Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 183963 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Della Kartika Sari
"Pembahasan dalam skripsi ini adalah mengenai syarat-syarat apa saja yang harus dipenuhi dan dihindari untuk dapat melaksanakan perkawinan yang sah dihadapan negara. Di Indonesia, perkawinan diatur dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Kemudian di Malaysia, perkawinan diatur berdasarkan wilayah federasi masing-masing yang berjumlah 14 (empat belas) khusus untuk orang yang beragama Islam dan Law Reform (Marriage and Divorce) Act 1976 untuk orang Non Islam diseluruh Malaysia. Dalam penelitian yang berbentuk tinjauan normatif studi perbandingan hukum ini menjelaskan syarat sahnya perkawinan di Indonesia dan Malaysia yang kemudian dibahas persamaan dan perbedaan syarat sahnya perkawinan yang berlaku di kedua negara.

The discussion of this academic thesis is about any terms that must be completed and avoided to be able to perform a legal marriage before the state. In Indonesia, the marriage is regulated in Law No. 1 Year 1974 about marriage. Then in Malaysia, marriage is governed by the respective federation of 14 (fourteen) specifically for people who are Muslims and Law Reform (Marriage and Divorce) Act 1976 to the Non Muslims all over Malaysia. In the form of survey research normative legal comparative study describes the legal conditions of marriage in Indonesia and Malaysia, which are then discussed the similarities and differences in terms of the validity of the marriage which took place in both countries.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S64310
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Richard Daniel
"Perceraian yang merupakan salah satu penyebab dari putusnya suatu hubungan perkawinan ini berdampak kepada masing-masing pihak yang terikat dalam suatu hubungan perkawinan khususnya dalam kondisi ekonomi. Dari berbagai banyak kasus perceraian yang ada, istri lebih sering sekali mengalami kesulitan dalam kondisi ekonomi, yang mana sebelumnya selama terikat dalam hubungan perkawinan diberikan nafkah oleh suami. Maka dari itu untuk mencengah terjadinya ada salah satu pihak yang mengalami kesusahan pasca perceraian diperlukan pengaturan yang jelas mengenai tunjangan pasca perceraian. Dalam skripsi ini membahan mengenai pengaturan tunjangan pasca perceraian di Indonesia dan membandingkan pengaturan tersebut dengan pengaturan tunjangan pasca perceraian yang ada di Malaysia. Dalam menulis skripsi ini dilakukan dengan penelitian yuridis normatif yang mengutamakan penggunaan bahan pustaka berupa norma-norma hukum tertulis dalam membandingkan pengaturan tunjangan pasca perceraian di Indonesia dan Malaysia. Berdasarkan penelitian, mengenai tunjangan pasca perceraian di Indonesia masih diatur dalam beberapa peraturan yang berlaku secara tidak menyeluruh dan sama rata untuk Warga Negara Indonesia, maka diperlukan tindakan dari pemerintah sebagai pemegang kewenangan untuk mengubah dan melengkapi khususnya tunjangan pasca perceraian agar dapat diberlakukan dengan jelas dan sama rata.

Divorce, one of the many causes of the end of a marital relationship, brings an impact towards the parties bound in the marital relationship, specifically in the economic conditions.Of the many divorce cases present, the wife in the relationship more often experiences economic hardships, due to the fact that their livelihood during the marriage was provided by the husband. Hence, to prevent condition whereas one of the former spouses being burdened because of divorce, it is necesarry to have defined law regarding spousal maintance after divorce. This thesis discusses the law of spousal maintance in Indonesia and compares it with the law of spousal maintance in Malaysia. This thesis is weritten using the normative juridical research approach tha prioritizes the use of library materials in the form of written legal norms in comparing post-divorce alimony arrangements in Indonesia and Malaysia. Based on research, post-divorce alimony agreement in Indonesia is still not chomprehensively and unequally regulated in several regulations that apply for Indonesian citizens. An action from the government as the holder of authority is needed to change and complete the post-divorce alimony agreement regulation so that they can be applied clearly and equally for everyone.

 

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nanda Oktavia
"Indonesia dan Malaysia dikenal sebagai negara bertetangga yang memiliki banyak kesamaan. Meski begitu, kedua negara memiliki perbedaan yang signifikan dalam hal sistem hukum yang dianut. Adanya perbedaan tersebut tentu memengaruhi pengaturan hukum yang ada di masing-masing negara, termasuk peraturan perkawinan, di mana di Indonesia di atur di dalam UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam, sedangkan di Malaysia diatur di dalam Law Reform (Marriage and Divorce) Act 1976 (Act 164) yang berlaku bagi penduduk Non-Muslim di seluruh Malaysia, dan Islamic Family Law (Federal Territories) Act 1984 (Act 303) yang berlaku bagi penduduk Muslim di Wilayah Persekutuan. Oleh karena itu, menarik untuk memperbandingkan mengenai pengaturan pembatalan perkawinan di Indonesia dan Malaysia, mengingat pembatalan perkawinan masih kurang dikenal oleh masyarakat secara umum, karena perceraian masih menjadi pilihan utama untuk mengakhiri perkawinan. Dalam penelitian ini, akan ditinjau mengenai pengaturan pembatalan perkawinan di Indonesia dan Malaysia, yang kemudian akan dianalisis perbandingan masing-masing peraturan untuk melihat perbedaan dan persamaannya. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan, pendekatan perbandingan, pendekatan sejarah, dan pendekatan konsep. Dari hasil pembahasan, persamaan utama yang didapatkan adalah baik Indonesia dan Malaysia sama-sama mengatur bahwa pembatalan perkawinan dapat diajukan apabila perkawinan tidak memenuhi syarat-syarat sahnya suatu perkawinan. Sementara banyak sekali perbedaan yang ada di dalam pengaturan pembatalan perkawinan di Indonesia dan Malaysia, khususnya dalam hal pengaturan, sebab-sebab, prosedur, dan akibat hukum pembatalan perkawinan. Hasil penelitian menyarankan baik bagi pemerintah Indonesia maupun pemerintah Malaysia untuk meninjau kembali pengaturan pembatalan perkawinan agar lebih jelas dan lengkap pengaturannya.

Indonesia and Malaysia are known as neighbourhood countries that have many similarities. Even so, the two countries have significant differences in terms of the legal system adopted. The existence of these differences certainly affects the regulation in each country, including the marriage regulations, which in Indonesia are regulated in Law No. 1 of 1974 on Marriage and Compilation of Islamic Law, while in Malaysia it is regulated in the Law Reform (Marriage and Divorce) Act 1976 (Act 164) which applies to Non-Muslim populations throughout Malaysia, and the Islamic Family Law (Federal Terriories) Act 1984 (Act 303) which applies to Muslim residents in the Wilayah Persekutuan. Therefore, it is interesting to compare the regulations of marriage annullment in Indonesia and Malaysia, since the annulment of marriage is still not well known by people in general, because divorce is still the main choice for dissolving marriages. In this study, the regulation of marital cancellation in Indonesia and Malaysia will be reviewed, which will then be analyzed for comparison of each regulation to see the differences and similarities. The method used in this study is normative juridical by using a statute approach, comparative approach, historical approach, and conceptual approach. From the results of the discussion, the main similarity obtained is that both Indonesia and Malaysia regulate that the marriage annullment can be submitted if the marriage does not meet the legal requirements of a marriage. While there are many differences that exist in the regulation of the cancellation of marriage in Indonesia and Malaysia, especially in terms of regulation, causes, procedures, and the consequences of the law of marriage annullment. The results of the study suggest to both the Indonesian government and the Malaysian government to review the regulation of marriage annullment to make it clearer and more complete."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aninda Novtrinia Putri
"Seorang pria dan seorang wanita berhak membuat perjanjian perkawinan yang berlaku bagi perkawinannya. Perjanjian perkawinan pada umumnya bermaksud untuk mengatur mengenai harta kekayaan pasangan suami isteri. Perbedaan peraturan yang berlaku di masing-masing negara yaitu Indonesia, Australia, dan Amerika membuat penulis tertarik untuk mencari persamaan dan perbedaan dalam proses dan syarat sahnya perjanjian perkawinan yang diatur dalam negara-negara tersebut. Sehingga permasalahan yang dikemukakan dalam tesis ini adalah bagaimana persamaan proses dan syarat sahnya perjanjian perkawinan serta bagaimana perbedaan proses dan syarat sahnya perjanjian perkawinan di Indonesia, Australia, dan Amerika.
Metode penelitian yang digunakan dalam tesis ini adalah tipe penelitian normatif, yaitu penelitian yang dilakukan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Simpulan dari penelitian dalam tesis ini adalah terdapat persamaan yang ditemukan antara lain perjanjian perkawinan harus dibuat secara tertulis, dapat dibuat sebelum atau pada saat perkawinan berlangsung, dan dapat dicabut atau diubah kembali. Selain itu terdapat perbedaan antara lain tidak semuanya harus menggunakan independent legal advice, pengungkapan penuh atas harta benda (transparansi) pada saat pembuatan, dan keharusan perjanjian perkawinan untuk didaftarkan ke pengadilan di negaranya.

A man and a woman have the right to make a prenuptial agreement applicable to their marriage. Prenuptial agreement in general intends to regulate the possessions of married couples. Different regulations prevailing in each country, Indonesia, Australia, and the United States make the author interested to find similarities and differences in the process and terms of validation of prenuptial agreement arranged in those countries. So the problem presented in this thesis is how the similarity of the process and terms of prenuptial agreement validation and how the difference of process and terms of prenuptial agreement validation in Indonesia, Australia, and America.
The research method used in this thesis is the type of normative research, namely research conducted on primary legal materials and secondary legal materials. The conclusion of the research in this thesis is that there are similarities found, among others, the prenuptial agreement must be made in writing, can be made before or during the marriage, and can be revoked or changed again. In addition there are differences, among others, not all must use independent legal advice, full disclosure of property (transparency) at the time of manufacture, and the obligation of prenuptial agreement to be registered to the courts in the country.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T49252
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Atika
"Skripsi ini membahas mengenai perbandingan ketentuan hak asuh anak di bawah umur yang terjadi akibat perceraian di Indonesia dan di Malaysia, terutama dikhususkan pada Undang-Undang No. 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan untuk di Indonesia dan Law Reform (Marriage and Divorce) Act 1976 untuk di Malaysia. Salah satu akibat hukum dari terjadinya perceraian adalah pengaturan mengenai pengasuhan dan pemeliharaan dari anak yang seringkali menimbulkan sengketa di antara kedua belah pihak orang tua. Oleh karena itu pengaturan yang jelas diperlukan untuk mengatur mengenai persoalan ini. Penelitian dilakukan dengan pendekatan undangundang (Statuta Approach) dan pendekatan komparatif yakni menggunakan kajian ilmu normatf berdasarkan hukum di Indonesia dan di Malaysia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketentuan mengenai hak asuh anak di bawah umur akibat perceraian di Indonesia masih perlu dilengkapi sehingga penerapannya dapat dilaksanakan lebih tegas.

This thesis explains the comparison regarding custody rights for underage child due to divorce in Indonesia and Malaysia, specified into Law No. 16 of 2019 Concerning The Change of Law No. 1 of 1974 Concerning Marriage for Indonesia and Law Reform (Marriage and Divorce) Act 1976 for Malaysia. One of the consequence of divorce is the regulation of child custody and maintenance of the child that frequently causes dispute between parents. Therefore, detailed regulation is needed to regulate this matter. This research was based on the statute approach and comparative method which used normative study based on the law in Indonesia and Malaysia. The result of the research suggests that the regulation regarding custody rights for underage child in Indonesia needs to be improved to such an extent that the execution could be done more effectively."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratu Maura Rezky
"Perkawinan adalah ikatan yang kokoh bertujuan untuk membangun dan mewujudkan keluarga yang bahagia dan kekal. Namun, dalam berjalannya perkawinan dapat terjadinya  hal-hal yang mengakhiri ikatan perkawinan, seperti Pembatalan perkawinan. Pembatalan perkawinan dalam penelitian ini terjadi atas dasar penipuan atau salah sangka. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui alasan-alasan pembatalan perkawinan, para pihak yang berhak mengajukan, jangka waktu, dan akibat dari pembatalan perkawinan di Filipina dan Indonesia dan membandingan hukum pembatalan perkawinan kedua negara tersebut. Berdasarkan hasil dari penelitian dan pembahasan maka Pembatalan perkawinan merupakan salah satu cara untuk memutus ikatan perkawinan dengan cara mengajukan pembatalan dan perkawinan tersebut dianggap batal sejak perkawinan tersebut berlangsung atau tidak pernah ada. Alasan yang dapat menjadi dasar untuk mengajukan pembatalan perkawinan adalah salah sangka atas identitas dan terjadi perkawinan di bawah ancaman. Dalam pembatalan perkawinan pihak yang dapat mengajukan pembatalan adalah suami, istri, dan keluarga garis lurus, serta petugas yang memiliki kewenangan.

Marriage is a strong bond that aims to build and create a happy and eternal family. However, in the course of the marriage, things can happen that end the marriage bond, such as an annulment of marriage. The annulment of marriages in this study occurred   on the basis of fraud or misjudgement. This study aims to find out the reasons for annulment of marriages, the parties entitled to apply, the time period, and the consequences of annulment of marriages in the Philippines and Indonesia and to compare the laws of annulment of marriages of the two countries. Based on the results of the research and discussion, the annulment of a marriage is one way to break the marriage bond by submitting an annulment and the marriage is considered null and void since the marriage took place or never existed. The reasons that can be the basis for submitting an annulment of the marriage are mistaken assumptions about identity and the marriage taking place under threat. In an annulment of a marriage, the parties that can apply for an annulment are the husband, wife, and straight-line family, as well as officers who have authority. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Tiladaini
"Fenomena perkawinan beda agama di Indonesia dapat menimbulkan masalah dari segi hukum yaitu terkait dengan keabsahan perkawinan beda agama tersebut. Di Indonesia tidak terdapat aturan yang tegas mengenai perkawinan beda agama. Sebagai perbandingan mengenai pengaturan hukum perkawinan beda agama, Penulis bandingkan dengan negara Malaysia yang mayoritas penduduknya juga beragama Islam. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakan dan dengan Pendeketan Perbandingan. Metode analisis data yang digunakan adalah metode analisis kualitatif. Di Indonesia, mengenai perkawinan beda agama, dikembalikan kepada hukum agama dan kepercayaan masing-masing sesuai dengan Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Perkawinan. Di Malaysia, terdapat ketentuan mengenai perkawinan beda agama di dalam peraturan perundang-undangan bagi yang beragama Islam dan bagi yang beragama non Islam. Setelah adanya Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, dapat dimungkinkan pasangan yang berbeda agama dicatatkan perkawinanya melalui Penetapan Pengadilan. Di Indonesia, pada praktiknya perkawinan beda agama meskipun melanggar Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Perkawinan dapat dicatatkan. Sedangkan di Malaysia, perkawinan beda agama yang melanggar ketentuan perundang-undangan tidak dapat didaftarkan.

The phenomenon of inter religious marriage in Indonesia can cause problems in terms of law that is related to the validity of the inter religious marriage. In Indonesia there are no strict rules regarding to the inter religious marriage. In comparison to the legal arrangement of inter religious marriage, the author compares the Malaysian state with the majority of the population are Muslims. This research used literature research methods and with the Comparative Approach. Data analysis method used qualitative analysis method. In Indonesia, concerning the inter religious marriage, it is returned to the religious law and beliefs in accordance with Article 2 Paragraph 1 of the Act No. 1 of 1974. In Malaysia, there are provisions on inter religious marriage in the legislation for Muslims and for non Muslims. After the existence of Act No. 23 of 2006, it is possible for inter religious marriage couples to register their marriages through the Court Decision. In Indonesia, in practice, inter religious marriage even though violating Article 2 paragraph 1 of the Act No. 1 of 1974 can be registered. While in Malaysia, inter religious marriage that violate statutory provisions can not be registered.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S69054
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khansa Ravelyta Wibowo
"Menurut lembaga survei Wealth Health Organization (WHO), Indonesia menduduki peringkat ketiga di dunia sebagai jumlah perokok terbanyak. Untuk mengurangi eksternalitas negatif yang timbul dari penggunaan rokok elektrik, pemerintah mengeluarkan kebijakan cukai rokok elektrik pada tahun 2018. Peningkatan konsumsi rokok elektrik di Indonesia membuat pemerintah melakukan penyesuaian kebijakan berupa kenaikan cukai rokok elektrik pada tahun 2023 dan 2024. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbandingan cukai rokok elektrik di Indonesia dengan negara Filipina dan Malaysia, dan evaluasi dari kebijakan kenaikan cukai rokok elektrik di Indonesia. Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan post positivis. Metode penelitian dari penelitian ini adalah metode kualitatif. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa negara Filipina memiliki kebijakan cukai rokok elektrik berdasarkan kandungan nikotin, sementara di Indonesia berdasarkan jenis. Negara Malaysia memiliki tarif tetap atas liquid, sementara di Indonesia tarif spesifik berdasarkan jenis. Negara Filipina dan Malaysia masing-masing memiliki tarif cukai atas liquid yang lebih tinggi dibandingkan dengan Indonesia. Terdapat empat pilar kebijakan cukai rokok elektrik di Indonesia, yaitu pengendalian konsumsi, penerimaan negara, keberlangsungan tenaga kerja, dan pengendalian rokok elektrik ilegal. Kebijakan kenaikan cukai rokok elektrik menurut evaluasi kebijakan Dunn, sudah memenuhi kriteria efisiensi dan keadilan. Namun, belum memenuhi kriteria evaluasi efektifitas, kecukupan, responsivitas, dan ketepatan.

According to the Wealth Health Organization (WHO) survey institute, Indonesia is ranked third in the world with the highest number of smokers. To reduce negative externalities arising from the use of e-cigarettes, the government issued an e-cigarette excise policy in 2018. The increasing consumption of e-cigarettes in Indonesia prompted the government to make policy adjustments in the form of an increase in excise duty. on electronic cigarettes in 2023 and 2024. This research was conducted to determine the comparison of excise taxes. e-cigarettes in Indonesia with the Philippines and Malaysia, as well as an evaluation of the policy to increase excise duty on e-cigarettes in Indonesia. This research was conducted using a post positivist approach. The research method used in this research is a qualitative method. The results of this research show that the Philippines has an excise policy on e-cigarettes based on the nicotine content, while in Indonesia it is based on the type. Malaysia has a fixed tariff for liquids, while in Indonesia the tariff is specific based on the type. The Philippines and Malaysia each have higher liquid excise rates than Indonesia. There are four pillars of e-cigarette excise policy in Indonesia, namely controlling consumption, state revenue, workforce sustainability, and controlling illegal e-cigarettes. According to Dunn's policy evaluation, the policy to increase excise tax on e-cigarettes meets the criteria of efficiency and fairness. However, it does not meet the evaluation criteria of effectiveness, adequacy, responsiveness and accuracy."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yoshica Gloria Tessalonika
"Dalam hubungan kontrak apa pun, para pihak yang terikat dalam kontrak tentu menginginkan kontrak berjalan lancar dan memenuhi hak dan kewajiban masing-masing pihak. Namun, dalam praktiknya, ada hal-hal tertentu, seperti impediment yang menghalangi salah satu pihak untuk memenuhi prestasinya sehingga salah satu pihak menjadi lebih berat atau kurang beruntung atas pelaksanaan perjanjian, misalnya karena force majeure. Didukung oleh perkembangan teknologi komunikasi pada era globalisasi saat ini, tidak hanya membawa manfaat besar dan perubahan dunia bisnis, tetapi juga memiliki efek mendalam pada pertumbuhan kehidupan sosial, budaya, politik, dan hukum. Orang-orang Indonesia memiliki banyak hubungan kontraktual dengan orang-orang dari negara lain, terutama di Asia Jepang dan Malaysia, yang memiliki latar belakang hukum yang berbeda di antara mereka. Pengembangan impediment atau kendala pelaksanaan kontrak cukup penting dan mendasar untuk dicatat mengingat perbedaan dalam persepsi negara-negara Asia terhadap impediment karena sistem hukum mereka yang berbeda. Penelitian ini dilakukan dengan metode yuridis-normatif dengan pendekatan perbandingan Hukum anatara Indonesia, Jepang, dan Malaysia. Dari penelitian ini ditemukan dan disimpulkan bahwa bahwa penyelarasan pengaturan kontrak dalam praktik bisnis di regional Asia untuk memastikan bahwa pertukaran kepentingan dalam bentuk hak dan kewajiban dilakukan secara proporsional dengan pihak-pihak yang mengadakan kontrak, sehingga membentuk hubungan kontraktual yang adil dan saling menguntungkan.

In any contractual relationship, it is important that the parties bound to the contract are fulfilled the rights and obligations of each party. However, in practice, there are impediments that prevent one of the parties to fulfill their performance or being disadvantaged over the performance, eg due to force majeure. The development of information technology in this current era of globalization, not only bring great benefits and changes in the business, but also a profound effect on the growth of social, cultural, political, and legal life. Indonesians have many contractual relationships with other countries, especially in Asia Japan and Malaysia, who have different legal backgrounds among them. The development of impediments or constraints to the implementation of contracts is quite important and fundamental to the perception of Asian countries on the impediment due to their different legal systems. This research was conducted with a juridical normative method with a comparative approach to contract law in Indonesia, Japan and Malaysia. From this research, it is found and concluded that the alignment of contractual arrangements in the Asian region to ensure that the interests of the parties are carried out in proportion to contracting parties, establishing a fair and mutually beneficial contractual relationship."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Difa Marsya Meirina
"Perjanjian perkawinan belum diketahui secara luas oleh masyarakat Indonesia. Meskipun demikian, perjanjian perkawinan dapat dianggap penting terutama dalam perkawinan campuran mengingat dampak yang dihasilkan dari perkawinan itu sendiri cukup besar. Skripsi ini membahas mengenai pengaturan perjanjian perkawinan dalam perkawinan campuran di Indonesia yakni dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan membandingkan pengaturan di Texas, Amerika Serikat yakni Texas Family Code dan Uniform Premarital Agreement Act. Penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah penelitian doktrinal untuk melakukan perbandingan pengaturan antara Indonesia dan Texas, Amerika Serikat. Adapun hasil dari penelitian ini adalah pengaturan mengenai perjanjian perkawinan dalam perkawinan campuran di Indonesia diperlukan adanya kepastian hukum karena dalam prakteknya masih terdapat ketidaksesuaian berkaitan dengan pengaturan perjanjian perkawinan dalam perkawinan campuran. Hal ini dapat dilakukan dengan pemerintah sebagai lembaga yang berwenang untuk lebih memperhatikan pengaturan mengenai perjanjian perkawinan dalam perkawinan campuran agar prosedur, akibat hukum, serta legalitas dari perjanjian perkawinan itu sendiri memiliki kepastian.

Prenuptial agreement is still not widely known by the Indonesian people. However, marriage agreements can be considered important, especially in mixed marriages, considering the significant impact of the marriage itself. This thesis discusses the regulation of prenuptial agreement in mixed marriages in Indonesia namely in the Indonesian Civil Code and the Marriage Law No. 1 of 1974 and compares the with those in Texas, United States namely Texas Family Code and Uniform Premarital Agreement Act. The research used in this thesis is doctrinal research to compare the regulations between Indonesia and Texas, United States. The results of this study are that the regulation of prenuptial agreement in mixed marriages in Indonesia requires legal certainty because in practice there are still inconsistencies related to the regulation of prenuptial agreement in mixed marriages. This can be done by the government as the authorized institution to pay more attention to the regulation of prenuptial agreement in mixed marriages so that the procedures, legal consequences, and legality of the prenuptial agreement themselves have certainty."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>