Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 209686 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Diana Octavia Handayani
"Pembatalan Perkawinan merupakan hal yang awam bagi masyarakat umum, oleh karena itu hal ini menarik untuk dibahas. Salah satu kasus yang terjadi adalah di semarang dimana pembatalan perkawinan diputuskan dengan Putusan Pengadilan Tinggi Agama Nomor 91/Pdt.G/2005/PTA.Smg yang membatalkan perkawinan antara Yapto Hendarsono dan Eko Yuliani yang telah dikaruniai 2 (dua) orang anak. Kemudian berdasarkan Putusan tersebut maka diajukan permohonan untuk penghapusan nama Yapto Hendarsono dari akta kelahiran dan di izinkan dengan dikeluarkannya Penetapan Pengadilan Negeri semarang Nomor 23/Pdt.P/2006/PN.Smg.
Metode pendekeatan yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode yuridis normatif. Dengan adanya pencoretan nama ayah dari akta kelahiran maka status anak tersebut menjadi anak ibu,dan hanya memiliki hubungan hukum dengn ibunya, sehingga dalam kasus ini perlindungan hukum terhadap anak sehubungan dengan pembatalan perkawinan kedua orangtuanya tersebut menjadi tidak terpenuhi dan bertentangan dengan peraturan yang berlaku. Seharusnya pemerintah sebagai aparatur negara dapat menjalankan fungsi peradilan dengan lebih baik, prosedur yang dipermudah dan biaya yang terjangkau. Dan pemerintah seharusnya memberikan penyuluhan hukum agar masyarakat lebih paham akan hukum dan sadar hukum.

Cancellation of Marriage is a common thing for the general public, therefore it is interesting to discuss. One case is in Semarang where the cancellation of the marriage was decided by the High Court of Religion No. 91 / Pdt.G / 2005 / PTA.Smg the consequences of the marriage between Yapto Hendarsono and Eko Yuliani who has been blessed with two (2) children. Then based on the verdict then filed a request for deletion of name Yapto Hendarsono of a birth certificate and authorized by the Semarang District Court Ruling No. 23 / Pdt.P / 2006 / PN.Smg.
The method used in this paper is a normative juridical methods. With the deletion of the names of his father's birth certificate, the status of the child into the child's mother, and only has a legal relationship with the mother, so in this case the legal protection of children in connection with the cancellation of the marriage of his parents become unfulfilled and contrary to regulations. Should the government as the state apparatus can perform the judicial function better, the procedure easy and affordable cost. And the government should provide legal counseling so that more people understand the law and litigious."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T46447
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Benita Beryl Budiyani
"Permohonan pengesahan anak luar kawin merupakan suatu upaya untuk memperbaharui status seorang anak luar kawin menjadi anak sah. Selama ini, permohonan pengesahan anak diajukan ke Pengadilan oleh ayah dan ibu dari seorang anak yang ingin disahkan. Namun, pada praktiknya terdapat seorang anak luar kawin yang mengajukan permohonan ke Pengadilan untuk menetapkan status anak sah kepada dirinya sendiri. Permohonan tersebut terlihat dalam Penetapan No. 36/Pdt.P/2020/PN.JKT.PST. yang kemudian dimohonkan upaya kasasi dalam Putusan No. 3561 K/Pdt/2020. Upaya permohonan pengesahan anak di Indonesia diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan sebagaimana yang diubah oleh Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, dan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam. Namun, permohonan pengesahan anak luar kawin yang diajukan oleh dirinya sendiri memiliki keterkaitan dengan adanya hubungan perdata yang dimiliki anak luar kawin kepada ayah dan/atau ibunya. Setelah Putusan Mahkamah Konstitusi No. 46/PUU-VIII/2010 atas uji materiil Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagaimana yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan diberlakukan, anak luar kawin mempunyai hubungan perdata dengan ibu dan laki-laki yang berhubungan darah dengannya beserta masing-masing keluarga mereka. Tulisan ini membahas mengenai pengaturan permohonan pengesahan anak yang diajukan oleh anak luar kawin terhadap dirinya sendiri menurut peraturan perundang-undangan di Indonesia dengan menggunakan metode analisis yuridis-normatif, khususnya pada pertimbangan hukum yang diterapkan dalam Putusan 3561 K/Pdt/2020.

An application for legalization of a child out of wedlock is an attempt to renew the status of a child out of wedlock to become a legitimate child. So far, applications for child authorization are submitted to the Court by the father and mother of a child who wants to legalize. However, in practice there is a child out of wedlock who submits an application to the Court to determine the status of a legitimate child for himself. The application can be seen in Decree No. 36/Pdt.P/2020/PN.JKT.PST. which was later petitioned for cassation in Decision No. 3561 K/Pdt/2020. Efforts to apply for child legalization in Indonesia are regulated in the Civil Code, Law Number 23 of 2006 concerning Population Administration as amended by Law Number 24 of 2013 concerning Amendments to Law Number 23 of 2006 concerning Population Administration, and Presidential Instruction No. 1 of 1991 concerning the Dissemination of the Compilation of Islamic Law. However, the application for legalization of an illegitimate child submitted by himself is related to the existence of a civil relationship that an illegitimate child has with his father and/or mother. After the Constitutional Court Decision No. 46/PUU-VIII/2010 regarding the judicial review of Article 43 paragraph (1) of Law Number 1 of 1974 concerning Marriage as amended by Law Number 16 of 2019 concerning Amendments to Law Number 1 of 1974 concerning Marriage is enforced, Children out of wedlock have civil relations with their mothers and men who are related by blood to them and their respective families. This paper discusses the arrangement of applications for child legalization submitted by children out of wedlock against themselves according to Indonesian laws and regulations using the juridical-normative analysis method, especially on legal considerations applied in Decision 3561 K/Pdt/2020"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anangia Annisa Putri Abdurahman
"Salah satu akibat hukum dari perkawinan adalah adanya harta bersama serta hubungan hukum antara orang tua dan anak, dimana orangtua bertanggung jawab untuk memelihara, menjaga, serta mencukupi kebutuhan hak – hak dari anak tersebut. Selain itu akibat hukum dari perkawinan akan menimbulkan status hukum dan hak perwalian terhadap seorang anak. Apabila anak tersebut lahir dari perkawinan beda agama, maka akan menimbulkan akibat yang sangat berpengaruh terhadap hak dan status hukum anak tersebut. Status anak yang dilahirkan dalam perkawinan beda agama kemudian dapat menimbulkan pertanyaan apakah kedudukannya sebagai anak luar kawin atau anak sah. Anak yang lahir dari perkawinan yang tidak dicatatkan termasuk ke dalam golongan anak luar kawin dalam arti sempit mereka tidak memiliki status dan kedudukan yang sama dalam sebuah hubungan peristiwa hukum antara orang tua dengan anak. Kemudian, apakah hal tersebut juga diperlakukan terhadap keberadaan anak yang dilahirkan dari perkawinan beda agama masih menjadi sebuah pertanyaan. Oleh karena itu, Penulis menggunakan dua rumusan masalah, yaitu: 1) Bagaimana pengaturan mengenai perkawinan beda agama menurut peraturan hukum di Indonesia? 2) Bagaimana analisis pertimbangan hakim dalam Putusan Pengadilan Negeri Makassar Nomor 410/Pdt.G/2022/PN Mks. terhadap anak akibat perkawinan beda agama? Penulis menggunakan metode penelitian yuridis-normatif dengan pendekatan kualitatif yang datanya dikumpulkan dari studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perkawinan beda agama dapat dilakukan apabila mengajukannya ke Pengadilan dan telah dicatatkannya oleh pegawai catatan sipil sebagaimana dijelaskan dalam Undang-Undang Administrasi Kependudukan. Kemudian, mengenai perkawinan beda agama, Undang- Undang Perkawinan dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak dijelaskan secara jelas dan terperinci. Berkaitan dengan anak yang dihasilkan dari perkawinan beda agama, maka dalam hal ini kedudukannya adalah dinyatakan sebagai anak sah dari perkawinan beda agama tersebut dikarenakan secara hukum ketika perkawinan telah dicatatkan dan didaftarkan sebagaimana ketentuan perundang-undangan yang berlaku maka akibat hukum perkawinan tersebut termasuk terhadap anak dinyatakan sah secara hukum.

One of the legal consequences of marriage is the existence of common property and the legal relationship between parents and children, in which parents are responsible, caring for, and satisfying the needs of the rights of the child. In addition, the legal consequences of marriage will result in the legal status and custody of a child. If the child is born from a marriage of different faiths, it will have a significant impact on the rights and legal status of the child. The status of a child born in a marriage of different religions can then raise the question of whether his status as an out-of-marriage or legal child. Children born from unregistered marriages are included in the group of children outside of marriage in the narrow sense they do not have the same status and position in a legal relationship between parents and children. Then, whether it is also treated against the existence of children born from different religious marriages is still a question. Therefore, the author uses two formulas of the problem, namely: 1) How is the arrangement concerning marriage of different religions according to the laws of Indonesia? 2) How to analyze the judge’s consideration in the Makassar State Court Decision No. 410/Pdt.G/2022/PN Mks. against children due to marriage of different religions? The authors use a juridic-normative research method with a qualitative approach whose data is collected from library studies. The results of the study show that a marriage of different religions can be entered into when it is applied to the Court and has been recorded by a civil register officer as described in the Occupation Administration Act. Then, concerning the marriage of different religions, the Marriage Act and the Book of the Perdata Law are not explained clearly and in detail. Related to children born from marriages of different religions, in this case the position is to be declared as a legal child of a marriage of different religion due to the law when the marriage has been recorded and registered as the provisions of the applicable laws, then as a result of the law such marriage includes against the child declared legal."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aqmarina Wiranti
"Skripsi ini membahas pembatalan perkawinan karena status wali nikah yang tidak sah. KHI mengatur bahwa wali nikah merupakan salah satu rukun yang ada dalam perkawinan. Dalam melakukan penelitian, penulis menggunakan metode penelitian yuridis-normatif yang dilakukan dengan studi pustaka dan wawancara dan tipologi bersifat deskriptif analitis. Permasalahan dalam skripsi ini adalah bagaimana pengaturan pembatalan perkawinan, bagaimana akibat pembatalan perkawinan dan apakah tepat pertimbangan hakim dalam pembatalan perkawinan pada Putusan Pengadilan Agama Bekasi Nomor 1359/Pdt.G/2011/PA.Bks.
Kesimpulan atas permasalahan tersebut adalah perkawinan yang dilakukan tanpa adanya wali nikah yang sah adalah bertentangan dengan UU Perkawinan, KHI dan Hukum Islam sehingga dapat dibatalkan. Putusan pembatalan perkawinan menyebabkan hak dan kewajiban antara suami isteri menjadi hapus dan perkawinan mereka dianggap batal, namun tetap ada harta bersama. Anak yang lahir dari perkawinan yang dibatalkan tetap menjadi anak sah dari kedua orangtuanya. Putusan Hakim PA Bekasi Nomor 1359/Pdt.G/2011/PA.Bks adalah tepat.

This thesis examines the annulment of marriage caused by the illegal status of the marriage trustee. The Compilation of Islamic Law regulates that the marriage trustee is one of the rukun existed in marriage. In conducting this research, the writer uses juridic-normative research method with literature study and interview and the typology is descriptive analytical. The issues in this undergraduate thesis are how the regulation of marriage annulment, how the consequence of the marriage annulment and whether the judges sentence of religious court of Bekasi No. 1359/Pdt.G/2011/PA.Bks is already appropriate and correct or not.
The conclusion of such issues is that the marriage conducted without legal marriage trustee is contradicted with the Marriage Law, the Compilation of Islamic Law and the Islamic Law so that it can be annulled. The marriage annulment decision causes the rights and obligations between husband and wife whose marriage are annulled become no longer exist, the marriage is annulled, but there is still joint property between them. A child born from that annulled marriage are still legitimate child of both parents. Judge’s sentence of Religious Court of Bekasi No. 1359/Pdt.G/2011/PA.Bks is correct and appropriate.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S60520
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kartini Kusuma Putri
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai pembatalan perkawinan, pembatalan perkawinan
merupakan tindakan pengadilan berupa keputusan yang menyatakan bahwa
perkawinan yang dilaksanakan itu tidak sah sehingga dianggap tidak perna ada.
Pembatalan perkawinan dilakukan dengan suatu alasan tertentu dan hanya orang
tertentu saja yang dapat melakukannya. Dengan adanya pembatalan perkawinan,
maka akan timbul suatu akibat hukum terutama bagi para pihak. Penulis
menggunakan metode penelitian normatif dengan mempelajari putusan pengadilan
negeri Jakarta Timur dan mencari referensi dari bahan hukum lainnya. Dari hasil
penelitian, penulis dapat menyimpulkan bahwa terhadap status suami istri
mengakibatkan seolah-olah tidak pernah terjadi perkawinan antara mereka yang
perkawinannya dibatalkan. Selain itu, terhadap harta bersama dapat diselesaikan
secara musyawarah antara mantan suami dan mantan istri, guna menghindari
sengketa hak milik antara mereka

ABSTRACT
This thesis discusses marriage annulment, which is a legal declaration by the court
that rules a marriage null and void. Marriage annulment is done with certain
reasons and only specific parties are allowed to perform it. The annulment of a
marriage causes certain legal consequences especially for the parties taking part in
the marriage. This subject is researched using normative research method which is
done by analyzing a court ruling from East Jakarta District Court and by
researching various legal research materials. The results of the research conclude
that a marriage annulment causes a marriage to be treated as if it never happened
in the first place. Also, any changes regarding marital property left from the
annulled marriage can be negotiated by the parties together to prevent unwanted
disputes on the ownership of the property."
2016
S65082
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Marzen
"Pada dasarnya sebuah perkawinan dilangsungkan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Tujuan perkawinan akan tercapai bila perkawinannya dilangsungkan secara sah, baik sah secara agama maupun sah menurut negara. Perkawinan merupakan perbuatan hukum dan karenanya berakibat hukum pula. Di antara akibat hukumnya adalah anak berhak mewaris dari kedua orang tuanya. Semua hak-hak yang ditimbulkan akibat dari sebuah perkawinan tidak akan timbul bila perkawinannya dilangsungkan secara tidak sah. Begitu juga terhadap perkawinan di bawah tangan yaitu perkawinan yang dilangsungkan hanya menurut ketentuan agama saja, tidak memenuhi aturan negara sehingga perkawinan tersebut tidak tercatat pada Kantor Pencatatan Perkawinan, sebagai bukti bahwa perkawinan sudah dilakukan secara sah menurut hukum positif.
Beberapa pokok permasalahan yang ditemukan adalah apakah anak yang dilahirkan dari perkawinan di bawah tangan dapat diakui oleh ayah biologisnya, dan bagaimana perlindungan hukum terhadap anak hasil perkawinan di bawah tangan. Undang-Undang Perkawinan yang walaupun sudah dibuat sesempurna mungkin tetapi ternyata masih ada yang tidak mentaatinya sehingga terjadi penyelundupan hukum seperti misalnya terjadinya perkawinan di bawah tangan tersebut, yang dapat merugikan isteri serta anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut, karenanya diperlukan upaya hukum untuk melindungi hak-hak istni dan anakanaknya tersebut.
Maka, melalui penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis-normatif dengan tipologi penelitian bersifat deskriptif dengan bentuk evaluatif, telah secara khusus meneliti mengenai perlindungan hukum terhadap anak hasil perkawinan di bawah tangan berdasarkan Undang-Undang Perkawinan. Sebagai kajian lebih mendalam kami bahas mengenai kasus upaya hukum terhadap pengesahan perkawinan dan status hukum anak hasil perkawinan di bawah tangan baik oleh yang beragama Islam, maupun oleh yang beragama non-Islam.
Dan penulis berkesimpulan bahwa anak yang dilahirkan dari perkawinan di bawah tangan dapat diakui oleh ayah biologisnya. Dengan disahkannya perkawinan di bawah tangan oleh Pengadilan maka anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut menjadi anak sah dan terlindungi hak-haknya."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T16531
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pricillia Putri
"Perkawinan dapat dikatakan sah jika memenuhi syarat dan ketentuan yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan. Salah satunya ialah larangan perkawinan. Apabila perkawinan telah berlangsung dan larangan perkawinan tersebut dilanggar maka akibat hukum yang terjadi adalah pembatalan perkawinan. Pembatalan perkawinan tidak hanya berakibat hukum bagi suami dan istri tetapi juga anak yang telah lahir dari perkawinan tersebut. Hal ini menimbulkan permasalahan terhadap harta bersama suami dan istri juga kedudukan anak yang lahir. Maka dari itu, penelitian ini membahas mengenai analisis akibat pembatalan perkawinan sedarah dalam kaitannya dengan harta bersama dan kedudukan anak berdasarkan studi kasus Putusan Pengadilan Agama Lubuklinggau Nomor 80/Pdt.G/2017/PA.LLG. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian hukum normatif dan analisis dilakukan secara deskriptif analitis. Analisis didasarkan pada pengaturan Hukum Perkawinan dan Kewarisan terutama dalam Hukum Perkawinan dan Kewarisan Islam mengenai harta bersama dan kedudukan anak pasca terjadinya pembatalan perkawinan. Hasil analisis mengungkapkan bahwa tidak adanya pengaturan secara eksplisit mengenai harta bersama setelah terjadinya pembatalan perkawinan menyebabkan pengaturan pembagian harta bersama dilakukan menurut prinsip keadilan dan musyawarah untuk mufakat. Selain itu, anak juga tetap berkedudukan sebagai anak sah dengan adanya pengecualian keberlakuan pembatalan perkawinan terhadap kedudukan anak pada Undang-Undang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam. Tidak adanya perubahan kedudukan anak mengakibatkan anak tetap memiliki hak untuk mendapatkan pemeliharaan dari orang tua serta memperoleh hak warisnya sebesar bagian yang telah ditentukan dalam Kompilasi Hukum Islam.

A marriage can be considered as legal after fulfilling the terms and conditions which are regulated within the laws and regulations. One of the laws and regulations that is important to comply with is the prohibitions of marriage. If a marriage has occured and this specific prohibition of marriage is violated, thus, the legal consequence resulted would be the annulment of such marriage. The annulment of marriage does not only result in legal consequences for husband and wife but also the child born as a result of the marriage. This could make problem in accordance with their joint property and the child born status. Therefore, this research is conducted to analyze the legal consequences of consanguineous marriage in accordance with their joint property and the child status based on the Study of Case Verdict Lubuklinggau Religious Court Number 80/Pdt.G/2017/PA.LLG). To settle with the said matter, this research use normative research method as well as descriptive analytical research. Analysis is based on the Marriage and Inheritance Law especially in the Islamic Marriage and Inheritance Law in accordance with joint property and the status of the child born after the annulment of the marriage. The results of the analysis reveal that the absence of an explicit Laws regarding joint property after the annulment of the marriage causes the distribution of joint property to be carried out according to the principles of justice and deliberation for consensus. In addition, the child also remains as a legitimate child with legal protection in the Marriage Law and the Compilation of Islamic Law. As a legitimate child, this child will still have the right of child care and inheritance as much as the part has been determined by the Compilations of Islamic Law."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Situmorang, Deffi Arrester Putri
"[ABSTRAK
Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita dengan
tujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan keTuhanan
Yang Maha Esa. Penulis berasumsi bahwa salah satu tujuan perkawinan adalah untuk
mendapatkan keturunan atau anak. Dalam penelitian ini pokok permasalahan yang
penulis angkat adalah mengenai kedudukan anak luar kawin ditinjau dari Pasal 43
Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan dan analisis terhadap
Penetapan Pengadilan Negeri Nomor : 55/Pdt.P/2014/PN.Jkt.Tim. Penulis
menggunakan metode penelitian hukum normatif. Pasal 43 Undang-Undang Nomor 1
tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan bahwa anak luar kawin hanya memiliki
hubungan hukum dengan ibu dan keluarga ibunya. Tindakan hukum yang dapat
dilakukan anak luar kawin memiliki hubungan hukum dengan ayah dan keluarga
ayahnya adalah melalui pengakuan terhadap anak luar kawin dan pengesahan anak
luar kawin pada saat perkawinan kedua orangtuanya. Dalam Penetapan Pengadilan
Negeri Nomor : 55/Pdt.P/2014/PN.Jkt.Tim orang tua dari anak luar kawin tidak
melakukan pengesahan terhadap anak luar kawin mereka pada saat perkawinan,
sehingga meminta penetapan pengadilan negeri. Pengakuan dan Pengesahan Anak
yang telah melebihi jangka waktu yang telah ditetapkan Pasal 49 dan Pasal 50
Undang-Undang Nomor 24 tahun 2013 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor
23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan harus melalui Penetapan
Pengadilan Negeri. Penulis setuju dengan pertimbangan hukum hakim dalam
Penetapan Pengadilan Negeri Nomor : 55/Pdt.P/2014/PN.Jkt.Tim.

ABSTRACT
Marriage is born inner bond between a man and a woman with the aim to a form a
happy family and eternal based on one supreme divinity. The authors assume that one
of purposes of marriage is to obtain offspring or children. The issue that i use is on
the position of illegitimate child in view of Article 43 of Law Number 1 year 1974
concerning marriage and analysis to determination of district court number
55/Pdt.P/2014/PN.JKT.TIM. The autor uses the methode of normative legal research.
Article 43 of Law number 1 year 1974 on marriage states that an illegitimate child
only has a legal relationship with mother and her family. Legal actions that can be
done to an illegitimate child has a legal relationship with his father and his father?s
family is throught the recognition and validation of an illegitimate child at the time of
his parents marriage. If parents of an illegitimate child negligent conduct agains an
illegitimate child endorsement, can be done in state court determination as described
in Article 32 paragraph 2 of Law number 26 year 2006 concerning administration of
residence. In determination of district court number: 55/Pdt.P/2014/PN.Jkt.Tim an
illegitimate child?s parents do not approve of the marriage of their children at the time
of marriage, so requast a court warrant. Recognation and validation of child who has
exceeded a predetermined time period Article 49 and Article 50 of Law Number 24
year 2013 concerning changes to the Law number of 2006 concerning administration
of residence must go through a court warrant. Autors agrees with the legal
considerations in determination of district court number 55/Pdt.P/2014/PN.JKT.TIM.;Marriage is born inner bond between a man and a woman with the aim to a form a
happy family and eternal based on one supreme divinity. The authors assume that one
of purposes of marriage is to obtain offspring or children. The issue that i use is on
the position of illegitimate child in view of Article 43 of Law Number 1 year 1974
concerning marriage and analysis to determination of district court number
55/Pdt.P/2014/PN.JKT.TIM. The autor uses the methode of normative legal research.
Article 43 of Law number 1 year 1974 on marriage states that an illegitimate child
only has a legal relationship with mother and her family. Legal actions that can be
done to an illegitimate child has a legal relationship with his father and his father?s
family is throught the recognition and validation of an illegitimate child at the time of
his parents marriage. If parents of an illegitimate child negligent conduct agains an
illegitimate child endorsement, can be done in state court determination as described
in Article 32 paragraph 2 of Law number 26 year 2006 concerning administration of
residence. In determination of district court number: 55/Pdt.P/2014/PN.Jkt.Tim an
illegitimate child?s parents do not approve of the marriage of their children at the time
of marriage, so requast a court warrant. Recognation and validation of child who has
exceeded a predetermined time period Article 49 and Article 50 of Law Number 24
year 2013 concerning changes to the Law number of 2006 concerning administration
of residence must go through a court warrant. Autors agrees with the legal
considerations in determination of district court number 55/Pdt.P/2014/PN.JKT.TIM.;Marriage is born inner bond between a man and a woman with the aim to a form a
happy family and eternal based on one supreme divinity. The authors assume that one
of purposes of marriage is to obtain offspring or children. The issue that i use is on
the position of illegitimate child in view of Article 43 of Law Number 1 year 1974
concerning marriage and analysis to determination of district court number
55/Pdt.P/2014/PN.JKT.TIM. The autor uses the methode of normative legal research.
Article 43 of Law number 1 year 1974 on marriage states that an illegitimate child
only has a legal relationship with mother and her family. Legal actions that can be
done to an illegitimate child has a legal relationship with his father and his father?s
family is throught the recognition and validation of an illegitimate child at the time of
his parents marriage. If parents of an illegitimate child negligent conduct agains an
illegitimate child endorsement, can be done in state court determination as described
in Article 32 paragraph 2 of Law number 26 year 2006 concerning administration of
residence. In determination of district court number: 55/Pdt.P/2014/PN.Jkt.Tim an
illegitimate child?s parents do not approve of the marriage of their children at the time
of marriage, so requast a court warrant. Recognation and validation of child who has
exceeded a predetermined time period Article 49 and Article 50 of Law Number 24
year 2013 concerning changes to the Law number of 2006 concerning administration
of residence must go through a court warrant. Autors agrees with the legal
considerations in determination of district court number 55/Pdt.P/2014/PN.JKT.TIM., Marriage is born inner bond between a man and a woman with the aim to a form a
happy family and eternal based on one supreme divinity. The authors assume that one
of purposes of marriage is to obtain offspring or children. The issue that i use is on
the position of illegitimate child in view of Article 43 of Law Number 1 year 1974
concerning marriage and analysis to determination of district court number
55/Pdt.P/2014/PN.JKT.TIM. The autor uses the methode of normative legal research.
Article 43 of Law number 1 year 1974 on marriage states that an illegitimate child
only has a legal relationship with mother and her family. Legal actions that can be
done to an illegitimate child has a legal relationship with his father and his father’s
family is throught the recognition and validation of an illegitimate child at the time of
his parents marriage. If parents of an illegitimate child negligent conduct agains an
illegitimate child endorsement, can be done in state court determination as described
in Article 32 paragraph 2 of Law number 26 year 2006 concerning administration of
residence. In determination of district court number: 55/Pdt.P/2014/PN.Jkt.Tim an
illegitimate child’s parents do not approve of the marriage of their children at the time
of marriage, so requast a court warrant. Recognation and validation of child who has
exceeded a predetermined time period Article 49 and Article 50 of Law Number 24
year 2013 concerning changes to the Law number of 2006 concerning administration
of residence must go through a court warrant. Autors agrees with the legal
considerations in determination of district court number 55/Pdt.P/2014/PN.JKT.TIM.]"
2015
T43046
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jasmine Priscilla
"ABSTRACT
Anak yang dilahirkan dalam perkawinan orang tua yang tidak dicatatkan akan membawa konsekuensi bagi anak tersebut, yaitu menjadi seorang anak luar kawin. Akibat dari kedudukan seorang anak sebagai anak luar kawin adalah tidak adanya hubungan keperdataan antara anak luar kawin dengan ayah biologisnya. Adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 menjadi solusi dari permasalahan kedudukan anak luar kawin. Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 ditentukan bahwa anak luar kawin dapat mempunyai hubungan keperdataan dengan ayahnya apabila dapat dibuktikan mempunyai hubungan darah berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum. Dalam penelitian ini akan dikaji mengenai kedudukan yang dilahirkan dalam perkawinan orang tua yang tidak dicatatkan pasca dikeluarkannya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 dengan melihat penerapan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 dalam Penetapan Nomor 126/PDT.P/2014/PN.JKT.TIM dan juga Penetapan Nomor 229/PDT.P/2015/PN.KDL. Metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif yang bertujuan mengidentifikasi norma hukum tertulis dan hasil penelitian disajikan secara deskriptif. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa setelah adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 anak yang dilahirkan dalam perkawinan orang tua yang tidak dicatatkan juga dapat mempunyai hubungan keperdataan dengan ayah biologisnya dan tidak hanya memiliki hubungan keperdataan dengan ibu dan keluarga ibunya saja. Selain itu, berdasarkan dua penetapan yang dianalisis dalam penelitian ini, dapat dilihat adanya perbedaan fokus dalam pertimbangan hakim dalam menentukan kedudukan anak yang dilahirkan dalam perkawinan orang tua yang tidak dicatatkan. Oleh karena itu, diperlukan adanya suatu peraturan pelaksanaan dari Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 untuk menghindari ketidakpastian dan permasalahan dalam penerapannya.

ABSTRACT
Children born in marriages of parents who are not registered will have consequences for the child, namely being a child out of wedlock. The result of the position of a child as a child out of wedlock is the absence of civil relations between children outside of marriage with their biological father. The decision of the Constitutional Court Number 46 / PUU-VIII / 2010 is the solution to the problem of the position of the child outside of marriage. In the Decision of the Constitutional Court Number 46/PUU-VIII/2010 it is determined that out-of-wedlock children can have civil relations with their father if it can be proven to have blood relations based on science and technology and/or other evidence according to the law. In this study, we will examine the position of being born in a parent's marriage which is not listed after the issuance of the Constitutional Court Decision Number 46 / PUU-VIII / 2010 by observing the application of the Constitutional Court Decision Number 46 / PUU-VIII / 2010 in the Determination of  Number 126/PDT.P/2014/PN.JKT.TIM and also Determination Number 229/PDT.P/2015/PN.KDL. The research method used in this study is normative juridical research that aims to identify written legal norms and the results of the study are presented descriptively. The results of this study concluded that after the Decision of the Constitutional Court Number 46 / PUU-VIII / 2010 children born in marriages of unregistered parents can also have civil relations with their biological fathers and not only have civil relations with their mothers and families. In addition, based on the two determinations analyzed in this study, it can be seen that there is a difference in focus in judges judgment in determining the position of children born in the marriage of parents who are not registered. Therefore, it is necessary to have an implementing regulation from the Constitutional Court Decision Number 46 / PUU-VIII / 2010 to avoid uncertainty and problems in its implementation."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amelia Betrice Viosania
"Pada dasarnya hukum perkawinan di Indonesia tidak mengatur secara khusus mengenai perkawinan pasangan beda agama, sehingga pengaturan mengenai perkawinan beda agama menjadi multitafsir. Kondisi ini menjadi dasar isu dalam Penetapan Pengadilan Negeri Makale Nomor: 2/Pdt.P/2022/PN Mak. Para Pemohon yang memiliki perbedaan agama memohon agar perkawinan mereka dapat disahkan oleh Pengadilan. Atas dasar tersebut, dalam tulisan ini akan menganalisis mengenai (1) pengaturan mengenai perkawinan beda agama di Indonesia, dan (2) kesesuaian pertimbangan hakim dengan peraturan perundang-undangan dalam Penetapan Pengadilan Negeri Makale Nomor: 2/Pdt.P/2022 Pn Mak yang mengabulkan perkawinan beda agama. Untuk menjawab permasalahan yang ada, digunakan metode penelitian yuridis normatif. Dari hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa (1) perkawinan beda agama berdasarkan peraturan di Indonesia diserahkan kembali kepada ajaran agama masing-masing calon mempelai. Dimana perkawinan beda agama tidaklah dibenarkan, sebab tidak sesuai dengan hukum dan ajaran agama-agama yang berlaku di Indonesia. Sehingga, suatu perkawinan beda agama dianggap tidak sah dan batal demi hukum. (2) berdasarkan hasil analisis dari sumber perundang-undangan yang ada, keputusan Hakim dalam Penetapan Pengadilan Negeri Makale Nomor: 2/Pdt.P/2022/PN Mak. yang mengabulkan permohonan perkawinan beda agama tidaklah tepat. Sebab perkawinan tersebut tidak sah menurut hukum agama, sehingga seharusnya tidak dapat dicatatkan oleh lembaga negara.

Essentially, marriage law in Indonesia does not specifically regulate the marriage of couples of different religions. Thus, the regulation for interfaith marriage is multi-interpretation. This condition became the basis in Makale District Court Determination Number: 2/Pdt.P/2022/PN Mak. The Plaintiffs, who have different religions, requested that their marriage be legalized by the Court. On this basis, this paper will analyze (1) the regulation of marriage between different religions in Indonesia, and (2) the suitability of the judge's consideration with the laws and regulations in the Makale District Court Determination Number: 2/Pdt.P/2022 Pn Mak which granted the interfaith marriage. To answer the existing problem, a normative juridical research method is used. The research of this study results that (1) Indonesian regulations for interfaith marriages are consigned back to the religious teachings of each prospective bride and groom. A marriage between different religions is not justified because it is not according to the laws and teachings of the religions that apply in Indonesia. Therefore, interfaith marriage is considered unauthorized and void in the sake of law. (2) based on the results of the analysis of existing statutory sources, the Judge's decision in the Makale District Court Determination Number: 2/Pdt.P/2022/PN Mak. which granted the application for interfaith marriage was not legitimate, because interfaith marriage is not valid according to the religious law. Thus, it should not have been recorded by state."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>