Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 72823 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nur Faadhilah
"ABSTRAK
Skripsi ini bercerita mengenai respons masyarakat Kasepuhan Sinarresmi untuk mempertahankan akses dalam pengelolaan hutan yang telah diintervensi oleh beberapa pihak. Persoalan yang dihadapi masyarakat Kasepuhan Sinarresmi terkait klaim atas kelola hutan yang mereka miliki melalui bentuk-bentuk pengelolaan dan pemanfaatan secara adat yang dikukuhkan melalui hukum adat. Namun, pihak negara memiliki klaim melalui kebijakan pengelolaan hutan di bawah Perum Perhutani dan saat ini oleh Taman Nasional Gunung Halimun Salak, yang kemudian melimitasi aktivitas masyarakat dan mengabaikan tata kelola hutan yang sudah dimiliki masyarakat. Hal itu memberikan pengaruh pada pengelolaan hutan mereka, yakni berusaha menyesuaikan dengan kebijakan yang ada agar terus mendapatkan ruang dan melanjutkan pengelolaan sesuai tradisi sebagai pertahanan dalam mengelola hutan yang telah diintervensi oleh beberapa pihak. Penyesuaian dan kontinuitas tersebut dilihat melalui kerangka mekanisme akses dari kesempatan kerja, negosisasi dan identitas sosial.

ABSTRACT
This undergraduate thesis is intended to discuss masyarakat Kasepuhan Sinarresmi?s responses to maintain access in the forest management which has been interfered by multiple parties. The problem that is faced by masyarakat Kasepuhan Sinarresmi is related to claim over forest management which they have already had through the forms of local knowledge and the use of resources in a wise way, legitimized by their customary law. Yet, the state has a claim through the forest management policies under Perum Perhutani and current authority by Gunung Halimun Salak National Park, which tighten the people?s access and ignore the forest management that is already owned by the masyarakat adat. It gives them an impact on their forest management to adjust their existing law with new policies and continue the forest management based on their tradition as a defense in managing the forest that have been intervened by several parties. These adjustment and continuity is analyzed through the framework of the access mechanism by labor opportunities, negotiations and social identity."
2016
S64476
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arinta Andayu Putri
"Kondisi fisik alam dan pengetahuan lokal petani di desa adat Kasepuhan Sinarresmi membentuk pola lanskap agrikultur yang memilki keunikan tersendiri. Penelitian ini bertujuan menganalisis pola lasnkap agrikultur dan kesesuaiannya dengan Wilayah Tanah Usaha WTU . Data penelitian diperoleh melalui obeservasi lapang dan wawancara dengan informan kunci dan petani setempat. Analisis spasial dan deskriptif dilakukan dengan metode overlay dan penarikan garis penampang melintang. Hasil penelitian menyatakan bahwa dari bentuk medan datar yang dekat dari sungai hingga pegunungan curam yang semakin menjauhi aliran sungai, kegiatan intensifikasi, ekstensifikasi, dan diversifikasi pertanian pada wilayah Kasepuhan Sinarresmi semakin berkurang. Bentuk-bentuk pengusahaan tanah pertanian pada umumnya sesuai dengan Wilayah Tanah Usaha dan dibarengi oleh pengetahuan lokal sehingga keberlanjutan keberadaan lanskap agrikultur dapat terjaga.

The natural physical features and farmers rsquo local knowledge in Sinarresmi indigenous village has uniquely set up an agricultural landscape. The purpose of this study is to analyze how the agricultural landscape is formed and its suitability to become a sustainable landscape. The data in this study were obtained from field observation and interviews with key informant and local farmers. Spatial and descriptive analysis was carried out in this study by overlay method and cross section line. The results suggest that the steeper the shape of the terrain and the farther away from the river, the agricultural intensification, extensification, and diversification activities are diminished. The agricultural land in the Sinarresmi indigenous village are generally in accordance with farmland suitability and are accompanied by the farmers rsquo local knowledge so that the sustainability of the agricultural landscape can be maintained."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2017
S66780
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nia Ramdhaniaty
"ABSTRAK
Studi ini menunjukkan bahwa perempuan adat non elit telah diekslusi secara berlapis dari proses perjuangan hak kewarganegaraan masyarakat adat atas hutan adat. Keberadaan masyarakat adat secara global maupun di Indonesia belum sepenuhnya mendapatkan pengakuan atas tanah dan sumber daya alamnya. Hutan adat yang terdapat di wilayah adatnya dinyatakan sebagai hutan negara. Penetapan hutan adat secara legal berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi No. 35/PUU-X/2012 merupakan upaya perwujudan hak konstitusional kewarganegaraan masyarakat adat atas tanah dan sumber daya alamnya. Namun dalam proses perjuangannya perempuan adat non elit tidak pernah terlihat dan terlibat. Studi ini bertujuan untuk menelusuri kompleksitas eksklusi berlapis yang dialami perempuan adat non elit dalam proses perjuangan hak kewarganegaraan masyarakat adat atas hutan adat. Studi kualitatif yang dilakukan dengan pendekatan life her story pada lima perempuan adat non elit ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara proses eksklusi berlapis perempuan adat non elit dengan perjuangan hak kewarganegaraan masyarakat adat atas hutan adatnya. Dengan mengadopsi teori power of exclusion yang dikembangkan oleh Derek Hall, Philip Hirsch, dan Tania Li, teori feminist political ecology dari Rebecca Elmhirst, dan teori feminis tentang kewarganegaraan dari Anupama Roy, argumentasi pada studi ini adalah 1 bahwa ketidakterlibatan perempuan adat non elit dalam proses perjuangan hak kewarganegaraan masyarakat adat atas hutan adat karena perempuan adat telah dieksklusi secara berlapis, dan 2 untuk itu penetapan hutan adat memiliki beragam limitasi yang memunculkan keberagaman dilema perempuan adat non elit dalam pengelolaan lahan dan sumber daya alam lainnya.

ABSTRACT
This study show that non elite indigenous women had been excluded in multi layered from the process of citizenship rights struggle over customary forest. The existence of indigenous people globally as well as in Indonesia had not fully got its recognition over its land and natural resources. Customary forest which located in their community area declared as the state forest. The customary forest legal determination based on Constitutional Court Decree No. 35 PUU X 2012 was an embodiment effort of inidigenous people citizenship constitutional rights over their land and natural resources. However, in the struggling process, the non elite indigenous women, never been seen and involved. This study aimed to search the complexity multi layered exclusion which experienced by non elite indigenous women in the process of inidigenous people citizenship rights struggle over their customary forest. This qualitative study which performed with life her story approach in five non elite indigenous women, showed the connection between the multi layered exclusion process of non elite indigenous women with the struggle of indigenous people citizenship rights over their customary forest. By adopting the power of exclusion theory which developed by Derek Hall, Philip Hirsch, and Tania Li, feminist political ecology theory by Rebecca Elmhirst, and feminism theory on citizenship by Anupama Roy, we argue 1 that the non involvement of non elite indigenous women on the struggling process of indigenous people citizenship rights over the customary forest because the non elit indigenous women had been excluded in multi layered, therefore 2 the determination of customary forest gained various limitation that gave rise variety of non elit indigenous women rsquo s dilemmas in managing land and other natural resources."
2018
T51126
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iqbalsyah Nouval Muktiajie
"Hutan seharusnya dapat dikelola dengan melibatkan masyarakat yang bermukim di sekitar kawasan hutan, secara khusus termasuk pula masyarakat hukum adat yang telah ada sebelum masa kemerdekaan Indonesia dan masih eksis hingga saat ini. Keberadaan Masyarakat Hukum Adat dalam kegiatan pengelolaan hutan telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan yang mana dalam proses pemenuhannya dilakukan melalui serangkaian prosedur dan persyaratan. Dalam kenyatannya masih banyak wilayah hutan Masyarakat Hukum Adat yang masih belum diakui. Satu diantara sekian banyak wilayah adat, ditemukan kasus keberadaan Masyarakat Hukum Adat Kasepuhan Sinar Resmi yang terletak di Kabupaten Sukabumi belum mendapatkan pengakuan negara sehingga Hak Pengelolaan Hutannya belum dipenuhi.
Penelitian ini akan mencoba menguraikan permasalahan tersebut dan menguraikan prosedur dan prasyarat pemenuhan Hak Pengelolaan Hutan oleh Masyarakat Hukum Adat, khususnya Masyarakat Hukum Adat Kasepuhan Sinar Resmi. Metode penulisan dalam skripsi ini adalah yuridis-normatif. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa prosedur dan prasyarat pemenuhan Hak Pengelolaan Hutan oleh Masyarakat Hukum Adat Kasepuhan Sinar Resmi masih terdapat ketidaksesuaian antara peraturan perundang-undangan yang ada.

Forests should be managed by involving communities living around forest areas, specifically including Adat Law Community that have existed before Indonesian independence until present day. The existence Adat Law Community in forest management activities has been regulated in Law No. 41 of 1999 on Forestry, which in the compliance process is done through series of procedures and requirements. Yet, thousand hectar areas adat law communitys areas still unrecognized by the government. It is discovered that the existence of Kasepuhan Sinar Resmi Adat Law Community has not gained state recognition, in which, leads to its Forest Management Rights has not been fulfilled.
This study attempts to elaborate on the issue and outline the shortcomings in regulation regarding the procedures and prerequisites for the fulfillment of the Forest Management Rights of Adat Law Community. The method of writing in this thesis is juridical normative.The results of this study indicate that procedures and prerequisites for the fulfillment of the Forest Management Rights of Adat Law Community existing in Indonesian legislation are not synchronized with one another.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irena Lucy Ishimora
"ABSTRACT
Penelitian ini membahas mengenai perempuan adat Kasepuhan Cirompang dalam konstelasi pengelolaan sumber daya alam di wilayah adat mereka. Penetapan dan perluasan kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak TNGHS yang tidak melibatkan dan mempertimbangkan eksistensi masyarakat adat Kasepuhan Cirompang terutama pengalaman perempuan adat berdampak secara signifikan dalam pemenuhan hak-hak perempuan adat. Selain itu hukum adat yang masih patriarkis memberi dukungan terhadap kondisi pengekangan perempuan adat untuk berpendapat dan berpartisipasi dalam pembangunan. Penulis menggali pengalaman para perempuan adat Kasepuhan Cirompang melalui wawancara mendalam dengan mereka dan menganalisisnya menggunakan beberapa teori seperti ekofeminisme, akses terhadap keadilan dan pluralisme hukum. Hal ini dilakukan untuk mempertegas bagaimana penetapan dan perluasan kawasan TNGHS telah mereduksi hak atas akses terhadap sumber daya alam yang dimiliki oleh perempuan adat. Kegiatan ini melanggar berbagai instrumen hukum internasional dan nasional yang telah melindungi kesetaraan antara perempuan dan lakilaki dalam hal akses terhadap sumber daya alam, tanah, berpendapat dan berpartisipasi dalam pembangunan.

ABSTRACT
This thesis examines the constelation of Cirompang Indigenous Women on natural resources management. The assignation and expansion of Mount Halimun Salak National Park that do not involve and consider the existence of indigenous people Kasepuhan Ciromopang especially the indigeous women rsquo s experience regarding natural resources management, has been significantly impacting the fulfillment of the indigeous women rsquo s rights. Moreover, the adat law that rsquo s still patriarchal support the condition in which women are restricted from expressing their opinion and participating on development. The writer explored the experience of Cirompang indigenous women through indepth interviews with them and analyzed it with several theories such as ecofeminism, woman rsquo s access to land and legal pluralism. This is important to show how the assignation and expansion of the National Park reduced the rights of access to land, natural resources, expressing an opinion, and participating on development.Keywords Cirompang indigenous women, Mount Halimun Salak National Park, ecofeminism, women access to land, indigenous women rsquo s rights."
2017
S68481
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Deny Giovanno
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai peran dari masyarakat hukum adat dalam
mengelola hutan di Indonesia dan penyelenggaraan pemenuhan hak masyarakat
hukum adat untuk dapat mengelola hutan oleh negara. Selain itu, dibahas juga
terkait dengan sejarah hukum pengelolaan hutan dan paradigma pengelolaan hutan
di Indonesia sebagai analisis atas kebijakan kehutanan yang diterbitkan oleh
Pemerintah. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk memberikan deskripsi
atas kondisi pengelolaan hutan oleh masyarakat hukum adat di Indonesia.

ABSTRACT
This thesis discusses the role of customary law communities in forest
management in Indonesia and organizing the fulfillment of rights of indigenous
people to manage forests by the state. In addition, also discussed related to the
legal history of forest management and forest management paradigm in Indonesia
as an analysis of forest policy issued by the Government. The main objective of
this study is to provide a description of the condition of forest management by
indigenous people in Indonesia."
2016
S65735
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yudha Hendra Pratama
"ABSTRAK
Eksistesi teritorial adat adalah hal penting bagi kelangsungan hidup suatu komunitas adat. Masyarakat adat yang tinggal di kawasan hutan memanfaatkan hutan sebagai tempat tinggal dan memanfaatkan sumberdaya yang ada di dalam hutan untuk kelangsungan hidup mereka. Dalam penelitian ini akan membahas mengenai strategi masyarakat adat Lindu untuk mempertahankan teritorialnya dengan melakukan reclaim wilayah adat. Permasalahan yang dihadapi masyarakat adat Lindu adalah klaim negara pada kawasan mereka. Klaim negara pada wilayah adat ditunjukkan dengan pendirian Taman Nasional Lore Lindu (TNLL) serta rencana pembangunan PLTA Lindu. Praktik teritorialisasi dan developmentalisme di kawasan Lindu semakin melemahkan kuasa masyarakat adat Lindu atas teritorialnya. Berbagai strategi dilaksanakan masyarakat adat Lindu dengan didampingi oleh LSM untuk melawan negara dan mempertahankan wilayah adat mereka dan mendapat pengakuan kawasan hutan adat. Strategi perlawanan yang dianggap paling ampuh adalah menggunakan ?senjata? yang sama dengan negara untuk melakukan klaim wilayah, yaitu dengan membuat peta. Pemetaan partisipatif dipilih sebagai sebagai upaya melakukan reclaim wilayah adat. Pemetaan partisipatif dianggap cara yang paling tepat karena melibatkan banyak pihak dan bisa mengakomodir kepentingan para pihak.

ABSTRACT
The existence of adat territorial is a very important thing to maintain the life of an adat community. Masyarakat adat who lives around the forest take advantage the forest as a living space and take advantage the resources to survive. This research I will discuss masyarakat adat Lindu?s strategies to maintain their territorial by reclaiming the wilayah adat. The problem that is faced by Masyarakat Adat Lindu is the state?s claim of their territory. The state?s claim of wilayah adat is shown by the establishment of Taman Nasional Lore Lindu (TNLL) and also the plan to build PLTA Lindu. These territorialisations and developmentalism in Lindu are weaken Masyarakat Adat Lindu?s powers of their territory. Various strategies are done by Masyarakat Adat Lindu with the help of NGO to fight the state and to maintain their territory and to get an acknowledgement of ?hutan adat? territorial. The most effective strategy is to utilize the same ?weapon? as the state to claim the territory which is by creating a map. Participatory mapping is chosen as an attempt to reclaim adat territorial. Participatory mapping is considered to be the most effective way because it includes many stakeholder and can be accomodated the interest of stakeholders.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
S61923
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
"Konstitusi hijau (green constitution) menempatkan Indonesia sebagai negara yang memiliki konsekuensi yuridis konstitusional di dalam UUD 1945 untuk menerapkan prinsip-prinsip ekokrasi, yakni setiap kebijaksanaan atau pembangunan dibidang perekonomian selalu memperhatikan lingkungan hidup disegala sektor, termasuk kehutanan. Objek kajian ini adalah putusan MK No. 35/ PUU-X/2012 dengan subjek hukumnya masyarakat adat yang telah dilanggar hak konstitusionalnya. Tujuan dari pengkajian ini adalah: pertama, untuk menguji dan menganalisis konsistensi kewenangan negara atas doktrin welfare state dalam pengelolaan hutan negara dengan kewenangan masyarakat adat dalam pengelolaan hutan adat berdasarkan kajian socio-legal putusan Mahkamah Konstitusi; dan kedua, menjamin dan menganalisis terlaksananya prinsip-prinsip ekokrasi atas penguatan hak konstitusional masyarakat hukum adat sebagai living law dalam pengelolaan hutan adat, sebagai konsekuensi logis Indonesia penganut demokrasi berbasis lingkungan dan green constitution. Penulis menggunakan metodologi berdasarkan pengkajian putusan Mahkamah Konstitusi, dengan menelaah aspek socio-legal dalam putusan ini. Hasil kajian ini terungkap bahwa pertama, terdapat hubungan antara hak menguasai negara dengan hutan negara, dan hak menguasai negara terhadap hutan adat. Terhadap hutan negara, negara mempunyai wewenang penuh untuk mengatur dan memutuskan persediaan, peruntukan, pemanfaatan, pengurusan serta hubungan-hubunan hukum yang terjadi di wilayah hutan negara. Adapun hutan adat, wewenang negara dibatasi sejauhmana isi wewenang yang tercakup dalam hutan Adat. Hak pengelolaan hutan adat berada pada masyarakat hukum adat, namun jika dalam perkembangannya masyarakat hukum adat yang bersangkutan tidak ada lagi, maka hak pengelolaan hutan adat jatuh kepada Pemerintah. Kedua, Pelaksanaan pembangunan nasional ataupun daerah selama ini selalu memprioritaskan unsur ekonomi atau dalam konteks otonomi daerah lebih mengutamakan pendapatan asli daerah, tanpa memperhatikan demokrasi lingkungan berbasis pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan hidup"
JK 11 (1-4) 2014
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Nova Scorviana Herminasari
"Penelitian ini mempelajari pengalaman perempuan adat pendatang dalam mengembangkan berbagai respon terhadap sistem budaya padi pada masyarakat adat Kasepuhan Anyar. Perjuangan perempuan adat pendatang ini dihadapkan dengan serangkaian kerumitan dalam persoalan adaptasi budaya, identitas baru, relasi gender, relasi sosial-budaya dan berbagai relasi lainnya di dalam komunitas pada berbagai skala. Ragam strategi dan penyesuaian diri dilakukan oleh perempuan adat pendatang dalam proses subjektivitas dan membangun subjek dalam berjuang meraih akses dan kontrol atas pengelolaan sistem budaya padi dikaitkan dengan posisi suaminya di dalam komunitas. Subjek dalam penelitian ini adalah perempuan adat pendatang yang memutuskan untuk tinggal dan menetap di Kasepuhan Alam akibat menikah dengan laki-laki asal Kasepuhan. Penelitian ini dilakukan pada masyarakat adat Kasepuhan Anyar (bukan nama sebenarnya) yang menjadi bagian dari Komunitas adat Kasepuhan Banten Kidul. Penelitian yang saya lakukan ini merupakan pendekatan kualitatif dengan perspektif feminis tipe fenomenologi. Metode pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam, observasi, observasi terlibat, dan studi data sekunder, hasil wawancara diolah melalui transkrip verbatim dan proses koding. Analisis hasil koding dilakukan dengan menggunakan teori ekologi politik feminis (feminist political ecology) dari Elmhirst (2015). Hasil penelitian menunjukkan ragam pengalaman perempuan adat pendatang dalam berjuang merespon sistem budaya padi yang tidak dapat dipisahkan dari kompleksitas persoalan relasi di dalamnya. Proses membangun subjektivitas yang dilakukan perempuan adat pendatang berkelindan dengan ragam dimensi (kelas sosial pasca menikah, usia, latar belakang pekerjaan sebelumnya), perempuan adat pendatang kelas elit membangun subjektivitas melalui pembuktian dan keberanian diri dengan terus melakukan budaya padi secara berulang dan berupaya meraih posisi sejajar dengan perempuan asli adat. Sementara itu perempuan adat pendatang kelas biasa hanya bisa pasrah menerima atas ketidakmampuannya dalam budaya padi. Konstruksi pengetahuan dan pemaknaan terkait sistem budaya padi dibangun melalui klaim relasi kuasa maskulin lewat filosofi sakuren. Perjuangan dalam meraih akses dan kontrol bersinggungan dengan ragam dimensi (kelas sosial pasca menikah, usia, posisi suami).

This research studied the experience of migrant indigenous women in developing various responses to the rice culture system in the Kasepuhan Anyar indigenous people. The struggle of these migrant indigenous women is faced with a series of complexities in issues of cultural adaptation, new identities, gender relations, socio-cultural relations and various other relations within the community at various scales. Various strategies and self-adjustments were carried out by indigenous migrant women in the process of subjectivity and building subjects in struggling to gain access and control over the management of the rice culture system associated with their husband's position in the community. The subjects of this study were migrant indigenous women who decided to live and stay in Kasepuhan Anyar as a result of marrying a man from Kasepuhan. This research was conducted on the Kasepuhan Anyar indigenous people (not their real names) who are part of the Kasepuhan Banten Kidul indigenous community. This research used qualitative approach with a phenomenological type of feminist perspective. Methods of data collection were carried out through in-depth interviews, observation, participation observation, and secondary data studies, the results of the interviews were processed through verbatim transcripts and coding processes. Analysis of the coding results was carried out using feminist political ecology theory from Elmhirst (2015). The results of the research show that the various experiences of migrant indigenous women in struggling to respond to the rice culture system cannot be separated from the complexity of the relationship issues within it. The process of building subjectivity carried out by indigenous migrant women is intertwined with various dimensions (post-married social class, age, previous work background), elite class indigenous women build subjectivity through self-proof and courage by continuing to practice rice culture repeatedly and trying to achieve an equal position with indigenous women. Meanwhile, the ordinary class of migrant indigenous women can only accept their incompetence in rice culture. The construction of knowledge and meaning related to the rice cultural system is built through claims of masculine power relations through the philosophy of sakuren. The struggle to gain access and control intersects with various dimensions (post-marital social class, age, husband's position)."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>