Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 96195 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jessica Suradi
"ABSTRAK
Sudah sejak lama diketahui bahwa Indoor Environment Quality mempunyai
pengaruh yang cukup kuat terhadap produktivitas pegawai. Bahkan dengan
kondisi Indoor Environment Quality yang tidak cukup baik bukan hanya dapat
menurunkan produtiktivitas bahkan dapat mempengaruhi kondisi kesehatan
pegawai. Namun pada kenyataannya sampai sekarang faktor Indoor Environment
Quality masih belum dijadikan pertimbangan bagi para perancang bangunan
kamtor. Bangunan kantor khususnya di Indonesia hanya melihat dari sisi nilai
jual, ukuran, lokasi, dan fasilitas. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk
melihat pengaruh Indoor Environment Quality (faktor suhu, pencahayaan, dan
warna dinding ruangan) terhadap human performance dan mencari kombinasi
optimal dari ketiga faktor tersebut sehingga faktor-faktor ini selanjutnya dapat
dipertimbangkan dalam pembangunan sebuah kantor. Hasil penelitian ini
membuktikan bahwa ketiga faktor Indoor Environment Quality (faktor suhu,
pencahayaan, dan warna dinding ruangan) berpengaruh signifikan terhadap human
performance. Kombinasi optimal adalah pada suhu 23.5°C, pencahayaan 500 lux,
dan warna dinding biru. Penelitian ini diharapkan dapat membuat perancang
bangunan kantor khususnya di Indonesia untuk lebih memperhatikan faktor
Indoor Environment Quality (faktor suhu, pencahayaan, dan warna dinding
ruangan)

ABSTRACT
Indoor Environment Quality has been known since decades before, to has strong
influence towards productivity. A poor Indoor Environment Quality will bring
negative impact on workforce health. However, until present time, Indoor
Envirnment Quality factors have not been taken into a serious consideration by
office management or building contractor. Especially in Indonesia, they only
consider about selling price, size, location, and facilitation. Hence, this research
aims to discover the effect of Indoor Environment Quality (thermal, lighting, and
colour layout) on human performance and discover the optimal combinations of
those 3 factors. This research has found out that these 3 factors has a significant
impact on human performance. Furthermore, this research has also discovered the
optimal combination of these 3 factors, which is a combination of temperature of
23.5°C, lighting of 500 lux and blue colour as the layout. This research is aimed to
increase the awareness of office management or Interior designer to take Indoor
Environement Quality factors into their account in designing a productive
workplace environment"
2016
T45752
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diinii Haniifah
"Kualitas udara dalam ruangan di rumah sakit harus menjadi perhatian khusus karena pasien salah satu sumber pencemar mikroorganisme patogen ke udara yang dapat memicu persebaran infeksi nosokomial, maka dilakukan penelitian terhadap kualitas udara di salah satu rumah sakit di Depok, yaitu Rumah Sakit Tugu Ibu, untuk mengetahui konsentrasi mikroorganisme di udara. Sampel udara diambil menggunakan EMS Bioaerosol Sampler Single Stage Sampler dengan debit aliran udara sebesar 28,3 L/menit. Bakteri di udara diambil selama dua menit pada media Tryptic Soy Agar dan diinkubasi pada temperatur 35-37oC selama 24 jam, sementara itu jamur pada media Malt Extract Agar selama dua menit dan diinkubasi pada temperatur 25-29oC selama 48-72 jam. Koloni yang tumbuh dihitung sebagai colony-forming Units CFU/m3 . Hasil penelitian menunjukkan hasil angka kuman, temperature dan kelembaban udara dalam ruangan pada rentang 1.385-2.930 CFU/m3, 25-28oC dan 72-91 yang mana melebihi batas baku mutu KepMenKes No. 1204/MENKES/SK/X/2004. Hasil pengukuran konsentrasi diuji secara statistik menggunakan uji non-parametrik untuk menunjukkan korelasi dengan jumlah orang dan hasil menunjukkan korelasi sig< 0,05 pada konsentrasi bakteri dengan jumlah orang dan tidak menunjukkan korelasi sig > 0,05 pada konsentrasi jamur dengan jumlah orang. Berdasarkan pengukuran dan perhitungan, sebagian besar Bilangan Reynold lebih besar dari 2.000 yang mengindikasikan bahwa jenis aliran udara didominasi oleh aliran turbulen. Jumlah pertukaran udara sebagian besar kurang dari 4 kali/jam sehingga tidak memenuhi standar yang ditetapkan oleh ASHRAE 1999 . Besarnya konsentrasi bakteri dan jamur dipengaruhi oleh temperature, kelembaban udara, kecepatan udara, jenis aliran udara, dan pertukaran udara per jam. Sementara itu, jumlah orang sangat berpengaruh terhadap konsentrasi bakteri namun tidak berpengaruh terhadap konsentrasi jamur.

Indoor air quality in hospital has to be considered because patients could be a source of pollutant and lead a nosocomial infection. Therefore, bioaerosol was measured in selected hospitals at city of Depok, which is Tugu Ibu Hospital. Air sampling was conducted by using EMS Bioaerosol Single Stage Sampler and worked at a flowrate of 28.3 l min. Airborne bacteria were collected for two min on Tryptic Soy Agar and then incubated at 35 37oC for 24 h, while fungi on Malt Extract Agar for two min and then incubated at 25 29oC for 48 72 h. The colonies were counted as colony forming units CFU m3 . The result showed that indoor air bacteria and fungi concentrations, air temperature and humidity with the range approximately between 1,385 2,930 CFU m3, 25 28oC and 72 91 , respectively. All the numbers have exceeded the quality of standards by Ministry of Health Decree No. 1204 MENKES SK X 2004. Spearman rank correlation showed strong correlation sig 0.05 between indoor air bacteria concentrations and number of visitors and no correlation sig 0.05 between indoor air fungi concentrations and number of visitors. Based on measurements and calculations, Reynold numbers were mostly over 2,000, which indicated the indoor airflow dominated by turbulent flow. Air change rates were mostly less than 4 times hour and did not meet quality standards by ASHRAE 1999 . Indoor air bacteria and fungi concentrations were influenced by temperature, air humidity and velocity, type of airflow and air change rates. Meanwhile, number of visitors affected the concentration of bacteria but did not on fungi."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
S67487
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Isnainy Valencia Sari
"Pencemaran bioaerosol yang ada di dalam ruangan memiliki potensi 1.000 kali lebih berbahaya daripada di luar ruangan. Oleh karena itu, kualitas udara mikrobiologis pada ruang kuliah Gedung S di FTUI Depok perlu diteliti lebih lanjut. Sampel udara diambil menggunakan EMS bioaerosol single stage sampler selama dua menit dengan debit pemompaan 28,3 L/menit. Media pertumbuhan yang digunakan untuk bakteri dan jamur adalah TSA dan MEA. Konsentrasi bakteri tertinggi pada ruang kelas S101 2.407 362 CFU/m3 , terendah terdapat pada Lobby 1 384 142 CFU/m3. Konsentrasi jamur tertinggi ditemukan pada ruang kelas S203 810 215 CFU/m3, terendah pada S503 195 51 CFU/m3. Sebagian besar konsentrasi bakteri di udara melebihi baku mutu, sedangkan konsentrasi jamur masih memenuhi baku mutu. Suhu seluruh ruangan 21-27oC sudah memenuhi baku mutu dan kelembapan 38-71 serta Intensitas cahaya 4,21-335 lux pada sebagian ruangan tidak memenuhi baku mutu. Uji-Independent T-test menunjukan terdapat perbedaan signifikan pada konsentrasi jamur dan bakteri lantai bawah dan lantai atas sig< 0,05. Korelasi Pearson Product Moment menunjukkan terdapat korelasi yang kuat antara jumlah orang dengan konsentrasi bakteri r=0,73 dan berkorelasi lemah dengan konsentrasi jamur r=0,47. Jenis aliran udara didominasi oleh aliran laminer dan kecepatan partikel bakteri dan jamur pada kisaran 0,002-0,16 cm/detik.

Indoor bioaerosol contamination has potency 1,000 times more dangerous than outdoor. Therefore, microbiological air quality in the classrooms of Building S Engineering Faculty UI City of Depok need to be further investigated. The air samples were taken by using EMS bioaerosol single stage sampler in two minutes with airflow rate 28.3 L minute. The growth media used were TSA and MEA for bacteria and fungi. Highest bacterial concentration found in classroom S101 2,407 362CFU m3 , lowest in Lobby 1 384 142 CFU m3. The highest fungi concentration found in classroom S203 810 215 CFU m3, lowest in classroom S503 195 51 CFU m3. Most of the bacteria concentrations exceeded whereas the fungi concentration still met the quality standard. For the environmental factors, the entire classroom temperatures 21 27oC have met the quality standard but not the humidity 38 71 and light intensities 4.21 335 lux. The Independent T test showed that there were significance differences between bacteria and fungi on lower and upper floor sig."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farah Nabila Widyaputri
"Latar belakang: Sebelum pandemi Covid-19, sebagian besar mahasiswa menghabiskan waktu untuk melakukan kegiatannya di dalam ruangan. Di era modern seperti ini, sebagian besar bangunan dirancang tertutup sehingga tanpa adanya ventilasi yang adekuat dapat mempengaruhi kualitas udara dalam ruangannya. Kualitas udara yang buruk dapat berdampak pada kenyamanan, performa kerja, hingga kesehatan penghuninya. Oleh karena itu, perlu diketahui kualitas udara ruang kuliah mahasiswa FKUI sebelum pembelajaran tatap muka sepenuhnya dilakukan.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif menggunakan data primer yang didapatkan melalui pengukuran kualitas udara secara langsung oleh peneliti. Sampel ruangan didapatkan berdasarkan pendekatan SEG (similar exposure group) yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Data kemudian dianalisis secara statistik deskriptif menggunakan tabel dan grafik.
Hasil: Kadar CO2 dan CO seluruh ruangan berada dalam rentang aman, yaitu 383,556-506,556 ppm dan 0-0,9111 ppm secara berurutan. Terdapat 3 ruangan yang memiliki suhu di bawah batas minimum dan 4 ruangan yang memiliki kelembaban di atas batas maksimum. Hanya 1 ruangan yang memiliki pergerakan udara inlet dan outlet yang seimbang.
Kesimpulan: Kualitas udara seluruh sampel dalam keadaan baseline tergolong cukup baik. Namun, perlu dilakukan perbaikan dan peningkatan ventilasi udara untuk mendukung kegiatan pembelajaran tatap muka seutuhnya dengan nyaman dan mampu memenuhi aspek kesehatan serta keamanan

Introduction: Before the Covid-19 pandemic, most students spent time doing their activities indoors. In this modern era, most buildings were designed as enclosed buildings so that without adequate ventilation, the indoor air quality could be affected. Poor air quality can have impacts on comfort, work performance, and the health of its occupants. Therefore, it is necessary to know the air quality of the FKUI students' lecture halls before offline learning is fully carried out.
Method: This study is a descriptive study using primary data obtained through direct air quality measurements by the researcher. Room samples were obtained based on the SEG (similar exposure group) approach that met the inclusion and exclusion criteria. The data were then analyzed descriptively using tables and graphs.
Result: CO2 and CO levels of the samples were in the safe range between 383.556-506.556 ppm and 0-0.9111 ppm respectively. However, there are 3 rooms with temperatures below the minimum limit and 4 rooms with humidity above the maximum limit. Only 1 room has balanced inlet and outlet air movement.
Conclusion: The air quality of all samples in the baseline state is quite good. However, it is necessary to repair and increase air ventilation to support offline learning activities comfortably and to be able to meet the health and safety aspects.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hess-Kosa, Kathleen
"Abstract:
In the new millennium, indoor air quality methodologies have expanded, evolved, and morphed. This book addresses the old and the new. The focus is shifting from a knee-jerk to a more proactive response. Although indoor air quality in older buildings will continue to present old challenges, new construction is going forward with new challenges. Indoor Air Quality: The Latest Sampling Methods, Second Edition covers basic concepts and details various approaches to the identification and assessment of indoor air contaminants that contribute to building-related illness in commercial buildings, in"
Hoboken: CRC Press, 2011
628.53 HES i
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Rahaditya Rizqi Putra
"Sick Building Syndrome SBS adalah keluhan atau ketidak nyamanan yang dirasakan oleh seseorang di dalam gedung seperti contohnya pusing, mual, mata kering, dan bersin-bersin. Penyebab SBS salah satunya adalah Kualitas Udara di Dalam Ruangan atau Indoor Air Quality IAQ yang kurang baik. IAQ merupakan salah satu poin dalam menjaga keselamatan serta kesehatan pekerja yang pada dasarnya merupakan hak pekerja dan dijamin oleh UU Republik Indonesia no.1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Oleh karena itu skripsi ini membahas tentang IAQ Gedung Arsip UI dengan acuan kerangka konsep manajemen IAQ oleh BHSE HSG 173 yang diawali dari surveykeluhan karyawan terkait SBSpada bulan April tahun 2018, dengan tujuan mengevaluasi kualitas udara di dalam ruangan pada Gedung Arsip UI. Survey dilakukan dengan instrumen kuesioner yang diadaptasi dari World Health Organization WHO dan United States Environment Protection Agency US EPA dan dilanjutkan dengan pengukuran secara walkthrough survey untuk melihat faktor penyebab yang dari aktivitas karyawan dan layout gedung serta pengukuran secara direct reading dengan parameter NAB dari Peraturan Menteri Kesehatan no. 48 tahun 2016. Hasilnya, terdapat temuan di beberapa titik yang memiliki hasil pengukuran pada tingkat action level maupun melebihi batas NAB yang telah ditentukan.

Sick Building Syndrome SBS is a complaint or discomfort felt by someone inside of a building such as dizziness, nausea, dry eyes, and sneezing. One of SBS causes are poor Indoor Air Quality IAQ . IAQ is one of the points to maintain workers 39 safety and health which is basically the worker 39 s rights and guaranteed by the UU Republik Indonesia No.1 tahun 1970 concerning Work Safety. Therefore this thesis discusses about Gedung Arsip UI IAQ with reference from framework of IAQ management concept by BHSE HSG 173 starting from SBS related employee complaint survey in April 2018, with purpose to evaluate air quality indoors at UI Archives Building. The survey was carried out with questionnaire instruments adapted from the World Health Organization WHO and United States Environment Protection Agency US EPA and followed by walkthrough survey measurements to see the underlying factors of employee activity, building layout, and direct reading measurements with TLV parameters of Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia no. 48 tahun 2016. As a result, there are findings at some measurement points that have the action level number or exceeding the specified TLV."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reyna Faradila Setiawan
"Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat konsumsi rokok tertinggi, yang berdampak pada kebutuhan akan ruang merokok yang memadai. Aktivitas merokok di ruang tertutup menghasilkan polutan berbahaya seperti PM2.5, karbon monoksida (CO), nikotin, dan senyawa organik volatil (VOC), yang dapat merusak kualitas udara dan membahayakan kesehatan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas udara dalam ruang merokok indoor dan mengevaluasi strategi desain ruang merokok berdasarkan standar kualitas udara yang ada. Metode penelitian yang digunakan adalah kajian teori dan studi kasus untuk memahami penerapan sistem pengudaraan, termasuk ventilasi alami dan mekanis, serta solusi desain ruang yang dapat mengurangi polutan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi ventilasi mekanis dan alami, serta penerapan penghalang fisik dan segregasi ruang, dapat efektif mengurangi kadar polutan dan meningkatkan kualitas udara dalam ruang merokok. Desain yang optimal memerlukan perencanaan yang matang, termasuk pemilihan teknologi tepat dan pengaturan pola penggunaan ruang. Penerapan sistem ventilasi yang efisien dan desain ruang yang tepat sangat penting dalam menciptakan ruang merokok yang aman dan nyaman, serta mengurangi risiko kesehatan penghuni.

Indonesia is one of the countries with the highest smoking consumption rates, which impacts the demand for adequate smoking spaces. Smoking activities in enclosed spaces generate harmful pollutants such as PM2.5, carbon monoxide (CO), nicotine, and volatile organic compounds (VOCs), which can damage air quality and pose health risks. The aim of this study is to analyze the factors affecting indoor air quality in smoking areas and evaluate smoking room design strategies based on existing air quality standards. The research method involves a theoretical review and case studies to understand the application of ventilation systems, including natural and mechanical ventilation, as well as design solutions that can reduce pollutants. The results show that a combination of mechanical and natural ventilation, along with the implementation of physical barriers and space segregation, can effectively reduce pollutant levels and improve air quality in smoking rooms. Optimal design requires careful planning, including the selection of appropriate technologies and management of space usage patterns. The implementation of an efficient ventilation system and proper room design is crucial in creating a safe and comfortable smoking space, while reducing health risks for occupants. "
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maya Maulina Solihah
"Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan penyakit berbasis lingkungan yang disebabkan oleh buruknya kualitas udara terutama kualitas udara dalam ruangan. Kualitas udara dalam ruangan ditentukan oleh parameter fisika, kimia, dan biologis. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara parameter fisika dan mikrobiologis udara dalam ruangan (suhu, kelembaban, pencahayaan, luas ventilasi, kepadatan hunian, dan total angka kuman) dengan keluhan gejala ISPA pada warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Jakarta. Penelitian ini menggunakan teknik potong lintang yang bersifat kuantitatif dengan jumlah responden warga binaan sebanyak 100 orang dan sampel kamar tahanan sebanyak 14 kamar. Pengambilan data menggunakan kuesioner untuk melihat gejala ISPA pada warga binaan dan pengukuran parameter fisika-mikrobiologis untuk melihat kualitas udara di kamar tahanan. Pengambilan sampel total angka kuman pada udara kamar tahanan menggunakan metode Total Plate Count (TPC). Hasil penelitian menyatakan terdapat hubungan yang signifikan antara kelembaban udara pada kamar tahanan dengan gejala ISPA (OR=5,84 95% CI: 2,32-12,71) dan terdapat pula hubungan yang signifikan antara pencahayaan pada kamar tahanan dengan keluhan gejala ISPA (OR=2,87 95% CI: 1,20-6,84).

Acute Respiratory Infection (ARI) is an environmetal-based disease caused by poor air quality, especially poor indoor air quality. Indoor air quality is determined by physical, chemical and biological parameters. This study aims to analyze the correlation between Physical and Microbiological Parameters of Indoor Air Quality (temperature, humidity, lighting, ventilation area, occupancy density, and total germ number) to symptoms of Acute Respiratory Infection (ARI) in Prisoner Cells, Jakarta Woman Prison Class IIA. This reaserch is cross sectional study with 100 respondents and 14 sample prisoner cells. The data were collected by using questionnaires to see symptoms of ARI in prisoners and measurement of microbiological-physical parameters to see the air quality in prisoner cells. The results of this study state that there is a significant relationship between humidity in prisoner cell with symptoms of Acute Respiratory Infection (ARI) (OR=5,84 95% CI: 2,32-12,71), and also there is a significant relationship between lighting in prisoner cell with symptoms of Acute Respiratory Infection (ARI) (OR=2,87 95% CI: 1,20-6,84). "
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maya Maulina Solihah
"ABSTRAK
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan penyakit berbasis lingkungan yang disebabkan oleh buruknya kualitas udara terutama kualitas udara dalam ruangan. Kualitas udara dalam ruangan ditentukan oleh parameter fisika, kimia, dan biologis. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara parameter fisika dan mikrobiologis udara dalam ruangan (suhu, kelembaban, pencahayaan, luas ventilasi, kepadatan hunian, dan total angka kuman) dengan keluhan gejala ISPA pada warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Jakarta. Penelitian ini menggunakan teknik potong lintang yang bersifat kuantitatif dengan jumlah responden warga binaan sebanyak 100 orang dan sampel kamar tahanan sebanyak 14 kamar. Pengambilan data menggunakan kuesioner untuk melihat gejala ISPA pada warga binaan dan pengukuran parameter fisika-mikrobiologis untuk melihat kualitas udara di kamar tahanan. Pengambilan sampel total angka kuman pada udara kamar tahanan menggunakan metode Total Plate Count (TPC). Hasil penelitian menyatakan terdapat hubungan yang signifikan antara kelembaban udara pada kamar tahanan dengan gejala ISPA (OR=5,84 95% CI: 2,32-12,71) dan terdapat pula hubungan yang signifikan antara pencahayaan pada kamar tahanan dengan keluhan gejala ISPA (OR=2,87 95% CI: 1,20-6,84).

ABSTRACT
Acute Respiratory Infection (ARI) is an environmetal-based disease caused by poor air quality, especially poor indoor air quality. Indoor air quality is determined by physical, chemical and biological parameters. This study aims to analyze the correlation between Physical and Microbiological Parameters of Indoor Air Quality (temperature, humidity, lighting, ventilation area, occupancy density, and total germ number) to symptoms of Acute Respiratory Infection (ARI) in Prisoner Cells, Jakarta Woman Prison Class IIA. This reaserch is cross sectional study with 100 respondents and 14 sample prisoner cells. The data were collected by using questionnaires to see symptoms of ARI in prisoners and measurement of microbiological-physical parameters to see the air quality in prisoner cells. The results of this study state that there is a significant relationship between humidity in prisoner cell with symptoms of Acute Respiratory Infection (ARI) (OR=5,84 95% CI: 2,32-12,71), and also there is a significant relationship between lighting in prisoner cell with symptoms of Acute Respiratory Infection (ARI) (OR=2,87 95% CI: 1,20-6,84). "
2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Esi Lisyastuti
"Kualitas udara dalam ruang dipengaruhi antara lain kondisi bangunan, elemen interior, fasilitas pendingin ruangan, pencemar kimia dan pencemar biologi. Buruknya kualitas udara dalam ruang akibat keberadaan pencemar biologi yaitu bakteri dan jamur ditengarai menjadi salah satu sebab kejadian sick building syndrome (SBS). Menggunakan desain crossecsional, ingin diketahui hubungan jumlah koloni mikroba udara dalam ruangan dengan kejadian SBS pada pekerja B2TKS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kejadian SBS tidak terbukti berkaitan dengan dengan jumlah mikroba udara dalam ruang, meskipun keberadaan jamur penyebab SBS seperti Aspergillus sp., Penicillium sp dan Fusarium sp dapat dideteksi. Variabel lain seperti temperature dan kelembaban ruang, jenis kelamin, kebiasaan merokok, status gizi, masa kerja dll juga tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian SBS. Akan tetapi pekerja yang lebih muda (dibawah 40 tahun) memiliki angka kejadian SBS yang lebih tinggi. Dari hasil penelitian ini, disarankan untuk meningkatkan sanitasi ruangan dan pemeliharaan AC secara berkala.

Indoor air quality is influenced by the condition of the building, interior elements, air-conditioning facilities, chemical pollutants and biological contaminants. Poor indoor air quality due to the presence of biological contaminants such as bacteria and fungi is suspected to be one cause of sick building syndrome incidence (SBS). Using cros-secsional design the relationship of indoor air microorganisms colonies on workers of B2TKS was investigated. There was no evidence of relationships between the number of indoor-air microbes and SBS incidence on workers of B2TKS, although the presence of SBS fungsi such as Aspergillus sp, Penicillium sp and Fusarium sp, were detected. Other variables such as room temperature and humidity, sex, smoking habit, nutrient status, etc.. also had poor correlation with SBS incidence. However, the incidence of SBS was higher in your workers (below 40 year old). Results of this study suggest that room sanitation and air-conditioning maintenance should be improved and conducted on a regular basis."
Depok: Universitas Indonesia, 2010
T30520
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>