Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 159007 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nur Avifah
"Studi mengenai keragaman burung penyedia jasa ekosistem telah dilakukan pada dua tipe habitat yaitu kawasan perkebunan dan kawasan tepi hutan Suaka Margasatwa Cikepuh (SM Cikepuh). Studi dilakukan pada bulan Maret 2016. Metode yang digunakan adalah point count dalam transek sejauh 1 km yang dibuat masing-masing ke arah hutan dan ke arah perkebunan dengan jarak antar titik 200 m. Total titik yang digunakan yaitu 30 titik. Hasil penelitian menunjukan terdapat 37 jenis burung penyedia jasa ekosistem yang terdapat di hutan dan perkebunan. Komposisi jenis burung penyedia jasa ekosistem di kedua habitat secara umum berbeda. Jenis yang mendominasi di kedua habitat yaitu jenis Pycnonotus aurigaster. Hasil korelasi Spearman menunjukan di habitat hutan terdapat korelasi antara jumlah jenis burung Pycnonotus aurigaster dengan jumlah tumbuhan Microcos tomentosa (Sig 2-tailed 0,028 P < 0,05). Diketahui bahwa Pycnonotus aurigaster merupakan agen penyebar biji dari Microcos tomentosa. Jenis burung yang berpeluang sebagai agen penyerbuk di perkebunan jati maupun kelapa yaitu Nectarinia jugularis.

A study on bird diversity as ecosystem services provider was conducted on two types of habitat namely agriculture and forest edge Suaka Margasatwa Cikepuh (SM Cikepuh) on March 2016. The method used in this study was point count within 1 km transects that made toward the forest edge and the agriculture by 200 m distance between point, respectively. Thirty points were used. The result showed that there were 37 species of bird ecosystem services provider lived in forest edge and agriculture. The composition of bird species ecosystem services provider both in forest edge and agriculture was generally different. Dominant species in both habitat was Pycnonotus aurigaster. Spearman correlation showed that there was correlation between Pycnonotus aurigaster with Microcos tomentosa in the edge forest (Sig. 2-tailed 0,028 P < 0,05). The Pycnonotus aurigaster was known as agent seed dispersal at Microcos tomentosa. Bird species that was likely had a role as pollinators in agriculture was Nectarinia jugularis."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2016
S64452
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indartono Sosro W.
"Telah dilakukan penelitian mengenai keragaman burung penyedia layanan ekosistem (frugivor dan nektarivor) dan hubungannya dengan vegetasi di tepi kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Lampung, Sumatera pada pertengahan Juni 2012 sampai September 2012. Sensus burung dilakukan dengan menggunakan metode Point Count (titik), sedangkan pengambilan data vegetasi dilakukuan dengan metode Point Center Quarter (PCQ) di habitat hutan dan kebun.
Hasil Penelitian menunjukkan jumlah jenis burung penyedia layanan ekosistem yang ditemukan sebanyak 50 jenis burung. Perkebunan (n=38) memiliki jumlah jenis yang lebih tinggi dibandingkan hutan (n= 36). Nilai indeks keragaman burung penyedia layanan ekosistem di habitat kebun (H’= 2,89) lebih tinggi dibandingkan hutan (H’= 2,70).
Namun demikian, hasil analisis uji t indeks keanekaragaman jenis burung penyedia layanan ekosistem menunjukkan tidak ada perbedaan secara nyata keragaman antara habitat hutan dan kebun (0,562 pada P<0,05). Terdapat 11 jenis tumbuhan berbuah dan berbunga yang berasosiasi positif dengan kehadiran burung penyedia layanan ekosistem di dua habitat tersebut.

A study of bird diversity as provider of ecosystem service (frugivor and nektarivor) and the relationship with vegetation at the forest edge of Bukit Barisan Selatan National Park, Lampung, Sumatra, was conducted during mid-June to September 2012. Bird survey was carried out using Point Count method, whereas vegetation data was collected using Point Center Quartered (PCQ) method in forest and garden habitat.
The results showed that, there were 50 bird species as provider of ecosystem service. The total bird species recorded in the garden (n=38) was higher than in the forest (n=36). Bird diversity index value of provider of ecosystem services in the garden (H’= 2,89) was higher than in the forest (H' = 2,70).
However, the bird diversity between forest and garden habitats was not significantly different (0,562 at P <0,05). There were 11 species plants which associated with bird species in the forest and garden habitat.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S52558
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iradati Rabbil Izzati
"Telah dilakukan penelitian tentang komunitas burung di Suaka Margasatwa Cikepuh, Sukabumi, Jawa Barat pada habitat hutan sekunder, habitat terbuka, dan habitat pantai. Sensus burung dilakukan dengan metode titik hitung (Point Count). Analisis data dilakukan dengan membandingkan kekayaan spesies, kelimpahan spesies, keanekaragaman spesies di tiga tipe habitat serta menentukan ada atau tidaknya korelasi antara nilai indeks keanekaragaman spesies Shannon- Wiener (H’) dengan nilai NDVI. Hasil penelitian yang dilakukan dari tanggal 7 April hingga 18 April 2010 menunjukkan bahwa terdapat 61 spesies dari 28 famili dengan 2 spesies merupakan burung migran dan terdapat 3 spesies burung endemik Jawa. Hasil perbandingan keanekaragaman spesies antar tiga tipe habitat menunjukkan keanekaragaman tertinggi terdapat pada hutan sekunder dan terendah pada habitat pantai. Indeks kesamaan spesies tertinggi terdapat antar hutan sekunder dengan hutan terbuka. Hasil analisis korelasi regresi linear antara nilai indeks keanekaragaman spesies (H’) dengan nilai rata-rata NDVI di tiap tipe habitat menunjukkan adanya korelasi positif."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
S31652
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Safran Yusri
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2003
S31140
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Teni Supriyani
"Penelitian struktur komunitas ikan dilakukan di Sungai Citirem, mulai dari bulan Januari--Juni 2010. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan jaring insang (gill net), serokan, dan alat setrum listrik (electrofishing). Penentuan stasiun penelitian dengan menggunakan metode purposive sampling. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui komposisi, kelimpahan, keanekaragaman jenis, hubungan antar jenis dalam komunitas, dan keunikan jenis ikan di Sungai Citirem. Hasil penelitian tercatat 22 jenis ikan dari 12 suku. Gobiidae merupakan suku yang paling dominan dengan 10 jenis ikan. Puntius binotatus merupakan jenis ikan yang paling melimpah. Berdasaran indeks keanekaragaman jenis Shannon-Wiener (H’), dapat disimpulkan bahwa keanekaragaman jenis ikan tertinggi terdapat di daerah hilir sungai (1,822) dan keanekaragaman jenis ikan terendah terdapat di daerah tengah sungai (0,343). Selain itu, hasil penelitian menunjukkan adanya keunikan jenis ikan di Sungai Citirem. Hal tersebut dapat dilihat dari terdapatnya jenis ikan yang merupakan jenis tunggal dalam sukunya."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
S27845
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Uswatun Khasanah
"Penelitian analisis vegetasi riparian dilakukan di sepanjang Sungai Citirem, Suaka Margasatwa Cikepuh, mulai dari bulan Februari 2010-Juni 2011. Pengambilan data dilakukan dengan metode kuadrat (petak). Penentuan unit sampel dilakukan dengan cara purposive sampling. Tujuan penelitian adalah mengetahui komposisi dan struktur vegetasi riparian di sepanjang Sungai Citirem. Hasil penelitian menunjukkan 20 spesies ditemukan, terbagi menjadi 13 famili. Famili Euphorbiaceae dan Verbenaceae paling banyak ditemukan, masing-masing tiga spesies. Spesies pohon yang dominan di bagian hulu adalah Tectona grandis L.f., di bagian tengah Ficus racemosa L. dan bagian hilir Adenanthera pavonina L. Struktur lateral vegetasi riparian menunjukkan bahwa pepohonan dapat tumbuh mulai dari tepi badan air hingga jarak 20 m dalam unit sampel. Struktur longitudinal vegetasi menunjukkan bahwa vegetasi riparian sepanjang sungai didominasi oleh pohon gugur daun (deciduous tree).

The study on analysis of riparian vegetation was conducted in Citirem River, starting from February 2010 to June 2011. Data collection was performed by sample plot. Sample units were done by purposive sampling. The aims of the study are to know the composition and vegetation structure of riparian along Citirem River. The data shows 20 species recorded belong to 13 families. Euphorbiaceae and Verbenaceae are the most dominant families. Tree riparian species dominant in the headwater area is Tectona grandis L.f., in the middle sized-stream is Ficus racemosa L., and in the large stream is Adenanthera pavonina L. Lateral zonation showed that the trees are able to grow in the riparian area extending from the edge of the water bodies to 20 m in the sample unit. Longitudinal zonation showed that riparian area along the river is dominated by deciduous trees."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2011
S191
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nahdya Maulida
"Pemanasan global dapat berasal dari gas rumah kaca, salah satunya adalah emisi karbon. DKI Jakarta menjadi salah satu wilayah di Indonesia yang memberikan dampak besar dalam peningkatan emisi karbon. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui potensi serapan dan cadangan karbon biomassa dan sedimen mangrove, pengaruh faktor lingkungan dan INP terhadap cadangan karbon mangrove, serta menganalisis spesies mangrove yang memiliki cadangan karbon tertinggi pada Pulau Rambut. Pengambilan data dilakukan dengan metode purposive sampling untuk data vegetasi mangrove, cadangan karbon biomassa menggunakan DBH, dan cadangan karbon sedimen menggunakan metode pengambilan sampel tanah di kedalaman 0—30 cm. Cadangan karbon yang didapat akan dianalisis melalui analisis Spearman untuk melihat pengaruh dari faktor lingkungan dan INP. Potensi serapan dan cadangan karbon biomasa yang yang didapatkan masing-masing sebesar 14.233 ton/ha dan 3.878 ton/ha, sedangkan pada sedimen cadangan karbon dapat mencapai 14.929 ton/ha. Spesies mangrove yang teranalisis memiliki serapan dan cadangan karbon tertinggi adalah Rhizophora mucronata. Pengaruh cadangan karbon terhadap faktor lingkungan dan INP yaitu cadangan karbon tidak berkorelasi signifikan terhadap faktor lingkungan, namun berkorelasi signifikan terhadap INP pada setiap spesies mangrove.

Global warming can come from greenhouse gases, one of which is carbon emissions. DKI Jakarta is one of the areas in Indonesia that has a big impact on increasing carbon emissions. The purpose of this study was to determine the absorption potential and carbon stocks of mangrove biomass and sediments, the influence of environmental factors and INP on mangrove carbon stocks, and to analyze the mangrove species that have the highest carbon stocks on Pulau Rambut. Data collection was carried out using a purposive sampling method for mangrove vegetation data, biomass carbon stocks using DBH, and sediment carbon stocks using soil sampling methods at a depth of 0–30 cm. The carbon stocks obtained will be analyzed through Spearman analysis to see the influence of environmental factors and INP. The potential absorption and carbon stocks of the biomass obtained are 14.233 tons/ha and 3.878 tons/ha, respectively, while in sediments the carbon stocks can reach 14.929 tons/ha. The mangrove species analyzed with the highest carbon absorption and stock was Rhizophora mucronata. The effect of carbon stocks on environmental factors and INP is that carbon stocks do not have a significant correlation with environmental factors, but are significantly correlated with INP in each mangrove species."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Sibuea, Tulus T. H.
"Sumber air utama untuk wilayah Sukabumi tertumpu pada kawasan pegunungan Gunung Gede-Pangrango dan Gunung Halimun- Salak. Kawasan tersebut adalah hulu dari daerah aliran sungai Cimandiri yang mengalir ke selatan wilayah Sukabumi sampai ke Iaut di Kota Pelabuhanratu, ibukota Kabupaten Sukabumi.
Pemanfaatan air di kawasan hulu berupa air tanah dan air mata-air selain untuk kebutuhan rumah tangga juga untuk industri. Keuntungan dari pemanfaatan air tersebut oieh industri umumnya belum disertai membayar beaya pemulihan.
Penggunaan air cenderung meningkat secara eksponensial, sedangkan pasokan air cenderung melambat akibat rusaknya hutan di daerah tangkapan airnya. Internalisasi pengelolaan daerah tangkapan air untuk penyediaan air baku dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut
Tujuan penelitian adalah mendapatkan gambaran kondisi air tanah dan perkiraan nilai air tanah melalui pendekatan perhitungan nilai ekonomi manfaat lokal daerah tangkapan airnya, persepsi dan keharusan pengguna air tanah untuk membayar beaya pengelolaan daerah tangkapan airnya.
Hasii penelitian diharapkan dapat memberikan informasi untuk melestarikan sumberdaya air dan melestarikan fungsi lingkungan alam. Informasi dari penelitian ini dapat memperkaya khasanah pengetahuan untuk pertimbangan dalam perencanaan pembangunan daerah tersebut.
Penelitian dilaksanakan dan bulan Januari sampai dengan Juni 2003 di Kecamatan Cicurug, Kecamatan Cidahu, Kecamatan Parakansalak dan Kecamatan Parungkuda di kaki Gunung Salak dalam wilayah Kabupaten Sukabumi. Daerah penelitian berada pada Kompleks Gunungapi Tua di wiilayah resapan utama dan juga berada di wilayah pelepasan. Penelitian bersifat ex post facto melalui pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Data primer dan sekunder dikumpulkan dengan metode survei dan studi pustaka.
Hipotesis yang diajukan adalah tersedianya air tanah akan berlanjut jika neraca air terjaga keseimbangannya dan daerah tangkapan air terlindungi.
Hasii kajian memperlihatkan bahwa air tanah ada di 100-300 meter di bawah permukaan tanah setempat. Pelepasan air tanah berupa mataair ada yang mencapai 400 lt/dt dan penurapan melalui sumur bor dengan debit mencapai 2 It/dt hingga 5 lt/dt. Neraca keseimbangan air di daerah penelitian mengaiami defisit air tanah sebanyak 4,4 juta m3 pada tahun 2003. Kecenderungan air tanah berkurang adalah akibat perubahan kondisi tutupan lahan disertai dengan ekstraksi air tanah yang terus bertambah.
Hasil analisis ruang dan wilayah daerah penelitian memperlihatkan adanya interaksi antara daerah tangkapan air dan daerah perlepasan serta lokasi cadangan air tanah. Kegiatan ekonomi yang menggunakan air tanah tidak terpisahkan dari kawasan hutan Iindung Gunung Salak sebagai daerah tangkapan airnya. Pemanfaatan air tanah di kawasan hulu akan dapat menghilangkan peluang kegunaannya bagi kawasan hilirnya. Sepatutnya kawasan hulu menjadi kawasan tumbuh lambat yang diprogramkan untuk fungsi konservasi atau lindung karena menjadi satu kesatuan ekosistem dari hulu sampai ke hilir.
Air adalah satu fase bentuk sumberdaya alam yang secara alamiah mengalami siklus perubahan bentuk. Sumberdaya alam ini pada fase bentuk air menjadi kebutuhan dasar semua mahluk hidup di bumi. Sebagai kebutuhan dasar, air tidak dapat menjadi komoditi (barang ekonomi) yang dapat diperdagangkan dan diberi label harga. Prinsip yang memandang air sebagai komoditi (barang ekonomis) akan menghilangkan fungsi ekologis, sosial, religius dan budaya.
Pengguna air tanah dapat dikenakan beaya masa siklus air. Beaya masa siklus air adalah beaya kerugian yang dialami oleh generasi masa depan akibat pemanfaatan sumberdaya alam masa kini. Nilai masa siklus air dihitung melalui pendekatan valuasi manfaat Iokal sumberdaya hayati dan manfaat lokal sumber air.
Beaya masa siklus air di Iokasi penelitian per hektar hutan sebesar Rp. 2.924.890,- setiap tahunnya. Persepsi dan pemahaman tentang beaya masa siklus air belum sepenuhnya disadari oleh perusahaan air minum dalam kemasan. Akibatnya adalah masih banyak perusahaan belum bersedia ikut berperanserta daiam kegiatan konservasi daerah tangkapan air.
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dalam tesis ini, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Tersedianya air tanah berkurang karena terganggunya keseimbangan neraca air akibat penurapan melalui sumur bor lebih besar dan suplesi air tanah.
2. Beaya bagi tersedianya air adalah beaya kerugian yang akan ditanggung oleh generasi masa depan.
3. Pengetahuan dan pemahaman tentang beaya masa siklus air belum sepenuhnya disadari oleh pengusaha air tanah.
Saran dari penulis dalam tesis ini adalah; (1) Perlu dilakukan segera pengendalian ekstraksi air tanah melalui penataan ulang SIPA yang telah dikeluarkan, penutupan sumur bor yang tidak memiliki ijin atau melebihi debit yang diijinkan, penghentian ijin baru dan peningkatan pengawasan pemanfaatan air tanah; (2) Memperbesar suplesi air tanah meIaIui pengendalian pembangunan permukiman di daerah tangkapan air, menghutankan kembali Iahan yang bersudut Iereng lebih dari 30% dan pembangunan ?embung" atau ?waduk kecil" sebagai sumber air bersih untuk memenuhi kebutuhan penduduk; (3) Perlu disosialisasikan secara luas kepada masyarakat tentang beaya masa siklus air. (4) Perlu disosialisasikan paradigma air sebagai hak asasi manusia. Setiap orang berhak memperoleh air bersih khususnya air minum dan kewajiban negara untuk memenuhinya.

The main source of water in the Sukabumi is the reservoirs found in the Gede Pangrango and Halimun Salak highlands. These areas are the up river of the Cimandiri River which flows south through Sukabumi all the way to the Southern coastal city of Pelabuhan Ratu, the capital city of Sukabumi District. These water reservoirs, ground reservoirs and spring water, have been used in the upper regions for many years. The use of the ground water for domestic needs and industrial needs is increasing rapidly. Revenue through the use of these water resources by industry has not been charged with conservation cost of these resources.
As the use of water has increased exponentiaily, supply tends to decrease due to the destruction of the upper catchments areas that are now being developed or destroyed. Internal control in the areas with their hydrology functions are being assessed in order to over come the problem before it gets out of hand.
The aim of this study is to estimate the current ground water condition, its value through analysis of local economic value of water catchments area and the current price of water. To understand perceptions and ability of water consumers to pay reservation cost of the water catchments area.
Results would enrich information in the effort to preserve natural water resources and natural environment as a unified natural resource. Information obtained may also be useful in future planning and development of these areas.
This research has been carried out in the Counties of Cicurug, Cidahu, Parakansalak, and Parugkuda, from January to June of 2003. The focus area is located at the foot of the Salak Mountain in the area of Sukabumi district. The form of research that has been used is ex post facto through qualitative and quantitative approach. The primary and secondary data were was collected through surveys and studies of literatures.
The result of studies has shown that the area in the vicinity of Gunung Api Tua is located in the main water absorption area, which is also the area of ground water release. Ground water potential is found to be between 100-300 meters below ground surface. The release of ground water from springs is at a rate of 400 It/sec and extracted using drill-wells at a rate of 2 lt/sec up to 5 lt/sec. The balance water measured in this area shows a deficit of as much as 4,4m3 in the year 2003. Ground water deficit tends to continue declining as result of man-made change in the soil covering due to building constructions agriculture as such that disturbs the seepage of rain water into the ground, hence the replenishment, while water extraction continue to increase.
Result of space and area analysis of research area shows that an interaction exists between the water catchments areas, water releasing areas, and the areas where the ground water is naturally stored. Therefore, economic sectors benefit from the ground water supply should not be freed from their responsibility in forest conservation and protection of Salak Mountain as water catchments areas. Using ground water in water areas will eventually reduce or even eliminate the benefit for water draining areas. It should be understood that water catchments area must be considered as areas of conservation and protection, because of its ecosystem unity from water-catchments area to water-released areas.
Liquid water is one phase in the cycle of this resource, which is naturally changing in form and state. In its liquid phase, water is a basic necessity for all living organism on this earth. As a basic necessity, water cannot become a commodity to be commercialised and given a price label. Considering water as eoonomic commodity will lose its ecological, social, religious and cultural functions.
Water users could be charged with water cycling costs. Water cycle cost is atpenses to cover losses which wlll be experienced by future generations due to present resource ulilisation. The value of water cycle period is calculated by local usage valuation approach of the biological resources and the local use of water resource.
The annual per hectare expenses of water cycle at the site of investigation is calculated at Rp. 2.924.890,-. Perception and understanding in the expenses for water cycling period have not been fully realized by water packing companies. Consequently there are still a great number of companies that are not willing to participate in the effort of water catchments area.
Water is only one phase of a natural cycle that is always moving. This natural resource when it is in the water phase is essential to the life of all animals on earth. As a basic need water can not beoome a commodity that can be sold with a label and a price, it is priceless. The principle that view water as a commodity will absolutely destroy its ecological, social, and cultural function and even will threaten our religious foundations. All humans have rights to have clean water, and it is not a commodity.
Water cycle cost in research area per hectare forest is Rp. 2.924.890,- every year. Perceptions and understanding about water cycle cost is not completely realized by water-packing company. As result, there still many companies that weren?t willing to participate in conservation program of water-catchments area.
Conclusions of research result and discussion in this thesis are: 1) There is deficit of ground water in research location as result of disturbances the equilibrium of water scale. The disturbances is caused by the used of ground water through artificial pump-well that larger than infiltrate of water volume. There is company that used ground water in water-absorbent areas and water-released areas In Salak Mountain areas. Ground water that is extracted from those areas are products of conservation forest water-catchments area; 2) Water cycles should be included in production total cost by water ground user. The value of water cycles cost can be calculated through valuation approach of local benefit of natural resources and local benelit of water resources; 3) Even though the water cycles cost cannot implemented yet for ground water benefit management, the valuation approach can be easily used by people in community so that the used of the valualjon need to be socialized.
Suggestions from writer in this thesis are: a) we need to do more detail assessment about ground water storage, b) it is necessary to socialized water paradigm as human rights. Every human have rights to have clean water especially drinking water and it is obligation of the country to fulfil it; c) Some studies should be done so that water- cycle cost policy can be implemented. The study that can be done is study of scarcity rent and extraction cost; d) To minimize bias from calculating economic benefit from natural resources, we need to choose respondents accurately from areas that closed or those who lived near the forest.
"
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T11080
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fahmi Ilmayanti
"Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Simpenan dan Kecamatan Ciemas, Kabupaten Sukabumi yang memiliki lokasi di sekitar patahan aktif Cimandiri dan merupakan zona sumber gempa bumi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sebaran wilayah bahaya tsunami dan mengetahui sebaran tingkat risiko tsunami di sepanjang Pesisir Simpenan - Ciemas. Metode yang digunakan yaitu skoring dan pembobotan serta overlay data bahaya, kerentanan, dan kapasitas. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa bahaya tsunami di wilayah penelitian didominasi oleh tingkat bahaya tinggi, karena sebagian besar wilayah ketinggiannya berkisar antara 0 - 12,5 mdpl. Sedangkan untuk tingkat risiko pada wilayah penelitian didominasi oleh tingkat risiko sedang, dan tidak ada yang memiliki risiko rendah.

This research is located in Simpenan and Ciemas Sub-District, Sukabumi Regency. This area is located in Cimandiri active fault which is earthquake source zone. This research aims to acknowledge tsunami hazard zone and tsunami risk zone along the coast of Simpenan - Ciemas. This research uses scoring method, weighting method, and overlay method between hazard, vulnerability, and capacity data. The result of this research showed that the high class of hazard dominated tsunami hazard zone in research area due to the fact that most of research area is in - 12,5 meters above sea level. At the same time, medium class of risk dominated in research area."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
S61396
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>