Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 211200 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ahmad Irfandi
"Demam berdarah dengue masih menjadi masalah penyakit menular hingga saat ini di Indonesia maupun dunia bahkan telah meningkat 30 kali lipat selama 50 tahun terakhir. Untuk itu diperlukan metode pengendalian yang tepat untuk mengatasi masalah penyakit ini. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak Wolbachia terhadap nyamuk Aedes aegypti, virus Dengue, dan ekologi dengan menggunakan studi literatur dan studi kasus pemanfaatan Wolbachia di Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan desain systematic review. Data bersumber pada 5 database jurnal dan laporan perkembangan kegiatan penelitian Eliminate Dengue Project Yogyakarta ditemukan 22 jurnal penelitian yang sesuai kriteria inklusi. Studi ini menemukan dampak Wolbachia pada nyamuk Aedes aegypti mengakibatkan perubahan sifat pada nyamuk. Terhadap virus dengue, Wolbachia mampu memblok virus sehingga virus tertahan di tubuh nyamuk. Sedangkan terhadap ekologi Wolbachia menyebabkan ketidakcocokan sitoplasma sehingga nyamuk Aedes aegypti ber-wolbachia hanya mampu menghasilkan keturunan dengan strain Wolbachia yang sama dan terjadinya perubahan ekosistem. Kesimpulan dari penelitian ini bahwa Wolbachia berdampak positif terhadap penurunan jumlah virus dalam tubuh nyamuk namun untuk melanjutkan penyebaran Wolbachia di lokasi lain sebaiknya diteliti dampak perubahan ekologi dari lokasi yang telah dilakukannya penyebaran Wolbachia
Dengue hemorrhagic fever is still a problem of infectious disease not only in Indonesia but also in the world and even have increased 30-fold over the last 50 years. It is necessary for appropriate control methods to overcome the problem of this disease. This study aims to analyze the impact of Wolbachia against the mosquito Aedes aegypti, dengue virus, and ecology. This study uses a systematic review of the design. Data sourced at 5 journal databases and reports on the development research activities Eliminate Dengue Project in Yogyakarta discovered 22 research journals that match the criteria of inclusion. The study found the impact of Wolbachia in Aedes aegypti mosquitoes resulted in changes the character. Against dengue virus, Wolbachia is able to block the virus so that the virus retained in the body of the mosquito. While on the ecology of Wolbachia causes cytoplasmic incompatibility so that Aedes aegypti infected can only produce offspring with the same strain of Wolbachia and ecosystem change. The conclusion from this study that Wolbachia have positive impact to reduction virus in the mosquitoe?s body, but to continue the spread of Wolbachia in other locations should examine the impact of ecologycal changes in the site that has done spread of Wolbachia."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
T45629
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuliana Eka Putri
"Model epidemik SIR (Susceptible Infected Recovery) diaplikasikan dalam pembentukan model matematika untuk penyebaran penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dengan intervensi bakteri Wolbachia pada populasi manusia dan nyamuk yang diasumsikan konstan. Model ini dibuat dengan pendekatan deterministik dengan menggunakan persamaan diferensial biasa berdimensi 9. Kajian analitik dan numerik dalam menentukan titik keseimbangan, basic reproduction number, serta kriteria terjadinya endemik yang bergantung pada beberapa parameter dibahas dalam skripsi ini. Dari kajian analitik diperoleh bahwa kestabilan titik keseimbangan endemik pada model bergantung pada basic reproduction number. Simulasi numerik untuk membandingkan dinamik jumlah manusia dan nyamuk yang terinfeksi pada model deterministik diberikan sebagai pendukung untuk interpretasi model.

The SIR (Susceptible Infected Recovery) epidemic model is applied to create a mathematical model of dengue disease transmission with Wolbachia bacteria in human and mosquitos population. This model is created by deterministic approach using a 9-dimensional ordinary differential system. Analytical and numerical analysis on deciding equilibrium points, basic reproduction number, and criteria of endemic occurrence with depend on some parameters will be discussed in this undergraduate thesis. Based on the analytical analysis, endemic equilibrium of the model is depend on basic reproduction number value. Numerical analysis for comparing the dynamic of infected human and mosquitos values of deterministic model is given to support model interpretation."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
S64206
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lilly Haslinda
"Ruang Lingkup dan Cara penelitian :
Bakteri Wolbachia merupakan bakteri intraseluler yang ditemukan didalam cacing filaria. Sebagai endosimbion, wolbachia berperan dalam patogenesis dan efek samping yang timbul setelah pengobatan anti-filaria. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui manfaat pemberian antibiotik, doksisiklin, terhadap penurunan densitas mikrofilaria Brugia malayi dan efek samping pengobatan DEC. Penelitian ini merupakan suatu uji klinis, sebanyak 161 penderita mikroflaremia Brugia malayi dari daerah endemis filaria di Sulawesi Tengah dan Gorontalo ikut dalam pengobatan. Pasien dibagi menjadi 3 kelompok yaitu kelompok ( 1 ) 100mg doksisiklinlhari selama 6 minggu dilanjutkan dengan dosis tunggal placebo DEC-Albendazol setelah 4 bulan pengobatan doksisiklin, (2 ) 100mg doksisiklin/hari selama 6 minggu dilanjutkan dengan 6mglicgBB DEC ditambah 400 mg albendazole setelah 4 bulan pengobatan doksisiklin, dan ( 3 ) 100mg placebo doksisiklinlhari selama 6 minggu dilanjutkan dengan 6mg/kgBB DEC ditambah 400 mg albendazol setelah 4 bulan pengobatan doksisiklin. Darah diambil dari semua pasien sebelum dan sesudah pengobatan sampai satu tahun untuk pemeriksaan parasitologis mengetahui densitas mikrofilaria, pemeriksaan biologi molekuler untuk wolbachia dan pemeriksaan serologi dalam hubungannya dengan efek samping.
Hasil: Satu tahun setelah pengobatan densitas mikrofilaria pada ketiga kelompok menurun pada kelompok doksisiklin+pl DEC-albendazol 98%, kelompok kombinasi doksisiklin+DEC-albendazol 99% dan kelompok DEC-albendazol 94%. Perbandingan angka kesembuhan (amikrofilaremi) pada masing-masing kelompok sebagai berikut: 78% (doksisiklin+pI DEC-Albendazol), 91% (doksisiklin+DEC-Albendazol), dan 23% (DEC-Albendazol). Pasien mengalami efek samping setelah pengobatan lebih banyak pada kelompok DEC albendazol dibanding kelompok yang mendapat pengobatan doksisiklin (p=0.000).
Kesimpulan: Doksisiklin memiliki kemampuan yang baik dalam menurunkan mikrofilaria dan efek samping dalam pengobatan DEC-abendazol pada penderita mikrofilaremi Brugia malayi.

Walbachia bacteria are intracellular bacteria Found in filarial worms. As endosyrnbiont bacteria, Wolbachia contribute to pathogenesis and adverse reactions to antifilarial treatment. The aim of the study was to determine the efficacy of the antibiotic, doxycycline, to reduce the microfilarial density as well as the adverse reactions to DEC treatment. This study is a double blind clinical trial. A total of 161 microfilaremic B. Inalayi patients living in Central Sulawesi and Gorontalo provinces participated in the study, Those patients were divided into 3 treatment groups: (1) 100 mg doxycycline/day for 6 weeks followed by a single dose of placebo DEC-Albendazole after 4 months post doxycycline treatment, ( 2 ) 100 mg doxycyclinelday for 6 weeks followed by a single dose of DEC 6mg/kg BW-albendazole 400 mg after 4 months post doxycycline treatment, and ( 3 ) placebo doxycycline/day for 6 weeks followed by a single dose of DEC 6mg/kg BW-albendazole 400mg after 4 months post doxycycline treatment. The blood samples were taken from all patients before and after treatment until 1 year. The samples were tested for the presence of mf, Walbachia DNA and IL6 in relation to adverse reactions of DEC treatment. The result showed that the mf density decreased in all treatment groups after one year post treatment (98% in doxycyclinepl.DEC-albendazole group, 99% in doxycycline-DEC-albendazole group, and 94% in doxycyline-pl.DEC-albendazole) compared to pre treatment. The percentage of cure rate (amicrofilaremic) was higher in the doxycycline treatment groups (78% in doxycyclinepl.DEC-albendazole group, 91% in doxycycline-DEC-albendazole group) compared to the DEC alone (23% in pl. doxycycline-DEC-albendazole). The number of patients experiencing the adverse reactions after DEC treatment was higher in the DEC-albendazole group compared to the doxycycline group (p=0.000). In this study, doxycycline was proved to have a good efficacy in reducing mf density as well as adverse reactions to DEC treatment in microfilaremic Brugia malayi patients."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lilly Haslinda
"Bakteri Wolbachia merupakan bakteri intraseluler yang ditemukan didalam cacing filaria. Sebagai endosimbion, wolbachia berperan dalam patogenesis dan efek samping yang timbul setelah pengobatan anti-filaria. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui manfaat pemberian antibiotik, doksisiklin, terhadap penurunan densitas mikrofilaria Brugia malayi dan efek samping pengobatan DEC. Penelitian ini merupakan suatu uji klinis, sebanyak 161 penderita mikrofilaremia Brugia malayi dari daerah endemis filaria di Sulawesi Tengah dan Gorontalo ikut dalam pengobatan. Pasien dibagi menjadi 3 kelompok yaitu kelompok ( 1 ) 100mg doksisiklin/hari selama 6 minggu dilanjutkan dengan dosis tunggal placebo DEC-Albendazol setelah 4 bulan pengobatan doksisiklin, ( 2 ) 100mg doksis/klin/hari selama 6 minggu dilanjutkan dengan 6mg/kgBB DEC ditambah 400 mg albendazole setelah 4 bulan pengobatan doksisiklin, dan ( 3 ) 100mg placebo doksisiklin/hari selama 6 minggu dilanjutkan dengan 6mg/kgBB DEC ditambah 400 mg albendazol setelah 4 bulan pengobatan doksisiklin. Darah diambil dari semua pasien sebelum dan sesudah pengobatan sampai satu tahun untuk pemeriksaan parasitologis mengetahui densitas mikrofilaria, pemeriksaan biologi molekuler untuk wolbachia dan pemeriksaan serologi dalam hubungannya dengan efek samping. Satu tahun setelah pengobatan densitas mikrotilaria pada ketiga kelompok menurun pada kelompok doksisikIin+pl DEC-albendazol 98%, kelompok kombinasi doksisiklin+DEC-albendazol 99% dan kelompok DEC-albendazol 94%. Perbandingan angka kesembuhan (amikrohlaremi) pada masing-masing kelompok sebagai berikut: 78% (dokslsiklin+p| DEC-Albendazol), 91% (doksisiklin+DEC-Albendazol), dan 23% (DEC-Albendazol). Pasien mengalami efek samping setelah pengobatan lebih banyak pada kelompok DEC albendazol dibanding kelompok yang mendapat pengobatan doksisiklin (p=0.000). Doksisiklin memiliki kemampuan yang baik dalam menurunkan mikrofilaria dan efek samping dalam pengobatan DEG-abendazol pada penderita mikrofilaremi Brugia malayi.

Wolbachia bacteria are intracellular bacteria found in filarial worms. As endosymbiont bacteria, Wolbachia contribute to pathogenesis and adverse reactions to antifilarial treatment. The aim of the study was to determine the efficacy of the antibiotic, doxycycline, to reduce the microfilarial density as well as the adverse reactions to DEC treatment. This study is a double blind clinical trial. A total of 161 microfilaremie B. malayi patients living in Central Sulawesi and Gorontalo provinces participated in the study. Those patients were divided into 3 treatment groups: ( 1 ) 100 mg doxycycline/day for 6 weeks followed by a single dose of placebo DEC-Albendazole after 4 months post doxycycline treatment, ( 2 ) 100 mg doxycycline/day for 6 weeks followed by a single dose of DEC 6mg/kg BW-albendazele 400 mg after 4 months post doxyeycline treatment, and ( 3 ) placebo doxycycline/day for 6 weeks followed by a single dose of DEC 6mg/kg BW-albendazole 400mg after 4 months post doxycycline treatment. The blood samples were taken from all patients before and after treatment until 1 year. The samples were tested for the presence of mf; Wolbachia DNA and IL6 in relation to adverse reactions of DEC treatment. The result showed that the mf density dcereased in all treatment groups after one year post treatment (98% in dexycycline-pl.DEC-albendazole group, 99% in doxyeycline-DEC-albendazole group, and 94% in doxyeyline-pl.DEC-albendazolc) compared to pre treatment. The percentage of cure rate (amierotilaremie) was higher in the doxyeyeline treatment groups (78% in doxycycline-pl.DEC-albendazole group, 91% in doxycycline-DEC-albendazole group) compared to the DEC alone (23% in pl. doxyeycline~DEC-albendazole). The number of patients experiencing the adverse reactions after DEC treatment was higher in the DEC-albendazole group compared to the doxycycline group (p=0.000). In this study, doxycycline was proved to have a good efficacy in reducing ml' density as well as adverse reactions to DEC treatment in microfilaremic B.malayi patients."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T16242
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zendri Setiawan Dasopang
"

Nyamuk adalah vektor utama dari penyakit yang mengancam jiwa manusia seperti demam berdarah, chikungunya, demam kuning dan Zika. Dalam beberapa tahun terakhir terdapat metode pengendalian penyakit yang disebabkan vektor nyamuk selain penyemprotan pestisida, telah dikembangkan metode baru dengan melepaskan nyamuk pembawa bakteri Wolbachia ke lingkungan untuk menginfeksi populasi nyamuk liar sehingga dapat memutus penularan penyakit. Alternaltif lain yaitu dengan menggunakan biolarvasida untuk membunuh nyamuk. Biolarvasida berasal dari bahan - bahan alami yaitu tumbuhan (nabati) atau dengan pemanfaatan bakteri. Pada skripsi ini, dikonstruksi model pertumbuhan nyamuk dengan intervensi Wolbachia dan biolarvasida. Populasi nyamuk dibagi menjadi dua, yaitu populasi nyamuk yang terinfeksi Wolbachia dan populasi nyamuk sehat. Kajian analitik terkait proses non-dimensionalisasi, eksistensi dan kestabilan titik keseimbangan dilakukan terhadap model. Berdasarkan kajian analitis yang dilakukan, diperoleh empat buah titik keseimbangan yang dimiliki oleh model ini. Beberapa simulasi numerik dilakukan untuk mendukung hasil kajian analitik dan memberikan interpretasi secara visual, salah satunya yaitu simulasi autonomous untuk rasio antara laju kematian nyamuk terinfeksi dengan laju kematian nyamuk sehat (delta>1) menginterpretasikan mampu menurunkan jumlah kedua populasi nyamuk dan juga biolarvasida sehingga dapat berpengaruh besar dalam meminimalkan penyebaran penyakit.

 


Mosquitoes are primary vectors of life-threatening diseases such as dengue fever, chikungunya, yellow fever and Zika. In recent years there are methods of controlling diseases caused by mosquito vectors in addition to spraying pesticides, a new method has been developed by releasing mosquitoes carrying bacteria Wolbachia into the environment to infect wild mosquito populations so as to cut off transmission of disease. Another alternative is to use biolarvicide to kill mosquitoes. Biolarvicide comes from natural ingredients, namely plants (vegetable) or by the use of bacteria. In this thesis, a mosquito growth model is constructed with Wolbachia and biolarvicide intervention. Mosquito population is divided into two, namely infected mosquito population Wolbachia and healthy mosquito population. Analytical studies related to the non-dimensionalization process, the existence and stability of the equilibrium points were carried out on the model. Based on an analytical study that has been carried out, obtained four equilibrium points shown by this model. Some numerical simulations are given to support the results of analytic studies and provide visual interpretation. one of which is autonomous simulation for the ratio between the mortality rate of infected mosquitoes and the mortality rate for healthy mosquitoes (delta>1) interpreted as being able to reduce the number of populations of both mosquitoes and biolarvicides so that it can have a major effect on minimize the spread of disease.

 

"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fajar Nugraha
"Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah suatu infeksi virus sistemik, yang ditularkan antarmanusia dengan perantaraan nyamuk Aedes. Saat ini, DBD merupakan vector-borne disease dengan tingkat penyebaran tercepat di dunia dan tingkat prevalensi tertinggi di wilayah tropis dan subtropis. Indonesia menempati urutan kedua tertinggi jumlah kasus DBD di antara 30 negara endemis DBD di dunia. Provinsi DKI Jakarta dan Provinsi Jawa Barat berkontribusi sebesar 33% dari total kasus DBD di seluruh Indonesia pada periode 1999-2018, sedangkan Provinsi Bengkulu merupakan peringkat terendah jumlah kasus DBD. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh faktor iklim terhadap jumlah kasus DBD di periode 1999-2018.Penelitian ini menggunakan disain studi ekologi time-trend dengan kriteria inklusi yaitu kabupaten/kota yang di wilayah administrasinya terdapat stasiun pemantau cuaca Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dengan seluruh wilayah administrasinya berada di dalam wilayah radius 15km dari titik lokasi stasiun pemantau cuaca BMKG. Kasus DBD tertinggi Kota Bandung dan Kota Bengkulu terjadi di periode Januari-Februari, sedangkan Kota Administrasi Jakarta Pusat terjadi di periode Maret-April-Mei. Curah hujan tertinggi Kota Bandung dan Kota Bengkulu terjadi di periode November-Desember, sedangkan Kota Administrasi Jakarta Pusat terjadi di periode Januari-Februari-Maret. Suhu udara tertinggi Kota Administrasi Jakarta Pusat dan Kota Bandung terjadi di periode September-Oktober, sedangkan Kota Bengkulu terjadi di periode April-Mei. Kelembaban udara tertinggi Kota Bandung dan Kota Bengkulu terjadi di periode November-Desember, sedangkan Kota Administrasi Jakarta Pusat terjadi di periode Januari-Februari. Terdapat hubungan yang signifikan (nilai-p<0,05) antara curah hujan dengan kasus DBD pada lag 2 bulan di Kota Administrasi Jakarta Pusat (15 tahun), Kota Bandung (13 tahun) dan Kota Bengkulu (3 tahun). Terdapat hubungan yang signifikan (nilai-p<0,05) antara suhu udara dengan kasus DBD pada lag 2 bulan di Kota Administrasi Jakarta Pusat (10 tahun), Kota Bandung (2 tahun) dan Kota Bengkulu (2 tahun). Terdapat hubungan yang signifikan (nilai-p<0,05) antara kelembaban relatif dengan kasus DBD pada lag 2 bulan di Kota Administrasi Jakarta Pusat (13 tahun), Kota Bandung (10 tahun) dan Kota Bengkulu (2 tahun).

Dengue is a systematic viral infection, which is transmitted between humans by the Aedes mosquito. Currently, dengue is the fastest spreading vector-borne disease in the world and the highest prevalence rate di the tropical and subtropical regions. Indonesia ranks the second highest in dengue cases among 30 dengue endemic countries in the world. DKI Jakarta and West Java Provinces contributed approximately 33% of the total dengue cases throughout Indonesia in the 1999-2018 period, while Bengkulu Province ranks the lowest for the number of dengue cases within the same period. This study aims to find the effects of climate factors to the number of dengue case in 1999-2018 period. Time-trend ecologic study design is conducted in this research. The inclusion criteria for the district or city to be selected as sample study, is that the district or city must have at least one weather station within its administrative area, and that the whole administrative area (100%) of the district or city must be within 15 kilometers radius from the location of the weather station. The highest number of dengue case in Bandung City and Bengkulu City occurred in January-February period, while in the Administrative City of Central Jakarta occurred in March-April-May period. The highest rainfall in Bandung City and Bengkulu City occurred in November-December period, while in the Administrative City of Central Jakarta occurred in January-February-March period. The highest temperature in the Administrative City of Central Jakarta and Bandung City occurred in September-October period, while in Bengkulu City occurred in April-May period. The highest relative humidity in Bandung City and Bengkulu City occurred in November-December period, while in the Administrative City of Central Jakarta occurred in January-February period. Rainfall is significantly associated (pvalue<0.05) with the number of dengue case at 2-months lag in the Administrative City of Central Jakarta (15 years), Bandung City (13 years) and Bengkulu City (3 years). Temperature is significantly associated (pvalue<0.05) with the number of dengue case at 2-months lag in the Administrative City of Central Jakarta (10 years), Bandung City (2 years), and Bengkulu City (2 years). Relative humidity is significantly associated (pvalue<0.05) with the number of dengue case at 2-months lag in the Administrative City of Central Jakarta (13 years), Bandung City (10 years), and Bengkulu City (2 years)."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Krianto
"Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) yang ditemukan pada tahun 1968 di Surabaya dan Jakarta, cenderung terus meningkat. Bahkan kenaikan jumlah kasus tahun 2007 dibandingkan tahun 2006 mencapai lebih dari 40%. Apabila tahun 2006 jumlah kasusnya sekitar 111.000, namun tahun 2007 mencapai lebih dari 150.000 kasus dengan kematian yang diakibatkannya lebih dari 1000 orang. Di Kota Depok jumlah kasusnya juga terus meningkat, dari 312 kasus (1997), 1838 kasus (2006) dan tahun 2007 mencapai 2956 kasus. Semua kelurahan sudah endemis demam bardarah. Strategi premosi kesehatan di kemunitas kurang berhasil menurunkan jumlah kasus demam berdarah. Untuk itu upaya promosi penanggulangan DBD perlu dilakukan melalui sekolah.
Tujuan penelitian ini adalah menilai pengaruh promosi kesehatan yang dilengkapi dengan pemeriksaan jentik berkala terhadap perilaku pengendalian vektor dengue pada murid sekolah dasar negeri (SDN) kelas III, IV dan V di Kota Depok. Dengan demikian, hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan terhadap upaya mengendalikan penyakit demam berdarah, khususnya di Kota Depek.
Disain penelitian ini adalah eksperimen, yang diikuti 642 murid dan 642 ibu. Intervensi yang diberikan pada kelompok perlakuan terdiri dari pelatihan, pendampingan, kampanye serta pemeriksaan jentik berkala. Analisis data secara kuantitatif dilakukan untuk melihat perbedaan antar pengukuran dan antar kelompek terhadap: a) rerata nilai pengetahuan, sikap dan praktek (KAP), dan b) indeks jentik. Untuk itu dilakukan beberapa tahap analisis bivariat dan multivariat selaras dengan tujuan penelitian serta sifat datanya. Untuk memperkaya penjelasan terhadap temuan penelitian kuantitatif dilakukan penelitian kualitatif.
Intervensi promesi kesehatan dan PJB-AS (pemeriksaan jentik berkala anak sekolah) ternyata meningkatkan KAP anak sekelah sebesar 4,25 - 10,28% (p
Sejalan dengan perubahan KAP pada murid, secara umum pengetahuan ibu tentang vektor, gejala DBD dan cara pengendalian vektor meningkat sebesar 4,15 - 12,82%. Sikap ibu berupa rencana tindakan rnenyampaikan informasi tentang demam berdarah kepada suami/anggota keluarga meningkat sebesar 7,84%. Praktek ibu memeriksa habitat perkembangbiakan Ae. aegypri rneningkat sebesar 4,8 5%.
Indeks jentik juga menurun cukup tajam pada kelompok perlakuan. Pada awal penelitian, CI, BI kelompok perlakuan jauh lebih tinggi daripada kelompok kontrol, namun pada akhir penelitian, CI kelompok perlakuan turun 29,02% (p=0,00l), BI turun 20,83% (p=0,00l). Pada kelompok kontrol, CI dan BI juga turun, namun persentasenya rendah yaitu 3,83-8,65%. Uji regressi logislik berganda memberikan gambaran bahwa faktor yang berkontribusi pada CI di awal penelitian adalah praktek ibu mengendalikan vektor, namun pada akhir penelitian, faktor yang berhubungan dengan CI adalah sikap murid. Uji diskriminan yang dilakukan menunjukkan jika sikap murid positif maka CI turun, demikian pula sebaliknya.
Hasil penelitian ini menunjukkan, bahwa intervensi promosi kesehatan yang dilengkapi dengan pemeriksaan jentik secara berkala terbukti efektif meningkatkan pengetahuan, sikap dan praktik (KAP) anak sekolah dan ibu rumah tangga dalam pengendalian vektor DBD, sekaligus menurunkan indeks jentik, utamanya CI dan BI.
Oleh karenanya strategi ini perlu segera direplikasikan pada wilayah-wilayah lain di Kota Depok, dalam rangka menurunkan jumlah kasus demam berdarah. Unluk itu, komitmen pemerintah kota sangat penting untuk menjamin sustainabilitas program. Beberapa bentuk komitmen yang dibutuhkan yaitu: a) aktivasi dan revitalisasi kelompok kerja operasional DBD di tingkat kota, b) menginduksikan muatan penanggulangan DBD ke dalam mata ajaran ilmu pengetahuan alam (IPA) serta rnelengkapinya dengan aktivitas memeriksa jentik berkala, c) mengembangkan jejaring dan koordinasi lintas sektor untuk supervisi dan monitoring program. Apabila akan dilakukan replikasi atau pengembangan atas penelitian ini, maka beberapa hal perlu dipertimbangkan, yaitu: a) menambah muatan substantif, b) memasukkan pertimbangan kualitatif dalam menilai kesetaraan antar kelompok pada eksperimen komunitas, c) menggunakan indikator jentik yang lebih sensitif misalnya indeks pupa, d) melakukan pengukuran terhadap kondisi lingkungan yang diprediksi mempengaruhi perkembangbiakan nyamuk.

Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) disease where was found in 1968 at Surabaya and Jakarta tend to increase, moreover the improvement of cases in 2007 compared with 2006 reached more than 40%. When in 2006, the case number was about 111,000, however in 2007 reached over than 150,000 cases, where the death that resulted more than 1,000 people. In Depok Mtuticipality the number of its cases also increased, from 312 cases (1997), 1,838 cases (2006), and in 2007 has reached 2,956 cases. All the Villages in Depok Municipality have been Dengue Hemorrhagic Fever endemic area. Health promotion strategy in community less success in decreasing the number of Dengue Hemotrhagic Fever cases, so that the health promotion to overcome the DHF should be done through schools.
The objective of this research is to assess the impact of health promotion provided with larva inspections at periodic to behavior of dengue vector control on schoolchildren of State Elementary School (SDN), grades lil, IV, and V at Depok Municipality. So, the result of this research could give contribution to effort in controlling of DHF disease, especially at Depok Municipality.
The design of this research is experiment, it was followed by 642 schoolchildren, 642 mothers, intervention gave to Intervention Group consist of training, adjacent, campaign and also inspection of larva at periodically. Data analysis quantitatively conducted to see thc difference between Control and Intervention groups to: a) average knowledge, attitude, and practice (KAP) assessment, b) larva index. It was conducted some phase analysis of bivariate and multivariate to meet with the objective of this research, and also the nature of its data. To enrich clarification to quantitative research finding, it was also conducted qualitative research.
Health promotion intervention and PIB-AS (periodically larval inspection by schoolchildren), in the reality improved KAP to schoolchildren as many as 4.25-10.28% (p<0.05), and to knowledge and attitude of mothers as many as 2.21-12.72% (p<0.05). Knowledge of schoolchildren changing significantly (p<0.05) was on vector increased (7.58%), and on dengue symptom increased (5.32%) Schoolchildren attitude changing significantly (p<0.05) that is on the seriousness of disease, effectiveness of vector control (PSN 3M Plus), and plan of action increased as many as 2.29-11.62%. Schoolchildren practice on vector control (PSN 3M Plus), and check potential habit of propagation of mosquito as many as 8.24-1 l.l5%. Qualitative study was found: a) larva inspection was new and fun activity, b) dtuing intervention female schoolchildren were more serious than male, e) active learning approach in the school health promotion was more favorable and appropriateness.
In line with the changing on KAP of schoolchildren, in general, knowledge of mothers on vector, symptom of DHF, and vector control method increased as many as 4.15-12.82% Mothers' attitude in the form of action plan to inform the information on DHF to husband or to family member increased as many as 7.84%. Mothers? practice to check habitat propagation of A e. aegypri increased as many as 4.85%.
Larva index also decreased significantly on Intervention Group. In the early research, CI, and BI of Intervention Group much higher than Control Group, however by the end of research, CI of Intervention Group decreased as many as 29.02% (p=0.00l), BI decreased as many as 20.83% (p=0.00l). On Control Group, CI and BI also decreased, however the percentage was low only 3.83-8.65%. Based on Multiple Logistic Regression Test shown that the factors which have contributed to Cl is schoolchildren attitude. Discriminant test which is conducted shovm that, if the schoolchildren attitude positive, so the CI is decreased, it also do on the vise verse.
The result of this research indicated that health promotion intervention provided with larva inspection at periodically, it gave proven in increasing the knowledge, attitude, and practice (KAP) of schoolchildren and mothers effectively in controlling the vector DHF, along with degraded the larva index, especially Cl and BI.
For the reason, this strategy should immediately replicate to other regions at Depok Municipality, in order to degrade the case number of DHF. Thus, commitment of the Authority of Depok Municipality is very important to guarantee the sustainability of the program. There are several kinds of commitments required, those are: a) activate and revitalization of working group on DHF in the level Municipality, b) integrate material of overcoming the DHF to the subject of Natural Science, it also provided with activity on larva inspection periodically, c) develop the networking and coordination of multi sectors in supervising and monitoring the program. If the replication will be conducted or developed to this research, there many factors should be considered, those are: a) add the substantive material, b) include consideration of qualitative in assessing the equivalence between those groups on community experiment, c) use larva indicator which is more sensitive, for example index pupa, d) conduct the measurement on condition of the environmental, which is predicted influence to mosquito propagation.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
D931
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dania, Ira Aini
"Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui gambaran penyakit dan vektor Demam Berdarah (DBD) dengan menggunakan metode tinjauan literatur (library research). Dari pembahasan dapat disimpulkan bahwa sejauh ini dikenal dua jenis vektor DBD yaitu nyamuk Aedes aegypti dan Ae. albopictus. Siklus normal infeksi DBD terjadi antara manusia - nyamuk Aedes - manusia. Dari darah penderita yang dihisap, nyamuk betina dapat menularkan virus DBD setelah melewati masa inkubasi 8-10 hari yang membuat virus mengalami replikasi (perbanyakan) dan penyebaran yang berakhir pada infeksi saluran kelenjar ludah sehingga nyamuk menjadi tertular selama hidupnya. Sejauh ini karena DBD merupakan penyakit virus, maka tidak ada pengobatan untuk menghentikan atau memperlambat perkembangan virus ini. Pengobatan hanya dapat dilakukan dengan cara simptomatis yaitu menghilangkan gejala-gejala yang terlihat setiap penderita. Cairan bisa diberikan untuk mengurangi dehidrasi dan obat-obatan diberikan untuk mengurangi demam, serta mengatasi perdarahan."
Universitas Dharmawangsa, 2016
330 MIWD 48 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Kavana Iman Ramadhan
"Demam berdarah dengue merupakan salah satu penyakit berbasis lingkungan yang masih menjadi permasalahan serius di seluruh daerah di dunia. DBD disebabkan oleh virus dengue yang di bawa oleh nyamuk Aedes aegypti sebagai vektor utama dan aedes albopictus sebagai vektor sekunder dan ditularkan melalui gigitan nyamuk tersebut. Berdasarkan data BPS Provinsi Kalimantan Timur pada tahun 2019 Provinsi Kalimantan Timur mencatat terdapat 6723 kasus DBD dan Kota Balikpapan menjadi penyumbang terbesar dengan 1838 kasus. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan faktor iklim (suhu udara, kelembaban, dan jumlah hari hujan), sosio-demografi (kepadatan penduduk), dan upaya pengendalian vektor (Angka Bebas Jentik) dengan insidens DBD di Kota Balikpapan Tahun 2017-2021. Penelitian ini menggunakan desain studi ekologi dengan data sekunder yang bersumber dari Laporan DBD Dinas Kesehatan Kota Balikpapan dan Balikpapan dalam Angka oleh BPS Kota Balikpapan. Rata-rata IR DBD selama 5 tahun di Kota Balikpapan adalah 122 per 100.000 penduduk, paling tinggi di Kecamatan Balikpapan Tengah dan paling banyak dialami oleh kelompok umur <15 tahun. Variabel ABJ berhubungan signifikan secara statistik dengan insidens DBD (nilai p = 0,031) dan setiap kenaikan 1% ABJ akan menurunkan angka insidens DBD sebesar 7,795 per 100.000 penduduk (nilai b = -7,795). Penelitian ini diharapkan dapat menjadi landasan evaluasi untuk mengendalikan penyebaran DBD di Kota Balikpapan dengan aktif melaksanakan Pemberantasan Sarang Nyamuk terutama di lingkungan sekolah.

Dengue hemorrhagic fever is an environmental-based disease which is still a serious problem in all regions of the world. DHF is caused by the dengue virus which is carried by Aedes aegypti as the main vector and Aedes albopictus as the secondary vector and is spread through the bite of these mosquitoes. Based on BPS, in 2019 the Province of East Kalimantan recorded 6723 cases of DHF and Balikpapan City was the largest contributor with 1838 cases. This study aims to determine the relationship between climatic factors (air temperature, humidity, and number of rainy days), socio-demographics (population density), and vector control efforts (larva free index) with DHF incidence in Balikpapan City in 2017-2021. This study uses an ecological study design with secondary data sourced from the DHF report of Balikpapan City Health Offices and “Balikpapan dalam Angka” by Central Bureau of Statistics of Balikpapan City. The average DHF IR for 5 years in Balikpapan City is 122 per 100,000 population, the highest in Balikpapan Tengah District and most commonly experienced by the age group <15 years. The larva free index (LFI) variable has a statistically significant relationship with the incidence of DHF (p value = 0.031) and every 1% increase in ABJ will reduce the incidence of DHF by 7,795 per 100,000 population (b value = -7,795). This research is expected to be the basis for evaluation to control the spread of DHF in the City of Balikpapan by actively carrying out the Eradication of Mosquito Nests, especially in the school environment."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Samsul Bahri
"Malaria merupakan penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan di dunia. diperkirakan ± 1,5 juta - 2.7 juta jiwa meninggal setiap tahunnya. Di Indonesia Pada tahun 2002 dilaporkan ada 15 juta kasus klinis. Dilaporkan bahwa dibeberapa daerah malaria masih endemis terutama daerah terpencil dan sebagian besar penderitanya dari goIongan ekonomi lemah. Dari 2 I kabupaten /kota di NAD,66 6% merupakan daerah endemis malaria. Kabupatcn Aceh Tenggara yang merupakan daerah pegunungan dengan jarak 900 km dari ibu kota provinsi selama empat tahun berturut-turut megalami kenaikan kasus malaria. Pada tahun 2003 teroatat 741 kasus, 2004 tercatat 531 kasus, 2005 tercatat 1.112 kasus dan 2006 tercatat l.787 kasus kejadian malaria. Perhatian dunia terhadap malaria cukup besar. Hal ini ditandai dengan penandatanganan perjanjian antara Global Fund, pemerintah Jerman dan pemerintah Indonesia yang berbunyi menghapus hutang Indonesia sebesar 50juta euro (600 milyar) dengan syarat setengah dari dana tersebut digunakan untuk program pemberantasan penyakit menular termasuk malaria. Program pemberantasan penyakit malaria merupakan palayanan esensial yang harus disubsidi oleh pemerintah dalam upaya mencapai ?kesehatan untuk semua? (health for all) sesuai dengan kemampuan Negara Indonesia. Diharapkan Dinas Kesehatan Kaabaupaten dapat mempengaruhi para pengambil keputusan di daerah untuk mendapaatkan prioritas dana APBD Kabupaten guna membiayai program malaria. Penelitian ini ingin melihat anggaran program pemberantasan penyakit malaria di Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Tenggara pada tahun 2005 s/d 2007 dimulai dari proses perencanaan penerimaan anggaran dari berbagai sumber peruntukan anggaran tersebut, siapa pegelolanya dan bagaimana dukungan pemangku kepentingan. Penelitian ini merupakan penelitian operasional dengan pendekatan kualitatif dan kuantitalif yang bersifiat deskriftif. Hasil penelitian menemukan pembiayaan program pemberantasan penyakit malaria di Dinas Kesehatan Kabupeten Aceh Tenggara pada tahun 2005 sld 2007 menunjukan hanya terdapat dua sumber yaitu ABPD Kab dan BLN yang jumlahnya cenderung naik yaitu tahun 2005 Rp 314,480.000, tahun 2006 Rp 444.380.000 dan tahun 2007 Rp 2.806.450.000. Pembiayaan operasional hampir tidak ada perubahan dari tahun ketahun. Komponen biaya terbesar adalah pemberian kelambu sebesar Rp. 2.512.200.000. Biaya untuk kuratif sangat sedikit yaitu hanya Rp 86.970.000. selama tahun 2005 s/d 2007. Dari hasil wawancara mendalam dengan peieabat terkait diperoleh gambaran bahwa keinginan mereka untuk memberantas: penyaki.t malaria cukup tinggi hanya saja belum diikuti dengan jumlah anggaran. Penelitian ini menyarankan agar pengelola Program pemberantasan penyakit malaria Dinas Kesahatan Kabupaten Aceh Tenggara lebih aktif lagi mencari sumber pembiayaan lain, tidak hanya bertumpun pada sumber yang ada sekarang dengan cara membuat perencanaan yang tepat dan melakukan advocasi ke pemerintah daerah.

Malaria is a communicable disease that is still be one of health problem throughout tbe world. There are estimated ± I ,5 - 2,7 million people died every year because of malaria. It has been reported that there were 15 miliion cases in Indonesia in 2002. Malaria is still be an endemic disease in rural area and most of patients are the poor people. There are 21 districts in NAD and 66 6%malatia. Aceh Tenggara District is a mountainous area in the distance of 900 km from capital city. For 4 years malaria cases increased year to year. In 2003, it was recorded that there were 741 cases, 842 cases in 2004, !.!12 cases in 2005 and 1.787 cases in 2006. The international contribution toward malaria is great enough. The MOU bertween global fund, German and Indonesia has been signed, it stated they agreed to eliminate Indonesia debt at anount 50 million Euro (600 million) with a specific condition that half of that loan should be used to eliminate communicable disease including malaria. Malaria elimination program is an essential service subsidized by government to achieve "health for all" in accordance with government ability. It's expected that District Health Office (Dinas Kesehatan Kabupaten) could influence the district policy stake holder to get a priority budget from Annual district budget called ?APBD? for malaria program This study was aimed to describe the budget of malaria program in district health office in Aceh Tenggara in 2005 to 2007. This study enrolled the planning budgeting process, financing sources, agent, provider and beneficiary for malaria program. This study was on descriptive operational study with qualitative and quantitative approaches. The results of study showed that the sources of fund are District APBD and BLN. The funding tends to increase from Rp. 314.480.000 in 2005, Rp. 444.380.000 in 2006 to Rp. 2.806.450.000 in 2007. The major component of 1hat funding waspurchasing mosquito net and it cost 2.512.200.000. Curative funding component is only 86.970.000 from 2005 to 2007. The result of study recommended 1hat the District Hea1th Office ( Dinkes ) ofAceh Tenggara should proactively find others potential resources, not only depending on the available resourcesby making a better planning process and advocate district government."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
T20807
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>