Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 168197 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bayu Rizki Sanjaya
"Benzene merupakan senyawa yang berbahaya bagi kesehatan. Dampak nonkarsinogenik yang diakibatkan diantaranya anemia dan pensitopenia. Pada pajanan benzene ditingkat rendah, menunjukkan adanya perbedaan dampak hematologi. Kadar hemoglobin merupakan salah satu parameter awal yang digunakan untuk mengetahui dampak hematologi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengtahui asosiasi pajanan benzene terhadap kadar hemoglobin. hasil penelitian. Metode penelitian. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional. Pemilihan sampel mengggunakan cluster satu tingkat. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 71 pekerja laki-laki responden. Pengukuran benzene menggunakan metode NIOSH 1501, pemeriksaan kadar hemoglobin menggunakan automated hematlogy analyzer. Lama kerja, usia, status merokok, konsumsi alkohol dan riwayat infeksi diukur menggunakan kuesioner.
Hasil penelitian menunjukkan rata-rata pajanan benzene adalah 0,34 ppm dan kadar hemoglobin pekerja laki-laki adalah15,34 ± 1,14 g/dL. Berdasarkan analisis statistik, rata-rata kadar hemoglobin pajanan benzene ≤ 0,50 ppm adalah 15.15 g/dL (95% CI : 14.80 - 15.50) dan pada pajanan benzene 0,51 ? 1 ppm adalah g/dL 15.55 (95% CI : 15.19 - 15.91). Pekerja dengan lama kerja lebih dari 6 tahun memiliki kadar hemoglobin lebih rendah 0,7 g/dL (95% CI: -1.32 s.d. -0.13) dibandingkan pekerja dengan lama kerja kurang dari 6 tahun.
Hal ini menunjukkan bahwa pajanan benzene di bawah 1 ppm tidak ada asosiasi yang signifikan terhadap kadar hemoglobin, namun pekerja terdapat indikasi bahwa durasi pajanan yang diukur dengan lama kerja berasosiasi dengan penurunan hemoglobin.

Benzene is one of the chemical substances which can cause some health effect. Noncarcinogenics effect can caused by benzene is anemia and pancytopenia. Benzene at lower concentrations have is conflicting evidence on potential hematological effects. Hemoglobin is one of hematological paramaters of hematological effects.
The purpose of this study to explain association benzene exposure and effect of hemoglobin. Cross sectional study design was used, and 71 male workers selected by cluster random sampling. Benzene measurement used NIOSH 1501 method and hemoglobin measurement used by automated hematalogy analyzer. Confounding factors such as work duration, age, smoking status, alcohol consumption, and history of infection measurements by questionnares.
The results showed that means of benzene exposure is 0,34 ppm and means of hemoglobin is 15,34 ± 1,14 g/dL. Statistical analysis showed that means of hemoglobin at benzene exposure ≤ 0,50 ppm is 15.15 g/dL (95% CI : 14.80 - 15.50) and means of hemoglobin at benzene exposure 0,51 - 1 ppm is 15.55 g/dL (95% CI : 15.19 - 15.91). Male-workers that work duration more than 6 yearshave decreased of hemoglobin 0,7 g/dL (95% CI: -1.32 s.d. -0.13).
The conclution is benzene exposure below 1 ppm statistically not association with hemoglobin. However long-time exposure of benzene that measure with work duration statistically significant with decreased of hemoglobin.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
T46604
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ranti Ekasari
"Industri sepatu merupakan salah satu industri informal yang semakin berkembang di Indonesia. Proses pembuatan sandal/sepatu menggunakan bahan kimia yaitu benzena pada proses pengeleman. Pajanan benzena akan mengakibatkan masalah pada sistem hematopoetik yang menyebabkan penurunan kadar hemoglobin.
Penelitian ini bertujuan mengindentifikasi hubungan benzena di dalam tubuh melalui pengukuran biomarker SPhenylmercapturic Acid (S-PMA) terhadap kadar hemoglobin pekerja bengkel sandal/sepatu di Desa Sukajaya. Penelitian ini menggunakan studi cross-sectional yang dilaksanakan pada Maret-Mei 2018. Jumlah sampel sebanyak 73 pekerja dengan metode total sampling.
Hasil analisis menunjukkan bahwa pekerja dengan umur >29 tahun berisiko 1,76 kali, memiliki riwayat infeksi berisiko 1,51 kali, IMT tidak normal berisiko 1,51 kali, masa kerja >5 tahun berisiko 1,01 kali, dan durasi >11 jam berisiko 1,04 kali memiliki kadar hemoglobin <14 g/dL.
Hasil analisis juga menunjukkan bahwa pekerja dengan konsentrasi S-PMA tinggi (>1,53 µg/g kreatinin) berisiko 1,84 kali lebih besar memiliki kadar hemoglobin <14 g/dL dibandingkan pekerja dengan konsentrasi S-PMA rendah (< 1,53 µg/g kreatinin) setelah dikontrol variabel umur, kebiasaan olahraga, dan jenis pekerjaan. Perlu dilakukan pengendalian risiko di tempat kerja dengan membatasi jam kerja, pengaturan ruang kerja, dan menerapkan pelarangan merokok di ruang kerja.

The shoe industry is one of the growing informal industries in Indonesia. The process of making sandals/shoes used a chemical benzene in the process of sizing. Benzene exposure will caused problems in the hematopoetic system that caused a decrease in hemoglobin levels.
This study aimed to identify benzene relationship in the body through measurement of S Phenylmercapturic Acid (S-PMA) biomarker on hemoglobin level of sandals/shoes workshop workers in Sukajaya Village. This study used crosssectional study conducted in March-May 2018. The number of sample was 73 workers with total sampling method.
The results of the analysis showed that workers with age> 29 years were at risk 1.76 times, had a history of infection at risk 1.51 times, Body Mass Indices (BMI) was not normal at risk 1.51 times, working period > 5 years at risk 1.01 times, and working hours > 11 hours at risk of 1.04 times having hemoglobin <14 g/dL.
The results also showed that workers with high S-PMA concentrations (> 1.53 μg / g creatinine) were 1.84 times more likely to have hemoglobin <14 g/dL than those who had low S-PMA concentrations (<1.53 μg/g creatinine) after controlled by age, exercise, and type of work variables. Risk control in the workplace is required by limiting of working hours, arranging working space, and applying smoking ban in the workplace.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T50342
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Puri Wulandari
"Pajanan kronis benzena di lingkungan kerja selalu dihubungkan dengan gangguan hematologi. Hal ini dikarenakan sistem hematologi adalah jaringan target yang paling kritis terhadap pajanan benzena melalui rute inhalasi dan diketahui sebagai penyebab pansitopenia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara kadar S-PMA urin dengan leukosit pada pekerja industri sepatu informal yang terpajan benzena. Penelitian menggunakan desain cross sectional di enam industri sepatu informal yang berada di kawasan Cibaduyut dengan jumlah sampel 64 pekerja. Sampel urin dan darah diambil pada masing-masing sampel untuk menilai kadar S-PMA urin dan jumlah leukosit. Kadar S-PMA urin diukur dengan menggunakan alat LC-MS/MS dan leukosit diukur menggunakan alat Automated Hematology Analyzer. Data karakteristik individu diperoleh melalui wawancara langsung. Konsentrasi benzena di udara menggunakan data sekunder dari penelitian sebelumnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kadar S-PMA dengan leukosit (p value: 0,048) dan kadar S-PMA urin dengan jenis pekerjaan (p value: 0,004). Sebanyak 31,3% pekerja memiliki kadar S-PMA urin melampaui BEI ACGIH (>25 μg/g kreatinin). Semakin tinggi konsentrasi benzena di udara ruang kerja, semakin banyak pekerja yang memiliki kadar S-PMA urin >25 μg/g kreatinin. Hasil uji regresi linear ganda menemukan bahwa ada kecenderungan asosiasi antara kadar S-PMA urin dengan leukosit, setelah dikontrol dengan variabel jenis pekerjaan, jam kerja per hari, dan kebiasaan berolahraga. Hasil penelitian dapat disimpulkan terdapat asosiasi antara kadar S-PMA urin dengan penurunan jumlah leukosit.

Benzene high exposure in working is environment always connected to hematology disorders. This is caused by hematology system is the most critical target network toward benzene exposure through inhaling route. This study aims to analyze the relation between urinary and leukocytes S-PMA level of informal shoes industrial workers exposed to benzene. This study uses cross sectional design in six informal shoes industries which are located in Cibaduyut with the number of sample of 64 workers. Urinary and blood samples are collected on each sample to measure urinary S-PMA level and the number of leukocytes. Urinary SPMA level is measured using Automated Hematology Analyzer. Individual characteristic data are obtained through direct interview. To measure benzene concentration, secondary data of previous study is used. The result of the study indicates that there is significant correlation between S-PMA level with leukocytes (p value: 0.048) and urinary S-PMA level with the type of job (p value: 0.004). By 31.3% workers have urinary S-PMA level more than BEI ACGIH (>25 μg/g creatinine). The higher the benzene concentration of indoor air, the more workers have urinary S-PMA level > 25 μg/g creatinine. The result of double linear regression test finds that there is association tendency between urinary and leukocytes S-PMA level, after it is controlled by type of job, time of work per day, and exercising habit variables. It can be concluded that there is association between urinary S-PMA level and the number of leukocytes decrease.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
T45861
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hadi Djunaedi
"Benzena merupakan bahan kimia yang masih diperlukan di berbagai industri, tetapi mempunyai dampak negatif terhadap kesehatan pekerjanya walaupun proses terjadinya dalam jangka waktu lama, dapat berakibat fatal. Dampak ini dapat diperkecil dengan melakukan pemantauan lingkungan kerja terpajan benzena dan kesehatan pekerjanya secara teratur. Penelitian mengenai akibat pajanan benzena di lingkungan kerja masih sedikit dilakukan di Indonesia.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kelainan akibat pajanan benzena, yaitu hubungan antara kadar fenol urin dan kelainan darah di lingkungan kerja terpajan, hubungan antara lama keira di lingkungan kerja terpajan benzena dengan kadar fenol urin dan kelainan darah serta faktor-faktor risiko yang dapat mempengaruhi. Penelitian ini dilakukan di suatu pabrik cat di Jakarta. Parameter yang dipakai pada penelitian ini adalah kadar fenol aria, parameter darah (hemoglobin, leukosit, trombosit, retikulosit, eritrosit, hernatokrit, MCV, MCH, MCHC, hitting jenis leukosit).
Penelitian ini menggunakan desain pendekatan kros seksional, menjaring data melalui waarancara terstruktur, pemeriksaan fisik, pemeriksaan sampel urin dan darah terhadap 128 subjek penelitian yang terdiri dari 64 subjek penelitian di lingkungan kerja terpajan tinggi dan 64 subjek penelitian di lingkungan kerja terpajan rendah.
Kesimpulan dan saran: Kadar uap benzena di lingkungan kerja terpajan tinggi melebihi nilai ambang batas yang diperbolehkan (NAB 25 ppm). Peningkatan kadar fenol urin pada pekerja di lingkungan terpajan tinggi lebih besar dari lingkungan terpajan rendah (p = 0,003), serta meningkat dengan pertambahan lama kerja. Pemeriksaan darah menunjukkan kecenderungan penularan jumlah retikulosit pada pekerja di lingkungan kerja terpajan tinggi 17 x dibandingkan dengan lingkungan kerja terpajan rendah (p = 0,01, OR 16,89, CI = 1,71 - 166,73) dan terdapat hubungan antara rata-rata retikulosit dengan lama kerja. Juga terdapat hubungan bermakna antara peningkatan jumlah rata-rata leukosit (p = 0,055), peningkatan jumlah rata-rata basofil (mann Whitney p = 0,02) dan peningkatan jumlah tenaga kerja dengan limfosit atipik dengan pajanan benzena (OR = 7,19, CI = 3,39 - 15,24). Faktor risiko yang berpengaruh pada penelitian ini adalah umur di atas 40 tahun dan lama kerja.
Dari hasil penelitian ini dapat disarankan agar pemantauan lingkungan terpajan benzena dilakukan secara teratur tiap 6 bulan dengan memperhatikan sistim produksi, ventilasi dan tata letak ruang. Perlu dilakukan pemeriksaan pekerja yang akan bekerja di lingkungan kerja terpajan benzena (pra kerja), yang sedang bekerja di lingkungan terpajan benzena (berkala dan khusus) yang terdiri atas pemeriksaan kadar fenol urin dan pemeriksaan laboratorium darah (hemoglobin, leukosit, trombosit dan retikulosit), serta diberikan penyuluhan tentang bahaya bekerja di lingkungan terpajan benzena, dan cara pemakaian masker yang baik dan tepat. Pemakaian metode kolorimetri untuk pemeriksaan kadar fenol urin. Pemeriksaan diperketat pada pekerja di atas 40 tahun dan kadar fenol urin di atas 40 mg/liter. Penatalaksanaan pajanan terhadap benzena perlu di standarisasikan.
Perlu dikembangkan kerjasama Departemen Tenaga Kerja, Departemen Kesehatan, Departemen Perindustrian & Perdagangan dan lembaga pendidikan (Program Kesehatan dan Keselamatan Kerja Pascasarjana Universitas Indonesia atau lembaga pendidikan terkait) dalarn menetapkan parameter yang lepat untuk digunakan dalam pemantauan lingkungan kerja terpajan benzena serta memantau dampak negatifnya.

Methods and Materials: Benzene is still required in many industries, but this chemical has negative impact towards workers' health, especially over long periods of exposure, it can be fatal. This hazard can be prevented by monitoring regularly, both exposure area and the workers' health. The study on this topic in Indonesia is still rare up to now.
The aims of this study are to search for benzene exposure disorders, the correlation between urine phenol level, and haematologic disorders, hazard, risk factors in the work place environment and time factor. This study was conducted at a paint factory in Jakarta. The parameters used in this study are phenol level in urine, haematologic examinations (haemoglobin, leucocyte, trombocyt, reticulocyt, erythrocyte, haematocrit, MCV. MCH, MCHC, differential count).
The design of this study was cross sectional. Data were collected by interview, physical examination; urine and blood examinations of 128 subjects consisting of 64 subjects in a high exposure area and 64 subjects in a low exposure area.
Results and Conclusion: Benzene vapor level in high exposure area is higher than the permissible threshold limit value (NAB 25 ppm). Phenol level in urine of workers in high exposure area are higher than workers in low exposure area (p = 0,003) and this increase coincided with the duration of work The results of haematological examination showed 17 x decreasing tendency of the reticulocyt count of workers in the higher exposure than workers in low exposure (p = 0,01, OR = 16,89, CI = 1,71 - 166,73) and this low reticulocyt count has significant correlations with the duration of work It also correlates significantly with increasing mean leucocyt count (p = 0,055), mean basophyl count (mann-whitney p = 0,02) and atypic lymphocyt count (OR = 7,19, CI = 3,39 - 15,24). The risk factors in this study include, more than 40 years old workers and long duration of exposure time.
Based on the results of this study, I suggest the establishment of a standard benzene exposure management and monitoring of benzene exposure area unit The monitoring should be carried out every 6 months regularly. Attention should be directed to the production system, room ventilation and workplace design. Pre-employment, and periodical examination of workers, especially for urine phenol level examination should be carried out, as well as haematologic examinations (hemoglobin, leucocyt, thrombocyt and reticulocyt). Communication, information, education on the danger of benzene exposure and the correct manner of mask usage should be the important task in this management.
This study was carried out by using colorimetric method for the examination of urine phenol. The examinations are restricted to more than 40 years old workers and more than 40 mg/liter phenol level in urine. A cooperation among Occupational Department, Health Department, Industry and Trade Department and other Institutions (Occupational Health & Safety, University of Indonesia or other relevant institutes) should draw up correct parameters and regulations for monitoring benzene vapor and hazards in work environments.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syafran Arrazy
"Benzene dapat secara enzimatik meningkatkan pembentukan Reactive Oxygen Species (ROS) yang mempengaruhi sel-sel dan berakibat kerusakan oksidatif. Malondialdehyde (MDA) merupakan produk akhir peroksidasi lemak dan menjadi salah satu indikator stres oksidatif akibat radikal bebas. S-phenylmercapturic acid (SPMA) menjadi parameter pajanan benzene pada manusia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis asosiasi SPMA terhadap MDA pada pekerja sepatu.
Metode penelitian menggunakan desain studi analitik cross-sectional. Pemilihan sampel mengunakan cluster satu tingkat terhadap industri informal. Jumlah sampel dalam penelitian ini 64 pekerja. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata konsentrasi SPMA adalah 24.63 μg/g kreatinin atau 20 responden (31.2%) memiliki konsentrasi SPMA urin di atas nilai biological exposure index (BEI) (>25 μg/g kreatinin), dan rerata kadar MDA serum pekerja adalah 10.186 μmol/L.
Berdasarkan uji statistik, diketahui ada hubungan signifikan pada konsentrasi SPMA terhadap peningkatan MDA setelah dikontrol dengan faktor umur, lama kerja, status merokok, kebiasaan alkohol, kebiasaan olahraga dan kebiasaan makan sayur dan buah (R2 : 0.133, p-value : 0.039). Studi ini menunjukkan bahwa paparan benzene memberikan efek merugikan pada stres oksidatif pekerja selain oleh umur pekerja.

Benzene can be enzymatically increasing the formation of Reactive Oxygen Species (ROS) that affect the cells and cause oxidative damage. Malondialdehyde (MDA) is the end product of lipid peroxidation and is one indicator of oxidative stress caused by free radicals. S-phenylmercapturic acid (SPMA) be the parameter of benzene exposure in humans. This study aimed to analyze the association SPMA against MDA in shoe workers.
The research method uses design analytic cross-sectional study. Selection of the sample using one level cluster to informal industry. The samples in this study are 64 workers. The results showed that median levels concentration of SPMA is 10.24 mg/g creatinine or 20 respondents (31.2%) had a concentration of SPMA urine above the value of biological exposure index (BEI) (> 25 mg / g creatinine), and median levels of serum MDA workers are 6.38 μmol/L.
Based on statistical test, we know that have a significant association for concentration of SPMA to increase MDA after controlling by age, length of employment, smoking status, alcohol habits, exercise habits and habit of eating vegetables and fruits (R2: 0133, p-value: 0.039). This study shows that exposure to benzene giving adverse effects on oxidative stress in addition to workers by age workers
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
T46534
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sudihati Hamid
"Anemia Gizi yang disebabkan karena kekurangan zat besi masih merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia. Survai Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995 menunjukkan bahwa 57,1% Remaja Putri (usia 10-14 tahun) dan 39,5% Wanita Usia Subur (WUS) menderita anemia. Hasil penelitian pada remaja putri di SMUN 3 Padang tahun 1999 juga menunjukkan angka anemia yang cukup tinggi yaitu 25,6%. Namun sejauh ini belum diketahui faktor-faktor apa yang berhubungan dengan terjadinya anemia atau rendahnya kadar hemoglobin pada siswi tersebut.
Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran asupan zat gizi terutama energi, protein, vitamin C, dan zat besi serta faktor lainnya yang berkaitan dengan kejadian anemia. Penelitian dilakukan pada siswi SMUN 3 Kota Padang Provinsi Sumatera Barat Desain penelitian adalah cross sectional. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive sampling sedangkan pengambilan sampel dilakukan secara systematic random sampling dengan jumlah sampel sebanyak 192 orang siswi.
Hasil penelitian menunjukkan besarnya prevalensi anemia sebesar 29,2%. Terdapat hubungan bermakna antara asupan zat gizi (energi,protein, zat besi) dengan kadar Hb siswi (p< 0,05). Faktor pendapatan per kapita berhubungan secara bermakna terhadap kadar Hb, sedangkan tingginya konsumsi bahan makanan penghambat absorbsi zat besi, rendahnya konsumsi bahan makanan peningkat absorbsi zat besi, pola haid yang lama, dan pendidikan ibu yang rendah menunjukkan persentase kejadian anemia yang lebih tinggi walaupun tidak bermakna secara uji statistik. Dan uji multivariat ditemukan 2 (dua) faktor yang berhubungan secara bermakna dengan kadar Hb yaitu asupan protein dan pendapatan per kapita keluarga. Asupan protein merupakan faktor dominan berhubungan dengan kadar Hb.
Dari hasil penelitian disarankan kepada sekolah untuk mengembangkan program pencegahan dan penanggulangan anemia dengan pendidikan kesehatan dan gizi melalui diskusi peer group secara berkala, pengembangan materi KIE yang menarik sesuai dengan minat remaja, pengadaan dan pemberian tablet tambah darah bagi siswi pada saat haid, pemeriksaan Hb secara berkala, dan pemberian tablet tambah darah bagi yang anemia. Kegiatan ini dilaksanakan bekerja sama dengan organisasi BP3,OSIS, Puskesmas/Dinas Kesehatan Kota Padang, Akademi Gizi Padang, dan Distributor obat.
Perlu penelitian dengan ruang lingkup lebih luas untuk mengetahui besarnya permasalahan anemia gizi di Kota Padang, khususnya pada remaja putri sebagai calon ibu agar mutu SDM dapat lebih dioptimalkan.

Nutritional Anemia, and specifically iron deficiency anemia remains one of the most severe and important nutritional deficiencies in Indonesia to day. The household health survey (SKRT) conducted in 1995 showed that 57,1% of adolescent girls (10-14 years old) and 39,5% women of reproductive age (15-44 years old) suffered from anemia. The result of survey on adolescent school girls at SMUN 3 Padang in 1999, showed that prevalence of nutritional anemia among that girls was 25,6%. So far, the factors which are related to that problem not yet known. The potential consequences of anemia in adolescent girls may include fatigue, impaired physical performance, lowered endurance, reduced attention span, decreased school performance and leads to increased risk for morbidity and mortality among pregnant women.
The objective of this study was to find out the description of nutrients intake (energy, protein, vitamin C, iron) and other factors related to hemoglobin concentration in adolescent school girls. The study has been done for adolescent school girls at SMUN 3 Padang, West Sumatera. Research designed was using cross sectional study and location of the study based on purposive sampling. Sampling used by systematic random sampling and sample size were 192 adolescent school girls.
The results indicates that 29,2% of adolescent schoolgirls was suffered from anemia (Hb concentration < 12 g/dl) and nutrients intake (energy, protein, iron) had significant relation to concentration of hemoglobin of adolescent schoolgirls (p<0,05). The household income per capita also had statistically significant relation to concentration of hemoglobin, while high consumption of inhibitor factor of iron absorption, low consumption of enhancer factor of iron absorption, length of menstruation patterns, and low level of mother education had relation to concentration of hemoglobin but non significant by using statistics. Results of multivariate statistics showed that 2 (two) factors which are protein intake and household income per capita were related significantly with hemoglobin concentration. Protein intake was dominant factor related to hemoglobin concentration.
According to the results of the study the author suggests to school to develop preventive and curative program through health and nutrition education with peer group discussion regularly, to develop the attractive material for IEC, to provide and gives iron supplementation to menstrual school girls, to assess hemoglobin concentration regularly, and gives iron supplementation to anemic girls. The activity can be done by teamwork with BP3 organization, OSIS, Public Health Center/Padang Health District, Academy of Nutrition, and Pharmacy Distributor.
It needed a study with wide-scale to investigate the problem of nutritional anemia in Padang city, especially in adolescent girls as future mothers in order to make human resources optimalized.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001
T2678
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dina Anitasari
"Kurangnya pengetahuan ibu hamil tentang tablet tambah darah berkontribusi terhadap ketidakpatuhan terapi. Leaflet dan SMS reminder merupakan media yang dapat digunakan untuk meningkatkan kepatuhan terapi. Penelitian bertujuan untuk menilai efektifitas pemberian SMS reminder dibandingkan leaflet terhadap
kepatuhan minum tablet tambah darah dan kadar hemoglobin ibu hamil. Penelitian merupakan eksprimen semu, prospektif, menggunakan dua kelompok intervensi
yang tidak berpasangan dengan pre test-post test group design. Penelitian dilakukan di dua Puskesmas kota Depok pada bulan Maret-Mei 2016. Sebanyak 38 responden
ibu hamil di Puskesmas Sukmajaya mendapatkan leaflet dan 36 responden ibu hamil di Puskesmas Pancoran Mas mendapatkan SMS reminder. Pengukuran kepatuhan menggunakan kuesioner MMAS-8. Kadar hemoglobin diukur dengan HemoCue®. Pemberian leaflet meningkatkan kepatuhan responden secara bermakna (P = 0,018) tetapi tidak bermakna meningkatkan kadar hemoglobin ratarata
(P = 0,553). 19 responden kelompok leaflet mengalami kenaikan kadar hemoglobin dengan rata-rata kenaikan 0,6 g/dl. Pemberian SMS reminder tidak meningkatkan kepatuhan responden dan kadar hemoglobin secara bermakna (P = 0,180 dan P = 0,798). 17 responden kelompok SMS reminder mengalami kenaikan kadar hemoglobin dengan rata-rata kenaikan 1,1 g/dl. Tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara pemberian leaflet dan SMS reminder terhadap peningkatan kepatuhan dan kadar hemoglobin responden (P = 0,576 dan P = 0,929).

Lack of knowledge among pregnant women about iron supplementation contributes to poor compliance to the therapy. The use of media such as leaflet and SMS reminder can be used to improve compliance. This study aims to assess effectiveness of SMS reminder than leaflet on compliance of iron supplementation and hemoglobin level in pregnant women. This was a quasi-experimental study, prospectives, using two intervention groups with a pretest-posttest group design. The study was conducted between March and May 2016 in two public health center in Depok city. A total of 38 respondents in Sukmajaya get a leaflet and 36 respondents in Pancoran Mas get SMS reminders. Patient's compliance was measured by MMAS-8 quesionaire. Hemoglobin level was measured by HemoCue®. Leaflet improved patient's compliance significantly (P=0,018) but did not significantly increase the average hemoglobin level (P=0,553). 19 respondents in leaflet group experienced an increase in hemoglobin levels with an average 0.6 g/dl. SMS reminder didn't improve patient’s compliance neither did hemoglobin level significantly (P=0,180 dan P=0,798). 17 respondents in SMS reminder group experienced an increase in hemoglobin levels with an average 1.1 g/dl. There were no difference between leaflet and SMS reminder to improve patient’s compliance and hemoglobin level (P=0,576 dan P=0,929).
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2016
T45731
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ballada Santi
"Anemia didetinisikan sebagai suatu keadaan kadar hemoglobin (Hb) dalam darah lcbih rcndah daripada nilai normal untuk kclompok orang yang bersangkutan. Anemia ibu hamil berdasarkan SKRT tahun |995 sebesar 50,9%; prevalensi anemia ibu hamil di Kabupaten Kuningan tahun 2005 sebesar 62,5 %. Salah satu upaya untuk pencegahan dan penanggulangan anemia ibu hamil dengan pemberian suplemen tablet besi-folat. Selain suplemen tablet besi folat, pemerintah daerah juga menyediakan suplemcn multivitamin mineral. Tujuan penelitian untuk mengetahui perbedaan pengaruh konsumsi supiemen tablet besi-folat dan suplemen multivitamin mineral terhadap kadar hemoglobin pada ibu hamil anemia di Kabupaten Kuningan Tahun 2006.
Penelitian ini menggunakan desain ekspcrimen dengan randomisasi, dilakukan pada ibu hamil anemia dengan umur kehamilan trimester ll (minggu kc 16 sampai minggu ke 24) yang menderita anemia di Wilayah Kabupaten Kuningan Tahun 2006. Jumlah sampel 138 terdiri : 70 diberi suplemen tablet besi folat dan 68 diberi saplemen multivitamin mineral. Data yang dikumpulkan dam primer yang diperoleh melalui wawancara dan pengukuran. Data diuji dengan 1.1851 berpasangan dan Lies! dna mean independent.
Hasil penelitian diperoleh : proporsi anemia pada ibu hamil trimester ll di Kabupaten Kuningan masih cukup tinggi (59,57 %); karakteristik ibu hamil yaitu usia ibu hamil, jamk kehamilan, paritas, latar belakang pendidikan, pekerjaan, asupan makanan, pola konsumsi makanan dan status gizi ibu hamil tidak ada perbedaan yang bermakna pada kedua kelompok pcrlakuan atau dapat dikatakan homogen; terdapat perbedaan yang bermakna kadar Hb sebelum dan setelah perlakuan; terdapat kcccndcrungan pcningkatan :ata-rata kadar Hb lebih tinggi pada ibu hamil yang dibcri suplemen tablet besi folat dibandingkan ibu hamil yang diberi suplemen multivitamin mineral, tidak ada pcrbedaan yang bcmiakna kenaikan kadar Hb antara ibu hamil yang diberi suplemen tablet besi folat dan ibu hamil yang diberi suplemen multivitamin mineral, peningkatan kadar Hb lebih tinggi pada ibu hamil anemia dengan kadar llb awal yang lebih rendah karena kebutuhan tubuh akan besi berpengaruh besar terhadap absorpsi besi.
Disimpulkan terdapat perbedaan yang bemtakna rata-rata kaclar Hb sebelum dan sesudah pcrlakuan pada ibu yang diberi suplemen tablet besi folat dan ibu yang diberi suplemen multivitamin mineral, tidak ada pcrbedaan yang bemtakna kenaikan kadar Hb ibu hamil yang diberi suplemen tablet besi folat dan ibu hamil yang diberi suplemen multivitamin mineral, kecendemngan peningkatan kadar Hb lebih tinggi pada ibu hamil anemia yang diberi suplemen tablet besi folat dibandingkan dengan ibu hamil anemia yang diberi suplemen multivitamin mineral, suplemen tablet besi folat maupun suplemen multivitamin mineral dapat meningkatkan kadar Hb ibu hamil anemia sama baiknya, peningkatan Radar Hb lebih tinggi pada ibu hamil anemia dengan kadat' Hb awal yang lebih rendah karena kebutuhan tubuh akan besi berpengaruh besar terhadap absorpsi besi.
Disarankan penanggulangan ibu hamil anemia dapat dengan pemberian suplemen tablet besi folat maupun suplemen multivitamin mineral tetapi perlu dipertimbangkan efektivitas dari segi finansial, perlu penekanan dalam keteraturan minum suplemen. Pcmilih suplemen multivitamin mineral perlu dipertimbangkan dengan kandungan besi sesuai dengan standar WI-IO (60 mg besi) dan unsur vitamin lain yang berguna untuk meningkatkan kadar Hb ibu hamil serta mengurangi efek, melakukan penyuluhan tentang asupan makanan yang mengandung zat besi. "
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2006
T34501
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Helda Khusnun
"ABSTRACT
The overall objectives of this study is to examine whether a population of healthy University of Indonesia students have different hemoglobin distribution from that of American population and if there was difference whether it is appropriate to set up a new cut-off point for anemia as a screening tools for iron deficiency in population.
This study is designed as a cross-sectional study using convenience sampling procedure. A total of 214 males and 190 females were studied from January to February 1997. After data cleaning, 203 healthy Indonesian males and 170 females were eligible for data analysis.
Blood samples of the subjects was drawn to analyze hemoglobin and hematocrit level, red and white blood cell count, erythrocyte sedimentation rate, serum iron concentration and total iron binding capacity, serum ferritin and zinc protoporphyrin concentration. A structured questionnaire was administered to investigate factors that could influence hemoglobin level. The mean hemoglobin was compared with that of the United States population using results of NHANES III.
The result showed that the mean hemoglobin of Indonesian male was the same with the American population in NHANES Ill. While for female there are difference in mean hemoglobin between the Indonesian and American, which could lead to different cutoff criteria for anemia. However when specificity and sensitivity of the new cutoff (Hb < 11.3 g/dl) and the WHO cutoff (Hb < 12 g/dI) were compared, the result showed that the latest had a more favorable sensitivity and specificity. Thus, this survey confirmed that there is no need to develop different cutoff points for anemia as a tool for iron deficiency screening."
1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shanti Iswara
"ABSTRAK
Ruang lingkup dan cara penelitian
Tingginya prevalensi anemia defisiensi besi pada wanita usia reproduksi di Indonesia. Asupan zat besi melalui makanan dan aktifitas fisik/olahraga yang berat dapat merupakan salah satu faktor penyebab anemia defisiensi besi. Telah dilakukan penelitian quasi eksperimental pada 60 siswa wanita untuk melihat pengaruh latihan fisik yang teratur dan konsumsi makanan yang didapat setiap hari terhadap kadar hemoglobin dan feritin serum di suatu pendidikan khusus selama 12 minggu. Pada awal dan akhir penelitian, kepada subjek dilakukan pemeriksaan; kesehatan, antropometri, kadar hemoglobin dan feritin serum. Sedangkan asupan makanan dan kegiatan 24 jam dinilai selama masa penelitian berlangsung. Dengan metode 3 days record dan metode faktorial.
Hasi1 dan Kesimpulan
Pada awal dan akhir penelitian didapatkan kejadian defisiensi besi dengan atau tanpa anemia dan anemia bukan defisiensi besi yang cukup tinggi. Kualitas makanan yang diterima mempunyai imbangan sumber energi yang sesuai dengan anjuran, dan kuantitas asupan zat gizi yang diteliti (lemak, protein, zat besi dan vitamin C) berada di atas nilai kebutuhan yang disesuaikan dengan kecukupan yang dianjurkan, kecuali asupan energi dan karbohidrat sedikit di bawah nilai kecukupan. Jenis aktifitas/kegiatan yang dilakukan to nnasuk kategori jenis aktifitas berat dengan keluaran energi dalam sehari sebesar 3496,88+134,21 Kal. Latihan fisik dan asupan makanan yang diterima selama penelitian ini berlangsung, dapat menurunkan berat badan dan indeks masa tubuh (p<0,05), tetapi meningkatkan kadar hemoglobin (p;0,05) dan feritin serum (p<0,05). Perubahan ini dipikirkan karena selain adanya efek konsumsi zat besi dari makanan yang diterima, jenis intensitas dan lama latihan fisik yang dilakukan, distribusi populasi subjek berdasarkan kadar hemoglobin dan feritin serum turut pula mempengaruhinya.

ABSTRACT
Scope and Method of Study:
The prevalence of iron deficiency anaemia in reproductive age women in Indonesia is high. Two factors involved on causing iron deficiency anaemia are food intake and hard physical training.
A quacy experimental study was done on 60 women to investigate the changes of hemoglobin and serum ferritin on women student who had regular meals and taking basic physical training during 12 weeks in special education. Physical, anthropometric examination, hemoglobin and serum ferritin concentration determination were done on each subject at the beginning and at the end of the basic special education. The evaluation of food intake and 24 hours activities were done using three days record and factorial method during this study.
Result and Conclusions:
The incidence of iron deficiency at the beginning and at the end of study were quite high, both among the anaemic and the non anaemic group. The quality of food intake was well balanced and the quantity of each nutritional element under study (fat, protein, iron and vitamin C) were above the optimal requirement, except calorie and carbohydrate were slightly below the optimal requirement. The exercises done by the subjects were categorized as heavy exercise with energy expenditure of 3496.88±134.21 calories per day. Heavy exercise and food intake during the study managed, to lower the body weight and body mass index (p<0.05) and increased the hemoglobin and serum ferritin concentrations (p<0.05). The changes were thought due to iron consumption, intensity and duration of physical training, subject population distribution according to hemoglobin and serum ferritin concentrations.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>