Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 115860 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wahyu Hidayat
"Skripsi ini membahas mengenai wacana politik berupa peran semantis dan pragmatik yang terdapat di dalam Pidato Raja Yordania Abdullah II Pasca Arab Spring sejak 2011 sampai dengan 2015. Penelitian ini memfokuskan kepada analisis relasi semantis dan analisis tindak tutur ilokusi yang digunakan Raja Abdullah II pasca Arab Spring. Penelitian ini menggunakan studi deskriptif kualitatif. Adapun teori yang digunakan berupa teori relasi makna dan teori tindak tutur Searle (1979) yang meliputi ilokusi asertif, direktif, komisif, ekspresif, dan deklaratif. Pidato Raja Yordania yang menjadi korpus data, adalah pidato politik Parlemen yang memuat permasalahan bangsa Yordania pasca Arab Spring antara tahun 2011-2015. Penelitian ini menemukan bahwa tindak tutur yang dilakukan oleh Raja Yordania Abdullah II mengacu kepada konteks pragmatik yang ditimbulkan dari permasalahan politik di negara Yordania seperti permasalahan demokrasi, ekonomi, keamanan, reformasi politik, dan hubungan internasional. Salah satu karakteristik bentuk tindak tutur direktif yang digunakan oleh Raja Abdullah II adalah penggunaan tekanan ilokusi dengan menggunakan partikel لا بد، إنّ، أكّد، يجب، أشدّد، الضروري . Selain partikel tersebut penggunaan tindak tutur direktif juga dilakukan dengan penggunaan retorika bahasa Arab Al Iqtibas. Dalam ujaran ekspresif pujian, Raja Abdullah II juga menggunakan makna reflektif sebagai bentuk pujian. Sedangkan konteks Arab Spring antara tahun 2011-2015, sangat jelas mempengaruhi tindak tutur yang berkaitan dengan topik Palestina, Suriah, Terorisme dan Fanatisme serta Dewan Kerjasama Teluk. Relasi makna yang dibangun Raja Abdullah II terbentuk atas pengaruh dimensi konteks yang ada pada ujarannya.
This undergraduate thesis is discussed about political discourse that concentrated with the semantic relational and pragmatic (speech act of discourse). Therefore, this topic was focussed on the analysis semantic and pragmatic from political discourse on Speeches of King Abdullah II Kingdom of Hashemite of Jordan Post Arab Spring (2011-2015).This thesis undergraduate used a method of qualitative description. The theory of Speech Act of Searle (1979) and theory of semantic relational is main theory. The Speech Act of Searle (1979) to including of Assertive, Directive, Commisive, Expressive, and Declarative. The speeches of King Abdullah II to be main corpus data which subject of political issues of Jordan after Arab Spring on 2011-2015. This research was founded Abdullah II?s speech act using utterance pragmatics that have relation with Jordan political issues as democracy, economy, security, politic reformation, and international relationship. On the speech act of King Abdullah II have characteristic on his utterance. One of characteristic of King Abdullah utterance is directive illocution that using the particles of لا بدّ /la>budda/, إنّ /inna/, أكّد /akkad/ , يجب /yajibu/, أشدّد /usyaddidu/, and الضروري /ad} daru>riyy/. In addition to this particles, on King Abdullah II?s directive illocution, he did utterance with the Al Iqtibas (Arabic Rhetoric). For praise illocution (expressive), King Abdullah II occasionally, he used reflective meaning as praising. The Arab Spring Influence (2011-2015) effected his illocutions on the topic Palestine, Syria, terrorism, fanaticism, and Gulf Cooperation Council (GCC). And on his utterance founded of semantic relational which influenced dimension of political context on his utterances."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
S65437
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyu Hidayat
"Skripsi ini membahas mengenai wacana politik berupa peran semantis dan pragmatik yang terdapat di dalam Pidato Raja Yordania Abdullah II Pasca ArabSpring sejak 2011 sampai dengan 2015. Penelitian ini memfokuskan kepada analisis relasi semantis dan analisis tindak tutur ilokusi yang digunakan RajaAbdullah II pasca Arab Spring. Penelitian ini menggunakan studi deskriptif kualitatif yang digabungkan dengan studi kuantitatif enklitik . Adapun teori yang digunakan berupa teori relasi makna dan teori tindak tutur Searle 1979 yang meliputi ilokusi asertif, direktif, komisif, ekspresif, dan deklaratif. Pidato Raja Yordania yang menjadi korpus data, adalah pidato politik Parlemen yang memuat permasalahan bangsa Yordania pasca Arab Spring antara tahun 2011-2015.Penelitian ini menemukan bahwa tindak tutur yang dilakukan oleh Raja Yordania Abdullah II mengacu kepada konteks pragmatik yang ditimbulkan dari permasalahan politik di negara Yordania seperti permasalahan demokrasi,ekonomi, keamanan, reformasi politik, dan hubungan internasional. Salah satukarakteristik bentuk tindak tutur direktif yang digunakan oleh Raja Abdullah IIadalah penggunaan tekanan ilokusi dengan menggunakan partikel. Selain partikel tersebut penggunaan tindak tutur direktif jugadilakukan dengan penggunaan retorika bahasa Arab Al Iqtibas. Dalam ujaran ekspresif pujian, Raja Abdullah II juga menggunakan makna reflektif sebagai bentuk pujian. Sedangkan konteks Arab Spring antara tahun 2011-2015, sangat jelas mempengaruhi tindak tutur yang berkaitan dengan topik Palestina, Suriah,Terorisme dan Fanatisme serta Dewan Kerjasama Teluk. Relasi makna yang dibangun Raja Abdullah II terbentuk atas pengaruh dimensi konteks yang adapada ujarannya.

This undergraduate thesis is discussed about political discourse that concentratedwith the semantic relational and pragmatic speech act of discourse . Therefore,this topic was focussed on the analysis semantic and pragmatic from politicaldiscourse on Speeches of King Abdullah II Kingdom of Hashemite of Jordan postArab Spring 2011 2015 .This thesis undergraduate used mixing method ofqualitative description and quantitative enclitic . The theory of Speech Act ofSearle 1979 and theory of semantic relational is main theory. The Speech Act ofSearle 1979 to including of Assertive, Directive, Commisive, Expressive, andDeclarative. The speeches of King Abdullah II to be main corpus data whichsubject of political issues of Jordan after Arab Spring on 2011 2015. This researchwas founded Abdullah II rsquo s speech act using utterance pragmatics that haverelation with Jordan political issues as democracy, economy, security, politicreformation, and international relationship. On the speech act of King Abdullah IIhave characteristic on his utterance. One of characteristic of King Abdullahutterance is directive illocution that using the particles of laa budda , inna , akkada , yajibu , usyaddidu and ad daruuriyy . In additionto this particles, on King Abdullah II rsquo s directive illocution, he did utterance withthe Al Iqtibas Arabic Rhetoric . For praise illocution expressive , KingAbdullah II occasionally, he used reflective meaning as praising. The Arab SpringInfluence 2011 2015 effected his illocutions on the topic of Palestine, Syria,terrorism, fanaticism, and Gulf Cooperation Council GCC . And on his utterancefounded of semantic relational which influenced dimension of political context onhis utterances.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasrul Azmi
"ABSTRAK
Penelitian ini dilatarbelakangi pidato politik Presiden Palestina Mahmoud Abbas dalam Konferensi Tingkat Tinggi Organisasi Kerja sama Islam KTT OKI pada 13 Desember 2017 di Istanbul, Turki yang mengandung unsur semantik dan pragmatik. Penelitian ini memfokuskan pada analisis relasi makna semantik serta tindak tutur ilokusi yang digunakan Presiden Mahmoud Abbas dalam pidato KTT OKI 2017. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Teori yang digunakan adalah teori relasi makna semantik, dan teori tindak tutur Searle 1979. Berdasarkan hasil analisis terhadap pidato tersebut, penulis berhasil mengidentifikasi 44 proposisi yang mengandung unsur semantik dan pragmatik yang sudah ditelaah. Dari hasil temuan tersebut, sebanyak 35 proposisi mengandung tindak tutur ilokusi dan mayoritas di antaranya tindak tutur ekspresif dengan 19 proposisi, serta yang paling sedikit adalah deklaratif dengan satu proposisi. Hal ini menunjukkan sebuah fakta bahwa Presiden Mahmoud Abbas dan bangsa Palestina hanya mampu mengekspresikan bentuk kecaman-kecaman dan ketidakmampuan bangsanya dalam menghadapi keputusan sepihak AS tersebut. Selain itu, sedikitnya tuturan deklaratif dalam pidato tersebut menunjukkan bahwa Palestina belum mampu mendeklarasikan dirinya sebagai bangsa yang merdeka atas penjajahan Israel.

ABSTRACT
The research is based on Palestinian President Mahmoud Abbas 39 political speech at the Organization of Islamic Cooperation Summit on December 13, 2017 in Istanbul, Turkey containing semantic and pragmatic elements. This research focuses on the analysis of semantic meaning relation and the act of speech illocution used by President Mahmoud Abbas in speech of OKI 2017 Summit. This research uses qualitative method with descriptive approach. While the theory is used as a foundation in the theory of semantic relation and the theory of speech act Searle 1979. Based on a speech, the authors successfully identified 44 propositions containing semantic and pragmatic elements. From the findings, 35 propositions contained an act of illustrative speech and the majority of them were expressive speech acts with 19 propositions. This shows the fact that President Mahmoud Abbas and the Palestinians are only able to express the form of condemnation and the inability of their nation in facing the US unilateral decision. In addition, at least the declarative speech with a proposition indicates that Palestine has not been able to declare itself as an independent nation over the occupation of Israel. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Labieb Musaddad
"Arab Springs telah dikenal luas di seluruh penjuru negri arab bahkan dunia international, Arab Springs adalah rangkaian protes dan gelombang demonstrasi di seluruh Timur Tengah dan kawasan Afrika atau dikenal juga dengan Kebangkitan Arab atau ‘Pemberontakan Arab’. Pada awalnya pemberontakan terjadi di negara Tunisia lalu menjalar ke negara negara Afrika Utara dan para masyarakat negara Arab lainya di kawasan Asia yang ikut melakukan hal yang serupa.
Penelitian ini menggunakan metodologi studi kepustakaan dan penelitian sejarah dan teori pembaruan pemerintah . Hasil dari penelitian ini adalah gerakan- gerakan pemberontakan di berbagai negara arab yang menuntut adanya perubahan dalam tatanan pemerintahan negara tersebut meliputi negara Tunisia, Mesir dan Suriah.

Arab Springs has been widely known across the Arab country and even internationally, Arab Springs is a series of protests and demonstrations across the Middle East and Africa region also known as Arab Awakening or 'Arab Revolt'. At first revolt took place in Tunisia and spread to countries countries of North Africa and the Arab countries other communities in the region who participated did a similar thing.
This study used a literature study and historical research methode and government renewal theory. The results of this study are rebellion movements in the variety of Arab countries that require changes in the governance structure of the country covering states of Tunisia, Egypt and Syria.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2014
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Cindi Riyanika Hidayah
"Arab Spring yang bermula di Tunisia merupakan awal baru bagi Tunisia melepaskan diri dari pemerintahan diktaktor di bawah rezim Ben Ali. Revolusi ini melambungkan nama seorang sosok Rachid Ghannouchi yang dalam penelitian ini akan dibahas mengenai perannya dalam masa transisi demokrasi di Tunisia pasca Arab Spring. Tujuan penilitian ini adalah untuk mengetahui sosok Rachid Ghannouchi dan perannya dalam transisi demokrasi di Tunisia pasca Arab Spring. Proses pengumpulan data dilakukan dengan dua jenis. Pertama, pengumpulan data primer melalui wawancara tidak langsung, selain wawancara data primer didapat dari buku-buku karya Rachid Ghannouchi. Kedua, pengumpulan data sekunder diperoleh melalui beberapa kajian pustaka salah satunya buku, penelitian terdahulu, artikel, jurnal dan informasi dari media elektronik. Penelitian ini menerapkan teori kepemimpinan dan teori peran yang digunakan untuk menganalisa siapa sosok Rachid Ghannouchi dan perannya pasca Arab Spring. Berdasarkan penelitian yang dilakukan didapat hasil berupa Rachid Ghannouchi memiliki peran dalam menjembatani pihak sekularis dan islamis di Tunisia pada masa transisi demokrasi pasca Arab Spring. Sehingga tujuan dari penelitian ini bisa menjawab permasalahan dan hasilnya bisa dijadikan acuan atau literasi dalam aktivitas akademik.

The Arab Spring which began in Tunisia is a new movement for Tunisia to break away from the dictatorial government under Ben Ali's regime. This revolution catapulted the name of a figure of Rachid Ghannouchi, who in this study will discuss his role in the transition period of democracy in Tunisia after the Arab Spring. The purpose of this study was to find out the figure of Rachid Ghannouchi and his role in the transition to democracy in Tunisia after the Arab Spring. Ellipsis data collection is done in two types. First, primary data collection was obtained through indirect interviews and several books by Rachid Ghannouchi. Second, secondary data collection was obtained through several literature studies, such as books, previous research, articles, journals and information from electronic media. The researcher used the theory of the leadership and the role theory used to analyze who the figure of Rachid Ghannouchi and his role after the Arab Spring. Based on the research conducted, the results obtained in the form of Rachid Ghannouchi have a role in bridging secularists and Islamists in Tunisia during the democratic transition period after the Arab Spring. So the purpose of this study can answer the problem and the results can be used as a reference or literacy in academic activities.
"
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2019
T52015
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nazilah Qothrunnada
"Latar belakang penulisan karya ilmiah ini berawal dari ketertarikan penulis tentang fenomena Arab Spring yang menjadi awal kemunculan dari konflik-konflik yang terjadi di Timur Tengah, khususnya Suriah. Konflik-konflik ini mengakibatkan penduduk Suriah harus mengungsi di negara lain. Jerman menjadi negara Eropa pertama yang menerima para pengungsi Suriah dengan tangan terbuka. Hal ini berbeda dengan tanggapan negara-negara Timur Tengah yang tidak terlalu terbuka dalam menerima para pengungsi Suriah. Dalam penulisan karya ilmiah ini, penulis menggunakan metode deskriptif. Penulis menggunakan metode ini dengan pendekatan studi pustaka yang bersumber dari surat kabar, jurnal, dan buku mengenai pengungsi Suriah di Jerman. Temuan sementara yang penulis dapat sampaikan bahwa alasan penduduk Suriah mengungsi di Jerman antara lain karena perang saudara dan juga fenomena ISIS yang muncul di negara tersebut. Para pengungsi ini memilih negara Jerman untuk dijadikan tempat mengungsi karena Jerman sangat terbuka dalam menerima pengungsi. Hal ini dilakukan Jerman karena pengalaman di masa lalu yang pernah merasakan menjadi pengungsi dan juga pernah menampung pengungsi dalam jumlah besar. Para pengungsi Suriah di Jerman tidak hanya ditangani oleh pemerintah Jerman saja, akan tetapi lembaga UNHCR juga turut berperan dalam menangani para pengungsi. Hingga saat ini terdapat beberapa masalah yang dirasakan oleh para pengungsi Suriah di Jerman, namun tidak menghalangi mereka untuk tetap tinggal di sana.

This journal is written based on Arab Spring phenomenon around the Middle East. This phenomenon became the beginning of the conflicts in the Middle East especially in Syria. These conflicts led to Syrian people must be fled in other countries. Germany became the first European country that receives Syrian refugees with an open arms. Contrast with the responses of the Middle Eastern countries that are not too open in accepting Syrian refugees. This journal uses descriptive method. The author uses this method with the approach of literature sourced from newspapers, thesis, and books about the Syrian refugees in Germany. The research results in the hypothesis that the Syrian refugees reasons to flee in Germany are because the civil war and ISIS phenomenon in that state. The Syrian people choose Germany to be an assylum for them is because Germany accepting them with open arms. Germany did that based on their history and experience in accepting refugees. Syrian refugees in Germany are not only handled by the government, but UNHCR also played a role in handling the refugees. Until now there are some problems perceived by the Syrian refugees in Germany, but it did not deter them to stay there.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2017
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Hanifah
"Artikel ini membahas tentang perkembangan sinema di Mesir pada tahun 2011-2020. Industri film Mesir mengalami krisis selama periode krisis pasca peristiwa Arab Spring tahun 2011-2013 yang berdampak pada penurunan jumlah produksi film. Selama masa krisis terdapat dua jenis film yang mengisi perfilman nasional, yaitu film komersial yang berfokus pada kuantitas produksi untuk meraih profit sebesar-besarnya dan film independen yang berfokus pada kualitas sinematografi. Di samping itu layanan video on demand berkembang sebagai metode distribusi film baru seiring meningkatnya penggunaan internet. Penelitian ini menemukan bahwa perfilman Mesir mengalami kebangkitan serta kembali produktif sejak tahun 2016 akibat berkembangnya produksi film independen, distribusi film secara daring, dan kerjasama yang baik dalam komunitas film. Pada penyusunan artikel ini digunakan metode kualitatif dengan melakukan studi pustaka terhadap beberapa buku, jurnal, dan sumber resmi yang terkait. Teori pada penulisan ini adalah teori Third Cinema oleh Teshome Gabriel, yaitu Third Cinema sebagai bentuk revolusi estetika dan politik dalam film yang mencerminkan kehidupan rakyat secara realistis.

This article discusses the development of cinema in Egypt in the period of 2011-2020. The Egyptian film industry experienced a crisis during the critical period after the Arab Spring event in 2011-2013 which resulted in a decline in the number of film productions. During the crisis period, there were two types of films which are present in cinema, namely commercial films which focused on the quantity of production to achieve maximum profit, and the others are independent films which focused on their quality of cinematography. In addition, video on demand services are developing as a new film distribution method along with the increasing use of the internet. This study finds that Egyptian cinema has experienced a revival and has been productive again since 2016 due to the development of independent film production, online film distribution, and good cooperation in the film community. In preparing this article, a qualitative method was used by conducting a literature study of several books, journals, and related official sources. The theory used in this writing is the theory of Third Cinema by Teshome Gabriel, namely Third Cinema as a form of aesthetic and political revolution in films that reflect the social reality."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Esposito, John L.
Oxford : Oxford University Press, 2016
327.917.67 ESP i
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Fauzan Irvan
"Penelitian ini bertujuan menganalisis serangkaian upaya Tunisia dalam mengkonsolidasi Negara demokrasi pasca Arab Spring pada periode 2014 sampai 2020. Periode tahun 2014 sebagai titik awal langkah maju untuk membangun demokrasi di Tunisia yang membawa harapan bagi masyarakat Tunisia akan ketidakstabilan politik dan di tahun 2020 sebagaimana dalam Indeks Demokrasi Tunisia pada tahun 2019 mendapatkan skor 6.72 (dari 10,00). Ini menunjukan bahwa Tunisia telah melakukan lompatan besar dalam mengonsolidasikan demokrasinya setelah Arab Spring. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus, dan data dianalisis dengan menggunakan model interaktif Miles dan Huberman. Analisis tahapan kondisi konsolidasi demokrasi di Tunisia dapat dilihat dalam perjalan sistem pemilihan Presiden dan Parlemen Tunisia pada periode 2014 dan 2019 yang bebas dan adil serta digunakannya Konstitusi baru 2014 menjadi tonggak utama demokratis yang menghormati kebebasan berorganisasi, kebebasan beragama, menjamin check and balance yang berkaitan dengan eksekutif dan mengakui kesetaraan gender. Faktor pendukung proses konsolidasi demokrasi di Tunisia diantaraya: 1) Kemauan tokoh-tokoh politiknya untuk berkompromi; 2) Sektor keamanan (militer) yang lemah dan 3) Kuatnya civil society mengawal proses demokrasi. Namun demikian, penerapan sistem demokrasi tersebut masih menjadi perdebatan dengan masalah tingkat ketidakpuasan yang signifikan tidak hanya dengan partai politik dan Parlemen, tetapi juga dengan institusi demokrasi itu sendiri. Pemerintahan masih belum mampu mengatasi tantangan mendesak, seperti pengangguran kaum muda, kesenjangan sosial ekonomi regional, marjinalisasi politik islam dan korupsi yang merajalela sehingga menjadi penghambat proses konsolidasi demokrasi.

This study aims to analyze a series of Tunisian efforts in consolidating a post-Arab Spring democratic state in the period from 2014 to 2020. The 2014 period is the starting point for moving forward to build democracy in Tunisia which brings hope to the Tunisia society for the political instability in 2020 as shown in the Tunisia Democracy Index in 2019 got a score of 6.72 (out of 10,00). This shows that Tunisia has made a big leap in consolidating its democracy after the Arab Spring. This study uses a qualitative approach with a case study method, and the data is analyzed by using the interactive Miles and Huberman model. An analysis of the stages of the consolidation of democracy in Tunisia can be seen in the course of the Tunisian Presidential and Parliamentary election system in the 2014 and 2019 periods which were free and fair and the use of the new 2014 Constitution as the main democratic pillar that respects freedom of association, freedom of religion, guarantees checks and balances related to executive and recognizes gender equality. Contributing factors of the democratic consolidation process in Tunisia include: 1) the Willingness of political figures to compromise; 2) The security sector (military) is weak and 3) The strength of civil society overseeing the democratic process. However, the implementation of the democratic system has still in conflict with the problem of a significant level of dissatisfaction, not only with political parties and Parlement but also with the democratic institutions themselves. The government is still unable to overcome urgent challenges, such as youth unemployment, regional socio-economic disparities, the marginalization of Islamic politics and rampant corruption which have become obstacles to the process of consolidating democracy.  "
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yon Machmudi
"Penelitian ini dilatarbelakangi oleh revolusi yang terjadi pada negara-negara Timur Tengah sejak akhir tahun 2007 sampai sekarang. Gelombang demokratisasi yang disebut denga Arab Spring dimulai dari Tunisia dan terus Mesir, Libya dan Suriah. Menariknya, revolusi terjadi di negara-negara yang secara ekonomi rendah dan secara politik menganut sistem republik. Negara-negara kaya yang berada di bawah sistem monarki berhasil untuk menangani dinamika politik mereka. Namun, negara-negara Teluk khususnya Arab Saudi, mulai khawatir karena revolusi yang melanda beberapa negara di Timur Tengah dipastikan akan mempengaruhi negara mereka.
,,,,,,
This research is motivated by the revolution that happen to the Middle East states since the end of 2007 to the present day. The wave of so called democratization started from Tunisia and continued to Egypt, Libya, and Syria. Interestingly, the revolution happened in the countries that are economically low and politically under the republic system. The rich countries that are under monarchy system succeeded to handle their political dynamics. However, the Gulf countries in particular Saudi Arab, has started to worry since the revolution that hit some countries in the Middle East also influence their countries."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2014
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>