Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 169423 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ramos Karintus
"Kredit Sindikasi merupakan bentuk pembiayaan untuk suatu proyek besar dimana dalam pemberian kredit tersebut tidak dapat diberikan oleh 1 Kreditur saja, dan biasanya dilakukan oleh lebih dari 1 Kreditur. Dalam Peraturan yang berlaku di Indonesia, Bank harus menerapkan Prinsip Kehati-hatian dalam menyalurkan kredit sindikasi dan harus memerhatikan ketentuan Peraturan Bank Indonesia (PBI) mengenai Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) agar dapat tetap menjaga kestabilan Bank dalam menjalankan usahanya.
Penelitian ini menjelaskan bagaimana salah satu kreditur mengajukan gugatan hukum terhadap debitur yang belum melunasi hutangnya yang disebabkan agent fasilitas yang ditunjuk ternyata telah diliukuidasi dan tidak dapat menjalankan kewenangannya, sehingga kreditur lainnya tidak mendapatkan haknya.
Penelitian ini bersifat yuridis normatif dan eksplanatoris untuk menjelaskan bagaimana kesesuaian Hakim dalam mempertimbangkan dan memutuskan penentuan kedudukan anggota sindikasi tersebut telah sesuai dengan peraturan yang berlaku. Kesimpulan dalam tesis ini yaitu setiap peralihan yang terjadi kepada Agent Fasilitas harus diketahui dan disetujui oleh kreditur lainnya, dan Perjanjian Kreditnya juga harus disesuaikan dengan kedudukan kreditur yang baru.

Syndicated credit is a form of financing for a major projects where in the the
provision of credit could not be given only by one creditor, and usually done by
more than one creditor. In Indonesia regulations, banks have to applied the
principle of prudence in channeling syndicated credit and have to consider the
provisions of Bank Indonesia (PBI) about Legal Lending Limit (BMPK) that can
keep the stability of the bank in it?s business.
This research explain about how a creditor filed a lawsuit against debtors who he has not paid his debts that caused appointed facility agent have turned out to be liquidated and caused he cannot be exercise their authority, so that the rest of creditors could get their rights.
This research is juridical normative and explanatory that explain judge conformity in the judgment of the determination of a member of this syndicated credit in accordance with applicable regulations. Conclusion of this research is that every transfer to be made have to known by the appointed facility agent and approved by the rest of creditors, and the agreement of credits also should be adjusted with a position of a new lender.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T46587
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shafira Ramadanti Desliara
"Kredit sindikasi merupakan salah satu cara bank untuk melakukan diversifikasi risiko dan untuk memastikan bahwa bank menaati Batas Maksimum Pemberian Kredit yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Kredit sindikasi adalah salah satu solusi pembiayaan untuk debitor-debitor yang membutuhkan pembiayaan dengan jumlah yang besar untuk pelaksanaan proyek-proyek besar, yang saat ini merupakan tren terbaru di Indonesia. Berdasarkan data Bloomberg Global Syndicated Loans League Table 2016, pada tahun 2016 Bank X menempati posisi kedua sebagai bookrunner di ASEAN, dengan jumlah deal sebanyak 13. Sebagai mandated lead arranger, Bank X menempati posisi ke 8 di ASEAN dengan jumlah deal sebanyak 19. Salah satu kredit sindikasi yang melibatkan Bank X sebagai kreditor adalah kredit sindikasi untuk pembiayaan Proyek ABC, suatu proyek pembangunan jaringan serat optik nasional di wilayah Indonesia bagian Timur. Selain terlibat sebagai salah satu kreditor, Bank X berperan sebagai arranger, agen fasilitas, agen jaminan, dan agen escrow. Bank X juga merupakan kreditor dengan porsi fasilitas kredit terbesar dalam kredit sindikasi ini. Sebagai salah satu kegiatan usaha yang dilakukan oleh bank, pemberian kredit sindikasi harus dilaksanakan sesuai dengan prinsip kehati-hatian dalam perbankan guna melindungi kepentingan dari bank itu sendiri. Karakteristik kredit sindikasi, sebagai suatu pemberian kredit yang melibatkan lebih dari satu kreditor, dan umumnya jumlah kredit yang besar, merupakan alasan lebih bagi bank untuk memastikan kesesuaian pemberian kredit sindikasi dengan prinsip kehati-hatian dalam perbankan dan peraturan perundang-undangan terkait. Untuk itu, skripsi ini akan membahas mengenai bagaimana penerapan prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit sindikasi diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Selain itu, skripsi ini juga akan membahas mengenai penerapan prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit sindikasi di Bank X, dan kesesuaiannya dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Metode penelitian yang Penulis gunakan adalah penelitian yuridis normatif. Hasil dari penelitian ini menemukan bahwa Bank X telah berusaha melaksanakan pemberian kredit sindikasi sesuai dengan prinsip kehati-hatian dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Syndicated credit is a method of risk diversification for banks and is a way to ensure that banks adhere to the Legal Lending Limit set in the prevailing regulations. Syndicated credit is a solution for debtors in need of large financing for big projects, which is currently a trend in Indonesia. According to the Bloomberg Global Syndicated Loans League Table 2016, in 2016, Bank X ranked second as bookrunner in ASEAN, with a deal count of 13. As mandated lead arranger, Bank X ranked eight in ASEAN, with a deal count of 19. One of the syndicated credits that involves Bank X as creditor is the syndicated credit given for the financing of Project ABC, a project to build a national scale network of optical fibres in Eastern Indonesia. Apart from being one of the creditors, Bank X also plays the part of arranger, facility agent, security agent, and escrow agent. Bank X is also the creditor with the biggest share in the credit facility for this particular syndicated credit. As one of the business activities undertaken by banks, syndicated credit must adhere to prudential banking principle to protect the interests of the bank itself. The characteristics of syndicated credit, as a credit that involves more than one creditors, and a big amount of credit, is more reason for banks to ensure the compliance of the syndicated credit with prudential banking principle and the prevailing regulations. Thus, this thesis will explain how implementation of prudential banking principle in syndicated credit is regulated in Indonesia. Other than that, this thesis will also explain how Bank X implements prudential banking principle in syndicated credit provision, and its compliance to regulations currently in force. The form of this research is normative juridical. This thesis is a library research which delivers descriptive research typology. This thesis concludes that in giving syndicated credit, Bank X has done its best to comply to the prudential banking principle and the regulations currently in force."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arika Widi Asmara
"Pada dasarnya kredit bermasalah merupakan hal yang wajar terjadi di industri perbankan karena faktor penyebabnya yang begitu beragam. Akan tetapi, meskipun terdapat kewajaran atas terjadinya kredit bermasalah pada suatu bank, berdasarkan data statistik Bank Indonesia bulan Desember 2005 bahwa kredit bermasalah pada bank BUMN dengan bank swasta nasional, dengan nilai perbandingan persentase NPL 14,75% : 3,22%. Maka dari itu perlu dikaji apa yang menjadi penyebab besarnya kredit macet dan bagaimana mekanisme penanganan kredit bermasalah yang dilakukan oleh bank di dalam praktek. Untuk mengkajinya digunakan metode studi kepustakaan yang bersifat yuridis-normatif, Namun, didukung dengan alat pengumpulan data yaitu studi draf perjanjian kredit dari Bank X. Dari hasil kajian perangkat hukum perdata dan hukum ternyata perbankan telah diberikan perlindungan memadai dalam menangani persoalan kredit macet. Oleh hukum, bank telah diberi beberapa jalan untuk menanganinya. Secara preventif, bank dilarang mengobral dana atau bersikap ”murah hati” kepada nasabah dengan menerapkan prinsip kehati-hatian dengan sungguh-sungguh. Penyaluran kredit harus disertai jaminan (agunan) lengkap dengan perjanjian untuk menjual barang agunan atas kekuasaan kreditur (beding van eigen matige verkoop). Dengan janji tersebut bank selaku kreditur dapat langsung menjual barang jaminan (parate executie) dengan bantuan Kantor Lelang Negara (KLN) tanpa harus meminta izin (fiat) pengadilan negeri (PN). Apabila tidak diperjanjikan hak demikian, bank (swasta) dapat meminta PN melakukan sita eksekusi atas barang jaminan dan menjual lelang melalui KLN berdasarkan Pasal 224 HIR. Sedang bank pemerintah dapat meminta PUPN (Panitia Urusan Piutang Negara) untuk menyelesaikan kredit yang berada di tangan debitur."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
S24679
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sembiring, Rama Pradhana
"ABSTRAK
Salah satu kegiatan bank selain menyimpan dana dari masyarakat ialah menyalurkan dana kepada masyarakat, yaitu dengan cara pemberian kredit. Dalam pemberian kredit ini, bank tidak dapat sembarangan menerima calon debitur. Terlebih dahulu harus ada proses pengecekan, kemudian debitur harus memenuhi sejumlah syarat agar debitur dapat menerima kredit yang diberikan oleh Bank. Hal tersebut merupakan bagian dari penerapan prinsip kehati-hatian yang harus dijalankan oleh bank atau dikenal dengan prinsip 5?C. Kredit juga wajib disertai dengan jaminan. Seringkali ditemukan adanya masalah-masalah dalam pemberian kredit yaitu adanya wanprestasi dari penerima kredit dengan tidak membayar angsuran kredit atau memberikan jaminan yang tidak benar dalam pemberian kredit sehingga diperlukan analisa mengenai perlindungan hukum bank dalam pemberian kredit dan pengaturan dalam pemberian kredit. Penelitian ini menggunakan bentuk metode penelitian hukum normatif dengan melalui studi kasus berdasarkan putusan yang dikeluarkan pengadilan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah pengaturan kredit di Indonesia dikeluarkan oleh Bank Indonesia berdasarkan Peraturan Bank Indonesia dan perlindungan hukum bank dalam kasus terdapat pada perjanjian kredit beserta pengikatan jaminan kredit yang memberikan perlindungan hukum bagi bank.

ABSTRACT
One of the activities of banks besides saving of public funds is channeled funds to the public, by way of granting credit. In granting this loan, the banks can not arbitrarily accept borrowers. First there must be a checking process, then the debtor must meet a number of requirements for debtors may receive loans granted by the Bank. It is part of the application of the precautionary principle to be executed by the bank, known as 5'C Principle. Credit also must be accompanied by a guarantee. Often found any problems in the provision of credit that is the recipient of default of credit by not paying the loan installments or warranties untrue in lending so requires an analysis of the legal protection of bank lending and the setting in lending. This study uses a form of normative legal research methods through case studies based on the decision issued by the court. The conclusion of this study is a credit arrangement in Indonesia issued by Bank Indonesia Regulation of Bank Indonesia and the legal protection of the bank in case contained in the credit agreement and its binding credit guarantees that provide legal protection for banks"
2016
S63491
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rudy Darmawan
"Sejalan dengan perkembangan pembangunan pada umumnya dan pembangunan ekonomi pada khususnya, maka peran bank sebagai badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan tarat hidup rakyat menjadi sangat penting. Debitur yang memerlukan fasilitas kredit dengan ingin tetap menguasai benda yang dijaminkannya untuk tetap menjamin kelangsungan usahanya, fiducia (penyerahan hak milik secara kepercayaan) adalah bentuk jaminan yang memenuhi kebutuhan praktek perkreditan. Kewajiban dari debitur pada perjanjian kredit dengan jaminan secara fidusia pada prinsipnya mirip dengan debitur dalam perjanjian pinjam pakai yaitu bertindak sebagai bapak rumah yang baik yang berkewajiban untuk menyimpan dari memelihara dengan minat yang sama seperti terhadap barang miliknya sendiri. Pengawasan yang dilakukan BNI terhadap batang jaminan, dilakukan secara berkala setiap tiga bulan sekali yang dimuat dalam daftar lampiran rincian barang yang difiduciakan Untuk mencegah atau setidaknya memperkecil kemungkinan dilakukannya pengalihan barang yang di jaminkan secara FEO. Bank BNI mengambil kebijaksanaan yaitu menguasai bukti kepemilikan benda yang bersangkutan. Reisiko yang timbul atas barang jaminan misalnya rusak, kecurian, hilang, diantisipasi dengan asuransi yang dibayar preminya oleh debitur penerima kredit. Penyelesaian kredit macet oleh BNI akan dilakukan melalui musyawarah, Pengadilan Negeri atau PUPN·."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1997
S20750
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ginting, Joyce Karina
"Tesis ini membahas mengenai pengalihan objek jaminan fidusia yang belum didaftarkan oleh pihak debitur tanpa sepengetahuan pihak kreditur sebagaimana yang ada dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 1271 K/Pdt/2016. Permasalahan pada tesis ini adalah 1) Legalitas pengalihan objek jaminan fidusia yang belum didaftarkan tanpa persetujuan kreditur; 2) Perlindungan hukum bagi kreditur dalam hal debitur mengalihkan objek jaminan fidusia yang belum didaftarkan tanpa persetujuan kreditur. Metode penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif, dengan menggunakan data sekunder yang dikumpulkan melalui studi literatur. Menggunakan metode pendekatan kualitatif, yang mana menghasilkan bentuk hasil penelitian yaitu deskriptif analitis. Simpulan dari penulisan tesis ini adalah pengalihan objek jaminan fidusia yang belum didaftarkan tanpa persetujuan kreditur merupakan tindakan yang tidak dibenarkan menurut hukum (tidak sah) dan perlindungan hukum bagi kreditur dalam hal debitur mengalihkan objek Jaminan Fidusia yang belum didaftarkan tanpa persetujuan kreditur dapat dikenakan tanggung jawab perdata dan pidana bagi debitur tersebut. Saran dari penulis adalah perusahaan lembaga pembiayaan wajib menaati ketentuan yang termuat dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia terkait pelaksanaan perjanjian Jaminan Fidusia, seperti melakukan pendaftaran perjanjian Jaminan Fidusia melalui pembuatan akta Jaminan Fidusia oleh Notaris dan didaftarkan ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia untuk diterbitkan sertifikatnya.

This thesis discusses the transfer of unregistered fiduciary collateral objects by the debtor without the approval of the creditors as contained in the Decision of the Supreme Court Number 1271 K/Pdt/2016. Problems in this thesis are 1) Legality of the transfer of unregistered fiduciary collateral objects without the creditors approval; 2) Legal protection for creditors in the event that the debtor transfers unregistered fiduciary collateral objects without the creditors approval. This research method is a normative juridical study with the nature of descriptive research, using secondary data collected through literature studies. Using a qualitative approach, which produces a form of research results that is descriptive analytical. The conclusion from the writing of this thesis is that the transfer of unregistered fiduciary collateral objects without the creditors approval is an unlawful act. Legal protection for creditors in the event that the debtor transfers the object of the unregistered Fiduciary Guarantee without the creditors approval may be subject to civil and criminal liability for the debtor. The suggestion from the writer is that the financial institution company must obey the provisions contained in Fiduciary Guarantee Law related to the implementation of the Fiduciary Guarantee agreement, such as registering a Fiduciary Guarantee agreement through the making of a Fiduciary Deed by the Notary Public and being registered with the Ministry of Law and Human Rights of the Republic of Indonesia for its certificate."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T54876
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Valentina Hartini Lestiani Dewi
"[Tesis ini membahas tentang perlindungan kepada kreditur terhadap perjanjian kredit antara debitur dan kreditur dengan jaminan hak tanggungan untuk mengamankan kreditur apabila debitur cidera janji. Tetapi pada kenyataannya meskipun telah mendapat dan memegang hak tanggungan belum tentu posisi kreditur sepenuhnya aman, sebab tidak selalu hak tanggungan tersebut dapat dieksekusi sehingga mengakibatkan kerugian bagi kreditur. Penelitian ini adalah yuridis normatif dengan desain preskriptif. Analisis kasus dilakukan terhadap
putusan Mahkamah Agung Nomor 396 K/Pdt/2009 yang menyatakan bahwa kreditur tidak dapat mengeksekusi hak tanggungan yang diberikan sebagai jaminan kepadanya. Hasil penelitian menyatakan bahwa kurangnya komitmen kreditur dalam melaksanakan prinsip kehati-hatian dapat mengakibatkan kerugian bagi kreditur, maka dari itu disarankan agar kreditur menjalankan semua tahapan dalam proses penilaian calon debitur sehingga kreditur mendapat perlindungan
menyeluruh, dan notaris hanya bertanggung jawab sebatas kebenaran formal.;This thesis deals with protection for creditor over a credit agreement between a creditor and a debtor with security taking the form of mortgage right to protect the creditor if debtor is in default. However in practice in spite of having obtained and having held the mortgage right the position of creditor is not necessarily safe
(secure), because the mortgage right is not always executable as to cause loss to creditor. This research (study) is judicially normative in prescriptive design. Case analysis is done on the Verdict of the Supreme Court Number: 396 K/Pdt/2009 stating that creditor cannot execute the mortgage right granted for him/her/its security. The research result shows that because creditor looking commitment in prudence principle may cause a loss to creditor, and therefore it is recommended that creditor should take all phases (action) in the assessment process of
prospective debtor so that creditor get an overall protection and notary public is only responsible to the extent of formal authenticity., This thesis deals with protection for creditor over a credit agreement between a
creditor and a debtor with security taking the form of mortgage right to protect the
creditor if debtor is in default. However in practice in spite of having obtained and
having held the mortgage right the position of creditor is not necessarily safe
(secure), because the mortgage right is not always executable as to cause loss to
creditor. This research (study) is judicially normative in prescriptive design. Case
analysis is done on the Verdict of the Supreme Court Number: 396 K/Pdt/2009
stating that creditor cannot execute the mortgage right granted for him/her/its
security. The research result shows that because creditor looking commitment in
prudence principle may cause a loss to creditor, and therefore it is recommended
that creditor should take all phases (action) in the assessment process of
prospective debtor so that creditor get an overall protection and notary public is
only responsible to the extent of formal authenticity.]"
Universitas Indonesia, 2015
T44000
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Beckman, Theodore N.
New York, NY: McGraw-Hill , 1949
658.88 BEC c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Moerniati
"ABSTRAK
Pasal 224 Reglemen Indonesia yang diperbaharui merupakan suatu pasal yang dibuat oleh pembentuk undang-undang untuk memberi kemudahan kepada kreditur dalam hal debitur melakukan wanprestasi.
Dengan adanya pasal tersebut maka kreditur dapat langsung mengeksekusi barang jaminan debitur tanpa harus ada keputusan Pengadilan yang telah berkekuatan tetap. Adapun grosse akta yang dapat dieksekusi secara langusung ditentukan secara limitatif oleh pembentuk undang-undang yaitu hanya grosse akta pengakuan hutang dan grosse akta hipotik saja.
Pada tahun 1985 Mahkamah Agung Republik Indonesia melalui surat Nomor :213/229/85/II/Um.Tu/Pdt. tertanggal 16 April 1985 telah memberi suatu fatwa grosse akta, yang menyebutkan bahwa dalam suatu grosse akta hanya berisi kewajiban untuk membayar sejumlah uang tertentu saja. Dalam suatu grosse akta tidak dapat ditambahkan persyaratan-persyaratan tersebut berbentuk perjanjian.
Inti persoalan yang timbul mengenai grosse akta ialah :
1. apakah untuk suatu grosse akta dapat ditambah dengan syarat lain selain kewajiban untuk membayar sejumlah uang tetentu;
2. Apakah untuk jumlah hutang yang pasti dapat dikaitkan dengan jumlah hutang yang tertera dalam rekening koran bank.
Mahkamah Agung Republik Indonesia sampai saat ini tetap pada pendiriannya yaitu pengertian grosse akta tidak perlu diperluas demi untuk melindungi kepentingan debitur, jika ada debitur yang nakal penyelesaian hutangnya dapat melalui Badan Urusan Piutang Negara.
Sedangkan mengenai eksekusi grosse akta hipotik tidak terdapat masalah yang besar karena telah mempunyai peraturan yang lengkap, asal saja dokumen-dokumennya telah dibuat secara lengkap."
Depok: Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yossy Indah Pertiwi
"[Dalam hal debitor wanprestasi, maka sudah selayaknya kreditor dapat langsung
mengeksekusi objek jaminan tersebut melalui lelang. Saat pelaksanaan lelang,
siapa saja dapat menjadi peserta lelang, kecuali yang bersangkutan termasuk
dalam pihak-pihak yang dilarang sebagai peserta lelang, seperti yang tercantum
dalam Pasal 49 ayat (1) PMK No. 40/PMK.07/2006 jo Pasal 69 PMK No.
93/PMK.06/2010. Penulis menganalisis bagaimana keabsahan lelang yang
dimenangkan oleh karyawan kreditor beserta pertimbangan Hakim dalam putusan
Nomor 1368K/Pdt/2011. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis
normatif yaitu menelaah norma-norma hukum tertulis yang berkaitan dengan
permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini tidak
ditemukan peraturan yang secara khusus mengatur mengenai boleh atau tidaknya
karyawan kreditor menjadi peserta lelang, yang berakibat munculnya dua putusan
yang berbeda mengenai hal tersebut, yaitu putusan dalam tingkat pertama dengan
putusan dalam tingkat banding dan kasasi. Namun, setelah Penulis menelaah lebih
dalam mengenai hal tersebut, tidak ada satu ketentuan yang melarang karyawan
kreditor menjadi peserta bahkan Pembeli dalam lelang. Karyawan tersebut dapat
menjadi peserta bahkan menjadi pembeli dalam lelang selama yang bersangkutan
telah memenuhi seluruh kewajibannya. Dengan demikian, lelang yang telah
dilaksanakan pada tanggal 18 September 2007 yang memenangkan Tergugat IV
selaku karyawan kreditor adalah sah dan tidak melanggar hukum
In case when the debtor defaults, the creditor can directly execute the object of
mortgage right. Currently the auction, anyone can become and join as a
participant in the auction, except the concerned parties including the banned as a
participant of the auction, as stated in Article 49 paragraph (1) PMK No. 40/
PMK.07/2006 in conjunction with Article 69 PMK No. 93/PMK.06/2010. The
author analyzes how the validity of the auction, which was won by the creditor’s
employees and how about the Judge’s consideration when made a decision No.
1368K/Pdt/2011. The method used is a normative juridical norms which examines
the written law relating to the issues raised in this study. In this research, there’s
no regulations specifically regarding whether or not the creditor’s employee
become a participant in the auction, which resulted two different decisions from
two different courts, there are Jakarta Timur’s district court with DKI Jakarta’s
high court and the supreme court. However, after the author examines more
deeply about that problem, there is no spesific regulation about the creditor’s
employee banned as a participant in auction. As long as that employee can
fulfilling all of their obligations they can become a participant or the winner of the
auction. Therefore, the auction that was held on September 18, 2007 who won by
the fourth defendant as a creditor’s employee is still valid because he doesn’t
violates the law., In case when the debtor defaults, the creditor can directly execute the object of
mortgage right. Currently the auction, anyone can become and join as a
participant in the auction, except the concerned parties including the banned as a
participant of the auction, as stated in Article 49 paragraph (1) PMK No. 40/
PMK.07/2006 in conjunction with Article 69 PMK No. 93/PMK.06/2010. The
author analyzes how the validity of the auction, which was won by the creditor’s
employees and how about the Judge’s consideration when made a decision No.
1368K/Pdt/2011. The method used is a normative juridical norms which examines
the written law relating to the issues raised in this study. In this research, there’s
no regulations specifically regarding whether or not the creditor’s employee
become a participant in the auction, which resulted two different decisions from
two different courts, there are Jakarta Timur’s district court with DKI Jakarta’s
high court and the supreme court. However, after the author examines more
deeply about that problem, there is no spesific regulation about the creditor’s
employee banned as a participant in auction. As long as that employee can
fulfilling all of their obligations they can become a participant or the winner of the
auction. Therefore, the auction that was held on September 18, 2007 who won by
the fourth defendant as a creditor’s employee is still valid because he doesn’t
violates the law.]"
Universitas Indonesia, 2015
T44375
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>