Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 203459 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hanan Prakoso
"Skripsi ini membahas Kewenangan Diskresi Kepolisian Dalam Menjalankan Tugas dan Fungsinya Sebagai Aparatur Penegak Hukum di Indonesia. Dalam melaksanakannya tugasnya Kepolisian mempunyai Kewenangan Diskresi untuk membantu melaksanakan tugasnya sebagai Aparatur Penegak Hukum di Indonesia.
Skripsi ini mengambil lokasi penelitian di Polda Metro Jaya. Permasalahannya bagaimana Penggunaan Asas Diskresi Kepolisian dalam menjalankan tugasnya sebagai Aparat Penegak Hukum, bagaimana tata cara, syarat dan tanggungjawab hukum dalam pelaksanaan Kewenangan Diskresi oleh Kepolisian. Penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif, dengan menggunakan data sekunder. Penelitian ini menyimpulkan bahwa Dalam Penggunaan Asas Diskresi Kepolisian dalam menjalankan tugasnya sebagai Aparat Penegak Hukum harus mengikuti syarat-syarat yang telah diatur baik dalam Peraturan Perundang-Undangan ataupun Peraturan Internal dari Instansi Kepolisian itu sendiri.
Penulis juga mendapat kesimpulan bahwa tata cara, syarat dan tanggungjawab hukum dalam pelaksanaan Kewenangan Diskresi oleh Kepolisian harus memenuhi asas legalitas, yaitu baik pengaturan Internal Kepolisian maupun Pengaturan Pengaturan dari Instansi lain yang berhubungan dengan kasus yang bersangkutan atau sesuai dengan fakta di lapangan, dan dalam kasus ini dikarenakan berhubungan dengan Anak yang berkonflik dengan Hukum maka berikut adalah pengaturan diluar dari Pengaturan Internal Kepolisian dan Undang-Undang."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
S64646
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ricky Ananda Nafarin
"Pandemi Covid-19 telah mempengaruhi cara pemolisian akibat adanya pembatasan sosial, namun kemudian berkumpul dan mengeluarkan pendapat di muka publik tidak dapat dicegah, karena hal ini merupakan hak asasi manusia. Pengendalian massa pada masa pandemi, salah satunya pengawalan terhadap konvoi komunitas, kemudian menjadi tugas yang menantang bagi kepolisian. Tulisan ini bertujuan untuk menganalisa penerapan diskresi kepolisian dalam pengawalan konvoi komunitas selama masa Pandemi Covid-19. Metode kualitatif digunakan dalam pengembangan penelitian ini, dengan melakukan studi kepustakaan dan wawancara dalam pengumpulan datanya. Analisa dalam penelitian ini didasarkan pada teori diskresi dan Teori Keadilan Prosedural. Hasil analisa menunjukkan bahwa sekarang ini pemolisian bergeser untuk menyesuaikan kondisi pandemi, salah satu unsur pentingnya adalah perluasan kewenangan diskresi kepolisian dalam penanganan pandemi di lapangan berkaitan dengan penegakan hukum terutama mengenai kebijakan pembatasan sosial. Diskresi ini kemudian perlu diterapkan dalam manajemen ketertiban umum dan pengendalian massa. Cara yang dapat dilakukan polisi dalam pengendalian massa adalah dengan mengembangkan komunikasi yang intens dengan masyarakat untuk menciptakan solusi berbasis dialog yang dengan sukarela akan dipatuhi oleh masyarakat. Implementasi pengawalan konvoi komunitas di wilayah hukum Polda Metro Jaya menunjukkan bahwa kepolisian yang melakukan pengawalan masih belum dapat menerapkan diskresi dengan tepat sehingga menyebabkan adanya diskresi diskriminatif dan penyimpangan diskresi non-function. Hal ini kemudian menyebabkan kesangsian masyarakat terhadap kemampuan polisi untuk menerapkan diskresi demi mencapai keadilan.

The Covid-19 pandemic has affected the way of policing due to social restrictions, but then gathering and expressing opinions in public cannot be prevented, because this is a part of human right. Crowd control during the pandemic, one of which was escorting community convoys, then became a challenging task for the police. This paper aims to analyze the application of police discretion in escorting community convoys during the Covid-19 pandemic. Qualitative methods were used in the development of this research, by conducting literature studies and interviews in collecting data. The analysis in this study is based on discretionary theory and procedural justice theory. The results of the analysis show that currently policing is shifting to adjust to pandemic conditions, one of the important elements is the expansion of the police's discretionary authority in handling pandemics in the field related to law enforcement, especially regarding social restriction policies. This discretion then needs to be applied in public order management and crowd control. The way that the police can do in crowd control is to develop intense communication with the community to create dialogue-based solutions that the community will voluntarily comply with. The implementation of escorting community convoys in the jurisdiction of Polda Metro Jaya shows that the police who carry out escorts are still unable to apply discretion properly, causing discriminatory discretion and non-function discretionary deviations. This then causes public doubts about the ability of the police to exercise discretion in order to achieve justice."
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sulistiandriatmoko
"Dalam suatu proses penyidikan tindak pidana penyalahgunaan narkotika, fase penanganan awal merupakan fase yang paling krusial, karena merupakan fase yang sangat penting dalam menentukan “nasib” tersangka, apakah akan ditahan, direhabilitasi atau dibebaskan. Pada fase ini juga terjadi penggunaan diskresi yang paling intensif oleh Penyidik Polri, yaitu ketika Penyidik Polri menggunakan kewenangannya untuk mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggungjawab atau bertindak menurut penilaiannya sendiri sebagaimana diatur dalam KUHAP dan Undang-Undang Kepolisian. Berdasarkan hasil penelitian tahap pertama dengan menggunakan metode survei terhadap 124 Penyidik Polri, diketahui bahwa Penyidik Polri memang masih tidak konsisten dalam penggunaan kewenangan diskresinya. Setelah dilakukan penelitian tahap kedua dengan menggunakan metode empiris, diketahui bahwa penggunaan diskresi oleh Penyidik Polri hanya mempedomani ketentuan yang tertulis dalam KUHAP dan Undang-Undang Kepolisian, dan kurang mempedomani teori dasar diskresi sebagaimana dikemukan oleh para ahli hukum yang pada intinya menegaskan bahwa diskresi adalah merupakan ide atau gagasan tentang moral, yang letak kedudukannya ada pada zona abu-abu antara hukum dan moral, dalam penggunaan diskresi semestinya lebih mengutamakan pertimbangan moral daripada pertimbangan hukum, dan harus mendasarkan pada akal sehat serta itikad baik. Akibatnya, penggunaan diskresi oleh Penyidik Polri cenderung lebih mengejar kepastian hukum dari pada mewujudkan keadilan, lebih mengutamakan pertimbangan hukum dari pada pertimbangan moral, dan cara berpikirnya lebih berorientasi pada hukum positif dari pada hukum alam. Hal itulah yang diduga menjadi salah satu penyebab terjadinya kelebihan hunian di Rutan dan Lapas di seluruh Indonesia. Ketika hasil penelitian empiris dianalisis lebih lanjut dengan menggunakan metode normatif, diketahui bahwa pengunaan diskresi oleh Penyidik Polri dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik dari aspek hukum atau perundang-undangannya, aspek aparat penegak hukumnya, sarana pendukung penegakan hukumnya, maupun kondisi masyarakat dan budaya masyarakatnya. Oleh karena itu, agar penggunaan diskresi oleh Penyidik Polri dalam penyidikan tindak pidana penyalahgunaan narkotika menjadi lebih baik, maka perlu dilakukan upaya penataan ulang terhadap berbagai faktor yang mempengaruhi tersebut.

In the process of investigating crimes of narcotics abuse, the initial handling phase is the most crucial phase, because it is a very important phase in determining the "fate" of the suspect, whether they will be detained, rehabilitated or released. In this phase, the most intensive use of discretion by the Indonesian National Police Investigators also occurs, namely when the Indonesian National Police Investigators use their authority to carry out other actions according to the law that are responsible or action according to their own judgment as regulated in the Criminal Procedure Code and the Police Law. Based on the results of the first stage of research using a survey methode of 124 National Police Investigators, it is known that Indonesian National Police Investigators are still inconsistent in the use of their discretionary authority. After carrying out the second stage of research using empirical methods, it was discovered that the use of discretion by Indonesian National Police Investigators only guided the provisions written in the Criminal Procedure Code and the Police Law, and did not follow the basic theory of discretion as put forward by legal experts who essentially emphasized that discretion is moral ideas, which are located in the gray zone between law and morals, in the use of discretion should prioritize moral considerations over legal considerations, and must be based on common sense and good faith. As a result, the use of discretion by Indonesian National Police Investigators tends to pursue legal certainty more than realizing justice, prioritizes legal considerations over moral considerations, and their way of thinking is more oriented towards legal positivism than natural law. This is thought to be one of the causes of excess in detentions and prisons throughout Indonesia. When the results of the empirical research were analyzed further using normative methods, it was discovered that the use of discretion by Indonesian National Police Investigators was influenced by various factors, such as legal or statutory aspects, aspects of law enforcement officers, supporting facilities for law enforcement, or the condition of society and the culture of the community. Therefore, in order for the use of discretion by Indonesian National Police Investigators in investigating crimes of narcotics abuse to be better, efforts need to be made to reorganize the various factors that influence this."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rudi Pradisetia Sudirdja
"Penelitian ini membahas diskresi jaksa dalam sistem peradilan pidana di Indonesia. KUHAP belum mengatur diskresi secara jelas. Konsep diskresi baru ditemukan dalam hukum administrasi, tetapi apakah konsep ini dapat diterapkan dalam hukum pidana dan bagaimana pengaturan diskresi jaksa dalam proses pemeriksaan perkara pidana di Indonesia. Penelitian ini juga mengkaji konsep penuntutan yang memungkinkan digunakannya diskresi jaksa untuk kepentingan hukum dan kepentingan umum, sekaligus memformulasikan konsep diskresi jaksa yang ideal dalam SPP Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif untuk mengkaji aturan hukum, prinsip, konsep, teori, dan masalah hukum terkait, dan metode kuantitatif dalam pengumpulan pandangan jaksa tentang diskresi dengan teknik survei. Hasil kajian menunjukkan bahwa diskresi dalam hukum administrasi tidak dapat langsung diterapkan dalam hukum pidana. Diskresi dalam hukum pidana terkait dengan masalah hak asasi manusia dan hanya dapat dilakukan jika diberikan kewenangan oleh undang-undang. Esensi diskresi terletak pada kebebasan jaksa dalam menilai dan menerapkan kewenangan yang dimiliki. Di Indonesia, diskresi jaksa ditemukan pada setiap tahapan sistem peradilan pidana, tetapi hanya didasarkan pada aspek kepentingan hukum dan belum mencakup aspek kepentingan umum. Pelaksanaan diskresi jaksa juga dibatasi oleh prinsip kesatuan komando di lembaga kejaksaan. Mayoritas responden jaksa di Indonesia jarang menerapkan diskresi karena birokrasi yang rumit. Mereka setuju bahwa jaksa harus memiliki independensi dan akuntabilitas yang lebih kuat. Temuan penelitian ini menawarkan pendekatan baru bagi jaksa dalam mengambil keputusan, yakni pendekatan the operational efficiency model, yang menekankan efisiensi sistem peradilan pidana dengan mempertimbangkan aspek kepentingan umum. Penelitian ini juga menawarkan konsep penuntutan yang menggabungkan asas legalitas dengan asas oportunitas, serta mempertegas posisi jaksa sebagai pengendali perkara dan menjaga independensinya. Penelitian ini juga mengusulkan konsep diskresi jaksa dalam sistem peradilan pidana, termasuk prinsip-prinsip diskresi, syarat-syarat diskresi jaksa, alternatif penyelesaian perkara oleh jaksa, dan pemaknaan ulang terhadap makna Pasal 139 KUHAP yang mencakup kepentingan umum.

This study examines the discretion of prosecutors within the Indonesian criminal justice system. The Indonesian Criminal Procedure Code does not clearly regulate prosecutor’s discretion. While the concept of discretion has been established in administrative law, it remains unclear whether it can be applied in criminal law and how the discretion of prosecutors is regulated in the examination of criminal cases in Indonesia. This research investigates the concept of prosecution, which allows prosecutors to exercise discretion for the benefit of the law and the public interest, while formulating an ideal framework for prosecutor’s discretion in the Indonesian criminal justice system. Qualitative research methods are employed to examine legal rules, principles, concepts, theories, and related legal issues, and a quantitative approach is used to collect prosecutors' perspectives on discretion through a survey. The findings indicate that discretion in administrative law cannot be directly applied to criminal law. Discretion in criminal law is associated with human rights issues and can only be exercised if authorized by law. The essence of discretion lies in the prosecutor's freedom to assess and apply their powers. In Indonesia, prosecutor’s discretion is present at every stage of the criminal justice system, but it is currently limited to considerations of legal interests and does not encompass the public interest. The implementation of prosecutor’s discretion is further restricted by the principle of unity of command within the prosecutor's institution. The majority of surveyed prosecutors in Indonesia rarely exercise discretion due to bureaucratic complexities. They agree that prosecutors should have greater independence and accountability. The findings propose a new decision-making approach for prosecutors—the operational efficiency model—which prioritizes the efficiency of the criminal justice system while considering the public interest. Furthermore, this study presents a prosecution concept that combines the legality principles and opportunity principles, reinforcing the prosecutor's role as a case controller and preserving their independence. Additionally, the study suggests a framework for prosecutor’s discretion in the criminal justice system, including principles, criteria for prosecutor discretion, alternative case resolutions, and a reinterpretation of Article 139 of the Indonesian Criminal Procedure Code to incorporate the public interest."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Manurung, Aldinan Robby Jevri Hanter
"Tesis ini membahas mengenai bagaimana kepolisian di lingkungan Direktorat Tindak Pidana Narkoba BARESKRIM POLRI menggunakan kewenangannya dalam melakukan pemidanaan terhadap penyalahguna narkotika untuk direhabilitasi. Kewajiban untuk menerapkan rehabilitasi kepada para penyalahguna narkotika bersumber dari Pasal 54 Undang-Undang Narkotika. Pada tahun 2014, 7 lembaga negara telah mengeluarkan peraturan bersama yang mengatur tentang penerapan rehabilitasi bagi penyalahguna narkotika. Peraturan bersama tahun 2014 membawa perubahan yang cukup besar bagi penerapan rehabilitasi, termasuk peran kepolisian sebagai penyidik. Peran kepolisian dalam menerapkan rehabilitasi, bagaimana cara menerapkan rehabilitasi, serta dampak rehabilitasi yang diterapkan menjadi pembahasan utama dalam tesis ini.

This thesis discussess how the police in Directorate of Narcotic Crime of BARESKRIM POLRI on using its authority to punish drug abusers to implement the treatment. Obligation of treatment implementation comes from article 54 of Narcotic Act. In 2014, 7 agents of state have released the joint regulation about the implementation of treatment fo drug abusers. Those regulation bring the big change for treatment implementation, including the role of police as an investigator. The role of police on implement the treatment, the way of those implementation, and the impact of those implementation are the main discussion of these thesis."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mala Hayati
"ABSTRAK
Dalam negara hukum modern (negara kesejahteraan), diskresi yang
dilakukan oleh pejabat administrasi negara merupakan hal yang tak terhindarkan.
Dinamisnya tugas-tugas administrasi negara serta keterbatasan peraturan
perundang-undangan dalam merespon kemajuan masyarakat menjadikan diskresi
acapkali dilakukan dalam menyelesaikan masalah-masalah yang timbul.
Walaupun diskresi sering diartikan sebagai kewenang bebas atau kebebasan dalam
bertindak, namun sejatinya penggunaan disresi dalam administrasi negara tidak
benar-benar bebas, tetap harus memperhatikan peraturan perundang-undangan
yang berlaku dan asas-asas umum pemerintahan yang baik. Kedua hal tersebut
merupakan acuan ketika menggunakan wewenang diskresi agar tidak menjadi
penyalahgunaan wewenang dan sewenang-wenang yang justru malah merugikan
masyarakat. Selain itu, pejabat administrasi negara pun harus dapat
mempertanggungjawabkan diskresi yang telah dilakukan, tanggung jawab ini
berupa tanggung jawab moral dan tanggung jawab hukum.

ABSTRACT
In modern state law( welfare state ), discretion by administrative officials
is inevitable. Dynamic state administration tasks as well as the limitations of
legislation in response to the progress of society often make discretionary done in
solving the problems that arise. Although discretion is often interpreted as free
authority or freedom to act, but actually the use of discretion in the administration
officials is not really free, but still have to pay attention to the laws in force and
the general principles of good governance. Both of these are a reference when
using discretionary powers so as not to be an abuse of authority and arbitrary that
it actually detrimental to society. In addition, administration officials must be
accountable discretion that has been made, the liability is a moral liability and
legal liability."
2014
T38720
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Artikel ini membahas peran Polri semenjak dipisahkannya Polri dari
lingkungan ABRI yaitu harus meninggalkan pendekaran militer menjadi
pendekatan sipil. Berdasarkan telaahan terhadap berbagai peraturan
perundangan yang relevan dengan tugas Polri secara perkembangan
pemikiran dalam kriminologi, dapat disimpulkan bahwa POLRI dalam
melaksanakan fungsi penegakan hukum dan menjaga ketertiban sosial, harus
mengedepankan hak-hak asasi manusia serta berusaha menyelesaikan
masalah kriminalitas dengan pendekaran restorative justice.
"
Hukum dan Pembangunan Vol. 35 No. 2 April-Juni 2005 : 202-216, 2005
HUPE-35-2-(Apr-Jun)2005-202
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Hardi Chandra
"Wilayah hukum Polres Metro Jakarta Barat memiliki 60% tempat hiburan malam di DKI Jakarta yang sangat potensial akan maraknya peredaran narkoba. Tindak pidana narkoba sendiri sudah dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yang dilakukan dengan menggunakan modus yang semakin berkembang dalam mengelabuhi petugas kepolisian. Ditambah lagi dengan perkembangan teknologi yang semakin cepat juga menjadi akselerator peredaran narkoba terutama di Jakarta Barat. Hal tersebut tentu menjadi tantangan tersendiri bagi Polres Metro Jakarta Barat untuk menangani dan menanggulangi penyalahgunaan narkoba, terutama dalam menggunakan diskresi bagi pengguna.
Polisi dalam menjalankan tugasnya di lapangan memiliki aturan-aturan khusus untuk melakukan tindakan hukum. Ketentuan tersebut tertuang dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, di samping itu juga memiliki aturan moral yang menjadi pedoman dan harus ditaati. Pedoman-pedoman kerja polisi tersebut memiliki keluwesan bertindak, kewenangan yang bersifat diskresioner, yakni kewenangan atau otoritas yang dimiliki polisi untuk melakukan tindakan yang menyimpang sesuai dengan situasi dan pertimbangan hati nuraninya. Penggunaan diskresi merupakan kekuatan polisi untuk menyelesaikan persoalan masyarakat secara cepat dalam rangka menciptakan keamanan dan ketertiban umum.
Penggunaan diskresi dalam penyidikan pada tindak pidana narkoba merupakan salah upaya untuk menangani dan menanggulangi penyalahgunaan narkoba. Polres Metro Jakarta Barat menggunakan diskresi untuk mengungkap jaringan peredaran narkoba dan dalam bentuk rehabilitasi. Dalam pengungkapan jaringan peredaran narkoba, teknik controlled delivery dan undercover buy yang digunakan lebih efektif jika didukung oleh penggunaan teknologi informasi. Sedangkan penggunaan diskresi dalam bentuk rehabilitasi diberikan kepada pengguna yang terbukti positif menggunakan narkoba tanpa barang bukti atau terdapat barang bukti namun dibawah ketentuan dalam SE MA Nomor 4 Tahun 2009.

Jurisdiction in Polres Metro Jakarta Barat have a 60% nightclubs in Jakarta potential of the extent of drug trafficking. The criminal act of drug itself has been categorized as an extraordinary crime committed by using a mode that is growing in a fool police officers. Coupled with increasingly rapid technological development has also become an accelerator drug trafficking, especially in West Jakarta. It is certainly a challenge for Polres Metro Jakarta Barat to handle and cope with drug abuse, especially in the use of discretion for the user.
Police in carrying out their duties in the field has specific rules to take legal action. The provisions contained in the Code of Criminal Procedure (KUHAP), in addition, it also has the moral rules that guide and must be obeyed. The guidelines of the police work with the flexibility to act, the authority is discretionary, the authority or the authority of the police to carry out actions that deviate according to the situation and consideration of conscience. The use of discretion is a police force to solve community problems quickly in order to create security and public order.
The use of discretion in the investigation on the crime of drug is one attempt to address and combat drug abuse. West Jakarta Metro Police use discretion to uncover the drug trafficking network and in the form of rehabilitation. In the disclosure of drug distribution network, controlled delivery and undercover techniques buy used more effectively if they are supported by the use of information technology. While the use of discretion in the form of rehabilitation is given to the user who tested positive for using drugs without evidence or there is evidence but under the provisions of the SEMA No. 4 tahun 2009."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hardi Chandra
"Wilayah hukum Polres Metro Jakarta Barat memiliki 60% tempat hiburan malam di DKI Jakarta yang sangat potensial akan maraknya peredaran narkoba. Tindak pidana narkoba sendiri sudah dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yang dilakukan dengan menggunakan modus yang semakin berkembang dalam mengelabuhi petugas kepolisian. Ditambah lagi dengan perkembangan teknologi yang semakin cepat juga menjadi akselerator peredaran narkoba terutama di Jakarta Barat. Hal tersebut tentu menjadi tantangan tersendiri bagi Polres Metro Jakarta Barat untuk menangani dan menanggulangi penyalahgunaan narkoba, terutama dalam menggunakan diskresi bagi pengguna.
Polisi dalam menjalankan tugasnya di lapangan memiliki aturan-aturan khusus untuk melakukan tindakan hukum. Ketentuan tersebut tertuang dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, di samping itu juga memiliki aturan moral yang menjadi pedoman dan harus ditaati. Pedoman-pedoman kerja polisi tersebut memiliki keluwesan bertindak, kewenangan yang bersifat diskresioner, yakni kewenangan atau otoritas yang dimiliki polisi untuk melakukan tindakan yang menyimpang sesuai dengan situasi dan pertimbangan hati nuraninya. Penggunaan diskresi merupakan kekuatan polisi untuk menyelesaikan persoalan masyarakat secara cepat dalam rangka menciptakan keamanan dan ketertiban umum.
Penggunaan diskresi dalam penyidikan pada tindak pidana narkoba merupakan salah upaya untuk menangani dan menanggulangi penyalahgunaan narkoba. Polres Metro Jakarta Barat menggunakan diskresi untuk mengungkap jaringan peredaran narkoba dan dalam bentuk rehabilitasi. Dalam pengungkapan jaringan peredaran narkoba, teknik controlled delivery dan undercover buy yang digunakan lebih efektif jika didukung oleh penggunaan teknologi informasi. Sedangkan penggunaan diskresi dalam bentuk rehabilitasi diberikan kepada pengguna yang terbukti positif menggunakan narkoba tanpa barang bukti atau terdapat barang bukti namun dibawah ketentuan dalam SE MA Nomor 4 Tahun 2009.

Jurisdiction in Polres Metro Jakarta Barat have a 60% nightclubs in Jakarta potential of the extent of drug trafficking. The criminal act of drug itself has been categorized as an extraordinary crime committed by using a mode that is growing in a fool police officers. Coupled with increasingly rapid technological development has also become an accelerator drug trafficking, especially in West Jakarta. It is certainly a challenge for Polres Metro Jakarta Barat to handle and cope with drug abuse, especially in the use of discretion for the user.
Police in carrying out their duties in the field has specific rules to take legal action. The provisions contained in the Code of Criminal Procedure (KUHAP), in addition, it also has the moral rules that guide and must be obeyed. The guidelines of the police work with the flexibility to act, the authority is discretionary, the authority or the authority of the police to carry out actions that deviate according to the situation and consideration of conscience. The use of discretion is a police force to solve community problems quickly in order to create security and public order.
The use of discretion in the investigation on the crime of drug is one attempt to address and combat drug abuse. West Jakarta Metro Police use discretion to uncover the drug trafficking network and in the form of rehabilitation. In the disclosure of drug distribution network, controlled delivery and undercover techniques buy used more effectively if they are supported by the use of information technology. While the use of discretion in the form of rehabilitation is given to the user who tested positive for using drugs without evidence or there is evidence but under the provisions of the SEMA No. 4 tahun 2009."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nesita Anggraini
"ABSTRAK
Since the signature of Law 31/2004 about Fishery and its revision through Law 45/2009, Indonesia had established 10 (ten) Fishery Courts. The first five, embedded in the distric courts of North Jakarta, Medan, Pontianak, Bitung, and Tual, were established on 2007; two, embedded in the distric courts of Tanjung Pinang and Ranai, were established on 2010; and the other three, embedded in the distric courts of Ambon, Sorong, and Merauke, were established on 2014. Originally intended to speed up the proceeding of illegal, unreported and unregulated (IUU) fishing; thes courts where instead considered taking too long to prosecute the perpetrators. As theresult, many illegal vessels were sunked without trial process. Quoting Susi Pudjiastuti Indonesia's current Maritime and Fisheries Minister it was done to cut the decision-making chain. One of the reasons behind this slow process is there are too many institutions involved in its criminal procedure. Therefore, this paper attempts to explain the regulatory framework of Indonesia fishery court including their procedural law and clarify the scope of authority possessed by each institution in charge of criminal procedure investigation, prosecution, and adjudication. Using secondary data (legal materials, books, dictionary, articles from legal journals, etc.), this paper will give light to the shortcomings of current fisherycourt and criminal procedure in Indonesia which can be used as evaluation materials for future revision."
Jakarta: Universitas Indonesia, 2016
340 UI-JURIS 6:1 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>