Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 130210 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Andre Revalino Agesta
"Dalam hal terjadi kerugian negara, perlu segera dilakukan upaya pemulihan keuangan negara dengan melakukan tuntutan ganti rugi terhadap pelaku kerugian yang dapat dilakukan melalui proses hukum administratif maupun pidana melalui putusan hakim berupa sanksi pidana uang pengganti. Penelitian ini, secara umum bertujuan memberikan gambaran penerapan dan permasalahan uang pengganti dalam kerangka pemulihan keuangan negara menurut hukum keuangan publik. Secara khusus, memberikan pemahaman dan solusi atas akibat pelaksanaan pidana penjara pengganti terhadap pelaksanaan pencatatan kerugian negara dalam laporan keuangan. Mengacu pada konsep sistem hukum Lawrence M. Friedman, sanksi pidana uang pengganti dapat dikatakan sebagai substance dari structure sistem hukum keuangan publik yang berupaya menciptakan legal culture berupa pengembalian kerugian negara oleh yang bersalah. Dalam hal pembayaran uang pengganti tidak dilaksanakan secara sukarela oleh terpidana, maka akan dilakukan penyitaan, bahkan terhadap terpidana dapat dikenakan pidana penjara pengganti. Pelaksanaan pidana penjara pengganti oleh terpidana masih menimbulkan problematika dalam kerangka pemulihan keuangan negara. Pemerintah dalam hal ini perlu memberi pengaturan tegas mengenai pelaksanaan pidana penjara pengganti dan merevisi peraturan terkait pencatatan kerugian negara agar tercipta kepastian hukum dan tidak terjadi dualisme dalam pelaksanaan sanksi pidana uang pengganti maupun pencatatan kerugian negara dalam laporan keuangan.

In the event of loss to the state, It’s urgent to recover state loss immediatelly by imposing indemnity to the perpretrators of losses through a process of administrative and criminal law by judge's decision in the form of compensation of criminal sanctions. This research aims to provide overview of the application and issues of compensation in the framework of state finances recovery within the public finance law. In particular, provide insight and solutions to the implementation of substitute imprisonment to execute recording of state loss in the financial statements. Referring Lawrence M. Friedman legal system, compensation could be defined as a substance of public finance legal system that attempted to create legal culture in the form of indemnification by the guilty. In case the accused doesn’t pay the compensation voluntarily, the wealth can be confiscated or imposed in prison. The execution of substitute imprisonment is still causing problems within the framework of the financial state recovery. The government needs to provide firm arrangements regarding the execution of substitute imprisonment and revise relevant regulations to create legal certainty and there will be no dualism in the execution of compensation as well as the recording of compensation in the financial statements.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T45913
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jyestha Widyakti Herawanto
"Sistem Investor-State Dispute Settlement (ISDS) dikenal dengan sifatnya yang asimetris, yang dianggap lebih mengutamakan perlindungan hak-hak investor dan membebankan kewajiban yang besar bagi negara tempat suatu investasi dilakukan (host state). Dalam perkembangannya, sistem ISDS seperti demikian kemudian dikritik dan mendorong upaya reformasi dari negara-negara yang tergabung dalam PBB melalui United Nations Commission on International Trade Law Working Group III (UNCITRAL WG III). Salah satu upaya reformasi yang dilakukan adalah untuk menjawab kritik terkait kurangnya mekanisme untuk menangani counterclaim dari host country yang menjadi pihak tergugat (respondent state) dalam suatu perkara ISDS. Skripsi ini membahas (i) apakah bilateral investment treaty (BIT) Indonesia telah efektif dalam menyediakan counterclaim sebagai mekanisme pembelaan yang dapat digunakan oleh Indonesia dalam menghadapi gugatan arbitrase investasi internasional dan (ii) hal-hal apa saja yang mempengaruhi pertimbangan majelis arbitrase investasi dalam menerima atau menolak counterclaim. Skripsi ini menggunakan metode penelitian doktrinal dengan pendekatan kasus yang menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: pertama, BIT Indonesia belum secara efektif menyediakan counterclaim sebagai mekanisme pembelaan yang dapat digunakan oleh Indonesia dalam forum ISDS karena tiga alasan, yakni (a) eksistensi consent terhadap counterclaim dalam BIT Indonesia masih ambigu; (b) terdapat ketidakpastian hukum terkait kriteria “hubungan yang dekat” antara counterclaim dengan gugatan utama; dan (c) walaupun terdapat ketentuan baru mengenai kewajiban investor, ketentuan tersebut berkontradiksi dengan klausul ISDS yang menutup kemungkinan counterclaim bagi Indonesia. Selanjutnya, terdapat setidaknya empat hal yang menentukan pertimbangan majelis arbitrase untuk menerima atau menolak counterclaim, yakni pertama, cakupan atau ruang lingkup “sengketa” (dispute) berdasarkan BIT yang berlaku; kedua, legal standing untuk mengajukan gugatan arbitrase berdasarkan klausul ISDS; ketiga, klausul applicable law dalam BIT; dan keempat, pasal yang berkaitan dengan kewajiban investor.

The Investor-State Dispute Settlement (ISDS) system is known for its asymmetrical nature, which is deemed to prioritize the protection of investor rights and, on the other hand, impose large obligations on the host state. Over the course of its development, such an ISDS system was later criticized and encouraged reform efforts from the member states of the United Nations through the United Nations Commission on International Trade Law Working Group III (UNCITRAL WG III). One of the reform efforts is aimed to address criticism related to the lack of mechanisms to handle counterclaims from the host country, which is the respondent state in an ISDS case. This thesis discusses (i) whether Indonesia's bilateral investment treaty (BIT) has been effective in providing counterclaims as a defense mechanism that can be used by Indonesia in the face of international investment arbitration claims and (ii) what are the factors that influence the consideration of investment arbitration tribunals in accepting or rejecting counterclaims. This thesis uses a doctrinal research method with a case approach which results in the following conclusions: first, the Indonesian BIT has not effectively provided counterclaims as a defense mechanism that can be used by Indonesia in the ISDS forum for three reasons, namely (a) the existence of consent to counterclaims in the Indonesian BIT is still ambiguous; (b) legal uncertainty pertaining the “close connection” criteria between the counterclaim and the primary claim; and (c) although there are new provisions regarding investor obligations, these provisions contradict the ISDS clause which closes the possibility of counterclaims for Indonesia. Furthermore, there are at least four things that determine the consideration of the arbitral tribunal to accept or reject a counterclaim, namely first, the scope of the “dispute” under the applicable BIT; second, legal standing to file an arbitration claim based on the ISDS clause; third, the applicable law clause in the BIT; and fourth, the existence of a provision relating to investor obligation."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ira Agustina
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1990
S20259
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Thomas Aquinas Dewaranu W.
"Skripsi ini membahas mengenai penerapan valuasi ekonomi sebagai metode penghitungan ganti kerugian terhadap perbuatan melawan hukum yang menyebabkan kerusakan lingkungan. Tulisan ini menjabarkan bagaimana kerugian lingkungan diatur, ditafsirkan dan dikaitkan dengan pertanggungjawaban perdata di Indonesia. Kemudian untuk menaksir nominal yang tepat terhadap kerugian tersebut, skripsi ini melihat dan membandingkan penerapan metode valuasi ekonomi di Amerika Serikat dan Indonesia. Bagaimana kedua metode tersebut diterapkan dan diaplikasikan di kedua negara untuk menaksir nilai ekonomi dari lingkungan hidup dan sumber daya alam. Dari perbandingan ini dapat ditarik kesimpulan bahwa metode valuasi ekonomi untuk lingkungan hidup sudah diterapkan dengan cukup baik di Amerika Serikat baik dalam tatanan yuridis normatif maupun dalam praktek di pengadilan. Sedangkan di Indonesia, metode valuasi ekonomi untuk lingkungan hidup sudah diadopsi dengan baik pada peraturan perundang-undangan namun belum diterapkan dan diaplikasikan secara maksimal dalam praktek di pengadilan.

This thesis explains about implementation of economic valuation as a method in apprising environmental damages caused by tort. This thesis explores the adjustment and the interpretation of environmental damages, and its relation with the environmental civil liability, in regulations and courts in Indonesia. Later, to find out the nominal damages that needs to be covered, this thesis is comparing the economic valuation method implementation in United States of America and Indonesia. How does this method is implemented in both countries, to economically assess the environmental and natural resources value especially for the purpose of legal remedy. The conclusions from this comparative study are: economic valuation method for environmental and natural resources is fairly well implemented in USA, both in the federal acts and regulations and also in judicial practice, while on the other hand, economic valuation method is still poorly implemented in Indonesia, especially in judicial practice.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S62698
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwiyana Novisanti
"Tesis ini membahas upaya pemulihan keuangan negara dari kerugian negara akibat tindak pidana korupsi oleh pegawai negeri sipil khususnya bendahara dalam kerangka hukum administrasi negara. Penelitian ini adalah penelitian yuridis empiris dengan pendeskripsian. Hasil penelitian ini menyarankan agar segera diterbitkan pengaturan lebih lanjut yang tersistematis dari segala aspek hukum mengenai hubungan pelaksanaan hukuman pidana berupa kurungan badan sebagai pengganti pembayaran uang pengganti dengan tuntutan ganti rugi sebagai pemulihan keuangan negara dari kerugian negara dalam kerangka hukum administrasi negara, pimpinan instansi segera memproses tuntutan ganti rugi sesuai mekanisme yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku kepada pegawai negeri sipil (bendahara) yang melakukan perbuatan melawan hukum untuk memulihkan keuangan negara, penyusunan database kasus kerugian negara oleh setiap instansi yang dipantau perkembangan penyelesaian kerugian negara tersebut secara berkelanjutan, dan penuntutan/penagihan ganti rugi kepada penanggung jawab kerugian negara dengan lebih optimal.

This thesis overviews the effort to recover state loss due to corruption, particularly those who are committed by civil servants (treasurer) based on the administrative law concept. This researchis a description of empirical legal study. The results suggest that spesific and systematic regulation should be imposed immediately in accordance to accommodate both of the incarceration penalties as a substitution of compensation penalties which is part of state recovery in administrative law and all perspective of law, head of the state?s institutions should immediately recover the indemnity based on administrative law?s legislation which are related to civil servant (treasurer) who committed an unlawful act, despite the treasurer is or has been incarcerated as a substitution of compensation, the establishment of database related to state loss by every public institution that monitor the development of the country's settlement losses on an ongoing basis, and prosecution / claim back compensation towards those who are responsible for state loss."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
T35557
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kardhika Cipta Binangkit
"ABSTRAK
Penelitian ini berangkat dari permasalahan kontradiksi penerapan hukum antara hukum publik dengan hukum privat pada pelaksanaan kewenangan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam menilai dan/atau menetapkan kerugian negara atas perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pengelola Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Penelitian dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui pelaksanaan dan urgensi atas kewenangan Badan Pemeriksa Keuangan dalam menilai dan/atau menetapkan kerugian negara terhadap pengelola Badan Usaha Milik Negara. Dalam penelitian ini, metodologi yang dilaksanakan adalah penelitian hukum normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan paradigma penyelesaian piutang negara pada BUMN pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 77/PUU-IX/2011 yang mengamanatkan penyelesaian piutang BUMN dilaksanakan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate governance). Penelitian ini menyimpulkan bahwa kewenangan BPK dalam menilai dan/atau menetapkan kerugian negara terhadap pengelola BUMN yang menggunakan prinsip hukum publik dapat menimbulkan kerancuan penerapan hukum dengan prinsip hukum privat yang berlaku pada perusahaan, serta tidak selaras dengan Putusan MK Nomor 77/PUU-IX/2011 yang mengamanatkan penyelesaian piutang BUMN dilaksanakan berdasarkan prinsip perusahaan yang baik (good corporate governance). Perubahan paradigma pengurusan piutang negara pada BUMN juga telah menghilangkan urgensi penilaian dan/atau penetapan kerugian sebagai syarat pencatatan piutang. Meski demikian, kewenangan BPK tersebut tetap memiliki nilai kemanfaatan dalam rangkaian pemeriksaan/pengawasan terhadap keuangan negara untuk terciptanya akuntabilitas pengelolaan dan tanggungjawab keuangan BUMN dalam rangka pengambilan kebijakan strategis, serta dapat menciptakan rasa keadilan bagi para stakeholder.

ABSTRACT
This research departs from the problem of the contradiction in the application of law between public law and private law on the implementation of the authority of the Supreme Audit Institution (BPK) in assessing and / or determining state losses on illegal acts committed by State-Owned Enterprises (SOE) managers. The research was carried out with the aim of knowing the implementation and urgency of the authority of the BPK in assessing and/or determining state losses to the managers of SOE. In this study, the methodology implemented was normative legal research. The results of the study show that there has been a paradigm shift in the settlement of state receivables in SOEs after the Decision of the Constitutional Court (MK) Number 77/PUU-IX/2011 which mandates the settlement of SOE receivables carried out based on the good corporate governance principles. This study concludes that the authority of the BPK in assessing and/or determining state losses to SOE managers who use the principles of public law can lead to confusion in the application of the law with the principles of private law applicable to companies, and not in line with the MK Decision Number 77/PUU-IX/2011 which mandates the completion of BUMN receivables carried out based on the good corporate governance principles. The change in the paradigm of managing state accounts for SOEs has also eliminated the urgency of assessments and/or the determination of losses as a condition for recording accounts. Even so, the BPK's authority still has the value of benefit in a series of checks/oversight of state finances to create accountability for management and financial responsibility of SOEs in the context of strategic policy making, and can create a sense of justice for stakeholders."
2018
T51828
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Yustika Ramadhani
"Perluasan Cakupan Keuangan Negara yang terdapat didalam Pasal 2 huruf g dan i Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara menyebabkan BUMN termasuk kedalam lingkup keuangan negara. Mahkamah Konstitusi dalam Putusannya No. 48/PUU-XI/2013 menguatkan ketentuan Pasal 2 huruf g dan i UU No. 17/2003.
Tesis ini membahas mengenai bagaimana keterkaitan antara manajemen risiko yang diterapkan oleh BUMN dengan risiko kerugian keuangan negara, bagaimana pengaturan mengenai pelaksanaan hedging oleh BUMN di Indonesia sebagai manajemen risiko terhadap risiko kerugian Keuangan Negara dan bagaimana perlindungan hukum bagi BUMN yang melakukan transaksi hedging terhadap risiko kerugian keuangan negara dan beberapa doktrin mengenai keterkaitan kerugian BUMN dengan kerugian keuangan Negara.
Penelitian yang menggunakan metode yuridis normatif ini mengungkapkan bahwa belum adanya kepastian hukum secara normatif mengenai perlindungan hukum terhadap pelaksanaan transaksi Hedging dari risiko kerugian keuangan Negara.

State Financial Coverage Expansion contained in Article 2 letter g and i of Law No. 17 Year 2003 on State Finance causing SOEs included in the scope of state finances. The Constitutional Court in its Decision No. 48 / PUU-XI / 2013 strengthens the provisions of Article 2 letter g and i Law 17/2003.
This thesis describes how the relationship between risk management applied by the state with the risk of financial loss to the state, how the arrangements regarding the implementation of hedging by SOEs in Indonesia as a risk management against losses from State Treasury and how the legal protection of SOEs transactions hedging against the risk of financial loss state and some doctrine of the connection losses of state companies with financial losses of the State.
Research using normative juridical method revealed that the absence of normative legal certainty regarding the legal protection of the implementation of a hedging transaction risk of financial loss to the State.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T45348
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurjaman Arsyad
Jakarta: Intermedia, 1992
336 Ars k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Desca Putra Yana
"Dalam pertanggungjawaban direksi PT Pertamina dalam dugaan persekongkolan tender divestasi dua unit kapal tanker VLCC milik PT Pertamina ini ditinjau dari hukum keuangan publik. Pokok Permasalahan terdapat pada bagaimana kerugian negara yang nyata dan pasti terhadap divestasi dua unit kapal VLCC milik PT Pertamina ditinjau dari hukum keuangan publik. Selain itu dilihat pula bagaimana pertanggungjawaban direksi PT Pertamina terhadap kebijakan melakukan divestasi dua unit kapal VLCC yang ditinjau dari hukum keuangan publik. Penelitian ini adalah penelitian normatif dimana sumber data diperoleh dari data sekunder dan dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kerugian BUMN Persero dalam hal ini adalah PT Pertamina bukanlah kerugian negara yang nyata dan pasti. Selain itu pertanggungjawaban direksi BUMN Persero yang diakibatkan kebijakan direksi tersebut selama bukan melakukan perbuatan melawan hukum bukanlah sebuah kerugian keuangan negara.

The responsibility of board of directors of PT Pertamina in alleged bid rigging of divestment of two VLCC tanker units of PT Pertamina is viewed from public finance law. The main issues are on how a real and certain state loss against divestment of two VLCC tankers owned by PT Pertamina viewed from public finance law. Besides that also seen how the responsibility of board of directors of PT Pertamina policies on the divestment of two VLCC tankers viewed from public finance law. This research is the study of normative where source data obtained from secondary data and analyzed qualitatively. The result showed that the loss of state-owned enterprises (PT Pertamina Persero) is not a real and certain state loss. In addition, the responsibility of board of directors of state-owned enterprises and refines the resulting policies of board of direstors for not doing a tort is not a state financial loss."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S53548
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Matius Suparmoko
Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta, 2000
336 SUP k
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>