Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 113479 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rr. Aprilla Wulansari
"Tea tree oil merupakan minyak atsiri dari tanaman Melaleuca alternifolia yang memiliki khasiat sebagai antibakteri. Sifat hidrofobik dari tea tree oil menimbulkan masalah dalam formulasi produk obat maupun kosmetik yang berbasis air. Penelitian ini bertujuan untuk memformulasikan tea tree oil dalam bentuk nanoemulsi gel dan menguji stabilitas fisik serta aktivitas antibakterinya secara in vitro. Nanoemulsi gel dibuat dengan berbagai konsentrasi tea tree oil yaitu 5%, 7%, dan 9% menggunakan tween 80 sebagai surfaktan dan propilenglikol sebagai kosurfaktan. Sediaan nanoemulsi gel tea tree oil menunjukkan penampilan fisik yang stabil selama penyimpanan 8 minggu pada suhu rendah (4°C ± 2°C) dan suhu ruang (25°C ± 2°C), cycling test, serta uji mekanik. Formula terbaik adalah nanoemulsi gel F1 yang mengandung tea tree oil 5% karena memiliki stabilitas yang baik, ukuran globul yang lebih kecil, dan viskositas yang lebih kental. Hasil uji aktivitas antibakteri secara in vitro menunjukkan bahwa sediaan nanoemulsi gel tea tree oil memiliki aktivitas antibakteri terhadap Propionibacterium acnes dengan terbentuknya zona hambat. Semakin tinggi konsentrasi tea tree oil dalam sediaan (5%, 7%, dan 9%) memberikan rata-rata zona hambat yang semakin besar (28,33 ± 0,88 mm; 30,33 ± 0,33 mm; dan 31,67 ± 0,33 mm).

Tea tree oil is an essential oil of Melaleuca alternifolia which has antibacterial activity. Hydrophobic properties of tea tree oil cause problem in the formulation of drug product as well as water-based cosmetics. This study aims to formulate tea tree oil into nanoemulsion gel dosage form and evaluate its physical stability and antibacterial activity. Nanoemulsion gel was formulated in various concentrations of tea tree oil, which were 5%, 7% and 9% using tween 80 as surfactant and propyleneglycol as cosurfactant. Nanoemulsion gel tea tree oil showed stable physical appearance during 8 weeks of storage at low temperature (4°C ± 2°C) and room temperature (25° ± 2°C), cycling test, as well as mechanical test. The best formula is nanoemulsion gel F1 containing 5% tea tree oil because it has good stability, smaller globule size, and more viscous. Results of antibacterial activity in vitro studies showed that tea tree oil nanoemulsion gel had antibacterial activity against Propionibacterium acnes by the formation of inhibition zone. Higher concentration of tea tree oil in nanoemulsion gel (5%, 7%, and 9%) showed greater mean inhibition zone (28,33 ± 0,88 mm; 30,33 ± 0,33 mm; and 31,67 ± 0,33 mm)."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2016
S64765
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andari Putrianti
"Kandidiasis mulut adalah infeksi jamur yang paling sering ditemukan. Ini adalah infeksi jamur oportunistik pada rongga mulut yang disebakan oleh pertumbuhan jamur genus Candida, Candida albicans (C. albicans) adalah spesies yang paling banyak ditemukan. Manifestasi klinisnya dapat tergolong ringan dan berat bila menyerang individu dengan sistem kekebalan tubuh yang inadekuat. Obat antifungal yang ada memiliki peranan penting dalam menanggulangi penyakit ini. Sering terjadi resistensi dan masih tinggi toksisitas obat yang ada, dalam hal ini dibutuhkan agen-agen pengobatan yang baru dengan aktivitas antifungal yang lebih baik dan toksisitas yang rendah. Minyak esensial Melaleuca alternifolia (MA) dan Nigella sativa (NS) merupakan tanaman yang mempunyai efek antifungal yang baik dengan toksisitas dan resistensi yang rendah. Tujuan: Menganalisis potensi minyak esensial MA, NS dan kombinasinya dalam menghambat pertumbuhan C. albicans. Metoda: Minyak esensial MA dan NS didapat dari Eteris Nusantara dan dipaparkan pada C. albicans ATCC 10231 dan isolat klinik dengan metode uji daya hambat dan teknik serial dilution. Hasil: Minyak esensial MA dan kombinasi MA dan NS dapat menghambat 100% pertumbuhan C. albicans, sedangkan minyak esensial NS dapat menghambat rata-rata 11% pertumbuhan C. albicans isolat klinik. Kesimpulan: Minyak esensial NS dan kombinasi MA dan NS berpotensi dalam menghambat pertumbuhan C. albicans. Kombinasi MA dan NS lebih berpotensi dalam menghambat pertumbuhan C. albicans dibandingkan minyak esensial NS, tetapi kombinasi MA dan NS tidak lebih berpotensi dalam menghambat pertumbuhan C. albicans dibandingkan dengan minyak esensial MA.

Oral candidiasis is the most common fungal infection. It is an opportunistic infection that occurs in the oral cavity that caused by Candida, the most abundant species is Candida albicans (C. albicans). The clinical manifestation of oral candidiasis is considered to be mild but it is become severe when it attack individual with inadequate immune system. Antifungal drugs have an important role in overcoming this disease, but resistance has developed to current antifungal drugs and some of it have a high toxicity, for these reasons it is important to find another drug with a low occurrence of resistance and lower toxicity. Melaleuca alternifolia (MA) and Nigella sativa (NS) essential oils are derived from herbal plant that have a good antifungal activity with a low toxicity and low occurrence of resistance. Aimed: To analyze the potential of MA, NS and the combination of both in inhibiting the growth of C. albicans. Method: Essential oils were from Eteris Nusantara, these oils were tested on C. albicans ATCC 10231 and C. albicans isolated from healthy patient. The method used was inhibition potential with serial dilution technique. Result: Essential oils of MA and the combination of MA and NS can inhibit the growth of C. albicans with a percentage of 100%. While, NS can inhibit the growth of C. albicans isolated from healthy patient with a mean percentage of 11%. Conclusion: Essential oils of NS and the combination of MA and NS have the potential to inhibit the growth of C. albicans. The combination of MA and NS has a better potential to inhibit the growth of C. albicans compared with NS, but the oil combination does not has a better potential compared with MA."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2012
S45649
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Didit Darmawan
"Ekstrak daun teh hijau memiliki kandungan polifenol aktif berupa epigalokatekin galat (EGCG). EGCG memiliki absorpsi dan penetrasi yang buruk karena ukuran molekul flavonoid yang besar, koefisien partisi yang kecil serta zat yang bersifat hidrofilik. Pada penelitian ini, Ekstrak daun teh hijau dimodifikasi dalam bentuk nanovesikel fitosom yang diformulasikan dalam sediaan gel untuk mengatasi permasalahan absorpsi dan penetrasi. Tujuan dari penelitian ini ialah memformulasikan gel fitosom dan gel ekstrak tanpa fitosom serta membandingkan penetrasi diantara keduanya. Fitosom di formulasi kedalam tiga formula yaitu F1, F2 dan F3 dengan konsentrasi ekstrak daun teh hijau yang setara dengan EGCG 1%; 1,5 % dan 2 %.
Pembutan fitosom dilakukan dengan metode hidrasi lapis tipis. Setelah formulasi, dilakukan karakterisasi untuk mengidentifikasi formula terbaik yang akan diformulasikan kedalam gel. Hasil menunjukan bahwa F1 merupakan formula terbaik yang memiliki bentuk partikel sferis dengan ukuran Dmean volume 179,83 ± 4,86 nm , PDI sebesar 0,235 ± 0,11 dan potensial zeta sebesar -61 ± 1,72 serta presentase efisiensi penjerapan sebesar 53,68 ± 2,14 %. Uji penetrasi sel difusi Franz dilakukan pada kedua gel menggunakan membran abdomen tikus galur betina Sprague-Dawley. Jumlah kumulatif EGCG terpenetrasi dari sediaan gel fitosom dan gel non fitosom sebesar 930,39 ± 7,77 μg/cm2 dan 365,26 ± 0,75 μg/cm2 .
Presentase jumlah EGCG yang terpenetrasi dari sediaan gel fitosom dan non fitosom sebesar 41,49 ± 0,35 % dan 16,28 ± 0,03 %. Fluks dari sediaan gel fitosom dan non fitosom sebesar 45,54 ± 0,23 dan 39,35 ± 0,26. Gel fitosom ekstrak daun teh hijau memiliki daya penetrasi lebih baik dibandingkan gel ekstrak daun teh hijau tanpa fitosom. Selain itu, uji stabilitas fisik dilakukan pada kedua sediaan untuk menilai stabilitas dari formula. Sediaan gel fitosom dan gel non fitosom menunjukan stabilitas secara fisik melalui hasil analisa pengamatan organoleptis, homogenitas dan viskositas yang dilakukan selama 2 bulan pada berbagai suhu.

Green tea leaves extract contains active polyphenolic content in form of epigallocatechin-3-gallate (EGCG). The absorption and penetration properties of EGCG are poor due to its large flavonoid molecule, small partition coefficient, and its hydrophilic properties. In order to overcome these obstacles, a modification of green tea leaf extract is made by formulating a gel containing phytosome nanovesicles in this research. This research aim is to formulate phytosome gels and non-phytosome gels with the extract, also comparing the penetration properties between them. Optimization of phytosome formula which consists of F1, F2, and F3 with green tea leaf extract concentrations equal to 1%, 1.5%, and 2% EGCG were conducted during the experiment.
The phytosomes were made by thin layer hydration method. After the formulation was formed, characterization was done to identify the best phytosome formula, which would be formulated into the gel. Results showed that F1 was the best formulation that contains spherical particles that measures Dmean 179,83 ± 4,86 nm in volume, and a PDI value of 0,235 ± 0,11, also a Zeta potential of -61 ± 1,72. The F1 formulation possesses the largest entrapment efficiency percentage, valued at 53,68 ± 2,14. Franz diffusion cell penetration test was done to both gels using abdominal membranes of Sprague-Dawley rats. The cumulative amount of EGCG penetrated from the phytosome anda non phytosome gel amounts 930,39 ± 7,77 μg/cm2 and 365,26 ± 0,75 μg/cm2.
Percentage of EGCG which penetrated from the phytosome and non phytosome gel reaches 41,49 ± 0,35 % dan 16,28 ± 0,03 %. Flux from the phytosome and non phytosome gel amounts 45,54 ± 0,23 and 39,35 ± 0,26. Based on these results, it can be concluded that the extract of green tea leaves in phytosomal gel holds a better penetration property compared to the extract not formulated with phytosomes. Both phytosomal and non-phytosomal gel are showing good physical stability through organoleptic, homogenicity, and viscosity observations which are done throughout two month at various temperatures.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2016
S65387
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Seshiana Sebti Pramesti
"Transetosom merupakan vesikel yang dapat meningkatkan penetrasi obat ke dalam kulit, contohnya adalah ekstrak bahan alam. Teh hijau (Camellia sinensis L. Kuntze) merupakan bahan alam yang mengandung katekin sebagai senyawa antioksidan. Transetosom dapat menjerap dan membantu penetrasi senyawa ekstrak daun teh hijau ke dalam kulit. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan formula gel transetosom yang dapat meningkatkan penetrasi ekstrak daun teh hijau ke dalam kulit. Gel yang hanya mengandung ekstrak daun teh hijau juga dibuat sebagai kontrol. Uji penetrasi sediaan secara in vitro dilakukan menggunakan sel difusi Franz dengan kulit tikus betina galur Sprague Dawley. Epigalokatekin galat (EGCG) digunakan sebagai penanda analisis.
Transetosom dibuat dengan metode hidrasi lapis tipis dalam tiga formula yaitu dengan konsentrasi ekstrak daun teh hijau setara dengan EGCG 1% (F1), 1,5% (F2), dan 2% (F3). Hasil menunjukkan transetosom F1 memiliki karakteristik terbaik yaitu berbentuk sferis, Dmean volume 112,14 ± 2,19 nm, indeks polidispersitas 0,163 ± 0,03, potensial zeta -52,05 ± 1,34 mV, dan efisiensi penjerapan 58,06 ± 0,08%. Gel transetosom dan gel kontrol secara berturut-turut memiliki fluks sebesar 61,468 ± 1,66 μg.cm-2.jam-1 dan 31,694 ± 1,02 μg.cm-2.jam-1. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa transetosom dapat meningkatkan penetrasi ekstrak daun teh hijau ke dalam kulit.

Transethosome is a vesicle that can enhance drug?s penetration into the skin, for example are extracts of natural ingredient. Green tea (Camellia sinensis L. Kuntze) is a natural ingredient that contains catechins as an antioxidant. Transethosome is used to entrap the chemical compounds of green tea leaves extract and help their penetration into the skin. The aims of this study are to produce transethosome gel formula that can increase the penetration of green tea leaves extract into the skin. Gel containing only green tea leaves extract was also made as a control. Penetration test of gels performed using in vitro Franz diffusion cell with the skin of female Sprague Dawley rats. Epigallocatechin gallate (EGCG) is used as a marker analysis.
Transethosome were made by using thin layer hydration method in three formulas with different concentration of green tea leaves extract which were equivalent to 1% (F1), 1.5% (F2), and 2% (F3) EGCG. The results showed transethosome F1 had the best characteristics, which had a spherical shape, Dmean volume 112,14 ± 2,19 nm, polydispersity index 0,166 ± 0,03, zeta potential -52,05 ± 1,34 mV, and entrapment efficiency 58,06 ± 0,08%. Transethosome gel and control gel had a flux of 61,468 ± 1,66 μg.cm-2.hour-1 and 31,694 ± 1,02 μg.cm-2.hour-1. It can be concluded that transethosome can increase green tea leaves extract penetration into the skin.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2016
S64791
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tahmida Diazputri Utami
"Transfersom telah banyak digunakan untuk meningkatkan penetrasi obat yang berasal dari bahan alam. Salah satu bahan alam yang berkhasiat bagi kesehatan dan kosmetik adalah ekstrak daun teh hijau (Camellia sinensis L. Kuntze) yang mengandung katekin sebagai senyawa antioksidan yang kuat. Epigalokatekin galat (EGCG) sebagai salah satu senyawa katekin paling dominan digunakan sebagai penanda analisis. Namun, EGCG memiliki berat molekul yang besar dan bersifat hidrofilik sehingga sulit untuk berpenetrasi melewati kulit.
Tujuan dari penelitian ini adalah memformulasikan dan menghasilkan transfersom dengan karakteristik yang baik sehingga dapat meningkatkan penetrasi melalui kulit. Pada penelitian ini transfersom diformulasikan dengan konsentrasi yang berbeda setara dengan 1% (F1); 1,5% (F2); dan 2% (F3) EGCG dan menggunakan metode hidrasi lapis tipis. Transfersom diformulasikan ke dalam sediaan gel dan gel kontrol dibuat tanpa transfersom. Kedua sediaan dievaluasi dan dilakukan uji penetrasi secara in vitro menggunakan sel difusi Franz pada kulit tikus galur Spargue Dawley.
Hasil menunjukkan bahwa F1 merupakan formula terbaik karena memiliki bentuk yang sferis, nilai Dmean volume 107,82 ± 0,44 nm, indeks polidispersitas 0,07 ± 0,01, zeta potensial -40,3 ± 0,10 mV, dan efisiensi penjerapan 63,16 ± 0,65%. Hasil uji penetrasi in vitro menunjukkan jumlah kumulatif EGCG yang terpenetrasi dari gel transfersom yaitu 1316,60  8.05 μg/cm2 dengan fluks 57,594  0,91 μg.cm-2.jam-1 sedangkan jumlah kumulatif pada gel non transfersom sebesar 414,86  4,40 μg/cm2 dengan fluks 36,144 1,22 μg.cm-2.jam-1. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa sediaan gel transfersom ekstrak daun teh hijau dapat meningkatkan penetrasi.

Transfersome has been widely used to increase the penetration of drugs derived from natural ingredients. One of the natural ingredient for health and cosmetics is green tea leaves extract (Camellia sinesis L Kuntze) containing catechin has potent antioxidant activity. Epigallocatechin gallate (EGCG) as one of the most dominant catechin compounds used as a marker analysis. However, EGCG has a large molecular weight and hydrophilic so that it?s difficult to penetrate through the skin.
The aims of this study were to formulated and produced transfersome with good characteristics that increase penetrated through the skin. In this research, transfersome were formulated with different concentrations, equal to 1% (F1), 1.5% (F2), and 2% (F3) of EGCG and using thin layer hydration method. Transfersome then formulated into a gel and control gel prepared without transfersome. Both gels were evaluated and in vitro penetration tested using Franz diffusion cell with the skin of female Sprague Dawley rats.
The result showed that F1 had the best formula with spherical shape, Dmean volume 107.82 ± 0.44, polidispersity index 0.07 ± 0.01, zeta potential -40.3 ± 0.10 mV, and entrapment efficiency 63.16±0.65%, Total cumulative amount of penetrated EGCG from transfersom gel was 1302.63  20.67 μg/cm2 and the flux was 57.594  0.91 μg.cm-2.hour-1. Total cumulative amount of penetrated EGCG from non-transfersom gel was 414,86  4.40 μg/cm2 and the flux was 36.144  1.22 μg.cm-2.hour-1. Based on these result it can be concluded that gel transfersome green tea leaves extract can increase penetration.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2016
S63790
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Redjeki Endang Setionowaty
"Dari beberapa penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa
daun teh hijau (Camellia sinensis) berpotensi memiliki aktivitas anti bakteri,
Staphylococcus aureus dan staphylococcus epidermidis sedangkan pada
Propionibacterium acne tidak ada potensi. Penelitian ini bertujuan untuk
memperoleh sediaan gel yang mengandung ekstrak etanol 70% teh hijau
(Camellia sinensis) yang mempunyai aktivitas antibakteri stabil dan aman.
Metode yang digunakan adalah Metode difusi cakram (Kirby-Bauer) ditentukan
oleh diameter zona hambat yang terbentuk. Semakin besar diameternya maka
semakin terhambat pertumbuhannya. Uji stabilitas fisik terhadap sediaan gel
dilakukan selama 12 minggu pada suhu yang berbeda dan uji keamanan kepada
sukarelawan digunakan metode single aplication closed patch epicutaneus test
under occlusion. Hasil uji aktivitas anti bakteri menunjukkan adanya zona hambat
pada Staphylococcus aureus dengan ketiga konsentrasi 2,5%, 5%, 10%, hasilnya
(11mm,16mm,13mm), dan Stapylococcus epidermidis (2,5%, 5%, 10%) hasilnya
(7mm,11mm,12 mm) sedangkan pada P.acne tidak ada. Hasil uji stabilitas fisik
12 minggu menunjukkan ketiga konsentrasi sediaan gel adalah stabil dan hasil uji
keamanan memperlihatkan tidak ada iritasi yang diamati selama uji keamanan
pada penggunaan secara topikal.

Previous studies reported that green tea leaf (Camellia sinensis) was a
potential anti bacteria againts Propionibacterium acne, Staphylococcus aureus
dan Staphylococcus epidermidis. The aim of the study was to formulate gel
containing 70% ethanol extract of green tea leaf (Camellia sinensis) that have anti
bacteria activity which physically stable and safe. The method we used is disk
diffusion (Kirby-Bauer) determined by diameter of inhibition zone. The bigger
diameter shows the more growth inhibition. Physical stability test was done
against gel formulation during 12 weeks at different temperatures and safety test
against volunteer was done using method of single aplication closed patch
epicutaneus test under occlusion. Result of bacteria activity test showed that there
were inhibition zone on Staphylococcus aureus. Three concentrations of 2,5%,
5%, 10% resulting inhibition diameter of 11 mm,16 mm and 13 mm respectively,
and Staphylococcus epidermidis resulting 2,5%, 5% and 10% inhibition diameter
of 7 mm,11 mm and 12 mm. On P.acne did not show any activity. Results of the
physical stability tests during 12 weeks showed that the three concentration of gel
formulations were stable and no iritation showed during safety test on topical use.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
T35187
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dimas Sukma Sajati, suvervisor
"Kurkumin merupakan bahan alam yang berasal dari tanaman kunyit (Curcuma longa Linn.) yang memiliki banyak khasiat, salah satunya yaitu antiinflamasi. Namun, kurkumin memiliki kelarutan yang sukar larut dalam air dan tingkat bioavailabilitas oral yang rendah karena metabolisme lintas pertama pada saluran pencernaan sehingga penggunaannya secara klinis menjadi terbatas. Maka dari itu, pada penelitian ini dibuat nanoemulsi kurkumin dalam bentuk injeksi parenteral yang bertujuan untuk meningkatkan kelarutan dan bioavailabilitas kurkumin serta mengevaluasi stabilitas fisik dan kimianya. Kurkumin diformulasikan dalam bentuk nanoemulsi parenteral dengan pembawa kombinasi minyak kelapa sawit dan minyak kelapa, lesitin telur, gliserin, sodium oleat, etanol 96%, dan aquabidest. Nanoemulsi diformulasikan menggunakan homogenizer dengan kecepatan tinggi yaitu 10000 rpm, kemudian dilakukan pengecilan ukuran partikel menggunakan ultrasonikator selama 10 menit dengan frekuensi 60 kHz. Perbandingan konsentrasi kombinasi minyak kelapa sawit dengan minyak kelapa sebesar (1:1) menghasilkan sediaan nanoemulsi kurkumin untuk injeksi parenteral yang optimum. Karakteristik nanoemulsi kurkumin yang baik diperoleh dengan penggunaan konsentrasi surfaktan 1,5% dan 3% yang ditunjukkan ukuran globul <500 nm, memiliki morfologi globul yang sferis, dan memiliki nilai viskositas yang rendah sesuai dengan karakteristik nanoemulsi untuk injeksi parenteral, sementara penggunaan konsentrasi surfaktan 1% terjadi pemisahan fase dengan adanya globul minyak pada permukaan nanoemulsi. Kestabilan yang baik dari nanoemulsi kurkumin diperoleh dengan penggunaan konsentrasi surfaktan 1,5% dan 3% berdasarkan evaluasi stabilitas fisik dan kimia dengan penyimpanan pada suhu rendah (4°C ± 2°C), suhu ruang (30°C ± 2°C), dan suhu tinggi (40°C ± 2°C) selama penyimpanan 4 minggu; uji sentrifugasi; dan cycling test.

Curcumin is a natural ingredient derived from the turmeric plant (Curcuma longa Linn.) which has wide pharmacological activity, such as antiinflammatory. However, curcumin has poor solubility in water and low level of oral bioavailability due to first-pass metabolism in the gastrointestinal tract, so the clinical use was limited. Therefore, in this study, curcumin nanoemulsion was made in the form of parenteral injection which aims to increase the solubility and bioavailability of curcumin and evaluate the stability. Curcumin was formulated in the form of parenteral nanoemulsion with carrier combination of palm oil and coconut oil, egg lecithin, glycerin, sodium oleate, 96% ethanol, and aquabidest. Nanoemulsion was formulated using high speed homogenizer at 10000 rpm, then the particle size was reduced using an ultrasonicator for 10 minutes with a frequency of 60 kHz. The combination concentration ratio of palm oil and coconut oil (1:1) resulted in the optimum preparation of curcumin nanoemulsion for parenteral injection. The good characteristics of curcumin nanoemulsion were obtained by using 1.5% and 3% surfactant concentrations which showed globule size <500 nm, spherical globule morphology, and low viscosity according to the characteristics of nanoemulsion for parenteral injection, while the used of surfactant concentration 1 % occured phase separation in presence of oil globules on the surface of the nanoemulsion. The good stability of the curcumin nanoemulsion was obtained with the use of 1.5% and 3% surfactant concentrations based on the evaluation of physical and chemical stability by storage at low temperature (4°C ± 2°C), room temperature (30°C ± 2°C), and high temperature (40°C ± 2°C) during 4 weeks storage; centrifugation test; and cycling test."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Goldie Aisha Wirarti
"ABSTRAK
Sediaan nanovesikel transdermal telah banyak digunakan untuk penghantaran obat
dari bahan alam. Salah satu bahan alam yang memiliki banyak manfaat adalah
daun teh hijau. Manfaat daun teh hijau dapat digunakan untuk menjaga kesehatan
dan kosmetik. Epigalokatekin galat (EGCG) yang merupakan kandungan terbesar
daun teh hijau bersifat hidrofilik. Oleh sebab itu, perlu ditingkatkan penetrasinya
menggunakan nanovesikel lipid, yaitu etosom. Selain itu, etosom juga dapat
meningkatkan stabilitas dari EGCG. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan
formula etosom dengan karakteristik terbaik. Etosom diformulasikan dengan
konsentrasi zat aktif yang berbeda; yaitu setara dengan EGCG 1% (F1), 1,5%
(F2), dan 2% (F3). Berdasarkan hasil karakterisasi dipilih F1 yang memiliki hasil
karakterisasi terbaik dengan morfologi yang sferis, nilai Dmean volume 90,53 ±
0,32 nm, indeks polidispersitas 0,05 ± 0,00, potensial zeta -62,6 ± 5,05 mV, dan
persentase obat terjerap paling tinggi (54,39 ± 0,03 %). Kemudian F1 tersebut
dibuat menjadi gel etosom dan gel ekstrak tanpa dibuat etosom sebagai kontrol
untuk dilakukan uji penetrasi menggunakan sel difusi Franz. Jumlah kumulatif
EGCG yang terpenetrasi dari sediaan gel etosom dan gel ekstrak adalah 1364,28 ±
56,32 μg/ cm2 dan 490,17 ± 2,60 μg/ cm2. Dengan nilai fluks dari gel etosom dan
gel ekstrak adalah 61,68 ± 2,13 μg.cm-2.jam-1 dan 55,18 ± 0,50 μg.cm-2.jam-1.
Waktu tunggu yang dibutuhkan sediaan gel etosom dan gel ekstrak untuk
berpenetrasi adalah 1,71± 0,05 dan 14,25 ± 0,03 jam. Berdasarkan hasil tersebut
dapat disimpulkan bahwa gel etosom yang dibuat dari F1 dapat meningkatkan
jumlah EGCG yang terpenetrasi.

ABSTRACT
Transdermal nanovesicles dosage forms have been widely used for natural
products delivery. One of the natural products that has many benefits is green tea
leaves. Benefits of green tea leaves can be used to maintain health and cosmetics.
Epigallocatechin gallat (EGCG) which is the largest content of green tea leaves is
hydrophilic. Therefore, the need to improve its penetration using lipid
nanovesicle, namely ethosome is needed. In addition, ethosome can also improve
the stability of EGCG. This study aims to get the formula of etosom with the best
characteristic. Etosom were formulated with different concentrations, equal to 1%
(F1), 1.5% (F2), and 2% (F3) of EGCG. Based on the results, F1 has the best
characterization results with spherical morphology, Dmean volume value at 90,53 ±
0,32 nm, 0,05 ± 0,00 of polydispersity index, zeta potential at -62.6 ± 5, 05 mV,
and the highest percentage of drug entrapped (54.39 ± 0.03 %). Then the F1 is
made into a gel etosom and extract gel that is made without etosom as control to
do a penetration test using Franz diffusion cells. The cumulative amount of EGCG
penetrated for ethosomal gel and and extract gel were 1364,28 ± 56,32 μg/ cm2
and 490,17 ± 2,60 μg/ cm2, respectively. With a flux value of ethosomal gel and
extract gel were 61,68 ± 2,13 μg.cm-2.hour-1 and 55,18 ± 0,50 μg.cm-2.hour-1,
respectively. The lag time required for etosom gel preparation and gel extracts to
penetrate was 1.71 ± 0.05 and 14.25 ± 0.03 hours. Based on these results it can be
concluded that the ethosomal gel made from F1 can increase the amount of EGCG
that was penetrated."
2016
S65740
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Intansari Rozmiramadhani Putri
"Ekstrak daun teh hijau (Camellia sinensis L. Kuntze) mengandung epigalokatekin galat (EGCG) yang memiliki aktivitas antioksidan sangat poten. EGCG bersifat hidrofilik dan memiliki massa molekul yang besar sehingga sulit berpenetrasi ke dalam kulit. Untuk meningkatkan penetrasi EGCG, digunakan solid lipid nanopartikel sebagai sistem pembawa. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh karakteristik SLN yang dapat meningkatkan penetrasi ekstrak daun teh hijau ke dalam kulit dengan diformulasikan ke dalam sediaan gel. Gel ekstrak daun teh hijau tanpa SLN dibuat sebagai kontrol. Pada kedua sediaan gel tersebut dilakukan uji penetrasi secara in vitro menggunakan sel difusi Franz dengan kulit tikus betina galur Sprague Dawley. SLN dibuat menggunakan metode emulsifikasi pelarut.
Hasil menunjukkan formula F3 merupakan formulasi dengan karakterisasi terbaik yaitu Dmean volume 150,24±12,71 nm, nilai indeks polidispersitas 0,184±0,017; zeta potensial -41,0±0,35 mV; efisiensi penjerapan tertinggi (57,18±0,61 %) dan berbentuk sferis sehingga digunakan pada formulasi gel. Hasil uji penetrasi in vitro menunjukan jumlah kumulatif EGCG terpenetrasi dari gel SLN dan gel kontrol berturut-turut adalah 1327,69±29,58 μg/cm2 dan 438,70±22,82 μg/cm2, persentase total EGCG terpenetrasi 56,32±1,26 % dan 18,61±0,97 %, serta nilai fluks 58,35±0,94 µg/cm2jam dan 55,59±2.92 µg/cm2jam. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa sediaan gel SLN dapat meningkatkan penetrasi EGCG melalui kulit.

Green tea (Camellia sinensis L. Kuntze) leaves extract contain epigallocatechin gallate (EGCG) with potent antioxidant activity. EGCG is hydrophilic with high molecular mass, making it difficult to penetrate through the skin. To increase its penetration, solid lipid nanoparticles (SLN) carrier system was used. This research aimed to determine characteristics of SLN that can increase skin penetration of green tea leaves extract which then formulated to gel formulation. Green tea extract gel without SLN was used as control. Both gels underwent in vitro penetration test employing Franz diffusion cells to the skin of Sprague Dawley female rats. SLN was prepared by emulsion-solvent evaporation method.
Result showed F3 formulation was the best with Dmean volume 150.24±12.71 nm, polydispersity index 0.184±0.017, zeta potential -41.0±0.35 mV, with the highest entrapment efficiency (57.18±0.61%) and in spherical shape, enabling gel formulation. The in vitro penetration test showed the cumulative amount of EGCG penetrated from SLN gel and control gel respectively were 1327.69±29.58 μg/cm2 and 438.70±22.82 μg/cm2, total percentage of EGCG penetrated 56.32±1.26 % and 18.61±0.97 %, with flux 58.35±0.94 µg/cm2.hour and 55.59±2.92 µg/cm2.hour. In conclusion, SLN can increase the skin penetration of EGCG."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2016
S63815
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marsha Harme
"Transfersom telah banyak digunakan untuk meningkatkan penetrasi obat terutama yang berasal dari bahan alam. Salah satu bahan alam yang berkhasiat bagi kesehatan dan kosmetik adalah ekstrak daun teh hijau Camellia sinensis L. Kuntze yang mengandung katekin sebagai senyawa antioksidan yang kuat. Epigalokatekin galat EGCG sebagai salah satu senyawa katekin paling dominan digunakan sebagai penanda analisis. Namun, EGCG memiliki berat molekul yang besar dan bersifat hidrofilik sehingga sulit untuk berpenetrasi melewati kulit. Tujuan dari penelitian ini adalah menghasilkan krim transfersom dengan karakteristik yang baik sehingga dapat meningkatkan penetrasi EGCG melalui kulit. Transfersom diformulasikan dengan varian konsentrasi dari fosfolipid dan surfaktan. Perbandingan antara fosfolipid dan surfaktan yang digunakan yaitu 95 :5 F1 ; 90 :10 F2 ; dan 85 :15 F3 , sementara konsentrasi EGCG yang digunakan tetap yaitu 3. Pembuatan transfersom dilakukan dengan menggunakan metode hidrasi lapis tipis. Karakterisasi transfersom meliputi morfologi bentuk vesikel menggunakan Transmission Electron Microscopy TEM, distribusi ukuran partikel, indeks polidispersitas dan potensial zeta menggunakan Particle Size Analyzer PSA, dan efisiensi penjerapan.
Hasil menunjukkan bahwa F1 merupakan formula terbaik karena memiliki bentuk yang sferis, ukuran partikel 80,6 nm, indeks polidispersitas 0,214, potensial zeta -41,1 7,06 mV, dan efisiensi penjerapan 49,36 4,03. Selanjutnya, transfersom F1 diformulasikan ke dalam sediaan krim dan dibuat krim tanpa transfersom sebagai kontrol. Kedua sediaan dievaluasi dan dilakukan uji penetrasi secara in vitro menggunakan sel difusi Franz pada kulit tikus galur Sprague Dawley. Hasil uji penetrasi in vitro menunjukkan jumlah kumulatif EGCG yang terpenetrasi pada krim transfersom sebesar 1003,61 157,93 ?g/cm2 dengan fluks fase 1 sebesar 48,57 12,65 ?g/cm2.jam dan fase 2 sebesar 27,76 1,87 ?g/cm2.jam sedangkan jumlah kumulatif EGCG pada krim non transfersom yaitu sebesar 400,09 47,53 ?g/cm2 dengan fluks fase 1 sebesar 22,89 1,76 ?g/cm2.jam dan fluks fase 2 sebesar 8,37 0,78 ?g/cm2.jam. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa sediaan krim transfersom ekstrak daun teh hijau dapat meningkatkan penetrasi EGCG ke dalam kulit.

Transfersome has been widely used to increase the penetration of drugs derived from natural ingredients. One of the natural ingredients for health and cosmetics is green tea leaves extract Camellia sinesis L Kuntze that contained catechin as a potential antioxidant. Epigallocatechin gallate EGCG as one of the most dominant catechin compounds used as a marker analysis. However, EGCG has a large molecular weight and hydrophilicity so that it is difficult to penetrate through the skin. The aims of this study was to produce transfersomal cream with good characteristics that increases penetration through the skin. In this research, transfersome were formulated with different concentrations of phospholipid and surfactant. The concentration used between phospholipid and surfactant were 95 5 F1 90 10 F2 dan 85 15 F3, while the EGCG concentration used was constant at 3. The Transfersome were made by thin layer hydration method. Transfersome characterized by morphology using Transmission Electron Microscopy TEM, particle size, polidispersity index and zeta potential using Particle Size Analyzer PSA, and entrapment efficiency.
The result showed that F1 had the best formula with spherical shape, particle size 80.6 nm, polidispersity index 0.214, zeta potential 41.1 7.06 mV, and entrapment efficiency 49.36 4.03 . Furthermore, transfersome were formulated into a cream and a cream without transfersome as a control. Both creams were evaluated and in vitro penetration tested using Franz diffusion cell with the skin of female Sprague Dawley rats. Total cumulative amount of penetrated EGCG from transfersom cream was 1003.61 157.93 g cm2 and fluxs at the first phase was 48,57 12,65 g cm2.hour and at the second phase was 27,76 1,87 g cm2.hour. Total cumulative amount of penetrated EGCG from non transfersom cream was 22,89 1,76 g cm2 and fluxs at the first phase was 16.84 1.79 g cm2.hour and at the second phase was 8,37 0,78 g cm2.hour. Based on these result it can be concluded that transfersome green tea leaves extract cream can increase penetration EGCG through the skin.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
S69576
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>