Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 165269 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fransiska Bonita Diliana
"Pemuda yang tidak sekolah dan tidak bekerja (NEE) menjadi suatu masalah karena orang muda tidak mengerjakan apa-apa, maka transisi kehidupan mereka selanjutnya akan semakin sulit. Studi ini menganalisis apakah pemuda yang NEE akan seterusnya menjadi NEE dengan menggunakan data panel IFLS 2007 dan 2014 untuk pemuda usia 15-29 tahun dengan metode regresi multinomial logit.
Analisis menunjukkan bahwa pemuda yang tetap NEE sejumlah 11,4 persen. Karakteristik yang berpengaruh terhadap peluang pemuda untuk tetap NEE yaitu karakteristik sosial demografi, regional, ekonomi, dan soft skills. Pemuda tersebut perlu dibantu dengan biaya pendidikan yang murah atau gratis dan peningkatan soft skills untuk menunjang employability.

Youth not in school and not working (NEE) become a problem because young people do not do anything, then the transition of their life will be increasingly difficult. This study analyzes whether the youth who are NEE will always be NEE using panel data from the 2007 and 2014 IFLS that covered youth aged 15-29 years with a multinomial logit regression method.
Analysis showed that the number of youth who remain NEE are 11.4 percent. Characteristics that affect the opportunities of youth to remain NEE are youth's socio demographic, economic characteristics, region, and soft skills. The youth needs help with the cheap or free cost for education and improving the soft skills for employability."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T45988
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Puji Lestari
"Meningkatnya angka prevalensi kontrascpsi telah memberikan kontribusi yang bosar bagi penurunan fertilitas yang mantap di Indonesia dan telah berhasil menekan Iaju pertumbuhan penduduk. Narnun tidak semua wanita marnpu mempertahankan ukuran keluarga yang mereka inginkan dengan konsisten. Hal ini mengakibatkan tingginya angka fertilitas tidak di Indonesia. Jika kelahiran anak yang tidak diinginkan dapat dicegah maka seharusnya angka fertilitas di Indonesia akan dapat ditunmkan hingga mencapai 2,2 anak per wanita pada tahun 2007 .
Dengan menggunakan data Survei Dcmograii dan Kesehatan Indonesia Tahun 2007 (SDKI2007), penelitian ini menemukan bahwa pendidikan memiliki peranan penting dalam mempengaruhi keputusan wanita untuk mengalami fenilitas tidak diinginkan. Semalcin tinggi pendidikan wanita semakin kecil peluangnya untuk mengalami fertilitas tidak. Pengaruh pendidikan wanita bekerja melalui penunman preferensi fertilitas, dimana mereka yang menginginkan anak lebih sedildt (0-2 anak) mempunyai peluang yang Iebih kccil untuk mengalami fertilitas tidak diinginkan Sementara status bekerja wanita dan tingkat kekayaan rumah tangga tidak dapat menjelaskan pengaruh pendidikan terhadap keputusan wanita untuk mengalami fertilitas tidak Dimana wanita yang bekelja cenderung tmtuk mengalami fertilitas tidak diinginkan dan semakin tinggi tingkat kekayaan rumah tangga maka semakin cenderung untuk mengalami fertilitas tidak diinginkan.
Kemampuan wanita untuk mencegah fertilitas tidak diinginkan yang dilihat dari keoepatan wanita untuk mengalami fertilitas tidak diinginkan tidak sepenuhnya dapat dijelaskan olch pendidikan wanita karena mereka yang bcrpendidikan SMP keatas berisiko lebih cepat untuk mengalami fertilitas tidak diinginkan. Namun kecepatan wanita untuk mcngalami fertilitas tidak diinginkan lebih dapat dijelaskan oieh penurunan preferensi fertilitas dan status bekezja mereka dimana mereka yang menginginkan anak lebih sedikit berisiko lebih laznbat untuk mengalami fertilitas tidak diinginkan demikian pula mereka yang bekerja bedsiko lebih Iambat untuk mengalami fertilitas tidak diinginkan. Selain itu semakin tinggi tingkat kekayaan rumah tangga semakin bcrisiko lebih lambat untuk mengalami ferlilitas yang tidak diinginkan.

The increasing of contraceptive prevalence rate had a high contribution for sustain fertility decline in Indonesia Unfortimately, women’s control over reproduction is far from perfect, and, as a consequence, the number of unwanted reproductive events is substantial in Indonesia. If unwanted birth could be eliminated than total fertility rate in Indonesia would be 2,2 children per women rather than 2,6 children per women in 2007.
Using the Indonesian Demographic and Health Survei 2007 (IDHS 2007), this research find that women’s education is an important factor in iniluence women’s decision to have unwanted fertility. Women with lower levels of education are more likely to have unwanted fertility than women with higher education. The elfect of women’s education works through the decline of fertility preferences, which women who want large number of children are more likely to have unwanted fertility. While women’s working status and levels of household's wealth can't explain how women’s education work to women’s decision of having unwanted fertility. Which women with working status and women with higher levels of household’s wealth are more likely to have unwanted fertility.
Women's ability to avoid unwanted fertility, which in this research is from the women's speed to have unwanted fertility is clearly can’t explain by women education Women with secondary level of education are more risk to have unwanted fertility quickly than women with lower education. Women's ability are more clear to explain with the decline of fertility preferences and women's working status. Women who want large number of children are more risk to have unwanted fertility quickly and women with "not working status" are more risk to have unwanted fertility quicldy. While women with lower levels of household's wealth are more risk to have unwanted fertility quickly than women with higher levels of household's wealth.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2009
T34299
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ridhwan
"Penelitian ini membahas kondisi NEET (Not In Employment, Education or Training) di kalangan penduduk muda usia 15-29 di Indonesia yang umumnya rentan memasuki pasar kerja bahkan menghambat transisi kehidupan mereka. Eksistensi pemuda NEET memiliki dampak buruk kepada potensi pemuda itu sendiri sehingga semakin terpinggirkan. Berbeda dengan studi terdahulu yang menekankan penyebab NEET pada latar belakang individu dan kondisi pasar kerja, kali ini pengamatan lebih mendalam terhadap latar belakang keluarga orang tua dengan menggunakan indeks sosial ekonomi orang tua. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kecenderungan latar belakang orang tua memengaruhi pemuda berstatus NEET dengan mengunakan data longitudinal individu dari Indonesian Family Life Survey (IFLS) tahun 2007 dan 2014. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa peningkatan sumber daya orang tua (human capital dan finansial) berupa indeks sosial ekonomi dapat meningkatkan peluang anaknya menjadi NEET dikarenakan dapat mendorong anaknya untuk menahan diri dari pekerjaan atau lebih selektif mencari pekerjaan.

This study discusses the condition of NEET (Not In Employment, Education or Training) among young people aged 15-29 in Indonesia who are generally vulnerable to entering the labor market and even hinder their life transition. The existence of this NEET youth has a bad impact on the potential of the youth itself so that they are increasingly marginalized. In contrast to previous studies which emphasized the causes of NEET on individual backgrounds and labor market conditions, this time a more in-depth look at the family background of parents using the parents socioe-conomic status index. This study aims to determine how parental background trends affect youth with NEET status by using individual longitudinal data from the Indonesian Family Life Survey (IFLS) in 2007 and 2014. The results of this study explain that the increase in parental resources (human capital and financial) with The socio-economic status index can increase the chances of a child becoming a NEET because it can encourage children to refrain from work or be more selective in looking for work."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Antika Nurinda
"Angka CPR Indonesia menunjukkan adanya peningkatan berarti semenjak 2002/2003 hingga 2007. Namun begitu, data SDKI 2007 menyebutkan angka pemenuhan KB yang tidak terpenuhi juga masih cukup tinggi. SDKI 2007 menuliskan bahwa ada sebesar 61,4 % wanita yang menggunakan kontrasepsi dan sebesar 9,1% wanita berstatus unmet need.. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pendidikan, pengetahuan KB, dan otonomi wanita terhadap kejadian unmet need (kebutuhan KB tidak terpenuhi) di Provinsi Yogyakarta dan NTT menurut SDKI 2007. Analisis dilakukan dengan menggunakan regresi logistik. Hasil multivariat menyebutkan bahwa interaksi antara media dengan pengetahuan menjadi faktor utama dalam menyebabkan kejadian unmet need di Yogykarta. Sedangkan jumlah anak masih hidup merupakan faktor utama dalam menyebabkan kejadian unmet need di NTT. Pendidikan rendah, pengetahuan kurang, dan kurang memiliki otonomi menyebabkan unmet need lebih tinggi dibandingkan dengan responden yang berpendidikan tinggi, pengetahuan baik, dan memiliki otonomi di Yogyakarta dan NTT.

Contraceptive prevalence rate of Indonesia showed a significant improve since 2002/2003 to 2007. However, unmet need of family planning still high on 9,1 % in IDHS (2007). IDHS describes that there are 61,4 of 100 women using contraceptive and there are 9 of 100 women are unmet need. The purpose of this study was to determine the relationship of education, knowledge of family planning, and women's autonomy for unmet need in Yogyakarta and NTT according to IDHS 2007. Regression analysis shows that several variables are significantly related to total unmet need in Yogyakarta dan NTT. The findings in Yogyakarta show that interaction between media and knowledge is a major statistically significant relationship. But in NTT, total number of children is a major statistically significant relationship. Although, education, knowledge, and autonomy have no significant association with unmet need, low of education, knowledge, and no having autonomy give higher total unmet need in Yogyakarta and NTT. Therefore recommended that inYogyakarta and NTT, health care services make full use of opportunities to provide family planning information and services."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S53039
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abrar Gaffari
"Termotivasi dari laporan ketenagakerjaan yang mengungkapkan persentase NEE di Indonesia yang masih tinggi, maka dengan menggunakan data IFLS5 kami melakukan kajian terkait dampak karakteristik sosial demografi dan indikator wilayah dan pasar kerja lokal terhadap usia muda yang NEE . Kami tertarik untuk meneliti NEE sebagai populasi yang heterogen dengan cara mengelompokkannya berdasarkan atas sikap dan ketersediaan waktu dari usia muda terhadap pekerjaan (Salvà -Mut, Tugores-Ques, & Quintana-Murci, 2017)agar dapat menangkap pola kerentanan dan keputusan transisi usia muda ke pasar kerja sehingga dapat dihasilkan rekomendasi kebijakan yang tepat.
Hasil estimasi dengan multinomial logistik menunjukkan bahwa NEE carers- cared mempunyai karakteristik sebagai perempuan yang berusia muda, tingkat pendidikan rendah, berstatus sudah menikah dan berasal dari latar belakang keluarga yang kurang beruntung terkait ekonomi dan cenderung di pedesaan dengan tingkat pengangguran lokal yang tinggi. Sedangkan NEE unemployed juga mempunyai karakteristik berusia muda, tapi dominan berjenis kelamin laki-laki dengan status belum menikah dan tingkat pendidikan lebih tinggi dibandingkan dengan bukan NEE, selain itu kategori ini cenderung di perkotaan dan juga dipengaruhi oleh tingkat pengangguran lokal yang tinggi. Namun berbeda dengan dua kategori sebelumnya, walaupun discourage juga cenderung berusia muda, berjenis kelamin laki-laki dan tingkat pendidikan rendah, tapi usia muda ini tidak terpengaruh oleh indikator wilayah dan pasar kerja lokal. Hal ini dikarenakan kurangnya persepsi dan sikap terhadap pekerjaan.

Motivated from the employment report which reveals the still high percentage of NEE in Indonesia, by using IFLS5 data we conducted studies related to the impact of individual characteristics, education, family background and regional indicators and local labor market on NEE young age. We are interested in examining NEE as a heterogeneous population by grouping it based on attitudes and time availability from a young age to work (Salvà -Mut, Tugores-Ques, & Quintana-Murci, 2017), in order to capture patterns of vulnerability and young transition decisions to the labor market so that appropriate policy recommendations can be produced.
The estimation results with multinomial logistic show that NEE carers-cared have characteristics as young women, low education levels, married status and come from economically disadvantaged family backgrounds and tend to be in rural areas with high local unemployment rates. Whereas unemployed NEEs also have the characteristics of being young, but the dominant male sex is unmarried and the level of education is higher than non-NEE, besides this category tends to be in urban areas and also influenced by high local unemployment rates. However, it differs from the previous two categories, although discourage also tends to be young, male sex and education level low, but young age is not affected by regional indicators and the local labor market. This is due to a lack of perception and attitude towards work.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2019
T54374
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Daffa Rasendriya
"Program Kartu Prakerja merupakan inisiasi yang dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia untuk meningkatkan kompetensi/keterampilan kerja dan kewirausahaan. Semenjak berjalan dari tahun 2020, Prakerja terbukti menjadi solusi mengatasi pengangguran dan juga meningkatkan keterampilan melalui pelatihan yang diberikan dengan berbasis digital. Adanya isu pengangguran yang masih didominasi oleh lulusan pendidikan vokasi menjadi tantangan bagi Indonesia dalam menghasilkan lulusan yang siap kerja. Dengan demikian keberadaan program pelatihan Kartu Prakerja membuka peluang untuk mengakomodir para lulusan yang masih menganggur ataupun ingin meningkatkan keterampilan bekerja. Hasil analisis menemukan bahwa penerima Pelatihan Prakerja memiliki hubungan yang signifikan dalam meningkatkan partisipasi bekerja dan meningkatkan upah, dengan hasil yang secara spesifik lebih besar pada penerima berpendidikan vokasi dibandingkan dengan pendidikan umum dalam berpartisipasi kerja baik itu di sektor formal ataupun sebagai entrepreneur. Selain itu, ditemukan juga hubungan yang signifikan dalam meningkatkan upah terkhusus untuk penerima yang berpendidikan vokasi. Adanya faktor kemampuan transisi sekolah ke pekerjaan yang lebih baik bagi pendidikan vokasi dapat menjadi alasan tidak ditemukannya hubungan yang signifikan terhadap kenaikan upah pada penerima yang berpendidikan umum.

The Pre-Employment Card Program is an initiative implemented by the Indonesian government to improve work competencies/skills and entrepreneurship. Since running from 2020, the program has proven to be a solution to overcome unemployment and also improve skills through digitally-based training. The issue of unemployment, which is still dominated by vocational education graduates, is a challenge for Indonesia in producing graduates who are ready to work. Thus the existence of the Pre-Employment Card training program opens up opportunities to accommodate graduates who are still unemployed or want to improve their work skills. The results of the analysis found that Pre-Employment Training recipients have a significant relationship in increasing work participation and increasing wages, with results that are specifically greater for vocational education recipients compared to general education in participating in work either in the formal sector or as an entrepreneur. In addition, there is also a significant relationship in increasing wages specifically for vocational-educated recipients. The existence of a better school-to-work transition ability factor for vocational education could be the reason for the lack of a significant relationship to wage increases for general education recipients."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Katarina S Sulianti
"Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa pada saat ini terdapat kecenderungan dalam masyarakat menuntut kemampuan yang sama pada anak laki-laki dan perempuan. Bem (dalam Papalia 2000) menyebutkan anggapan budaya mengenai jender sangat mungkin berubah-ubah. Pembahan-perubahan ini dapat terefleksikan dalam skema jender anak dan nantinya mempengaruhi sikap dan tingkah lakunya. Seseorang mungkin saja mempersepsi suatu masalah dari skema yang lainnya bukan hanya dari skema jender saja, namun Bem (dalam Boldizar, 1991) memberikan penekanan bahwa skerna jender menjadi hal yang penting, karena adanya kebiasaan dan ideologi sosial yang membentuk hubungan antara jender dengan tingkah laku, konsep, dan katagori-kategori tertentu berdasarkan jender, masyarakat sendiri menganggap perbedaan berdasarkan jender adalah hal yang penting, dan menggunakan jender sebagai dasar beberapa norma, keanggotaan kelompok, dan pengaturan di institusi-institusi. Bem (dalam Basow, 1992) menekankan bahwa bermula dari menyadari adanya perbedaan-perbedaan antara laki-laki dan perempuan di setiap situasi sehari-hari, anak merangkai sebuah skema berdasarkan jender, sehingga terbentuk identitas jender, yang kemudian ditampilkan melalui tingkah laku-tingkah laku yang dianggapnya sesuai untuk laki-laki atau perempuan. Seorang anak laki-laki tidak selalu harus membentuk identitas jender maskulin, demikian pula seorang anak perempuan tidak selalu harus membentuk identitas jender feminin. Beberapa penelitian sebelumnya menemukan bahwa anak-anak dan remaja yang memiliki identitas jender androgin dun maskulin lebih dapat diterima di lingkungannya, lebih percaya diri, lebih menghargai dirinya, dan lebih populer daripada mereka yang memiliki identitas jender feminin. Dan tampaknya dikaitkan dengan kondisi Zaman saat ini identitas jender androgin lebih tepat untuk dimiliki seorang anak. Di dalam proses pembentukan identitas jender, dipengaruhi oleh faktor internal yaitu perkembangan kognitif fisik, dan psikososial seseorang. Dengan adanya tekanan sosial dan perkembangan kognitif yang berbeda antara anak usia sekolah dan remaja, menyebabkan anak usia sekolah dan remaja berbeda."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Maharani Putri
"Penelitian ini dibuat dengan tujuan untuk menggambarkan kejadian unmet need KB pada wanita menikah 2 tahun pascasalin dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Penelitian ini menggunakan data Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 dengan analisis univariat dan bivariat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara umur, pendidikan, tingkat ekonomi, jumlah anak hidup, agama, pengambilan keputusan pemeriksaan kesehatan ibu, keadaan abstinen, komunikasi dengan pasangan, wilayah tempat tinggal, pemberian ASI eksklusif, kematian anak, keterpaparan dengan informasi KB, pengetahuan terhadap alat kontrasepsi, sikap terhadap kontrasepsi, dan ukuran ideal keluarga terhadap kejadian unmet need pada wanita 2 tahun pascasalin.

This study was made in order to describe the incidence of unmet need for contraception in women married 2 years postpartum and the factors that influence it. This study uses data Indonesia Demographic and Health Survey (IDHS) 2007 with univariate and bivariate analyzes. The results showed that there is a relationship between age, education, economic level, the number of living children, religion, maternal health screening decision, the state of abstinence, communication with partner, region of residence, exclusive breastfeeding, infant mortality, exposure to family planning information, knowledge against contraceptives, attitudes toward contraception, and ideal family size on the incidence of unmet need in women married 2 years postpartum.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S46058
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kristina Sabatini
"ABSTRAK
Kehamilan tidak diinginkan memiliki akibat risiko tinggi bagi ibu dan
berkontribusi 11% terhadap angka kematian ibu. Berdasarkan data Survei
Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007, kehamilan tidak diinginkan
meningkat menjadi 19,7% dari 16,8% di tahun 2002-2003. Diperlukan
pengetahuan alat kontrasepsi modern yang lengkap untuk meningkatkan
pemakaian kontrasepsi sehingga dapat menurunkan kehamilan tidak diinginkan.
Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan pengetahuan alat kontrasepsi
modern dengan kehamilan tidak diinginkan. Penelitian dilakukan pada 1920
wanita hamil dan 484 pasangan usia subur (PUS) sebagai sampel. Sampel PUS
merupakan bagian dari sampel wanita, yang pada saat survei, suaminya turut
diwawancari. Odds Ratio (OR) diperoleh dengan analisis regresi logistik setelah
dilakukan kontrol terhadap umur, umur pertama menikah, pendidikan, tempat
tinggal, jumlah anak, paparan informasi alat kontrasepsi dari media massa,
petugas KB atau tenaga kesehatan, riwayat pemakaian alat kontrasepsi, dan
riwayat aborsi. Diperoleh hasil bahwa pengetahuan alat kontrasepsi modern pada
wanita saja tidak berhubungan dengan kehamilan tidak diinginkan. Sedangkan
pengetahuan alat kontrasepsi modern berhubungan dengan kehamilan tidak
diinginkan pada istri dengan OR 0,37 (95%CI 0,266-0,523), suami dengan OR 0,7
(95%CI 0,430-1,184) dan pasangan dengan OR 0,29 (95%CI 0,151-0,572).
Artinya alat kontrasepsi yang diketahui bersama oleh kedua pasangan, istri
bersama suami, akan semakin menurunkan risiko terjadinya kehamilan tidak
diinginkan.

ABSTRACT
Unwanted pregnancy has high-risk consequences for mother and contributed 11%
to maternal mortality. Based on Indonesia Demographic and Health Survey data
in 2007, unwanted pregnancy has increased to 19,7% from 16,8% in 2002-2003.
Required knowledge of various modern contraceptives method to increase usage,
so unwanted pregnancy can be prevented. This study aims to determine the
relationship between contraceptives knowledge with unwanted pregnancy in
Indonesia. Samples of this study are 1920 pregnant women and 484 reproductive
age couples. Reproductive age couples is a part of pregnant women sample, who
at the time of survey, her husband also interviewed. Odds Ratio (OR) obtained by
multivariate logistic regression analysis after the adjustment in age, age at first
marriage, education, region, number of children, exposed of contraceptives
information through mass media, family planning fieldworkers or health workers,
ever use contraception, and abortion history. The result indicates that
contraceptives knowledge did not significantly associated with unwanted
pregnancy in women. While contraceptives knowledge associated with unwanted
pregnancy in wives with OR 0,37 (95%CI 0,266-0,523), husband with OR 0,7
(95%CI 0,430-1,184), and couples with OR 0,29 (95%CI 0,151-0,572). The result
means contraceptives which known by couples will further reduce the risk of
unwanted pregnancy."
2012
T31058
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yuni Widyastika
"ABSTRAK
Widyaiswara adalah pejabat fungsional yang bertanggung jawab untuk mendidik, mengajar dan melatih PNS dan melakukan evaluasi dan pengembangan diklat pada Lembaga Diklat Pemerintah. Keterikatan widyaiswara menjadi penting di Lembaga Diklat Pemerintah yaitu Pusdiklat Pegawai Kementerian Ketenagakerjaan untuk mencetak aparatur ketenagakerjaan yang berintegritas dan profesional. Untuk itu ada beberapa faktor yang mempengaruhi keterikatan widyaiswara, yaitu dari Pusdiklat tempat widyaiswara bekerja dan dalam diri widyaiswara.Penelitian ini berdasarkan International Journal of Productivity and Performance Management yang ditulis oleh Anita J pada tahun 2014, mengacu pada teori Kahn di tahun 1990 dan berdasarkan Educational and Psychological Measurement menggunakan Teori Schaufeli, Bakker dan Salanova yang ditulis pada tahun 2006. Faktor-faktor tersebut antara lain lingkungan kerja, kepemimpinan, tim dan rekan kerja, pelatihan dan pengembangan karir, kompensasi, kebijakan, kesejahteraan, semangat, dedikasi, dan peyerapan. Penelitian ini menggunakan paradigma postpositivis dengan metode kualitatif dengan teknik pengumpulan data wawancara mendalam dan studi dokumentasi. Adapun hasil dari penelitian ini adalah bahwa ada 6 faktor yang mempengaruhi keterikatan widyaiswara secara langsung, yaitu tim dan rekan kerja, pelatihan dan pegembangan karir, kesejahteraan, lingkungan kerja, kompensasi dan kepemimpinan. Sedangkan yang tidak berhubungan langsung adalah kebijakan yakni kebijakan organisasi maupun kebijakan tentang widyaiswara itu sendiri. Namun ada faktor lain yang krusial yang mempengaruhi berjalannya semua program kegiatan, yaitu faktor anggaran. Apabila ada anggaran yang memadai maka faktor-faktor tersebut dapat dilaksanakan dengan baik.

ABSTRACT
Widyaiswara is a functional official who is responsible for educating, teaching and training civil servants and conducting evaluation and development of training on government training institutes. The engagement of widyaiswara becomes important in the Government Training Institution which is the Center for Employment Education and Training of the Ministry of Manpower to create employment apparatus with integrity and professionalism. For that there are several factors that affect the attachment widyaiswara, are the self of widyaiswara and from the Pusdiklat where widyaiswara rsquo s work.This study based on the International Journal of Productivity and Performance Management by Anita J at 2014 refers to Kahn 39 s theory at 1990 and based on Educational and Psychological Measurement using Schaufeli Theory, Bakker and Salanova at 2006. These factors include work environment, leadership, team and co workers, career training and development, compensation, policy, welfare, vigor, dedication and absorption. This research uses postpositivist paradigm with qualitative method with in depth interview data collection and documentation study. The result of this research is that there are 6 factors that influence direct engagement, ie teams and co workers, training and career development, welfare, work environment, compensation and leadership. While that is not directly related is the policy of organizational policy and policy about widyaiswara itself. But there are other crucial factors that affect the running of all program activities, namely the budget factor. If there is an adequate budget then these factors can be implemented properly."
2017
T48010
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>