiun sebanyak 5 ekor tiap stasiun. Sampel sedimen dipanaskan menggunakan oven selama 48 jam di suhu 60oC dan kepiting (yang sudah dipisahkan jaringan lunaknya). Analisis logam berat tembaga (Cu) pada sedimen dan kepiting bakau dilakukan menggunakan metode Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS), sedangkan logam kadmium (Cd) pada sampel sedimen dianalisis menggunakan Inductively Coupled Plasma (ICP). Hasil analisis kandungan tembaga (Cu) pada sampel sedimen memiliki rata-rata sebesar 5,5367 – 8,31 ppm, sedangkan analisis tembaga (Cu) pada sampel kepiting bakau memiliki rata-rata sebesar 27,98 ppm. Hasil analisis kandungan kadmium (Cd) pada sedimen tidak terdeteksi, sedangkan kandungan kadmium (Cd) di kepiting bakau memiliki rata-rata 0,12 ppm. Nilai BCF tembaga (Cu) pada kepiting bakau adalah BCF > 2 yang menunjukkan bahwa kepiting bakau di tambak Blanakan merupakan konsentrator makro.

Heavy metals that pollute rivers can contaminate water and catches in ponds. Blanakan pond is a place for cultivating water catches located in Subang Regency, West Java, with sources of sea water and fresh water, namely the Blanakan river. This study aims to analyze the content of heavy metals copper (Cu) and cadmium (Cd) in sediments and mud crabs Scylla serrata, and determine the value of bioconcentration factor (BCF) in mud crabs in Blanakan ponds. Sediment samples were taken at three stations by purposive sampling at three points, namely inlet, midlet, and outlet as much as 500 g, while mud crabs were taken at three stations with 5 fish per station. Sediment samples were heated using an oven for 48 hours at 60oC and crabs (which had been separated from the soft tissue). Analysis of heavy metal copper (Cu) in sediments and mud crabs was carried out using the Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS) method, while metal cadmium (Cd) in sediment samples was analyzed using Inductively Coupled Plasma (ICP). The results of the analysis of the copper (Cu) content in the sediment samples had an average of 5.5367 – 8.31 ppm, while the copper (Cu) analysis in the mud crab samples had an average of 27.98 ppm. The results of the analysis of the content of cadmium (Cd) in the sediment was not detected, while the content of cadmium (Cd) in mud crabs had an average of 0.12 ppm. The BCF value of copper (Cu) in mangrove crabs is BCF > 2 which indicates that the mangrove crabs in Blanakan ponds are macro concentrators."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prastiti Arfianti
"Tingginya input fosfat ke dalam sistem akuatik mengakibatkan eutrofikasi yang berujung pada terjadinya ledakan alga (algae blooming). Hal tersebut mendasari perlunya pengukuran fosfat di lingkungan. Diffusive Gradient in Thin Film (DGT) merupakan metode yang digunakan untuk pengukuran konsentrasi fosfat pada lingkungan perairan. Metode DGT pada penelitian ini menggunakan binding gel TiO2. Metode baru ini memperkenalkan penggunaan TiO2 dari hasil sintesis melalui metode sol-gel, bukan titanium dioksida berbasis adsorben (Metsorb) yang tersedia secara komersial. Pada penelitian ini diuji kemampuan binding gel TiO2 yang diperoleh dari hasil sintesis metode sol-gel dalam mengikat fosfat akibat gangguan anion, asam humat dan fosfat organik serta alikasi DGT pada lingkungan perairan. Pengaruh anionik diselidiki dengan menggunakan anion Cl-, SO42-, dan HCO3- dengan konsentrasi sampai 2.5 mg/L. Berdasarkan hasil percobaan, dibuktikan bahwa Cl- and SO42- tidak mempengaruhi binding gel dalam menyerap ortofosfat, sedangkan anion HCO3- mempengaruhi penyerapan fosfat. Berdasarkan penelitian ini juga diketahui bahwa keberadaan asam humat dan fosfat organik (asam fitat) dalam larutan fosfat mempengaruhi jumlah fosfat yang terikat pada binding gel TiO2. Percobaan ini membuktikan bahwa DGT tidak hanya mengikat ortofosfat yang bioavailable tetapi juga mengikat spesi fosfat organik. Sehingga dapat disimpulkan bahwa DGT yang digunakan sebagai alat untuk memprediksi spesi fosfat yang bioavailable ternyata memiliki kelemahan.

High input of phosphorus (P) as phosphate in aquatic system resulting eutrophication that lead to algae blooming. That is why the measurement of phosphate is in need. Diffusive gradient in thin film (DGT) is already applied as in situ measurement method to determine the phosphate concentration in environmental water. DGT technique was investigated using TiO2 binding gel. This new method introduces the using of TiO2 synthesized via sol-gel method instead of the commercially available titanium dioxide based adsorbent (Metsorb). In fact, this research will introduce another observation towards synthesized TiO2 binding gel regarding the interferences of anions, humic acid, organic phosphate (phytic acid) and also reported measurement in environmental water using DGT method. The interferences of anionic investigated with anions Cl-, SO42-, and HCO3- with the concentration for each anion is up to 2,5 mg/L. From the experiments, it proves that Cl- and SO42- do not affect the adsorption of orthophosphate to binding gel, but anionic HCO3- does affect the adsorption. This research also figured out that the existence of humic acid and organic phosphate (phytic acid) in phosphate solution stirred for CDGT phosphate measurement affect the total amount of phosphate bind onto TiO2 gel. The experiment proved that the DGT is not only binding bioavailable orthophosphate but also binding the species of organic phosphate. Thus DGT as the prediction device of bioavailable species for phosphate has the disadvantage."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S45239
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>