Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 173771 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Eka Sari Nurhidayati
"Penelitian di ekosistem mangrove Tanjung Lesung, Banten bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang struktur dan komposisi vegetasi; potensi produksi dan kecepatan dekomposisi serasah, dan produksi C,N, P; serta kemampuan menyimpan dan menyerap karbon mangrove. Struktur dan komposisi vegetasi diukur dengan transek kuadrat dengan total luasan pengamatan 3300 m2. Produksi serasah dihitung menggunakan perangkap serasah ukuran 1x1 m2. Laju dekomposisi serasah diukur selama 84 hari dengan pengamatan setiap 14 hari sekali. Cadangan karbon diestimasi dengan persamaan allometrik. Total spesies vegetasi yang ditemukan di areal penelitian adalah 7 spesies dari 6 famili. Vegetasi tingkat pohon dan belta didominasi oleh Lumnitzera racemosa dengan kerapatan 670 pohon/ha dan 2252 pohon/ha. Produksi serasah sebesar 1,571 ± 0,924 g/m2/hari, tersusun atas daun 1,563 ± 0,916 gr/m2/hari (99,50%) dan ranting sebesar 0,008 ± 0,048 gr/m2/hari (0,50%). Laju dekomposisi serasah sebesar 0,09 ± 0,07 gr/hari dengan persentase serasah daun yang terdekomposisi/hilang sebesar 47,9 ± 15,5%. Potensi unsur hara dari serasah daun sebesar 0,025 ± 0,002 g C/m2/hari; dan 0,001 ± 0,0006 g N/m2/hari; serta 0,0003 ± 0,00026 g P/m2/hari. Rata-rata unsur karbon yang terlepas dari serasah daun selama proses dekomposisi sebesar 5,36 ± 2,24%, sementara untuk nitrogen sebesar 0,009 ± 0,008%, dan total phosfat sebesar 0,0012 ± 0,00038%. Biomassa dan kandungan karbon di atas dan bawah permukaan tanah sebesar 24,29 ton/ha dengan 11,4 ton C/ha, kandungan karbon tanah sebesar 127,88 ton C/ha. Total cadangan karbon mangrove di Tanjung Lesung sebesar 139,296 ton C/ha, sebesar 91,8% cadangan karbon tersimpan dalam tanah. Kemampuan menyerap CO2 atmosfer sebesar 24,522 Ton CO2/ha untuk tingkat pohon dan 4,79 Ton CO2/ha untuk tingkat anakan.

Research in mangrove ecosystem of Tanjung Lesung, Banten aims to obtain information of vegetation structure and composition; production, decomposition rates, nutrient contribution of mangrove litter; and potential carbon stocks. Structure and composition of vegetation measured by quadrant method, with total observation area is 3300 m2. Litter production was collected using the litter-trap (1 x 1m) during two months. Litter decomposition rates were measured for 84 days with observations every 14 days. Carbon stock are estimated by allometric equation. The diversity of mangrove vegetation consists of 7 species from 6 families. At the tree level and sapling, vegetation is dominated by Lumnitzera racemosa has the density around 670 tree/ha and 2252 tree/ha. Litter production is about 1,571 ± 0,924 g/m2/day, that consist of leaf 1,563 ± 0,916 gr/m2/day (99,50%) and stalk 0,008 ± 0,048 gr/m2/day (0,50%). Litter decomposition rate is about 0,09 ± 0,07 gr/day with the percentage of litter decomposed of 47,9 ± 15,5%. The potential of litter nutrient are 0,025 ± 0,02 g C/m2/day; 0,001 ± 0,0006 g N/m2/day; and 0,0003 ± 0,00026 g P/m2/day. Carbon average that was detached from litter during decomposition is 5,36 ± 2,24%, while for nitrogen is 0,009 ± 0,008%, and total phosphate is 0,0012 ± 0,00038%. Biomass and carbon stock above and below the ground surface are 24,29 ton/ha with 11,4 tons C/ha. Carbon stock of sedimen mangrove is 127,88 ton C/ha. Total carbon stock of mangrove in Tanjung Lesung, Banten is about 139,296 ton C/ha, where 91,8% of them stored in sediment mangrove. The ability to absorb CO2 in atmosphere is 24,522 tons CO2/ha for trees level and 4,79 tons CO2/ha for sapling.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2016
T46072
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asti Citra Pertiwi
"Penelitian mengenai analisis kerapatan dan persebaran vegetasi mangrove menggunakan teknologi penginderaan jauh berlokasi di Pulau Tunda, Kabupaten Serang, Provinsi Banten perlu dilakukan untuk memberikan informasi dan data ilmiah mengenai vegetasi mangrove di Pulau Tunda. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui komposisi spesies vegetasi mangrove, kerapatan vegetasi mangrove, dan zonasi vegetasi mangrove. Penelitian ini telah dilakukan pada 1--5 April 2016. Metode penelitian yang digunakan antara lain purposive sampling, metode transek garis berpetak, dan pengolahan citra landsat 8 OLI.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa komposisi mangrove sejati terdiri atas 9 spesies dari 7 famili, sedangkan mangrove asosiasi terdiri atas 9 spesies dari 8 famili. Kerapatan vegetasi mangrove berdasarkan transfomrasi NDVI (0,194) dan EVI (0,085) termasuk ke dalam kelas kerapatan mangrove jarang dan tingkat kesehatan mangrove rendah. Koefisien korelasi antara NDVI (0,147) dan EVI (0,007) dengan luas basal area berkolerasi positif tetapi tergolong rendah. Zonasi mangrove sejati yang paling dominan ialah 1) Rhizophora stylosa, 2) Excoecaria agallocha, dan 3) Sonneratia caseolaris, sedangkan zonasi mangrove asosiasi ialah 1) Pongamia pinnata, 2) Morinda citrifolia, dan 3) Pandanus odoratissima. Mangrove di Pulau Tunda memiliki kelas kerapatan jarang dan persebaran acak.

Research on analysis of the density and distribution of mangrove vegetation using remote sensing technology in Tunda Island, Serang Regency, Banten Province, was needed to give information and scientific data about mangrove vegetation in Tunda Island. The study aims to know species composition of mangrove vegetation, mangrove vegetation density, and mangrove vegetation zonation. The study was conducted on 1st -- April 5th, 2016. The method was used purposive sampling, partition line transect, and landsat satellite image 8 OLI processing.
The results showed that true mangrove composition consist of 9 species from 7 families, while associate mangrove consist of 9 species from 8 families. Mangrove vegetation density based transformation of NDVI (0,194) and EVI (0,085) was considered as rare class of mangrove density and mangrove healthy as low grade. Correlation coefficient between NDVI (0,147) and EVI (0,007) with basal area was considered as positive correlation but low grade correlation. The most dominant zonation of true mangrove vegetation were 1) Rhizophora stylosa, 2) Excoecaria agallocaha, and 3) Sonneratia caseolaris, while zonation of associate mangrove were 1) Pongamia pinnata, 2) Morinda citrifolia, and 3) Pandanus odoratissima. Mangrove in Tunda Island has rare class of density and random distribution.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2016
S64368
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Via Apriyani
"Penelitian mengenai potensi stok dan serapan karbon ekosistem mangrove di Pulau Tunda telah dilakukan pada bulan April--Juni 2016. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis potensi stok dan serapan karbon ekosistem mangrove, mengetahui spesies mangrove yang memiliki stok dan serapan karbon potensial, dan memperoleh estimasi harga karbon ekosistem mangrove di Pulau Tunda. Penentuan lokasi pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling pada enam stasiun bagian selatan dan timur Pulau Tunda.
Berdasarkan hasil analisis kandungan karbon ekosistem mangrove Pulau Tunda, diperoleh nilai biomassa 196,76 ton/ ha, stok karbon 91,48 ton/ ha, dan serapan karbon 335,06 ton/ ha. Proporsi stok dan serapan karbon terbesar tingkat pohon dan pancang mangrove di Pulau Tunda berasal dari spesies Excoecaria agallocha yaitu 107,47 ton/ ha dan 392,23 ton/ ha. Ekosistem mangrove Pulau Tunda memiliki estimasi harga karbon sebesar Rp 88.690.382--Rp 221.725.955 ton/ ha.

Research on the carbon uptake and stock potency of mangrove ecosystem in Tunda Island was conducted on April--June, 2016. The aim of the study was to analyze the mangrove ecosystem potency of carbon stock and its uptake, to know the mangrove species that has potential carbon stock and its uptake, and to estimate the potency of carbon price mangroveecosystem in Tunda Island. The location of sampling was determined by purposive sampling at six stations of south and east part Tunda Island.
The analysis result of carbon content at Tunda Island mangrove ecosystem showed that, biomass 196.76 ton/ ha, carbon stock 91.48 ton/ ha, and carbon uptake 335.06 ton/ ha. The largest proportion of the stock and carbon uptake at the level of mangrove tree and sapling in Tunda Island derived from Excoecaria agallocha, that is 107.47 ton/ ha and 392.23 ton/ ha. Tunda Island mangrove ecosystem have an estimated total carbon price of Rp 88.690.382--Rp 221.725.955 ton/ ha.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2016
S65336
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Dian Rosadi
"ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian tentang potensi karbon dan valuasi ekonomi mangrove di Kecamatan Gerung, Kabupaten Lombok Barat. Tujuan pertama penelitian yaitu untuk menghitung dan menganalisis potensi penyimpanan dan penyerapan karbon mangrove di Kecamatan Gerung serta menentukan tumbuhan potensial yang memiliki kemampuan tertinggi dalam menyimpan dan menyerap karbon. Pengambilan sampel karbon dilakukan pada 14 stasiun pengamatan. Data karbon diestimasi dari potensi biomassa atas tanah, bawah tanah, tumbuhan bawah dan karbon organik tanah. Hasil analisis kandungan karbon diperoleh nilai biomassa sebesar 401,15 ton/ha, stok karbon sebesar 186,05 ton/ha dan serapan karbon sebesar 682,81 ton/ha. Spesies yang memiliki poteni penyimpanan dan penyerapan karbon tertinggi adalah S. alba. Tujuan lain dilakukannya penelitian yaitu untuk menghitung dan menganalisis nilai ekonomi mangrove termasuk nilai ekonomi yang diperoleh dari potensi karbon serta untuk mengetahui nilai ekonomi terbesar yang dihasilkan ekosistem mangrove. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, observasi dan studi literatur. Data dianalisis secara kuantitatif untuk menjelaskan nilai ekonomi mangrove dan dianalisis secara deskriptif untuk menggambarkan kegiatan sosial ekonomi masyarakat. Nilai ekonomi yang diperoleh dari pemanfaatan langsung mangrove mencapai Rp. 675.140.000/tahun, dari manfaat tidak langsung mencapai Rp. 33.710.361.020/tahun, dari manfaat pilihan sebesar Rp. 78.120.000/tahun, dan dari manfaat eksistensi sebesar Rp. 124.000.000/tahun. Nilai ekonomi total yang diperoleh dari mangrove Kecamatan Gerung pada tahun 2018 yaitu sebesar Rp. 34.587.621.020/tahun (2.461.839  US$/tahun). Nilai ekonomi terbesar yang dihasilkan ekosistem mangrove diperoleh dari manfaat tidak langsung mangrove terutama potensi karbon.

 


Research regarding carbon potential and economic valuation of mangroves in Gerung District, West Lombok Regency has been conducted. This research was aimed to calculate and analyze carbon storage and absorption of mangroves in Gerung District and to determine potential plants that have the ability to store and absorb carbon. Carbon sampling was carried out on 14 observation stations. Carbon data is estimated from potential biomass on land, underground, understorey and soil organic carbon. The results of the analysis of the carbon content of the mangrove ecosystem in Gerung Subdistrict, obtained a biomass value of 401.15 tons/ha, a carbon stock of 186.05 tons/ha and carbon absorption of 682.81 tons/ha. The species that has the highest carbon storage and absorption potential is S. alba. The purposes of this research were to calculate and analyze economic value from mangrove ecosystem and to find out the largest economic value produced by mangroves. Data collection is done through interviews, observation and literature studies. Data were analyzed quantitatively to explain the economic value of mangroves and analyzed descriptively to describe socio-economic activities of the community. The economic value obtained from direct use of mangroves reaches IDR. 2,565,140,000/year, from indirect benefits with a value IDR. 33,710,361,020/year, option economic value reaching IDR. 78,120,000/year and from the existence benefits were IDR. 124,000,000/year. The total economic of  mangroves in Gerung District in 2018 were IDR. 36,477,621,020/year (2,492,826 US$/year). The biggest economic value produced by mangrove ecosystems is derived from the indirect benefits of mangroves, especially carbon potential.

 

"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
T52416
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dienda Shintianata
"Sedimen mangrove berperan dalam adaptasi dan mitigasi perubahan iklim melalui proses sedimentasinya dengan menangkap dan menyerap karbon (disebut karbon biru). Indonesia memiliki 2,9 juta hektar hutan mangrove dengan total penyimpanan 3,14 miliar ton karbon di hutan mangrove, menjadikan Indonesia salah satu penyumbang karbon biru yang potensial. Penelitian ini menentukan stok karbon (Corg) dan laju sedimentasi (SAR) untuk mengetahui laju akumulasi karbon (CAR) pada sedimen mangrove di Taman Nasional Ujung Kulon. Teknik isotop 210Pb digunakan untuk mengukur CAR dan metode Walkey-Black digunakan untuk mentukan kandungan Corg. Pengambilan sampel dilakukan di 3 lokasi yang tegak lurus dengan garis pantai : interior, fringe, dan mudflat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa daerah interior memiliki CAR tertinggi (0,32 ± 0,34 Mg C ha-1 tahun-1) meskipun stok karbon paling rendah (90,19 Mg C ha-1) dibandingkan dua titik lainnya. Sebaliknya, mudflat yang memiliki stok karbon tertinggi (169,6 Mg C ha-1), menunjukkan CAR terendah (0,32 ± 0,34 Mg C ha-1 tahun-1). Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan laju sedimentasi merupakan salah satu penyebab terjadinya variasi CAR

Mangroves sediment play a role in adapting and mitigating climate change through their sedimentation process by capturing and sequestering carbon (termed blue carbon). Indonesia has 2.9 million hectares of mangroves with a total storage of 3.14 billion tonnes of carbon in mangrove forests, making Indonesia one of the potential contributors of blue carbon. This study determines carbon stock (Corg) and sediment accumulation rate (SAR) to find the carbon accumulation rate (CAR) in sediment mangroves at Ujung Kulon National Park. The 210Pb isotope technique was used to measure CAR, and the Walkey-Black method was used to determine the Corg content. Sampling was taken in 3 locations perpendicular to the shoreline : interior, fringe, and mudflat. The result shows that the interior area has the highest CAR (0.32 ± 0.34 Mg C ha-1 year-1) even though the carbon stock (90.19 Mg C ha-1) is the lowest from the other two. On the contrary, mudflat, which has the highest carbon stock (169.6 Mg C ha-1), shows the lowest CAR (0.32 ± 0.34 Mg C ha-1 year-1). This indicates that sedimentation rate differences are one of the causes of variations in CAR "
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maulia Rizky Dheanisa
"Udang merupakan salah satu komoditas pertanian yang memiliki nilai ekonomi tinggi dengan nilai pasar global dan meningkat di luar negeri. Dengan demikian, produksi udang terus meningkat. Produksi udang di Kabupaten Indramayu pada tahun 2017 adalah 191.919,41 ton. Hal ini menjadikan Kabupaten Indramayu sebagai produsen udang terbesar di Jawa Barat (BPS, 2017). Sementara itu, Mangrove adalah daerah yang memiliki kontribusi tinggi. Ekosistem mangrove memiliki keterkaitan dengan produktivitas tambak. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis nilai produktivitas udang di Kabupaten Indramayu dan pengaruhnya terhadap ekosistem mangrove di Kabupaten Indramayu di wilayah tersebut. Metode yang digunakan untuk mengubah identifikasi hutan bakau adalah citra Landat 8 kemudian dilanjutkan dengan pita komposit 564 dan NDVI (Normalized Difference Vegetationation Index) dengan jarak 1 Km, 2 Km, dan 3 Km dari mangrove. Selanjutnya, hasil wawancara digunakan untuk mengetahui nilai produktivitas udang. Analisis data dihitung melalui metode regresi untuk melihat hubungan kedekatan antara produktivitas udang dan bakau. Hasil regresi antara jarak mangrove dan produktivitas menghasilkan dengan nilai R Square sama dengan 71,7%. Hasil ini menunjukkan hubungan positif antara produktivitas udang dan ekosistem bakau.

Shrimp is one of the agricultural commodities that have high economic value with a global market value and increase abroad. Thus, shrimp production continues to increase. Shrimp production in Indramayu Regency in 2017 was 191,919.41 tons. This makes Indramayu Regency the largest shrimp producer in West Java (BPS, 2017). Meanwhile, Mangroves are areas that have a high contribution. Mangrove ecosystems have a relationship with pond productivity. This study aims to analyze the value of shrimp productivity in Indramayu Regency and its effect on mangrove ecosystems in Indramayu Regency in the region. The method used to change the identification of mangrove forests is Landat 8 image then followed by composite tape 564 and NDVI (Normalized Difference Vegetationation Index) with a distance of 1 Km, 2 Km, and 3 Km from the mangrove. Furthermore, the results of the interview are used to determine the value of shrimp productivity. Data analysis was calculated using the regression method to see the close relationship between shrimp and mangrove productivity. The results of the regression between the distance of mangroves and productivity produce with the value of R Square equal to 71.7%. These results show a positive relationship between shrimp productivity and mangrove ecosystems."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinda Mutha Selina
"Penelitian tentang struktur komunitas makrozoobentos dalam ekosistem mangrove telah dilakukan di Cilamaya Wetan, Karawang, Jawa Barat pada Mei 2019. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan struktur komunitas makrozoobentos seperti komposisi, kepadatan, keanekaragaman, kerataan, kerataan, dominansi, dan frekuensi kehadiran. . Tujuan lain adalah untuk menentukan hubungan antara kepadatan bakau dengan kepadatan dan keanekaragaman makrozoobentos di daerah tersebut. Pengambilan sampel dilakukan dengan purposive sampling dan menggunakan metode transek kuadrat di tiga stasiun, yaitu Desa Muara Baru, Desa Tangkolak Barat, dan Desa Tangkolak Timur. Studi ini menemukan 16 jenis makrozoobentos dan 7 jenis bakau dengan kepadatan yang sangat padat (0,23-0,32 ind / m2). Kepadatan makrozoobentos tertinggi di Desa Tangkolak Barat (8 ind / m2) dan terendah di Desa Muara Baru (2 ind / m2). Keragaman makrozoobentos tergolong tinggi di Desa Tangkolak Barat dengan indeks 1,58 dan Desa Tangkolak Timur dengan indeks 2,05, sedangkan keragaman tergolong rendah di Desa Muara Baru dengan indeks 0,28. Distribusi makrozoobentos diklasifikasikan hampir terdistribusi secara merata di Desa Tangkolak Barat dan Desa Tangkolak Timur dengan indeks kegagangan masing-masing 0,88 dan 0,85, sementara itu didistribusikan secara merata di Desa Muara Baru dengan indeks kegagahan 0,59. Data menunjukkan tidak ada spesies yang mendominasi di Desa Tangkolak Barat dan Desa Tangkolak Timur, kecuali di Desa Muara Baru. Episesarma palawanense adalah macrozoobenthos yang memiliki frekuensi kehadiran tertinggi di Desa Muara Baru dengan frekuensi 27,7%. Parameter lingkungan termasuk suhu, pH, dan salinitas dianggap sebagai kategori normal untuk makrozoobentos dan kehidupan bakau. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepadatan bakau berhubungan dengan kepadatan dan keanekaragaman makrozoobentos.

Research on the structure of macrozoobenthos communities in mangrove ecosystems has been conducted in Cilamaya Wetan, Karawang, West Java in May 2019. This study aims to determine the structure of macrozoobenthos community such as composition, density, diversity, flatness, flatness, dominance, and frequency of attendance. . Another goal is to determine the relationship between mangrove density and the density and diversity of macrozoobenthos in the area. Sampling was carried out by purposive sampling and using the quadratic transect method at three stations, namely Muara Baru Village, West Tangkolak Village, and East Tangkolak Village. This study found 16 types of macrozoobenthos and 7 types of mangrove with very dense density (0.23-0.32 ind / m2). The highest density of macrozoobenthos is in West Tangkolak Village (8 ind / m2) and the lowest in Muara Baru Village (2 ind / m2). The diversity of macrozoobenthos is relatively high in the village of West Tangkolak with an index of 1.58 and the village of East Tangkolak with an index of 2.05, while the diversity is relatively low in the village of Muara Baru with an index of 0.28. The distribution of macrozoobenthos is classified almost evenly in the Village of West Tangkolak and the Village of East Tangkolak with a trade index of 0.88 and 0.85 respectively, while it is distributed equally in the Muara Baru Village with a pride index of 0.59. Data shows that there are no species that dominate in the villages of West Tangkolak and East Tangkolak, except in Muara Baru Village. Palawanense Episesarma is macrozoobenthos which has the highest attendance frequency in Muara Baru Village with a frequency of 27.7%. Environmental parameters including temperature, pH, and salinity are considered normal categories for macrozoobenthos and mangrove life. The results showed that mangrove density was related to macrozoobenthos density and diversity."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kamakaula, Yohanes
"Salah satu kekayaan sumberdaya hayati Indonesia adalah hutan mangrove. Provinsi Papua memiliki 77,1% dari seluruh luasan hutan mangove di Indonesia. Kota Sorong dan Kabupaten Sorong adalah dua wilayah yang terdapat di provinsi tersebut, yang memiliki hutan mangrove seluas 10.354 km2. Kawasan hutan mangrove di wilayah ini semula dimanfaatkan oleh masyarakat setempat secara subsistem. Selaras dengan perkembangan penduduk dan pembangunan serta perubahan corak ekonomi masyarakat, maka kawasan ini mendapat tekanan yang cenderung semakin meningkat, dengan meningkatnya permintaan terhadap hasil-hasil kawasan hutan mangrove baik berupa kayu maupun non kayu. Namun pengambilan hasil hutan mangrove tersebut menunjukkan tendensi lebih cepat daripada kemampuan regenerasinya. Kondisi ini dalam j angka waktu tertentu, akan menimbulkan dampak negatif yang semakin meluas bagi kawasan ekosistem hutan mangrove setempat.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui interaksi masyarakat setempat dengan- kawasan hutan mangrove, ketergantungan ekonomi masyarakat setempat dan faktor sosial ekonomi masyarakat sebagai pemicu terhadap pemanfaatan kawasan hutan mangrove. Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai informasi ilmiah dan sebagai bahan pertimbangan pemerintah daerah dalam membuat kebijakan perencanaan pengelolaan lingkungan.
Penelitian ini bersifat deskriptif dengan studi kasus. Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner dan wawancara dengan responder sebanyak 60 KK. Penelitian dilaksanakan sejak bulan September-Desember 2003 di Kelurahan Remu Selatan, Kota Sorong dan tiga kampung di Kabupaten Sorong yakni; Kampung Konda, Wersar dan Seyolo. Analisis data yang digunakan adalah tabulasi, uji Chi Square dan koefisien kontingensi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi masyarakat tentang kawasan hutan mangrove 43,33 % menyatakan agak rusak dimana kerusakan tersebut 65,% disebabkan oleh manusia. Hasil tangkapan masyarakat terutama ikan dan kepiting mengalami penurunan. Masyarakat setempat/lokal masih menghormati lingkungan alam karena kehidupannya tergantung pada alam sekitarnya/kawasan hutan mangrove. Interaksi masyarakat lokal dengan kawasan hutan mangrove 50,% tergolong dalam kategori sedang. Faktor sosial ekonomi seperti jumlah tenaga kerja keluarga, pendapatan keluarga, pendidikan formal, dan pasar memiliki nilai hitung lebih tinggi daripada nilai tabel X2. Sedang fait-tor jumlah anggota keluarga dan keari.fan tradisional nilai hitungnya lebih rendah daripada nilai tabel X2.
Kesimpulan hasil penelitian adalah; (1) Interaksi masyarakat di Kota Sorong dan Kabupaten Sorong terhadap kawasan hutan mangrove tergolong sedang; (2) Perekonomian masyarakat lokal masih tergantung pada kawasan hutan mangrove yang ada di sekitar tempat tinggalnya; (3) Ketergantungan perekonomian masyarakat lokal yang hidup di sekitar kawasan hutan mangrove terbagi menjadi tiga yakni; (a) ketergantungan terbatas (Kota Sorong); (b) ketergantungan penuh (Kabupaten Sorong); dan (c) tidak mempunyai ketergantungan (Kepulauan Raja Ampat) dan (4) Jumlah tenaga kerja keluarga, pendapatan keluarga, pendidikan formal, dan pasar memiliki dependensi terhadap interaksi masyarakat dengan hutan mangrove. Sedang jumlah anggota keluarga dan kearifan tradisional tidak memiliki dependensi terhadap Interaksi masyarakat dengan kawasan hutan mangrove.

Interaction of People with Mangrove Forest Areas (Case Study in Sorong Town and Sorong Regency of Papua Province)One of the richness of Indonesia's biological resources are the mangrove forests. Papua Province has 77.1% of all mangrove forest in Indonesia. Sorong Town and Sorong Regency are two areas existing in the said province, having mangrove forests as large as 10,354 km2. Mangrove forests in this area initially were used by the local people for their subsistence. In line with the progress of population and development as well as changes on the economic pattern of the people, this area is incurred with pressure and then tend to increase caused , by the increased on demands for the mangrove forest products such as wood or non-wooden products. Nevertheless the taking of the said mangrove forest products showed a faster tendency beyond the regenerating capability of mangrove. This condition at certain periods of time, will result in the widening the negative impacts to the local mangrove forest ecosystem.
This research aims at a study of the interaction of the local people with the mangrove the forest area. Studied the economic dependency of the local people on the mangrove forests and the social economic factors of the people, as triggerred by the use of mangrove forest areas. The benefits expected from this research is scientific information and as the substance of consideration for the local government in making policies for regional planning and environmental management.
This research is descriptive and uses the case study approach. The data collecting techniques used questionnaires and interviews to 60 KK (head a families).respondents. This research was carried are since the month of September to December 2003 at kelurahan/sub-district of Remu Selatan, the town of Sorong and three villages in the Sorong Regency being: Konda, Wersar and Seyolo. The data analysis studied used tabulations, Chi- square test and contingency coeficient.
The research results show that 44.33 percent of the respondents had perception on mangrove forests, being sufficiently damaged; where of 65.00 percent the said damage was said to be the result of human being using carelessly of the surroundings. The results of people's catch ( especially fish and prawns) is decrease. The local people still respect the natural environment because their lives depend on the natural surrounding mangrove forest area. The interaction of the local people with the mangrove forest area 50.00 percent is categories on medium. The social economic factor such as the number of family workforce, family income, formal education and market, have been calculated valued as higher than the value of table X2. As for the factor on the number of the family members and traditional wisdom, this study calculated the value give by the respondent is lower than the value in the table X2.
The conclusions as a result of the study are; (1) Interaction of the people in town of Sorong and Sorong Regency towards the mangrove forest has to be categorized as medium; (2) Economic the local people depend on the mangrove forest area existing around their homes; (3) The economic dependency of the local people living around the mangrove forests is divided into three categories being; (a) limited dependency (town of Sorong); (b) full dependency (Sorong Regency); and (c) not at all dependent (Raja Ampat/Four Kings Islands); (4) The number of a family workforce, family income, formal education and market influence the interaction of people with their mangrove forests. As for the number of family members and traditional wisdom there seems to be no influence on the interaction of people with mangrove forest areas.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T11927
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"The study was conducted to the people living in the radius of 500-1000 meter in tidal area of conservation area of mangrove forest...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Sumekar
"Hutan mangrove didefinisikan sebagai tipe hutan dengan kekhasannya, pada umumnya tumbuh di sepanjang pantai atau muara sungai dan hanya dapat tumbuh di daerah beriklim tropis dan/atau subtropis. Lingkungan tempat tumbuh vegetasi mangrove dipengaruhi oleh pasang surut air laut, salinitas, topografi dan sifat fisika kimia tanah.
Pada tahun 80 an kawasan mangrove di Kabupaten Bangkalan mengalami alihfungsi yang berlebihan. Kegiatan alih fungsi tersebut pada akhirnya mengakibatkan dampak yang cukup serius terhadap siklus kehidupan laut dan berpengaruh pula pada ekosistem darat. Dampak yang sangat terasa adalah terjadinya abrasi, hilangnya beberapa jenis biota pantai dan adanya intrusi air laut serta berkurangnya penghasilan nelayan tradisional.
Untuk menanggulangi kerusakan dan punahnya kawasan mangrove di Kato. Bangkalan, khususnya di pantai Desa Tengket dan Kool, maka Pemerintah Daerah telah melakukan program reboisasi dan rehabilitasi. Pelaksanaan penghijauan yang di mulai sejak tahun 1987, dan dalam kurun waktu 10 tahun keberhasilan di Desa Tengket cukup tinggi, artinya vegetasi jenis R.mucronata dan A.marina dapat tumbuh dengan subur. Sebaliknya di Desa Kool untuk jenis R.mucronata tumbuh kerdil, sedangkan A.marina tidak tumbuh.
Perbedaan keberhasilan ini di duga disebabkan oleh perbedaan kualitas substrat pendukung pertumbuhan vegetasi di kedua desa tersebut. Jika dugaan ini benar, maka hal ini merupakan masalah penelitian yang menarik untuk di teliti.
Dengan mengacu pada hasil penelitian Hardjowigeno (1989) dan Aksornkoae (1993), yang disebut dengan substrat pendukung adalah (1) Kualitas sifat fisik kimia tanah, tekstur dan warna tanah, kandungan C organik tanah dan mineral-mineral lain yang diperlukan untuk pertumbuhan (N, Ca, P, K, Mg dan S); (2) Salinitas dan pH tanah; (3) Lama penggenangan yang dipengaruhi pasang surut air laut.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan vegetasi mangrove dengan sistem zonasi yang ada. Untuk selanjutnya penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan bagi penentu kebijakan pada instansi terkait dalam pengambilan keputusan untuk kelancaran dan keberhasilan program penghijauan kawasan hutan mangrove, dengan menekan kegagalan serendah mungkin.
Di kawasan penelitian Desa Tengket diperoteh hasil bahwa: tekstur tanahnya halus dengan warna tanah abu-abu kehitaman. Kandungan bahan C organik, Nitrogen dan bahan mineral Ca, K, P, Mg, dan S yang dibutuhkan vegetasi untuk pertumbuhan tergolong pada kategori sedang sampai tinggi (3 - 5%), sehingga mendukung pertumbuhan kedua jenis vegetasi yang ada.
Salinitas tanah di bawah tegakan R.mucronata dan A.marina adalah 2,1 %o pada saat pasang surut dengan pH 5,1, dan 9,2%o pada saat pasang naik, pHnya mencapai 6,1. Salinitas dan pH yang ada, mendukung pertumbuhan kedua jenis vegetasi tersebut di atas.
Sebaliknya kondisi kawasan penelitian Desa Kool dari hasil uji laboratorium menghasilkan bahwa: tekstur tanahnya adalah kasar dengan kandungan kalsium cukup tinggi, dan warna tanahnya adalah cokiat kemerahan. Kandungan bahan C organik, Nitrogen kurang dari 1%, dan bahan mineral K, P, Mg, dan S berkisar antara rendah sampai sangat rendah (0,2 - <0,1%). Salinitasnya mencapai 1- 1,1%o pada saat pasang surut, dan 7,2 °Ion pada saat pasang naik. Pada kawasan ini, baik tekstur, sifat fisik kimia tanah, salinitas dan pH tidak mendukung pertumbuhan vegetasi R.mucronata dan A.marina.
Topografi tanah juga berpengaruh terhadap pertumbuhan vegetasi mangrove. Pada pantai Desa Kool yang mempunyai kemiringan sejajar permukaan taut terjadi kecenderungan pada saat pasang naik, airnya dapat jauh mencapai daratan, dengan kecepatan surutnya cukup tinggi. Kondisi tersebut menyebabkan lama penggenangan atau frekuensi genangannya juga berlangsung cepat. Kemiringan pantai Desa Tengket berkisar ? 1°, sehingga proses penggenangan air laut pada saat pasang naik terjadi cukup lama.
Dengan kondisi substrat pendukung yang telah disebutkan di atas, maka kerapatan vegetasi yang tumbuh di kawasan pantai Desa Tengket mencapai 3228 tegakanJha. Sebaliknye vegetasi yang tumbuh di kawasan penelitian Desa Kool berkisar 911 tegakan/ha.
E. Daftar Kepustakaan : 45 ( 1928 - 1999).

Influence of the Substrate Support to the Mangrove Vegetation Growth (A Case Study : Coastal Forest in Tengket and Kool Villages, Bangkalan District, Madura- East Java)Forest of the mangrove categorized as a typical forest with its uniqueness, generally grows at the coastal or at the estuary, and only able to grow in the tropical and or sub-tropical climate area. The place of the mangrove forest vegetation influenced by tidal, salinity, topography and physical and chemical properties of the soil it self.
As it could be found at other places in Indonesia, mangrove area in Bangkalan district has been extreemly changed. At last, that activity leads to a serious impact to the ecosystem of marinaI and terrestrial. Abrasion, loss of several coastal biotic species, seawater intrusion and finally revenue decrease of the traditional fishermen are impact of the mangrove deforesting area.
To avoid deterioration loss of that mangrove area, Regional Government organize Reboisation programme and Rehabilitation of the mangrove area surrounding northern coastal of Tengket and Kool villages. Rehabilitation programme has been performed for 10 years, starting in 1987, resulting difference yield from that two above villages.
Vegetations of R mucronafa and A marina grows well in Tengket village, while in Kool village, vegetation of R mucronata grows bad even A marina can not be grew at all.
This difference might be caused by the quality different of the substrate support of the vegetation on that two villages. Should this suggestion correct, it would be interesting resesarch to be realized.
Rfer to the result of Hardjowigeno (1989) and Aksornkoeae (1993) research the meaning of the supporting substrate is (1) Quality of the soil, chemicaly and phisically, textures and the colour, C organic content, and other minerals required for vegetation, i,e, N, Ca, P, K, Mg and S; (2) Salinity and pH of the soil; (3) Duration time of inundation caused by tidal.
The purpose of this research is to find such factors influencing the growth of mangrove vegetation with existing zonation. Furthermore this research result can be used as an input to the policy maker in the related institution to take a decision for the successfull of the reboisation programme of mangrove forest area by minimizing failness.
Research are of Tengket village resulting that its soil textures was smooth ,colouring greys to blackish. C Organic contents, Nitrogen and other ninerals such as Ca, K, P, Mg and S required for vegetation categorized as enough up to high (3 - 5%), so supporting both vegetation.
Soil salinity and its pH influence vegetation grow living on top off it. Rhizophora mucronata grows well at salinity between 2,1%o at pH 6,1 while salinity soil for Avicennia marina higher than 9,2 %o at pH 6,5 (inundation) and 5,5 (dry). Rhizophora mucronata grows well at high salinity, while Avicennia marina grows at fluctuated salinity.
But research are of Kool village resulting that its soil textures was sandy with high calsium content, soil colouring is brown to radish. C Organic contents, Nitrogen for less than 1% and other ninerals such as K, P, Mg and S required for vegetation categorized as between low up to very low (0,2 - < 0,1%). Soil salinity in Kool village 1-1,1%o and pH 7,6 (dry condition) and salinity reach 7,2%o and pH 8,8 if inundation take place. Support substrate in Kool village not support R.mucronata and A.marlna to grow well.
Based on the laboratory analysis, conclusion could be taken thar Rhizophora mucronata species used in the reboisation programme at Tengket village coastal are agreewith kind of soils and its textures and other conditionrequired for growing. Hence Rhizophora mucronata vegetation can be grow well, and become 15 - 20 meters high within 10 years. For the Kool village control area, reboisation with Rhizophora mucronata could not grow well, since texture and its kind of soil on that area were corally with thin layer mud. With the same reboisation duration, the vegetation only reach 1 - 1,5 meter high. Due to the kind of soil in Kool village only Rhizophora stylosa vegetation could be grew well.
Based on condition of the supporting substrate as described above, density of the vegetation growth on the shore of Tengket village reaching 3228 vegetation / ha. On the contrary, vegetation growths on the shore of Kool village reach about 911 vegetation/ha.
E. Bibliography: 45 (1928 - 1999)
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002
T8199
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>