Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 164940 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aulia Rahmi
"ABSTRAK
Proses standardisasi dan kontrol sangat diperlukan untuk menjaga kualitas suatu obat herbal, khususnya analisis kandungan dan pengujian toksisitas dari bahan alam tersebut. Selain itu, kualitas ekstrak juga dapat dipengaruhi faktor lain, seperti waktu ekstraksi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan pengaruh waktu ekstraksi terhadap besar kandungan total flavonoid dan sifat toksisitas ekstrak air daun belimbing manis (Averrhoa carambola L.). Pada metode uji I (AlCl3 tanpa penambahan NaNO2), didapatkan kandungan total flavonoid dari variasi waktu ekstraksi 30,45,60,75, dan 90 menit secara berurutan sebesar 0,1638%, 0,1716%, 0,1681%, 0,1642%, dan 0,1784%. Sedangkan, pada metode uji II (AlCl3 dengan penambahan NaNO2), didapatkan sebesar 0,1856%, 0,2113%, 0,2296%, 0,2097%, dan 0,2042%. Pada pengujian toksisitas dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT), didapatkan nilai LC50 dari variasi waktu ekstraksi 30, 45, 60, 75, dan 90 menit secara berurutan sebesar 8232,46 μg/ml, 4175,42 μg/ml, 4885,27 μg/ml, 1056,99 μg/ml, dan 9908,32 μg/ml. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kandungan total flavonoid dari ekstrak air daun belimbing manis bersifat relatif konstan dan mengalami perubahan yang tidak signifikan seiring bertambahnya waktu ekstraksi. Selain itu, nilai LC50 bersifat fluktuatif dan tidak memiliki aktivitas biologi sebagai toksik seiring bertambahnya waktu ekstraksi.

ABSTRACT
Proses standardisasi dan kontrol sangat diperlukan untuk menjaga kualitas suatu obat herbal, khususnya analisis kandungan dan pengujian toksisitas dari bahan alam tersebut. Selain itu, kualitas ekstrak juga dapat dipengaruhi faktor lain, seperti waktu ekstraksi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan pengaruh waktu ekstraksi terhadap besar kandungan total flavonoid dan sifat toksisitas ekstrak air daun belimbing manis (Averrhoa carambola L.). Pada metode uji I (AlCl3 tanpa penambahan NaNO2), didapatkan kandungan total flavonoid dari variasi waktu ekstraksi 30,45,60,75, dan 90 menit secara berurutan sebesar 0,1638%, 0,1716%, 0,1681%, 0,1642%, dan 0,1784%. Sedangkan, pada metode uji II (AlCl3 dengan penambahan NaNO2), didapatkan sebesar 0,1856%, 0,2113%, 0,2296%, 0,2097%, dan 0,2042%. Pada pengujian toksisitas dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT), didapatkan nilai LC50 dari variasi waktu ekstraksi 30, 45, 60, 75, dan 90 menit secara berurutan sebesar 8232,46 μg/ml, 4175,42 μg/ml, 4885,27 μg/ml, 1056,99 μg/ml, dan 9908,32 μg/ml. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kandungan total flavonoid dari ekstrak air daun belimbing manis bersifat relatif konstan dan mengalami perubahan yang tidak signifikan seiring bertambahnya waktu ekstraksi. Selain itu, nilai LC50 bersifat fluktuatif dan tidak memiliki aktivitas biologi sebagai toksik seiring bertambahnya waktu ekstraksi."
2016
S64277
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Stefani
"Ikan lepu batu memiliki racun yang paling berbahaya dibandingkan jenis hewan laut beracun lainnya. Racunnya mengandung berbagai komponen bioaktif yang dapat dimanfaatkan, salah satunya yang sudah banyak diinvestigasi adalah stonustoxin (SNTX). Racun ikan lepu batu juga mengandung banyak protein dengan berat molekul sekitar 8-18 kDa yang jarang diteliti lebih lanjut aktivitasnya sehingga penelitian mengenai toksisitas kelompok protein tersebut sangat menarik untuk dilakukan. Salah satu pengujian toksisitas akut sederhana adalah Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). Untuk mengetahui manfaat dari sifat toksik tersebut, salah satu caranya adalah dengan pengujian aktivitas antibakteri. Ikan lepu batu yang diperoleh dari Kepulauam Seribu, Indonesia diidentifikasi spesiesnya dan kemudian racunnya dipanen. Pemurnian fraksi 8-18 kDa dilakukan dengan FPLC menggunakan kolom HiTrap Q HP. Kemudian, dilakukan uji Lowry untuk menentukan konsentrasi protein, identifikasi SDS-PAGE, uji toksisitas BSLT, hingga pengujian aktivitas antibakteri. Pada penelitian ini, fraksi 8-18 kDa dengan kemurnian tertinggi diperoleh saat persen elusi garam 0%. Fraksi protein tersebut terbukti memiliki sifat toksik terhadap larva Artemia salina karena memiliki nilai LC50 sebesar 125,49 μg/mL. Hasil pengujian aktivitas antibakteri menunjukkan bahwa kelima varasi konsentrasi racun ikan lepu batu dan fraksi 8-18 kDa yang diberikan tidak dapat menginhibisi pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus, Escherichia coli, dan Salmonella typhii.

Stonefish has the most deadly venom compared to other venomous marine animals. Their venom contain various bioactive components that can be utilized, one of them is stonustoxin (SNTX) which is widely investigated. Stonefish venom has also smaller proteins around 8-18 kDa whose activities are rarely observed. Therefore, it is very interesting to determine those protein’s toxicity. One of simple accute toxicity assay is Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). Antibacterial activity test was done to find out the benefit of the toxic nature. Stonefish obtained from Kepulauan Seribu, Indonesia was identified its speices and then harvested. The purification of 8-18 kDa fraction was done by FPLC using HiTrap Q HP column. Then, several tests were carried out, such as Lowry test to determine protein content, identification by SDS-PAGE, toxicity assay using BSLT, and antibacterial activity test. In this study, the fraction of 8-18 kDa with the highest purity was obtained 0% salt elution. The protein fraction is toxic against Artemia salina larvae because the LC50 value is 125,49 μg/mL. The results of antibacterial activity test showed that stonefish venom and the 8-18 kDa fraction could not inhibit the growth of Staphylococcus aureus, Escherichia coli, and Salmonella typhii."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia , 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zulfa Hanif
"dan berpotensi menjadi obat anti kanker. Penelitian bertujuan untuk mengukur tingkat toksisitas dari ekstrak kasar organospesifik Acanthaster. Uji toksisitas dilakukan pada bagian duri, kulit dan organ tubuh bagian dalam. Uji toksisitas dilakukan dengan metode Brine Shrimp Lethality Test. Hasil uji BSLT menunjukkan bahwa ekstrak kasar duri memiliki tingkat toksisitas tertinggi dibandingkan dengan kulit dan organ dalam dengan nilai LC50 sebesar 227.304 ppm, 483.150 ppm, dan 338.535 ppm.
Hasil BSLT terhadap hasil fraksinasi ekstrak kasar duri menunjukkan nilai LC50 tertinggi dimiliki oleh fraksi n-heksan dengan nilai 276,586 ppm. Hasil KLT menunjukkan bahwa ekstrak duri dan kulit memiliki pola pemisahan bercak yang hampir sama, sedangkan ekstrak organ dalam berbeda. KLT fraksi menunjukkan pola fraksi n-heksan dan etil asetat hampir sama, sedangkan untuk fraksi air memiliki pola bercak yang berbeda.

Acanthaster (Echinoderm) seems to has active compounds which is potential for anti-cancer drugs. The study aims to measure the toxicity level of Acanthaster organospecific crude extract, namely thorns, skin and internal organs. Toxicity tests was conducted by Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) methods. BSLT test results showed that the level of toxicity thorns crude extract has the highest than skin and internal organs crude extract (227,304 ppm, 483,150 ppm, and 338,535 ppm respectily). Fractination was done to separate the toxic compounds.
The results of fractionation BSLT showed that fraction of n-heksan has the highest LC50 (276,586 ppm). TLC results showed that crude extract of thorns and skin have the same separation patterns spots, while the extracts of internal organs has different pattern. TLC fraction showed a similarity pattern between n-hexane fraction and ethyl acetate, meanwhile the water fraction has a different pattern.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
S42574
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nurlisa Dwi Novianti
"ABSTRAK
Keunikan biodiversitas pegunungan Mekongga telah menarik perhatian banyak
peneliti. Tim konservasi dari Amerika dan Indonesia telah menemukan sejumlah
tanaman mengandung zat yang memiliki aktivitas antikanker. Penelitian ini
bertujuan untuk mengidentifikasi senyawa kimia yang menyebabkan tanamantanaman
lain memiliki potensial sebagai antikanker berdasarkan uji pendahuluan
terhadap aktivitas antioksidan dan efek toksik, salah satunya adalah Jambo-Jambo
[Kjelbergiodendron celebicus (Koord) Merr.]. Aktivitas antioksidan dilakukan
berdasarkan kemampuan meredam radikal bebas 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil
(DPPH), sedangkan efek toksik dilakukan dengan metode Brine Shrimp Lethality
Test (BSLT). Daun Jambo-Jambo diekstraksi dengan pelarut metanol dan dipartisi
menggunakan pelarut n-heksana, etil asetat, butanol dan metanol. Hasil pengujian
menunjukkan bahwa ekstrak metanol mempunyai potensi toksik terhadap larva
Artemia salina dengan nilai LC50 243,5 ppm dan aktivitas antioksidan senilai IC50
12,59 ppm. Isolasi dilakukan terhadap fraksi etil asetat menggunakan
kromatografi kolom silika dan kromatotron. Senyawa murni yang diperoleh
diidentifikasi struktur kimianya menggunakan Spektrofotometer UV-Vis, IR,
NMR dan LCMS. Didukung dengan data hasil penapisan kimia, diduga senyawa
tersebut golongan flavonoid yang mempunyai berat molekul 478.

ABSTRACT
The unique biodiversity of Mekongga mountains have attracted many researches.
Conservation team from US and Indonesia have discovered a number of plants
growing on Mekongga mountains which have anticancer activity. This study is
aimed to identify chemical compounds which have anticancer activity based on
preliminary testing of the antioxidant activity and toxic effects, one of them is
Jambo-Jambo [Kjelbergiodendron celebicus (Koord) Merr.]. The antioxidant
activity of Jambo-jambo leaves was measured by its ability to scavenge free
radical 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH), whereas the toxic effect was
analyzed by Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). Jambo-Jambo leaves was
extracted using methanol solvent and its methanolic extract was partitioned using
the n-hexane, ethyl acetate, buthanol and methanol. Test results showed that the
LC50 and IC50 value of its methanolic extract was 243,5 and 12,59 ppm. The ethyl
acetate fraction which showed the best activity was isolated using silica column
chromatography and chromatotron. Pure compounds was obtained by the
chemical structures were identified using Spectrofotometer UV-Vis, IR, NMR and
LCMS. Supported by data on the results of chemical screening, the compounds
were suspected as flavonoid compound which has molecular weight 478.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
S43806
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Andraini
"Salah satu terapi untuk menurunkan hiperglikemik postprandial pada penderita diabetes melitus adalah dengan menghambat aktivitas α-glukosidase, yang dapat memperlambat penyerapan glukosa di saluran usus setelah makan. Penelitian terdahulu telah dilaporkan, bahwa ekstrak batang beligo (Benincasa hispida) yang diperoleh dengan metode maserasi diketahui memiliki efek inhibisi terhadap aktivitas enzim α-glukosidase.
Pada peneltian ini dilakukan ekstraksi dengan metode ekstraksi soxhlet menggunakan pelarut etanol untuk memperoleh fraksi ekstrak batang beligo teraktif sebagi inhibitor α-glukosidase. Fraksi-fraksi yang diperoleh kemudian diuji efek toksisitasnya dengan metode BSLT. Ekstrak kasar batang beligo yang diperoleh dengan metode ini memberikan rendemen sebesar sebesar 51,88%. Persen inhibisi ekstrak batang beligo pada fraksi etil asetat konsentrasi 100 ppm, menunjukkan nilai yang lebih besar (42,27%) dibandingkan dengan fraksi etanol (13,32%) dan fraksi air (23,08%).
Hasil uji toksisitas ekstrak batang dari semua fraksi diperoleh masing-masing nilai LC50 667,21 ppm untuk fraksi etanol, 590,28 ppm untuk fraksi etil asetat, dan 700,11 ppm untuk fraksi air. Pemisahan komponen kimia dari fraksi etil asetat dengan KLT dengan perbandingan eluen campuran n-heksana dengan etil asetat (4:1) menghasilkan 4 spot dengan nilai Rf yang dapat diterima, yaitu 0,44; 0,58; 0,70; dan 0,76.

One of the theraphy to reduce postprandial hyperglycemic in patient which have diabetes mellitus is by inhibiting the activity of -glucosidase, which can slow the absorption of glucose in the gut after eating. Previous study have reported that the extract from stem of Beligo (Benincasa hispida) obtained by maceration method is known to have an inhibition effect to the activity of alpha-glucosidase enzyme.
In this occasion, the study was extracted by soxhlet extraction method using ethanol to obtain a fraction of extract of beligo stem as the most-active -glucosidase inhibitors. The fractions were then tested the effect of toxicity by BSLT method. Extract of beligo stem which obtained by this method provides for yield of 51,88%. Percent inhibition of the extract on ethyl acetate fraction concentration of 100 ppm, indicating a larger value (42,27%) compared with the ethanol fraction (13,32%) and water fraction (23,08%).
The toxicity test from all fractions obtained the value of LC50 respectively 667,21 ppm for the ethanol fraction, 590,28 ppm for ethyl acetate fraction, and 700,11 ppm for water fraction. Seperation of chemical compenents of the ethyl acetate fraction by TLC with eluent ratio mixture of n-hexana with ethyl acetate (4:1) generate 4 spot with Rf values are acceptable, ie 0,44; 0,58; 0,70; and 0,76.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
S58347
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anjar Prianto
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
S31639
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Afidya Indina Harumanti
"Kanker merupakan penyebab kematian utama di negara maju dan penyebab kematian kedua di negara berkembang. Metode pengobatan kanker yang umum digunakan adalah kemoterapi, namun memiliki banyak efek samping. Obat herbal pun diupayakan sebagai alternatif pengobatan kanker, salah satunya senyawa bioaktif asetogenin yang berasal dari tanaman sirsak Annona muricata L. Jenis obat herbal yang berpotensi untuk antikanker salah satunya diukur dengan parameter sitotoksisitas, yaitu parameter yang dihubungkan dengan pengurangan sel kanker di dalam tubuh.
Pada banyak penelitian sebelumnya, asetogenin telah dilaporkan menunjukkan kemampuan sitotoksik tinggi terhadap sel kanker. Namun, kemampuan sitotoksik tinggi yang telah dibuktikan tersebut membuat senyawa ini perlu dilakukan uji lebih lanjut terkait aktivitas sitotoksiknya dengan pengujian lain yang lebih terarah untuk mengetahui aktivitas spesifiknya. Uji antioksidan terhadap senyawa bioaktif dilaporkan memiliki korelasi yang baik terhadap aktivitas antikanker.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji lebih jauh aktivitas antikanker yang dimiliki oleh hasil fraksinasi yang kaya akan senyawa bioaktif asetogenin dari daun sirsak menggunakan uji aktivitas antioksidan dan uji flavonoid serta pengaruh variasi yang dilakukan terhadap uji antioksidan. Dari penelitian didapat bahwa terdapat korelasi antara aktivitas sitotoksik dengan aktivitas antioksidan, namun tidak dibuktikan dengan menggunakan uji flavonoid, sementara variasi yang dilakukan pada fraksi ekstrak memberikan efek menurunnya aktivitas antioksidan.

Cancer is the leading cause of death in developed countries and the second leading cause of death in developing countries. Methods commonly used for cancer treatment is chemotherapy, but it has many side effects. Herbal drugs were sought as an alternative for cancer treatment, one of which is acetogenins bioactive compounds derived from plants soursop Annona muricata L. Herbal drug possessing any potential for cancer treatment measured one of which by cytotoxicity parameter, that is parameter associated with removal of cancer cells in the body.
In many previous studies, it has been reported that acetogenins showed high cytotoxic ability against cancer cell. However, the high cytotoxicity that has been proven is necessary to make further test related to its cytotoxicity to determine the specific activity. Antioxidant test of bioactive compounds reported to have a good correlation to the anticancer activity.
This study aims to further examine the anticancer activity owned by fractination result that rich in acetogenins bioactive compounds from soursop leaves using antioxidant test and flavonoid test as well as the effect of variation conducted to antioxidant test. From this research acquired that there is a correlation between cytotoxic activity with antioxidant activity, but not proved by using the flavonoid test, while the variation conducted to extract fraction show an antioxidant activity reduction effect.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S46806
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyu Astuti
"Telah dilakukan uji toksisitas ekstrak metanol empat spesies timun laut dari Kepulauan Seribu yaitu Holothuria coluber, Holothuria edulis, Actinopyga lecanora, dan Stichopus sp. Timun laut diekstraksi dengan metanol kemudian ekstrak dari spesies dengan aktivitas tertinggi difraksinasi cair-cair dengan nheksan, etil asetat, dan air. Fraksi yang paling toksik selanjutnya difraksinasi kembali menggunakan kromatografi kolom normal. Pengujian dilakukan dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Actinopyga lecanora memiliki toksisitas tertinggi dengan nilai LC50 227,094 μg/ml sementara fraksi paling aktif adalah etil asetat dengan LC50 158,276 μg/ml. Hasil pengujian pada fraksi hasil kolom memberikan nilai LC50 sebesar 84,202 μg/ml sebagai fraksi teraktif. Identifikasi dengan berbagai pereaksi kimia menunjukkan bahwa fraksi paling aktif tersebut diduga mengandung senyawa golongan flavonoid dan steroid/triterpenoid."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
S33130
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dika Shofi Roofida Kusriyandra
"Pada penelitian ini dilakukan sintesis ester asam oleat-BHA dan asam oleat-BHT dengan menggunakan reaksi esterifikasi Steglich. Produk yang terbentuk dilakukan pemurnian dengan menggunakan kromatografi kolom. Hasil karakterisasi FTIR asam oleat-BHA menunjukkan serapan dengan munculnya puncak serapan baru yang khas pada ester yaitu C=O pada bilangan gelombang 1738,9 cm-1 dan serapan gugus aromatis pada bilangan gelombang 1442 dan 1457 cm-1. Terbentuknya asam oleat-BHT dibuktikan dengan adanya puncak serapan C=O ester pada bilangan gelombang 1742,2 cm-1 dan puncak serapan gugus aromatis pada bilangan gelombang 1435 dan 1458,9 cm-1. Hasil karakterisasi UV menunjukkan adanya pergeseran hipsokromik produk terhadap BHA dan BHT dan batokromik terhadap asam oleat. Hasil uji toksisitas asam oleat-BHA dan asam oleat-BHT terhadap larva Artemia salina L menunjukkan bahwa ester hasil sintesis tidak toksik yaitu dengan nilai LC50 yaitu 3370,91 (asam oleat-BHA) dan 1209,18 ppm (asam oleat-BHT). Nilai IC50 asam oleat-BHA yaitu 22,61 ppm menunjukkan aktivitas antioksidan yang tinggi dan asam oleat-BHT sebesar 136,42 ppm menunjukkan aktivitas antioksidan yang sedang. Uji antibakteri yang dilakukan menunjukkan bahwa asam oleat-BHA memiliki aktivitas yang lemah terhadap bakteri Escherichia coli dan tidak memiliki aktivitas terhadap Staphyloccocus aureus, sedangkan asam oleat-BHT tidak memilki aktivitas terhadap kedua bakteri tersebut.

In this study, the synthesis of oleic acid-BHA and oleic acid-BHT esters was carried out using the Steglich esterification reaction. The product formed was purified using column chromatography. The results of the FTIR characterization of oleic acid-BHA showed absorption with the appearance of a new absorption peak that was unique to the ester, C=O at a wave number of 1738.9 cm-1 and an absorption peak of an aromatic group at a wave number of 1442 and 1457 cm-1. The formation of oleic acid-BHT was evidenced by the absorption peak of C=O ester at a wave number of 1742.2 cm-1 and an absorption peak of aromatic groups at wave numbers of 1435 and 1458.9 cm-1. The results of UV characterization showed a hypochromic shift of the product towards BHA and BHT and bathochromic to oleic acid. The results of the toxicity test of oleic acid-BHA and oleic acid-BHT on Artemia salina L larvae showed that the ester was non-toxic with LC50 values of 3370.91 ppm (oleic acid-BHA) and 1209.18 ppm (oleic acid-BHT). The IC50 value of oleic acid-BHA which is 22.61 ppm indicated high antioxidant activity and oleic acid-BHT of 136.42 ppm indicated moderate antioxidant activity. The antibacterial test performed showed that oleic acid-BHA had weak activity against Escherichia coli bacteria and no activity against Staphylococcus aureus. While oleic acid-BHT did not have activity against these two bacteria."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Dhanira
"Penelitian sebelumnya oleh Moresco et al yang dilakukan secara in vitro menunjukkan bahwa fraksi etil asetat dari ekstrak etanol daun belimbing manis memiliki aktivitas antioksidan yang kuat terhadap radikal DPPH, dengan nilai IC50 90 ? g/mL. Penelitian ini dilakukan untuk menguji aktivitas antioksidan pada fraksi daun belimbing manis dari ekstrak etanol 70 hasil maserasi dari tiga daerah di Jawa Barat Depok, Sukabumi, dan Subang serta mencari korelasinya dengan kadar fenolik dan flavonoid total pada fraksi teraktif yaitu fraksi yang memiliki aktivitas antioksidan paling tinggi. Fraksinasi dilakukan dengan metode ekstraksi cair-cair.
Uji aktivitas antioksidan dilakukan secara in vitro dengan metode peredaman radikal DPPH 2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl dan FRAP Ferric Reducing Antioxidant Power menggunakan microplate reader. Aktivitas antioksidan terkuat pada metode penangkapan radikal DPPH diperlihatkan oleh fraksi etil asetat Subang dengan nilai IC50 96 ? g/mL. Metode FRAP juga menunjukkan fraksi etil asetat Subang memiliki aktivitas antioksidan tertinggi dengan nilai FeEAC 1405 mol/g. Dari hasil penelitian, fraksi etil asetat daun belimbing manis memiliki potensi untuk menjadi sumber antioksidan alami. Hasil penelitian tidak menunjukan korelasi antara hasil uji aktivitas antioksidan dengan kadar fenol dan flavonoid total dari fraksi etil asetat.

In a previous in vitro study, ethyl acetate fractions from starfruit leaves showed a strong antioxidant activity towards DPPH radical with IC50 value 90 g mL. This study aims to evaluate antioxidant activity of fractions from starfruit leaves extract from three different regions Depok, Sukabumi, Subang and find the correlation with the phenolic and flavonoid content on the most active fraction. The most active fraction was the fraction that showed the highest antioxidant activity. Fractionation was done with liquid liquid partition method. Fractions were evaluated for in vitro antioxidant activity using DPPH radical scavenging and FRAP assay with the use of microplate reader.
The results of this study showed that ethyl acetate fraction from Subang region demonstrated the strongest DPPH radical scavenging activity with IC50 value 96 g mL, while in FRAP the strongest one was also ethyl acetate fraction from Subang region with FeEAC value 1405 mol g. These results indicated that the fractions from starfruit leaves extract have the potential to be used as a natural antioxidant. This research did not find the correlation between antioxidant activities and phenolic and flavonoid content.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>