Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 211123 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Joko Susilo
"Membangun budaya keselamatan pasien merupakan langkah awal dalam pengembangan keselamatan pasien. Budaya keselamatan pasien di rumah sakit merupakan bagian dari budaya organisasi, sehingga pengkajian tentang budaya organisasi diperlukan untuk menjadi panduan dalam mengembangkan keselamatan pasien. Penelitian ini bertujuan mengetahui budaya keselamatan pasien di kalangan pemberi pelayanan di RSUD dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung dan mengidentifikasi profil budaya organisasi pada jajaran pimpinannya.
Penelitian deskriptif dengan interpretasi dan analisis kualitatif ini mengambil subyek penelitian para pemberi pelayanan dan jajaran manajemen rumah sakit, dengan cara menyebarkan kuesioner dan melaksanakan Consensus Decision Making Group (CDMG). Instrumen penelitian menggunakan kuesioner AHRQ (Agency for Heath Research and Quality) membagi budaya keselamatan pasien menjadi 1.) Budaya Keterbukaan, 2.) Budaya Keadilan, 3.) Budaya Pelaporan, 4.) Budaya Belajar, 5.) Budaya Informasi. Sedangkan kuesioner Organization Culture Assesment Instrument (OCAI) menilai 6 kriteria budaya yaitu 1.) Karakter Dominan, 2.) Kepemimpinan Organisasi, 3.) Manajemen Karyawan, 4.) Perekat Organisasi, 5.) Penekanan Strategis, 6.) Kriteria Keberhasilan. Budaya organisasi terbagi menjadi Tipe Clan, Adhocrazy, Market dan Hierarki.
Hasil penelitian mendapatkan bahwa budaya keterbukaan, terutama kerjasama dalam unit merupakan dimensi budaya keselamatan pasien yang terkuat dan dominan. Sedangkan respons non punitive dan pencatatan merupakan dimensi yang terlemah. Tipe budaya Hierarki didapatkan sebagai tipe budaya organisasi yang dominan sekaligus kuat untuk saat ini dan yang diharapkan. Hal ini menjadi panduan untuk memilih strategi peningkatan mutu melalui Competing Value Framework dalam rangka pengembangan dan peningkatan keselamatan pasien. Rencana tindak lanjut dibuat dan disepakati dalam Consensus Decision Making Group (CDMG) untuk membumikan unsur keselamatan pasien dalam visi dan misi organisasi serta penguatan budaya keselamatan melalui pelatihan keselamatan pasien bagi seluruh staf. Blamming culture harus secara perlahan dan signifikan segera dihilangkan dalam semua bentuk pelayanan di rumah sakit.

Building a culture of patient safety is the first step in the development of patient safety. Culture of patient safety in hospitals is part of the culture of the organization, so that the assessment of organizational culture needed to be a guide in developing patient safety. This study aims to determine the patient safety culture among providers in dr. H. Abdul Moeloek Lampung and identify organizational culture profile in the ranks of leadership.
Descriptive study with qualitative interpretation and analysis of the study subjects took care providers and hospital management board, by distributing questionnaires and implement the Consensus Decision Making Group (CDMG). The research instrument used questionnaires AHRQ (Agency for Heath Research and Quality) dividing the patient safety culture to 1.) Cultural Openness, 2.) Cultural Justice, 3) Cultural Reporting, 4.) Cultural Learning, 5.) Cultural Information. While questionnaires Organization Culture Assessment Instrument (OCAI) assesses six cultural criteria, namely 1.) Dominant character, 2) Organizational Leadership, 3) Employee Management, 4.) Adhesive Organization, 5.) Strategic Emphasis, 6.) Success Criteria. Organizational culture is divided into Type Clan, Adhocrazy, Market and Hierarchy.
Results of the study found that a culture of openness, especially cooperation in the unit are the dimensions of patient safety culture is strongest and dominant. While the non-punitive responses and recording the weakest dimension. Type Hierarki culture obtained as the dominant type of organizational culture as well strong for the current and expected. It serves as a guide to select a quality improvement strategy through Competing Value Framework in order to develop and increase patient safety. Follow-up plan prepared and agreed in the Consensus Decision Making Group (CDMG) to ground elements of patient safety in the vision and mission of the organization and strengthening a culture of safety through patient safety training for all staff. Blamming culture must gradually and significantly soon be eliminated in all forms of service in hospitals.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
T45964
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sinta Wijayanti
"Resiko rawat inap pada pasien hemodialisis meningkat seiring dengan peningkatakan jumlah pasien hemodialisis, sehingga menyebabkan pasien beresiko tinggi untuk masuk kembali ke rumah sakit atau rawat inap ulang. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui faktor-faktor yang berhubungan terhadap kejadian rawat inap ulang pada pasien hemodialisis di RSUD dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung. Desain penelitian ini menggunakan cross sectional study dengan pendekatan retrospektif. Jumlah sampel dalam penelitian 111 responden, yang didapatkan dengan consecutive sampling. Metode pengumpulan data dengan cara kuesioner dan lembar pengumpulan data. Analisis hasil penelitian menggunakan Mann Whitneydan Kruskal-Wallis bivariat dengan ?=0,05, didapatkan hubungan yang signifikan antara kejadian rawat inap ulang dengan kepatuhan HD p=0,032 , anemia p=0,048 , dan dukungan sosial p=0,034 . Pada penelitian faktor yang paling dominan terhadap kejadian rawat inap ulang pasien hemodialisis adalah kepatuhan HD.

The risk of hospitalization in hemodialysis patients increases with the increase in the hemodialysis patients, thus causing patients at high risk for re entry to hospital or readmission. The purpose of this study is to determine the factors associated with the incidence of readmission in hemodialysis patients in dr. H. Abdul Moeloek Hospital Lampung Province. This research design used cross sectional study with retrospective approach. The number of samples in the study of 111 respondents, obtained with consecutive sampling. Methods of data collection by means of questionnaires and data collection sheets. Analysis of the results of the study using Mann Whitney and Kruskal Wallis bivariate with 0.05, found a significant relationship between the incidence of readmission with hemodialysis adherence p 0.032 , anemia p 0.048 , and social support p 0.034 . In the study of the most dominant factor on the incidence of readmission in hemodialysis patiens was hemodialysis adherence."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2018
T50904
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Surya Puspa Dewi
"Saat ini dalam pengelolaan sualu rumah sakit membutuhkan biaya yang terus meningkat. Hal ini disebabkan antara lain karena meningkatnya biaya-biaya umum di rumah sakit, meningkatnya kebutuhan pelayanan oleh masyarakat Serta kemajuan di bidang teknologi kedokteran. Di lain pihak, kemampuan sumber dana pemerintah semakin terbatas sehingga peran serta masyarakat dalam pembiayaan rumah sakit perlu terus digali dan ditingkatkan. Pembaharuan sistem pengelolaan keuangan pada rumah sakit pemerintah telah dirintis sejak tahun 1992, dengan dikeluarkannya kebijakan pemerintah tentang unit swadana. Sejalan dengan hal tersebut diatas juga diharapkan adanya peningkatan akses dan keterjangkauan upaya pelayanan kesehatan bagi penduduk miskin di kelas III pada rumah sakit pemerintah dan rumah sakit swasta yang ditunjuk. Berbagai upaya juga lelah dilakukan oleh Pemerintah untuk menyalurkan subsidi ke masyarakat, baik melalui sisi supplay (provider) atau sisi demand (langsung ke pasien).
RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung adalah salah satu rumah sakit swadana pemerintah yang mengemban misi sosial danjuga sebagai rumah saklt rujukan tertinggi di Provinsi Lampung. Sejak dicanangkannya program JPSBK tahun 1998 hingga program JPKMM pada tahun 2005, telah ikut berperan dalam menyelenggarakan program-program tersebut. Pada tahun 2005, RS.AM bekerja sama dengan PT Askes (Persero) untuk melayani masyarakat miskin di Lampung khususnya Kota Bandar Lampung. Berdasarkan hasil negosiasi disepakati tarif paket-paket pelayanan termasuk di dalamnya tarif paket rawat inap untuk program JPKMM sebesar Rp90.000,- per hari/pasien. Dalam aplikasinya, rumah sakit membuat aturan pembagian tarif paket tersebut menjadi tiga komponen besar yaitu jasa pelayanan, pembelian alat kesehatan dan bahan habis pakai dan retribusi rawat inap kelas III.
Sejak diimplementasikannya program JPKMM di RSAM bulan Januari 2005, utilisasi rawat inap kelas III baik dilihat dari aspek jumlah hari rawat maupun jumlah pasien telah menunjukkan peningkatan secara bermakna. Hal ini juga diikuti dengan peningkatan penerimaan yang memberikan kontribusi sampai dengan 65,5% di tahun 2005. Padahal tarif yang digunakan adalah tarif paket, dimana informasi biaya satuan di rumah sakit belum tersedia. Selain itu sistem pengajuan klaim oleh RS kepada PT Askes mempunyai kesenjangan waktu yang cukup berarti sampai dengan pembayaran klaim dan tidak semua klaim yang diajukan dapat disetujui. Seyogyanya peningkatan penerimaan memberikan kontribusi (keuntungan) khususnya bagi Unit rawat inap kelas III.
Tujuan dari penelitian ini untuk mendapatkan gambaran mengenai potensi kesinambungan keuangan Unit rawat inap kelas III di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung dengan retribusi program JPKMM tahun 2005. Penelitian ini bersifat operational research melalui pendekatan kualitatif dengan metode wawancara, observasi dan telaah dokumen.
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa, tarif rawat inap program JPKMM yang ditetapkan sangat jauh dibawah biaya satuan akrual maupun normatif, tetapi tarif tersebut lebih besar bila dibandingkan dengan UC actual tanpa AIC dan biaya pegawai. Hal tersebut didukung pula dengan adanya subsidi silang dalam tarif paket (shadow revenue). Pasien program JPKMM memberi kontribusi cukup besar terutama untuk Unit rawat inap kelas III. CRR tanpa AIC dan biaya pegawai >I00%. Pihak manajemen RS telah melakukan upaya efisiensi dengan tepat sebagai salah Satu cara meningkatkan penerimaan dan mengurangi pengeluaran.
Dari hasil penelitian, maka disimpulkan bahwa Unit rawat inap kelas III RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung dengan retribusi program JPKMM tahun 2005 mempunyai potensi untuk mewujudkan kesinambungan keuangan. Untuk meningkatkan dan menjamin kesinambungan tersebut hendaknya dilakukan sosialiasi tentang program JPKMM kepada Direktur dan jajarannya, pelaksana pelayanan khususnya Kelas III dan unit terkait serta kepada Dinas Kesehatan dan Pemda Provinsi Lampung, melakukan survey kepuasan pasien JPKMM, melakukan penelitian lanjutan terkait dengan multiplier effect, menata birokrasi keuangan RS dan mereview laporan keuangan terkait dengan modal kerja RS, menghitung biaya satuan unit lain, menambah jenis pelayanan dan menyederhanakan birokrasi keuangan supaya Iebih cepat dalam pembayaran klaim."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T21106
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
S. Bambang Widoyono
"Salah satu dampak dari meningkatnya proporsi populasi usia lanjut adalah meningkatnya proporsi penyakit degeneratif termasuk stroke. Hingga saat ini berapa besar rata-rata biaya rawat inap stroke dan berapa besar biaya tambahan (Out of pocket) untuk pasien Askes di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek belum diketahui.
Analisis biaya dilakukan dengan membandingkan rata-rata biaya rawat inap dari 50 pasien stroke yang dirawat inap sejak 1 April -- 15 Juni 2004 di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek, dengan menggunakan variabel Jenis Kelamin, Umur, Kelas Perawatan, Lama Hari Rawat dan komponen biaya rawat inap dengan menggunakan metode cross sectional pendekatan kuantitatif.. Analisis biaya dilakukan dengan menggunakan daftar tilik terhadap data rekam medik dan administrasi keuangan rawat inap di semua kelas perawatan (Kelas Utama, Kelas I, Kelas II dan Kelas III).
Rata-rata biaya rawat inap pasien Askes per pasien per hari adalah sebesar Rp-189.400; lebih besar dibanding pasien Non Askes Rp.169.552,-. Meskipun demikian secara statistik tidak menunjukkan ada perbedaan bermakna (p= 0,195). Komponen biaya yang paling besar yaitu biaya akomodasi rawat inap sebesar 29,0 % diikuti oleh biaya bahan dan obat sebesar 19,5 % dari total biaya rawat inap pasien stroke.
Faktor/variabel yang berpengaruh terhadap rata-rata total biaya rawat inap stroke adalah Kelas Perawatan (p = 0,014) dan Lama Hari Rawat (p = 0,000), sedangkan untuk variabel Jenis Kelamin dan Umur tidak mempunyai hubungan yang signifikan terhadap rata-rata total biaya rawat inap (p = 0,466 dan 0,950).
Hasil dari analisis regresi ganda dengan metode enter diperoleh persamaan garis sebagai berikut:
Tagihan Biaya Rawat Map = Rp.159.310,6 - Rp.237.733 (Kelas Perawatan) + Rp.157.819,7 (Lama Hari Rawat) Kesimpulan dari analisis biaya rawat inap ini adalah tidak ada perbedaan rata-rata biaya rawat inap menurut jenis pembayar, jenis kelamin, umur namun ada perbedaan rata-rata biaya rawat inap untuk variabel Kelas Perawatan dan Lama Hari Rawat, dengan faktor yang paling berpengaruh yaitu Lama Hari Rawat dengan beta sebesar 0,608
Bahan bacaan : 32 (1968- 2004)

The Influencing Factors Analysis of Stroke Health Care Cost at RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung 2004Impact of aging population in a public health are degenerative diseases proportion increased , included stroke and how much average strokes health care cost and out of pocket cost stroke patient of PT. Askes at RSUD Dr. H. Abdul Moeloek are unknown.
Cost Analysis in strokes were compared mean health care cost for 50 stroke patients who hospitalization 1 April - 15 June 2004 at RSUD Dr. Hi. Abdul Moeloek Bandar Lampung variables sex, age, class of health care, Length of Stay and all costs health care component, with prospective cross sectional study.
Cost analysis based on medical record, admission used checklist of patient healthcare cost in all class (VIP, I, II and III). The mean stroke cost Askes patient per patient per day are (Rp.189.400,-) more than Non Askes health care cost (Rp.169.552,-). The cost difference was not statistically significant (p = 0,195). Cost component that most influence is accommodation cost (29,0 °ro) and Medicine cost (19,5 %) of total strokes cost health care.
Patient factors that influencing to total health care cost with statistically significant were health care class (p = 0,014) and Length of Stay (p = 0,000) but sex and age variables were not statistically significant (p = 0,466 and 0,950).
The result of regression analysis have got regression lines :
Tagihan Biaya Rawat Inap = Rp.159.310,6 - Rp.237.733 (Kelas Perawatan) + Rp.157.819,7 (Lama Hari Rawat)
Stroke health care cost at RSUD Dr. H. Abdul Moeloek was not statistically
Significant difference between Askes patient and Non Askes Patient, Male and Female, Age < 60 years and > 60 years but were statistically significant difference between health care class and length of stay. Length of Stay was variable that most influenced to total strokes health care cost with beta 0,608.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T13072
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Laisa Muliati
"RSUDAM sebagai organisasi sektor publik yang berstatus BLUD, harus menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bertanggungjawab, efektif dan efisien. Untuk itu diperlukan alat pengukur kerja yang komprehensif sebagai wujud pertanggungjawaban kepada masyarakat maupun pemilik. Balanced scorecard oleh banyak lembaga nonprofit dianggap sebagai alat ukur yang komprehensif meliputi perspektif pelanggan, perspektif keuangan, perspektif proses bisnis internal dan perspektif pertumbuhan dan pembelajaran.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kinerja RSUDAM tahun 2011-2013 berdasarkan Balanced scorecard. Analisis data yang dipakai adalah univariat (deskriptif). Pengolahan data dengan metode studi kualitatif dan kuantitatif terhadap data sekunder kegiatan tahun 2011-2013.
Hasil analisis menunjukkan bahwa 1)kinerja perspektif pelanggan: Kepuasan pasien: tahun 2012 sebesar 73,75 % puas, tahun 2013 sebesar 75,88 % puas, pangsa pasar luas, retensi dan akuisisi pelanggan menunjukkan trend meningkat 2)Kinerja perspektif keuangan:pendapatan atas kegiatan pelayanan kesehatan mengalami kenaikan, dengan tingkat pertumbuhan yang menurun 3)Kinerja pada perspektif bisnis internal: menunjukan proses peningkatan mutu 4) Kinerja pertumbuhan dan pembelajaran: program yang diarahkan untuk peningkatan kompetensi, motivasi dan disiplin karyawan belum maksimal menghasilkan peningkatan kinerja secara riil.
Balanced Scorecard dapat dipakai sebagai alternatif untuk mengukur kinerja RSUDAM, karena lebih komprehensif dibandingkan pengukuran kinerja RSUDAM sekarang.

RSUDAM as public sector organizations BLUD status, health services should be held responsible, effective and efficient. It required comprehensive tools as a form of accountability to the community or the owner. Balanced scorecard by many nonprofits regarded as a comprehensive measuring tool. Namely the customer perspective, financial, internal business process perspective and the perspective of growth and learn. to analyze the performance of RSUDAM years 2011-2013 based balanced scorecard.
The data analysis univariate analysis (descriptive). Data processing with methods of qualitative and quantitative studies of secondary data research activities in 2011-2013 show that: 1) The performance of the customer's perspective: Patient satisfaction: in 2012 amounted to 73.75% satisfied, in 2013 amounted to 75.88% satisfied, share broad market, retention and customer acquisition shows an increasing trend 2) Performance on the financial perspective: income on health services has increased, with declining growth 3) Performance on the internal business perspective: shows the process of quality improvement 4) Performance of growth and learning:the program directed to increase competence, motivation and discipline employees not maximized results in improved performance in real terms.
Balanced Scorecard framework as alternative which able to be used on performance assesment of RSUDAM because more comprehensiv than performance in measurement is RSUDAM now."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
T43016
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tetty Syafridani
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2006
T39549
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sanny Tiurni Ari
"ABSTRAK
Rumah sakit sebagai organisasi kesehatan harus mengembangkan budaya
keselamatan pasien dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanannya untuk
mencegah terjadinya kejadian yang tidak diharapkan. Untuk mengetahui tingkat
budaya keselamatan pasien di Rumah Sakit Santa Elisabeth Batam dilakukan
pengukuran dengan tool Manchester Patient Safety Framework ( MaPSaF) yang
dipublikasilkan oleh National Patient Safety Agency (NPSA). Penelitian ini
merupakan jenis studi observasional dengan menggunakan desain semikuantitatif.
Dari hasil penelitian diperoleh Dimensi Budaya Keselamatan Pasien di Rumah
Sakit St. Elisabeth Batam menurut tool MaPSaF berada pada tingkat antara
Birokratik dan Proaktif. Rumah sakit sudah memiliki sistem untuk keselamatan
pasien dengan memiliki kekuatan pada 5 dimensi yaitu komitmen, prioritas,
kesalahan sistem, evaluasi insiden serta pendidikan dan pelatihan. Sebaliknya
ditemukan kelemahan sistem pada beberapa dimensi yang menunjukkan bahwa
keselamatan pasien belum dilaksanakan secara komprehensif. Dengan adanya
kelemahan sistem budaya keselamatan di rumah sakit maka perlu dilakukan
pengembangan pada dimensi-dimensi yang menjadi tulang punggung keselamatan
pasien yaitu pada dimensi perekaman insiden, pembelajaran dan perubahan
perilaku, komunikasi, manajemen kepegawaian serta kerjasama tim keselamatan
pasien.

ABSTRACT
Hospital as a healthcare organization must develop a culture of patient
safety in an effort to improve the quality of service in order to prevent the
occurrence of adverse event. Measurement tool to determine the level of patient
safety culture in Santa Elisabeth Batam Hospital is the Manchester Patient
Safety Framework ( MaPSaF) which is published by the National Patient safety
Agency (NPSA).This research is an observational study using a design
semiquantitatively. The result showed Dimensional Patient Safety Culture in St.
Elisabeth Batam Hospital according to MaPSaF tool is at level between
Bureaucratic and Proactive. Hospital already has a system for patient safety by
having strenght on the dimension of commitment to continuos improvement,
priority given to patient safety, system errors and individual responsibility as
well as staf education and training of personal about patient safety. Instead
discovered weakness in the system on several dimensions indicate that patient
safety has not been comprehensively implemented. With the weakness of the
system of safety culture in hospital it is necessary to develop the dimensions of the
backbone, namely the dimension of recording incidents and best practice,
learning and effecting change, communication about safety issues, personnel
management and safety issues as well as teamwork patient safety."
2013
T40847
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Musdalifah
"Keselamatan pasien menjadi penting karena masih tingginya angka KTD di rumah sakit secara global maupun nasional. Di RSUD Sele Be Solu pada tahun 2011,dari 1.560 pasien rawat inap penyakit dalam yang dilakukan pemasangan infus sebanyak 1,9% mengalami phlebitis. Di ruang rawat inap anak RSUD Sele Be solu, kejadian phlebitis setelah pemasangan infus kurang dari 3 hari ditemukan sebanyak 8 pasien (20%) dari 40 pasien anak dan ada 11 pasien (61,1%) dari 18 pasien anak setelah lebih dari 3 hari pemasangan infus. Selama ini belum pernah dilakukan penilaian budaya keselamatan pasien di Rumah sakit Sele Be Solu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan frekuensi pelaporan KTD dengan budaya keselamatan pasien oleh perawat di RSUD Sele Be Solu. Metode kuantitatif dengan pendekatan cross sectional, populasi adalah seluruh perawat di instalasi rawat inap sebanyak 110 orang. Pengumpulan data dengan menyebarkan kuesioner.
Hasil penelitian ada hubungan antara frekuensi pelaporan KTD dengan feedback dan komunikasi terhadap kesalahan, (p value = 0,018) besarnya hubungan dua kali lebih besar dibandingkan dengan kerjasaman dalam unit. Kesimpulan dari penelitian ini adalah masih rendahnya tingkat pelaporan KTD di RSUD Sele Be Solu Kota Sorong. Saran kepada pihak manajemen agar segera membentuk komite keselamatan pasien di rumah sakit dan menerapkan standar keselamatan pasien sesegera mungkin/

Patient safety become an important issue because adverse events are still in a high level at hospital globally and nationally. In 2011, at Interna ward of Sele Be Solu Sorong hospital, from 1.560 patients which had i.v line attached by nurses, 1,9% patients were had phlebitis. While at the pediatric ward, phlebitis events after i.v line was attached less than three days, 8 patients was found (20%) from 40 patients, and there were 11 patients (61,1%) from 18 children after 3 days of i.v line was attached. The patient safety culture in Sele Be Solu hospital was never been assessed. The purpose is to discover the relationship between adverse events frequency report and patient safety culture by nurses at Sele Be Solu hospital. Quantitative method was used in this study with cross sectional approached, population were all nurses at inward installation, which are 110 people. Data was gathered with questionnaire which had filled by nurses.
The result is there are relationship between adverse events report frequency activity with feedback and communication to the false (p value=0,018) and the relationship are double amounts higher than teamwork in the unit. Conclusion is the report activity of adverse event at Sele Be Solu hospital Sorong is low. Suggest to the hospital management is to form patient safety committee at hospital and set the patient safety standard procedure immediately."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
T35641
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anastasia Yekti Heningnurani
"Pengembangan Budaya Keselamatan Pasien di RSUD H Abdul Manap Kota Jambi Salah satu pendekatan untuk meningkatkan keselamatan pasien adalah membangun budaya keselamatan pasien. Budaya keselamatan pasien sendiri merupakan salah satu aspek dari budaya organisasi, karena itu, untuk mengembangkannya diperlukan pengkajian budaya organisasi agar terjadi perubahan yang mendorong upaya peningkatan keselamatan pasien. Penelitian ini bertujuan menganalisis budaya keselamatan pasien dan mengidentifikasi profil organisasi untuk menentukan langkah strategis pengembangan budaya keselamatan pasien di RSUD H. Abdul Manap Kota Jambi. Penelitian cross-sectional, mix method dengan survei kepada sebanyak 190 tenaga klinis yang langsung berhubungan dengan pasien yaitu tenaga medis, tenaga keperawatan dan tenaga penunjang pelayanan medis dengan menggunakan kuesioner HSOPSC (Hospital Survey on Patients Safety Culture) yang dikembangkan oleh AHRQ (Agency for Healthcare Research and Quality) dalam mengukur Budaya Keselamatan Pasien dan OCAI (Organization Culture Assessment Instrument) untuk mengidentifikasi profil budaya organisasi. Dilakukan analisis korelasi antara kedua temuan. Dilakukan pula Focus Group Discussion (FGD) untuk mengidentifikasi hambatan dan harapan dan kemudian dibahas dalam Consencus Decission Making Group (CDMG) jajaran manajemen sebagai kesepakatan tentang rencana tindak lanjut. Pembelajaran organisasi dan perbaikan berkelanjutan dan kerjasama dalam unit merupakan dimensi budaya terkuat sementara staffing, respons non-punitive terhadap kesalahan terlapor, frekuensi pelaporan kejadian dan jumlah kejadian yang dilaporkan merupakan dimensi budaya kurang yang perlu mendapatkan intervensi. Budaya Clan adalah jenis budaya organisasi yang paling dominan, tetapi bukan merupakan budaya yang kuat karena selisih skor dengan budaya Hierarki hanya satu (1) poin. Hasil korelasi antara dimensi pada budaya keselamatan menunjukkan adanya hubungan positif bermakna. Sedangkan korelasi antara tipe budaya organisasi dengan dimensi budaya keselamatan pasien menunjukkan hasil yang bervariasi. Strategi mutu budaya Clan dan budaya Hierarki dipakai sebagai panduan untuk perubahan dalam pengembangan budaya keselamatan pasien di RSUD H. Abdul Manap. Secara keseluruhan budaya keselamatan pasien termasuk dalam kategori budaya sedang, dimensi budaya pelaporan merupakan yang terlemah. Upaya pengembangan budaya keselamatan pasien memerlukan komitmen pimpinan, pemberdayaan staf dan pengembangan sistem. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menganalisis berbagai faktor dalam pengembangan budaya pelaporan.

Building Patient safety culture is the first step in the improvement of patient safety. As patient safety culture is one aspect of organizational culture, therefore, to develop it, an assessment of organizational culture is needed to make changes that encourage efforts to improve patient safety. This study aims to analyze the patient safety culture and identify organizational profiles to determine the strategic steps of developing a patient safety culture at H. Abdul Manap Hospital in Jambi City. Methods: This study was cross-sectional, mix method. A survey was conducted on 190 clinical staff who were directly faced to patients namely medical doctors, nursing staffs and medical service support personnels using the HSOPSC (Hospital Survey on Patient Safety Culture) questionnaire developed by AHRQ (Agency for Healthcare Resesarch and Quaity) and OCAI (Organization Culture Assessment Instrument). Correlation analysis between the two findings was carried out. Focus Group Discussion (FGD) was carried out to identify obstacles and expectations in the implementation of patient safety culture, and its results will be discussed in the managements Consensus Decisions Making Group as an agreement that will be taken as an action plan Results: Organizational learning and continuous improvement and Teamwork within units are the strongest cultural dimensions while staffing, non-punitive response to errors, frequency of events reported and “number of events reported are dimensions of culture that need to be intervened. Clan culture is the most dominant type of organizational culture, but it is not a strong culture because the difference in scores with the Hierarchy culture was only one (1) point. The results of the correlation between the dimensions of safety culture indicate a significant positive. While the correlation between the type of organizational culture and the dimensions of patient safety culture, shows varying result. The quality strategy of Clan culture and hierarchical culture are used as a guide for changes in the development of a patient safety culture at H. Abdul Manap Hospital. Conclusion: In general, the patient safety culture belongs to the moderate level. The reporting culture becomes the weakest dimensuons. A managements commitment and staff empowerment as well as system development are all needed on the development of a patient safety culture. Further research is required to investigate various factors to develop the reporting culture."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herlina Rahmah
"Latar Belakang: Prevalensi pasien yang mengalami perburukan kondisi klinis di ruang perawatan sebesar 15 – 20% yang menyebabkan luaran serius yaitu kematian. Kejadian mortalitas pada kelompok pasien tersebut dapat dipengaruhi dari poin skor NEWS yang tinggi.
Tujuan: Mengetahui hubungan NEWS terhadap kejadian mortalitas pada pasien yang diaktivasi pemanggilan TMRC di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo.
Metode: Desain kohort retrospektif pada pasien dewasa yang dilakukan aktivasi pemanggilan TMRC di seluruh area rumah sakit kecuali ruang operasi, perawatan intensif, dan departemen emergensi. Sampel terpilih dengan metode total sampling dan analisis menggunakan survival Kaplan-meier dan analisis multivariat Cox extended model.
Hasil : Terdapat perbedaan signifikan secara statistik pada pasien yang dilakukan pemanggilan TMRC dengan skor NEWS tinggi pada waktu kurang dari 15 hari risiko mortalitas meningkat sebesar aHR 2,86, 95% CI 2,18–3,77, p-value 0,000 pada mereka yang tidak memiliki penyakit hati kronik setelah dikontrol dengan sepsis. Sedangkan, pada pasien dengan skor NEWS tinggi yang memilliki penyakit hati kronik meningkat risiko mortalitasnya menjadi aHR 4,17, 95% CI 1,39–12,44, p-value 0,01 setelah dikontrol dengan sepsis.
Kesimpulan: Skor NEWS tinggi pada waktu kurang dari 15 hari memiliki peningkatan risiko mortalitas sebesar hampir 3 kali lipat pada mereka yang tidak memiliki penyakit hati kronik. Sedangkan, pada pasien yang memilliki penyakit hati kronik meningkat risiko mortalitasnya menjadi 4 kali setelah dikontrol dengan sepsis.

Background: The patients prevalence who experience worsening clinical conditions on the general ward is 15-20%, which causes a serious outcome, namely death. Mortality events in this group of patients who were called rapid response team were influenced by high NEWS score points.
Objective: To determine the association between NEWS and mortality in patients who have called TMRC at Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital.
Methods: This study used a retrospective cohort design from patients data who have called TMRC in all hospital areas except the operating room, intensive care, and emergency room. The sample was selected using total sampling, analyzed using Kaplan-meier survival analysis and cox extended model analysis.
Results: Patients who have called TMRC with a high NEWS score in less than 15 days had increased risk of mortality aHR 2,86, 95% CI 2,18–3,77, p-value 0,000 in those who did not have chronic liver disease. Meanwhile, in patients with a high NEWS score who had chronic liver disease the risk of mortality increased to aHR 4,17, 95% CI 1,39–12,44, p-value 0,01 after being controlled with sepsis.
Conclusion: A high NEWS score at less than 15 days had almost 3-fold increased risk of mortality in those without chronic liver disease. Meanwhile, in patients who have chronic liver disease, the risk of mortality increases to 4 times after being controlled with sepsis.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>