Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 76367 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Vetri Nurliyanti
"Kebutuhan sel surya ekonomis telah memicu perkembangan teknologi sel surya lapisan tipis dari bahan baku yang murah, berlimpah dan ramah lingkungan, salah satunya adalah sel surya Cu2ZnSnS4 (CZTS). Namun sebagai senyawa semikonduktor kuartener, pembentukan fasa tunggal CZTS cukup sulit karena melibatkan banyak elemen yang cenderung membentuk fasa-fasa yang dapat menurunkan kualitas dari sel surya CZTS. Tantangan ini memberi peluang bagi pengembangan material sel surya alternatif berbasis senyawa semikonduktor biner/tersier seperti Cu2SnS3 (CTS). Telah dilakukan sintesis serbuk senyawa CTS dalam reaksi fasa padat menggunakan bahan baku serbuk elemen Cu, Sn, dan S dengan variasi komposisi prekursor (S-rich, Sn-rich dan Cu-poor).
Proses sintesis diawali dengan pencampuran serbuk Cu, Sn dan S menggunakan mortar-pestle dan rotary mixing selama 3 jam lalu dianil pada temperatur 200-600 0C dengan waktu tahan 1 jam. Mekanisme kristalisasi fasa CTS dianalisis menggunakan DTA-TGA dan XRD. Hasil analisis kualitatif dengan XRD menunjukkan bahwa metode sintesis ini belum menghasilkan fasa murni CTS. Fasa CTS mulai terbentuk pada temperatur > 340 0C melalui reaksi antar fasa-fasa biner Cu2-xS, SnS dan elemen S. Kemurnian dan kristalinitas fasa CTS paling optimal dihasilkan oleh sampel Cu-poor dengan temperatur anil optimal adalah antara 340-420°C dan 507-600°C. Hasil uji morfologi dengan SEM menunjukkan serbuk CTS polikristalin teraglomerasi dengan bentuk dan ukuran serbuk yang tidak homogen. Besar energi celah pita rata-rata yang diuji dengan Diffuse Reflectance Spectroscopy UV-VIS adalah sekitar 1,67 eV.

The need for economical solar cells has stimulated the development of thin film solar cell (TFSC) technology using inexpensive, earth-abundant and non-toxic photovoltaic (PV) materials, like Cu2ZnSnS4 (CZTS). However, as a quaternary semiconductor compound, the growth and the formation of a single phase CZTS is difficult because of the formation of secondary phases which will alterits PV properties. Hence, it was thought to explore the ternary semiconductor compound like CTS as an alternative PV material. CTS compound powder has been synthesized by solid state reaction using elemental powders Cu, Sn and S.. The effect of Sulfur (S) and Tin (Sn) content in precursor on the purity and crystallinity of CTS material has been investigated.
The experiment begins by mixing powders of Cu, Sn and S using mortar-pestle and rotary mixing for 3 hours and then annealed at a temperature of 200-600 0C with a hold time of 1 hour. The CTS reaction chemistry was also analyzed based on the DTA-TGA and XRD results. Qualitative analysis by XRD showed that this synthesis method is not yet produce pure phase CTS. The crystallization of CTS began at 340 0C through the reaction between Cu2-xS, SnS and S. Best quality of CTS produced by the addition of 10% S + 10% Sn in the precursors (Cu-poor) and optimal annealing temperature is between 340-420°C and 507-600°C. Morphology of powder as revealed by SEM shows the polycrystalline powder to be agglomerated with inhomogeneous shape and size. The band gap of CTS powder is found to be 1.67 eV from diffuse reflectance spectroscopy
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
T46229
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aldo Rahmansyah Sosodoro
"Sel Surya dewasa ini merupakan salah satu Sumber Daya Alternatif yang amat dilirik. Selain itu, ia memiliki perkembangan pesat dengan variasi yang jamak: Monocrystallyne, Polycrystallyne, DSSC dan lain sebagainya dimana masing-masing memiliki jenis Sel Surya tersebut memiliki kualitas serta harga yang bervariasi. Imbas dari hal itu ialah banyaknya Sel Surya yang terdapat di pasaran. Namun banyaknya Sel Surya di pasaran tersebut tidak diimbangi dimana tidak ditemui satu pun perangkat yang mampu mengkarakterisasi Sel Surya-Sel Surya tersebut.
Pada penelitian ini dirancang dan dibangun sebuah Perangkat berbasis Mikrokontroler ATmega16 yang telah mampu untuk melakukan karakterisasi dari Sel Surya yang terdapat di pasaran. Dari karakterisasi Sel Surya, dapat diketahui parameter-parameter dari sel surya mulai dari Tegangan Open Circuit, Arus Short circuit, Fill Factor, Maximum Power Point dan lain-lain. Dari data yang didapat dan dibandingkan dengan datasheet produk, ditemukan bahwa ada perbedaan antara data dari datasheet dengan data dari hasil pengujian. Dilakukan pula percobaan-percobaan dengan variasi Iluminasi yang membuktikan bahwa Iluminasi yang masuk ke perangkat Sel surya akan mempengaruhi besarnya nilai daya yang keluar dari Sel Surya tersebut.

Solar Cell nowadays is one of main Alternative power sources. Solar Cell also already has advanced development with many warations in its technology, such as: Monocrystallyne, Polycrstallyne, DSSC and othe. Each type of technology has it own quality and price. It affects the availability of many types of Solar Cells in the market. But the availability of Solar Cells in the market is not compensated by any Instrument that can Characterized every Solar Cells.
In this research, Designed and Developped a Solar Cell Efficiency Characterizing Instrument Based on ATmega16 Microcontroller that can caharacterized Solar Cell that exist in the market. From the Solar Cell's characterization, can be known the parameters of Solar Cell such as Open circuit Voltage, Short Circuit Current, Fill Factor, Maximum Power point, and many more. In this research, founded differences between the data from datasheet of the products and the data from the testing with the Instrument. In this research also conducted experiments with various Light brightness that verifiy that the light brightness that go into the Solar Cell will effecting the quantity of Power that came out from the Solar Cell.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S42889
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Wulandari Handini
"Penelitian ini adalah studi awal mengenai sel surya tersensitasi berbasis ZnO dengan zat pewarna organik. Tujuannya untuk mengetahui pengaruh dari tingkat pengisian dan besar kristalit TiO2 terhadap voltase DSSC.
Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa, besar kristalit berbanding terbalik dengan voltase yang dihasilkan. Semakin besar ukuran kristalit semakin kecil voltase yang dihasilkan dan sebaliknya semakin kecil ukuran kristalit semakin besar voltase yang dihasilkan. Sementara tingkat pengisian mempunyai pengaruh berbeda pada kristalit yang besar dan kristalit yang kecil. Selain itu, ukuran kristalit dan tingkat pengisian mempengaruh kestabilan layer oksida dan kemampuannya dalam menyerap molekul zat pewarna.

This research is an initial study about ZnO based dye sensitized solar cell (DSSC) with an organic dye. The purpose is to understand the effect of loading level and crystallite size to DSSC voltages.
The result of this research shows that, crystallite size is a contrary fraction with the voltages that produced by DSSC. The bigger size of crystallite the lower voltages outcome, on contrary the smaller size of crystallite the bigger voltages can be produced by DSSC. While loading level have a different affect in smaller and bigger crystallite. Afterwards, crystallite size and volume level affect the stability of the layer oxide and its ability to absorb dye molecules.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
S51079
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Umar Fitra Ramadhan
"Sel surya merupakan pembangkit listrik berbasis energi terbarukan yaitu Energi Surya, oleh karena itu pengoperasian sel surya sangat tergantung dari intensitas cahaya matahari yang mengenai permukaan sel surya. Kontuinitas intensitas matahari yang mengenai sel surya sering kali terganggu oleh bayang-bayang.Bayang-bayang adalah suatu kondisi yang mengakibatkan berkurangnya radiasi sinar matahari yang dapat diterima oleh sel-sel pada panel surya. Dibanyak kasus sel surya akan tertutup oleh bayangan, baik sebagian atau seluruhnya. Bayangan yang terjadi sering disebabkan oleh awan yang lewat, bangunan tinggi, menara-menara tinggi, pohon, kotoran burung, debu, dan juga bayangan dari satu panel di sisi yang lain.
Skripsi ini akan membahas variasi intensitas matahari serta luas area permukaan sel surya yang terkena bayang-bayang. Bayang-bayang disimulasikan dengan menggunakan naungan yang memiliki tingkat transparansi sebesar 48% dari intensitas matahari yang diterima. Pengukuran gangguan bayang-bayang terhadap penurunan kualitas daya keluaran dilakukan dengan menggunakan panel surya polikristalin pada jam 10.00 hinggan jam 14.00 WIB ketika panjang gelombang cahaya matahari berada pada kisaran (300-800 nm) yang berkaitan dengan daerah spektrum cahaya tampak (visible). Studi ini bersifat eksperimental menghasilkan nilai karakteristik tegangan dan arus keluaran yang bervariasi mengikuti kurva non linear.

The solar cell is a renewable energy, therefore the operation of the solar cell is very dependent on the intensity of the suns light on the surface of the solar cell. The continuity of the suns intensity on the solar cells is often disturbed by the shadows. Shadows are a condition that results in reduced sunlight radiation that can be received by cells in solar panels. In many cases, solar cells will be covered by shadows, either partially or completely. Shadows that occur are often caused by passing clouds, tall buildings, tall towers, trees, bird droppings, dust, and also shadows from one panel on the other.
This thesis will discuss variations in the intensity of the sun and the surface area of solar cells affected by the shadows. The shadows are simulated using a shade that has a transparency level of 48% of the received solar intensity. Measurement of shadow disturbance to the decrease in the quality of output power is done by using polycrystalline solar panels at 10.00 to 14.00 when the wavelength of sunlight is in the range (300-800 nm) associated with the visible light spectrum. This experimental study produces the characteristic values of output voltage and current which vary according to the nonlinear curve.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Misha Shariva
"Sel surya perovskite berbasis timbal menunjukkan efisiensi dan stabilitas yang tinggi dengan metode sintesis mudah dan murah, namun penggunaan timbal sangat dikhawatirkan karena tingkat toksisitas tinggi dan dapat mencemari lingkungan. Baru-baru ini disintesis bismuth perovskite yang stabil, non-toksik dan dapat disintesis dengan metode sederhana pada temperatur rendah namun persen efisiensinya hanya mencapai 0,19%. Berbagai riset membuktikan bahwa titania anatase dengan persen eksposur (001) yang besar mampu meningkatkan arus listrik, tegangan, meningkatkan injeksi elektron dan memperkecil rekombinasi. Sehingga pada penelitian ini, disintesis TiO2 nanopartikel dengan tingkat pemaparan faset (001) berbeda menggunakan capping agent fluorin dan mendapatkan persentase faset (001) menurut karakterisasi XRD 17% , 18% dan 23% dan menurut karakterisasi raman 12% , 14% dan 25%. Menurut hasil dari karakterisasi dengan UV-DRS seiring dengan penambahan volume HF reflektan dari TiO2 di daerah sinar UV meningkat. Dari hasil perhitungan, didapatkan energi celah pita untuk variasi HF 5 ml, HF 10 ml dan HF 15 ml adalah 3,25 eV; 3,25 eV dan 3,3 eV.

Lead-based perovskite solar cells exhibit high efficiency and stability with an easy and inexpensive synthesis method, but the use of lead is a great concern because of its high toxicity and pollution. Recently bismuth perovskite with stable, non-toxic and simple synthesis low temperature method has been synthesized but the efficiency is only 0,19%. Various studies have shown that anatase titania with a large percentage of exposure (001) facet can increase electric current, voltage, electron injection and reduce recombination. In this study, TiO2 nanoparticle were synthesized with different facet (001) exposure using fluorine as capping agents and obtained (001) facet percentage according to XRD characterization of 17%, 18% and 23% and according to raman characterization of 12%, 14% and 25%. According to UV-DRS characterization along with the addition of the volume of HF reflectant from TiO2 in the UV light region increases. From the calculation results, band gap energy for 5 ml HF variation, 10 ml HF and 15 ml HF is 3.25 eV; 3.25 eV and 3.3 eV."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zulfa Rahmatika
"Dye-Sensitized Solar Cell (DSSC) merupakan sumber energi alternatif yang sangat menjanjikan. Salah satu komponen penting DSSC adalah fotoanoda yaitu berupa bahan TiO2 yang disensitasi dengan zat warna. Pada penelitian kali ini, TiO2 Nanorod telah berhasil disintesis dengan menggunakan metode hidrotermal menggunakan Ti(OBu)4 sebagai prekursor Ti dan dilanjutkan dengan perlakuan panas (kalsinasi) pada variasi suhu (tanpa kalsinasi, 500ºC, 700ºC, 800ºC, dan 950ºC). Berdasarkan hasil karakterisasi SEM-EDX, bentuk morfologi nanorod belum nampak pada sampel TiO2 (tanpa kalsinasi), untuk sampel TiO2 (dengan suhu kalsinasi 700ºC) sudah mulai nampak terbentuk morfologi nanorod tetapi belum sempurna dan untuk sampel TiO2 (dengan suhu kalsinasi 950ºC) sudah terbentuk morfologi nanorod secara jelas dengan diameter lubang rod yang bervariasi yaitu sebesar 223.8 nm, 277.8 nm, 322.0 nm, dan 326.3 nm. Hasil analisis FTIR menunjukkan bahwa pada suhu kalsinasi semakin tinggi maka puncak serapan pada daerah yang khas untuk gugus fungsi hidroksil semakin rendah nilai serapannya, mengindikasikan semakin berkurangnya keberadaan residu gugus OH bebas. Sedangkan, hasil dari analisis XRD didapatkan hasil bahwa sampel tanpa kalsinasi menunjukkan keberadaan fasa anatase dan rutile dengan ukuran kristalit sebesar 11.34 nm. Sampel TiO2 Nanorod dengan perlakuan panas pada suhu kalsinasi 500ºdidominasi oleh keberadaan fasa kristal rutile, memiliki ukuran kristalit sebesar 20.98 nm. Semakin besar suhu kalsinasi diamati semakin didominasi oleh fasa rutile, dan ukuran kristalitnya menjadi semakin besar, berturut-turut sampel TiO2 Nanorod (dengan suhu kalsinasi 700º, 800ºC dan 950ºC) sebesar 22.14 nm, 39.45 nm, 46.76 nm. Hasil karakterisasi dengan menggunakan Spektrofotometri UV-DRS didapatkan hasil semakin besar suhu kalsinasi maka nilai energi band gap semakin kecil. Nilai band gap yang dihasilkan berada pada rentang anatase dan rutile. TiO2 Nanorod (tanpa kalsinasi) memiliki nilai band gap sebesar 3.06 eV, sedangkan untuk TiO2 Nanorod (dengan suhu kalsinasi 500ºC, 700ºC, 800ºC dan 950ºC sebesar 3.05 eV, 3.04 eV, 3.03 eV, dan 3.03 eV.

Dye-sensitized solar cell (DSSC) is a very promising source of alternative energy. One of the key components of the DSSC is photoanoda, which is associated with the TiO2 content. In this research, nanorod TiO2 has been successfully synthesized using the hydrothermal method, by using Ti(OBu)4 as a precursor of Ti, and followed by thermal treatment (calcination) at various temperature (without calcination, 500ºC, 700ºC, 800ºC, and 950ºC). Based on SEM-EDX characterization, TiO2 samples the sample (without calcination) showed no clear formation of nanorod morphology. In the other hand, the TiO2 sample which was heated at 700ºC, started showing the nanorod morphology and a clear nanorod morphology was observed in the TiO2 sample which has heated at 950ºC. The diameter of the rood produced was 223.8 nm, 277.8 nm, 322.0 nm, and 326.3 nm, respectively. The FTIR analysis showed that the peak absorption attributed to the OH group decreased when with more high temperature treatment exposed to the TiO2 samples. The XRD analysis of uncalcinated sample indicated the formation of slightly anatase and more predominantly by rutile, which has a crystallite size of 11.34 nm. It was observed that with more higher temperatures, TiO2 Nanorod samples were predominated by rutile crystal phase. In addition the higher calcination temperatures resulted bigger crystallite size these are the calcination temperature of 500ºC, 700ºC, 800ºC, and 950oC resulted crystallite size of 20.98 nm, 22.14 nm, 39.45 nm, and 46.76 nm, respectively. The characterization results using UV-DRS spectrophotometry showed that the greater the calcination temperature, the smaller the band gap energy value. The resulting band gap values are in the anatase and rutile ranges. TiO2 Nanorod (without calcination) has a band gap value of 3.06 eV, while for TiO2 Nanorod (with calcination temperatures of 500ºC, 700ºC, 800ºC and 950ºC of 3.05 eV, 3.04 eV, 3.03 eV and 3.03 eV."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Nurulianthy
"Energi matahari dapat dimanfaatkan sebagai energi alternatif baik radiasi maupun termalnya untuk memenuhi kebutuhan energi sehari-hari. Salah satu alat yang dapat digunakan adalah hybrid solar cell yang mengonversikan radiasi matahari menjadi listrik menggunakan solar cell dan dikombinasikan dengan modul termoelektrik untuk mengonversikan kalor matahari menjadi daya listrik tambahan untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan energi matahari. Pada penelitian ini dilakukan pengujian terhadap rangkaian seri, parallel, seri-paralel dari susunan modul termoelekrik yang akan memberikan hasil paling optimal dan jarak antara prototype hybrid solar cell terhadap sumber energi sebesar 20cm, 25cm, 30cm, 35 cm, dan 40cm dan kemudian membandingkan besarnya keluaran tegangan dan daya yang dihasilkan dari hybrid solar cell dengan solar cell biasa pada pengujian lapangan. Hasil pengujian menunjukkan bahwa rangkaian seri memberikan daya terbesar dengan jarak optimal 40cm. Pengujian ini juga menunjukkan bahwa hybrid solar cell dapat menghasilkan 8,75% kali lipat daya listrik yang lebih besar daripada solar cell biasa.

Solar energy can be exploited as an alternative energy both the radiation and thermal to fulfill daily energy need. One device that can be used is hybrid solar cell that converts solar radiation into electricity using solar cell and combined with thermoelectric device to convert solar thermal into additional power in order to increase the efficiency of solar energy. This research is doing some tests to series, parallel, series-parallel circuit of thermoelectric devices array that will give the most optimal result and distance between the hybrid solar cell prototype and the energy sources as long as 20cm, 25cm, 30cm, 35cm, and 40 cm, and then compare the voltage and power output of hybrid solar cell with conventional solar cell in field experiment. The experiment result shows that series circuit will give the biggest power with the optimal distance of 40cm. This experiment also shows that hybrid solar cell can produce 8,75% times more of electric power than conventional solar cell."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S43227
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Martin Jowan
"Pembuatan sistem eksperimen karakteristik sel surya berbasis PC telah berhasil dilakukan. Eksperimen ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik arus dan tegangan yang dihasilkan sel surya. Sistem ini terdiri dari modul eksperimen yang berisi modul rangkaian sel surya, instrumen tegangan, instrumen arus, SST DAQ, dan perangkat lunak eksperimen karakteristik sel surya. Karakteristik sel surya yang diamati adalah nilai tegangan dan arus yang dipengaruhi oleh seperti; beban, intensitas cahaya, dan temperatur yang dapat mempengaruhi tegangan dan arus yang dihasilkan oleh sel surya.
Untuk itu instrumen tegangan dan instrumen arus dibuat untuk mengukur tegangan dan arus sel surya tersebut. SST DAQ, dengan fitur ADC yang dimilikinya untuk membaca nilai tegangan, dimanfaatkan untuk mengakuisisi output dari instrumen tegangan dan instrumen arus, sehingga instrumen arus yang terdiri dari solenoid, sensor Hall, dan pengkondisi sinyal dibuat untuk mengkonversi nilai arus sel surya menjadi tegangan supaya dapat dibaca oleh SST DAQ. Lampu halogen dipakai sebagai sumber cahaya untuk mengkarakterisasi arus dan tegangan sel surya. Perangkat lunak yang terdiri dari visual basic dan flash digunakan untuk memudahkan eksperimen dan memberikan penampilan yang menarik.
Hasil pengujian eksperimen sel surya berukuran 6.0 cm x 9.0 cm pada intensitas 14 W m-2 memiliki daya maksimum yang dapat dihasilkan 55.9 mW dengan fill factor sebesar 0.67 sehingga efisiensi dari sel surya sekitar 7 %. Penurunan nilai tegangan dan arus terhadap temperatur yaitu 19 mV K-1 dan 1.35 mA K-1. Saturasi tegangan open-circuit sel surya mulai tampak pada intensitas 9 W m-2 dan saturasi arus short-circuit didapat pada intensitas 70 W m-2 sehingga tegangan maksimum dan arus maksimum didapatkan dengan nilai 1.09 V dan 385 mA. Hal ini berlaku untuk nilai beban antara 0 sampai 100 k§Ù pada eksperimen yang telah dilakukan."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2008
S28974
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Kurniawan
"Silikon dapat bersifat seperti cermin dan memantulkan ± 30% cahaya yang diterimanya. Dalam aplikasi solar sel ada dua metode yang dapat digunakan untuk mengurangi pemantulan pada permukaan silikon solar sel. Metode yang pertama adalah dengan membentuk tekstur permukaan seperti piramida atau piramida terbalik. Metode kedua adalah dengan membentuk suatu lapisan anti refleksi (antire flection coating).
Pada penelitian ini dilakukan perhitungan dan simulasi untuk mencari parameter optimal untuk dual layer antireflection coating. Parameter yang perlu diperhatikan dalam penggunaan antireflection coating adalah indeks refraksi dan ketebalan lapisan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan melalui perhitungan dan uji simulasi dengan menggunakan PCID, ketebalan dan indeks refraksi optimal dari dual layer antireflection coating diketahui sebagai berikut: Lapisan atas (pertama) n1 = 1,57 ; d1 = 93 nm - 96 nm, Lapisan bawah (kedua) n2 = 2,46 ; d2 = 56 nm - 58 nm.
Berdasarkan simulasi yang dilakukan, pemantulan minimum dual layer antireflection coating terjadi pada panjang gelombang 400 nm - 1200 nm (dibawah 10 %). Pemantulan paling kecil (0 %) terjadi pada panjang gelombang 800 nm - 850 nm. Peningkatan performa solar sel dapat dilihat pada peningkatan arus short-circuit sebesar 120 mA (±4%) jika dibandingkan dengan solar sel yang menggunakan tekstur permukaan."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2005
S39947
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arief Udhiarto
"Salah satu karakteristik penting bahan semikonduktor untuk aplikasi solar sel yang menentukan tingginya tingkat efisiensi adalah kofisien absorpsi (a) bahan terhadap cahaya. Setiap semikonduktor menyerap cahaya dengan koefisien yang berbeda-beda. Satu bahan semikonduktor juga memiliki daya absorpsi yang berbeda terhadap cahaya yang memiliki panjang gelombang berbeda. Cahaya biru memilik intensitas paling besar dibandingkan dengan cahaya lain [1]. Pada tesis ini dilakukan sebuah perancangan dan simulasi divais silikon solar sel untuk mengoptimalkan peran cahaya biru, yaitu dengan cara menempatkan pusat persambungan pn pada kedalaman 0,7 µm, dan menambahkan sebuah lapisan tipis dengan doping konsentrasi tinggi pada masing-masing permukaan emiter dan basis serta dengan membentuk struktur permukaan dengan pola piramida tegak dengan ketinggian 4 µm dan sudut kemiringan sebesar 65°. Dari simulasi menggunakan perangkat lunak PCID58 didapatkan konsentrasi doping untuk tipe-p sebesar 2,64 x 10zo cm3 dan untuk tipe-n sebesar 2,9 x 10Z0 cm3. Pasivated emitter diberikan pada bagian emiter untuk mengurangi rekombinasi permukaan [2]. Dan simulasi dan analisa rancangan, berhasil diperoleh sebuah rancangan divais silikon solar sel dengan efisiensi 15,17%, berdaya keluaran basis maksimum sebesar 2,055 W, dengan arus basis short-circuit sebesar -3,356 A dan tegangan basis open-circuit sebesar 0,5676 V. Dengan mengasumsikan bahwa perhitungan efesiensi yang dilakukan oleh Allen Jiun-Hua Gou adalah benar, maka tingkat efisiensi dari rancangan solar sel akan menjadi lebih besar dari 20,55% dengan ketebalan sel sebesar 30 pm. Se!uruh simulasi dilakukan terhadap rancangan solar sel dengan luas permukaan 100 cm2.

One of the important parameters from semiconductor material in solar cell application is absorption coefficient material toward the light. Every semiconductor has its own absorption coefficient. A semiconductor material was absorbed differently toward different wavelength of light. Blue light has biggest intensity than others light [1]. In this thesis, we design a silicon solar cell to optimize role of blue light by placing the center of injunction at depth of 0.7 µm, add the thin of n-type at front surface and thin of p-type at rear surface with heavy doping also by applying pyramid structured at surface with depth of 4 µm and angle of 65°. By using software PC1D58 we obtain doping concentration for p-type is 2.64 x 1016 cm 3 and for n-type is 2.9 x 1026 cm-3. Pass: gated emitter is introduced to reduce surface recombination [2]. From simulation and analysis, we have succeed developed a solar cell structure design with efficiency of 15.17%, where the maximum base power out is 2.055 W; the base current short-circuit is -3.356 A and voltage base open-circuit is 0.5676 V. By assuming that calculation of efficiency that recommended by Allen Jiun-Hua Gou is valid, the efficiency of solar cell will be more than 20.55% and the thickness of cell is 30µm. Solar cell was designed with area of 100 cm2."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2003
T14742
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>