Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 164394 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Andika Chaktiaji Zulfiqar
"ABSTRAK
Vans sebagai merek internasional sudah digandrungi anak muda di Indonesia, khususnya di Kota Bekasi, hingga menginspirasi beberapa dari mereka untuk mendirikan sebuah komunitas pecinta merek tersebut. Mereka membeli dan memakai sneakers Vans untuk mencapai kepuasan pribadi dan memenuhi hasrat mereka. Anggota Vanshead Bekasi menunjukkan koleksi sneakers Vans yang mereka punyai, baik ketika diadakannya pertemuan ataupun lewat media sosial yang mereka kelola. Tidak hanya asal membeli produk tersebut, sebuah sneakers Vans mempunyai makna bagi mereka. Sneakers Vans yang mereka memiliki makna yang berbeda terkait perjuangan yang mereka lalui dalam proses membelinya hingga mendapatkannya. Hal tersebut menyebabkan sneakers Vans bagi mereka bukan hanya sebuah alas kaki tapi lebih dari itu, ada makna khusus untuk sebuah sneakers Vans.

ABSTRACT
Vans as an International brand has been loved by young people in Indonesia, especially in Bekasi City, it has even inspired some of them to establish a community that consist of some young people who love the product. They vie to buy and wear Vans? sneakers for a personal satisfaction and to meet their desires. Bekasi?s Vanshead members exhibit their Vans? sneakers, either in meetings or the social media they manage. Not only the origin of the product purchased, Vans sneakers have meaning for them. Vans? sneakers have different meanings related to the struggles they went through in the process of buying and getting it. Thus, Vans? sneakers to them are not only footwear but more than that, have a special meanings for a Vans? sneakers.;"
2016
S64101
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maharani Afriana Legita
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
S7677
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harma Adi Santri
"Perdebatan ruang-waktu dalam Arsitektur akan memakan waktu yang belum dapat diperkirakan. Arsitektur sendiri, belum secara tegas melakukan penelahaan akan makna ruang dan waktu itu sebelum terjadinya revolusi Perands. yakni pada sekitar akhir abad kesembilan-belas. Pada masa sebelum 'rtu, pemikiran tentang ruang-waktu hanya banyak menjadi bahan permasalahan ilmu-ilmu filsafat dan ilmu pengetahuan alam saja. Baru setelah terjadinya revolusi Perands, kalangan arsitektur mulai membuka pemahaman akan pe-makna-an penting dari definisi ruang dan waktu itu sendiri. Hal ini sangatlah disadari sebagai sesuatu yang ironis, karena pemahaman yang kemudian timbul adalah bahwasanya arsitektur itu sendiri adalah tentang 'pengolahan ruang*.
Pemahaman tentang 'waktu’ di dalam arsitektur sendiri, sepertinya akan lebih sedikit dibandingkan pemahaman-pemahaman mengenai ruang. Hal ini mengingat bahwa penyadaran tenteng pentingnya waktu sebagai salah satu dimensi dari ruang baru diberikan oleh Einstein dalam teori relativitasnya. Sebelumnya, dalam teori Newton, waktu hanyalah dianggap sebagai suatu elemen saja dari ruang, karena pada dasamya ruang itu sendiri adalah absolut. Pada perkembangannya, pemikiran Einstein ini sedikit banyak membuka cara baru dalam Arsitektur untuk menelaah definisi dari ruang, dimana 'waktu’ dipandang sebagai sesuatu yang “tidak terpisahkan' ketika kita berbicara soal 'ruang* di dalam arsitektur. Banyak pendekatan yang dapat dilakukan guna memahami persoalan ruang-waktu tersebut. Salah satunya adalah dengan melihat bagaimana persoalan ruang-waktu ini dipahami dalam bidang kajian-kajian diluar arsitektur ftu sendiri, dengan maksud menghadirkan suatu sudut pandang (perspektif), sebagai penyajian dari cara melihaVberpikir dari kajian tersebut, yang pada akhirnya hal ini dapat dijadikan pelajaran, terutama bagi dunia arsitektur"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2003
S48355
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Tulisan ini bertujuan untuk mendiskripsikan pemakaian istilah dan kata. Dengan mendeskripsikan istilah dan kata melalui contoh-contoh yang diambil dari media massa cetak berupa bahan ajar atau majalah dapat diketahui perbedaan dan persamaan antara istilah dan kata. Istilah merupakan bentuk kosakata yang khusus, yang digunakan dalam bidang ilmu tertentu, sedangkan kata lebih bersifat umum dan dapat digunakan secara umum, tidak berkaitan dengan bidang ilmu tertentu. Persamaannya baik kata maupun istilah merupakan kosakata yang diperlukan seseorang dalam berkomunikasi baik dalam bentuk lisan maupun tulisan."
MBUNTAR 14:1 (2010)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Kartika Diana Dewi
"Permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini adalah tentang pemakaian deepricastie dalam artikel jurnal sejarah Rusia. Ada berbagai macam bentuk deepricastie baik dari segi aspek, suffiks pembentuk, ataupun posisi yang digunakan dalam kalimat pada artikel jurnal sejarah Rusia. Tujuan penulisan ini adalah memaparkan bentuk deepricastie, dan menunjukkan proses pembentukannya, serta prosentase pemakaian bentuk deepricastie yang digunakan dalam artikel jurnal sejarah Rusia. Sumber data yang digunakan adalah jurnal sejarah Rusia Rodina sebanyak 4 edisi. yaitu bulan Februari, Maret, Mei, dan Juni 2006, khususnya artikel `Buletin Tanah Air'. Hasil analisis menunjukkan bahwa aspek deepricastie yang paling banyak digunakan dalam sumber data adalah aspek imperfektif yang berjumlah 52 kata dari total 75 kata dengan prosentase 69,4 %, sementara itu penggunaan aspek perfektif berjumlah 23 kata dari total 75 kata dengan prosentase 30.6 %. Posisi decpricastie di dalam kalimat yang paling banyak digunakan pada sumber data adalah di tengah kalimat dengan jumlah 63 kata dari total 75 kata dengan prosentase 84 %. scdangkan decpricastie dengan posisi di awal kalimat berjumlah 12 kata dengan prosentase 16 %. Posisi deepricastie di dalarn kalimat baik di awal maupun di tengah kalimat tidak mempengaruhi maknanya, penempatan ini hanya menggambarkan gaya penulisan masing-masing penulis deepricastie yang terdapat pada sumber data paling banyak dibentuk dengan bantuan suffiks /-ja/, yaitu berjumlah 52 kata dari total 75 kata dengan prosentase 69,4 %, sedangkan deepricastie yang dibentuk dengan bantuan suffiks /_vsi/ berjumlah 17 kata dari total 75 kata dengan prosentase 22,6 %, dan deepricastie yang dibentuk dengan bantuan suffiks /-vsi/ berjumlah 6 kata dari total 75 kata dengan prosentase 8 %. Sementara itu tidak terdapat deepricastie yang dibentuk dengan bantuan suffiks -a/-a/ dan suffiks /-si/ dalam sumber data. Dari hasil analisis pada bab 3 juga didapatkan 5 kalimat yang memiliki lebih dari satu deepricastie dalam satu kalimatnya. Hal ini terjadi pada kalimat majemuk."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2007
S14867
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ito, Aya
"Penelitian ini bersifat kualitatif dengan pendekatan analisis wacana dan pragmatik yang menggunakan teori Hallday dan Hasan (1976), Quirk (1985), Nagara (1998), Kuno (1978), dan Sperber dan Wilson (1986). Penelitian ini berfokus pada analisis tentang pelesapan dalam ragam bahasa percakapan. Masalah utama penelitian ini adalah bagaimana penutur Indonesia mengungkapkan subjek dan objek lesap dalam bahasa Jepang. Masalah utuma memiliki dua submasalah, pertama, apakah penutur Indonesia yang sedang belajar bahasa Jepang tidak melesapkan subjek dan objek dalam percakapan? Kedua, mengapa penutur Indonesia mengungkapkan subjek dan objek lesap dalam bahasa Jepang?
Tujuan penelitian masalah ini adalah mendeskripsi pengungkapan subjek dan objek lesap dalam bahasa Jepang oleh penutur Indonesia yang berkomunikasi dalam bahasa Jepang dan menjelaskan bagaimana pengungkapkan subjek dan objek lesap dalam bahasa Jepang oleh Inonesia. Penelitian ini diarahkan sebagai sebuah studi kasus pemakaian salah satu gejala bahasa percakapan bahasa Jepang oleh mahasiswa Indonesia. Oleh karena itu, data penelitian ini adalah ujaran bahasa Jepang oleh mahasiswa Indonesia. Data tersebut dikumpulkan dengan teknik wawancara dan observasi.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bentuk-bentuk subjek dan objek dalam bahasa Jepang yang seharusnya dilesapkan iustru diungkapakn. Di samping itu, analisis memperlihatkan bentuk-bentuk subjek dan objek dalam bahasa Jepang melalui upaya pemulihan tekstual dan konteks situasi oleh penutur Indonesia. Dengan kesimpulan penelitian ini, subjek dan objek secara anaforis maupun secara konteks situasional dapat dilesapkan di dalam percakapan. Akan tetapi, informan tetap mengungkapkan subjek dan objek di dalam percakapan bahasa Jepang.

This research is qualitative research with discourse analysis and pragmatic approach, based on the theory from Hallday and Hasan (1976), Quirk (1985), Nagara (1998), Kuno (1978), and Sperber and Wilson (1986). This research focuses on the analysis about ellipsis in the spoken language. The main theme is how Indonesian speakers are using ellipsis for subject and object in the utterance of Japanese language. This main theme has 2 sub theme; the first one is whether the Indonesian speakers who is learning Japanese language will omit subject and object in the conversation or not. The second one is why Indonesian speaker omit subject and object in the utterance of Japanese language.
The aim of this research is to describe the ellipsis of subject and object in the utterance of Japanese language by Indonesian speakers in the communication using Japanese language, and to explain about the ellipsis of subject and object in Japanese spoken language by Indonesian speakers. This research is a case study of the phenomena in the Japanese language spoken by Indonesian students. Therefore, this research is about the Japanese spoken language by Indonesian students. The data are collected through interview and observation.
The results of this research shows the form of subject and object in the Japanese spoken language uttered by Indonesian speakers although in the fact not necessary. Beside it, this analysis shows the form of subject and object in Japanese language through the effort to return textual and context situation by Indonesian speakers. With the conclusion of this research, the subject and the object can be omitted both in anaphoric and situational context. However, Informant will keep using subject and object in the Japanese spoken language. The reason is, that the informant will not be able to understand the context of the conversation without subject and object.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2009
T38850
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Margaret J.A. Malik
"Sesuai dengan judulnya, Perbedaan Pemakaian ala Lampau Simpel dan Aspek Perfektum Kini untuk Menunjukkan Waktu Lampau dalam Bahasa Inggris Inggris, dalam skripsi ini dibedakan antara bentuk Lampau Simpel (Simple Past) - yang merupakan sebuah kala - dan Perfektum Kini (Present Perfect) - yang merupakan sebuah aspek. Namun sebelum penulis menyinggung kedua bentuk ini terutama perbedaannya - di Bab I dimasukkan pula jenis-jenis verba sesuai dengan fungsinya, yaitu verba utama dan verba bantu. Setelah menyinggung verba, maka dibahas pula kombinasi verba utama dan verba bantu dalam membentuk frasa verba. Hal ini penting mengingat bentuk perfektum kini merupakan frasa verba yang bersifat kompleks, sedangkan bentuk lampau simpel, sesuai namanya, bersifat simpel. Selanjutnya, kita masuk ke salah satu dasar dari pokok bahasan utama, yaitu kala. Untuk ini penulis memilih pembagian dari Jespersen (1958) yang berjumlah tujuh buah, dengan tiga titik waktu utama (lampau, kini, mendatang) sebagai pusat dan empat lainnya sebagai sub-ordinat (sebelum-lampau,sesudah lampau, sebelum-mendatang, sesudah-mendatang). Kemudian barulah kala lampau itu sendiri dibahas. Jumlahnya ada lima, yaitu titik khusus di waktu lampau, sebuah kurun waktu di waktu lampau yang masih berlangsung hingga kini, sebuah kurun waktu di waktu lampau yang telah selesai, sebuah kurun waktu diwaktu lampau yang belum selesai, sebuah kurun waktu di waktu lampau dengan titik relevan di waktu lampau pula.Setelah membahas kala, barulah dibahas aspek. Dalam bahasa Inggris ada dua oposisi aspektual, yaitu antara Progresif dan Non-Progresif, serta Perfektum dan Non-perfektum. Selain itu, ada pula aspek khusus untuk menunjukkan kebiasaan di waktu Lampau. Untuk aspek Perfektum dan Non-perfektum hanya dibahas sekilas sebagai perkenalan karena maknanya yang lebih mendetil dibahas secara khusus di bab berikutnya.
Selanjutnya di Bab II, sebelum menyinggung perbedaan pemakaian kedua bentuk ini, terlebih dahulu dibahas kelas-kelas verba ditinjau dari maknanya. Kelas verba ini ada dua: verba peristiwa dan verba keadaan. Kemudian pemakaian kala lampau simpel diperinci menjadi empat kategori: untuk waktu yang takrif di waktu lampau lampau, untuk kurun waktu di waktu lampau yang tak ada hubungannya dengan waktu kini, untuk kebiasaan di waktu lampau, dan untuk mengacu ke waktu kini dan mendatang. Pemakaian aspek perfektum kini, di lain pihak, membicarakan hal-hal di waktu lampau yang masih berlangsung hingga kini, atau menunjukkan telah selesainya suatu kejadian namun akibatnya masih ada atau terasa. Selain itu, ia dipakai pula dengan bentuk-bentuk khusus dan untuk memulai sebuah percakapan atau wacana.
Di Bab III kedua bentuk ini dicari perbedaan pemakaiannya.Ternyata ada tiga, yaitu waktu yang takrif di waktu lampau untuk kala lampau simpel dan waktu yang tak takrif untuk perfektum kini, kelanjutan ke waktu kini untuk perfektum kini dan tak adanya kelanjutan itu untuk kala lampau, serta akibat di waktu kini untuk perfektum kini dan tidak adanya akibat itu untuk kala lampau simpel. Kedua bentuk ini, walau tidak ada persamaannya, namun ada pula pemakaiannya yang tumpang tindih. Berarti ada kemungkinan menggunakan salah satu untuk keduanya dalam beberapa hal khusus, misalnya dalam konstruksi non-finit.Sebagai penutup, disinggung pula pemakaian adverbia waktu untuk keduanya. Ternyata ada kelompok adverbia yang telah tetap pemisahan pemakaiannya, namun ada pula yang mungkin dipakai keduanya, asalkan jelas tolak ukurnya, dengan mengingat perbedaan utama keduanya yang sudah dibahas di bab-bab sebelumnya.Demikianlah abstrak skripsi yang bertema central gramatika ini. Kiranya akan ada manfaatnya bagi yang berminat akan hal ini atau dapat menjadi sebagian bahan acuan bagi yang membutuhkannya."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1986
S14140
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yati R. Suhardi
"Kira kira lima belas tahun terakhir ini para ahli Ilmu sosial memberikan perhatian pada bahasa. Dari hasil penyelidikan mereka dapat diperoleh suatu kesimpulan yang menarik. Dalam linguistik tradisionil (termasuk tata bahasa transformasi-generatif) variasi-variasi bahasa tidak diperhatikan. Linguistik membatasi diri pada penyelidikan tata bahasa dimana bahasa-bahasa dipelajari sebagai sistem yang 'otonom'. Masyarakat bahasa dilihat sebagai kelompok bahasa yang homogen dimana semua anggotanya menggunakan sistem bahasa yang persis sama. Variasi bahasa, yang membuat masyarakat bahasa menjadi heterogen, dilihat sebagai masalah 'penggunaan bahasa' dan dengan demikian oleh para ahli tata bahasa ditempatkan di luar sistim bahasa (Walraven, 1977:192). Interpretasi sosiolinguistis tentang bahasa dan ma_syarakat bahasa berbeda dari penglihatan para ahli bahasa tradisionil. Bagi sosiolinguis bahasa bukanlah suatu sistem yang seragam dan suatu masyarakat bahasa bukanlah suatu kelompok menusia dengan kemampuan bahasa yang identik (Walraven, 1977:198)."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1981
S15942
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raden Gavin Coraggio Puntadewa
"Pengurangan pemakaian energi merupakan salah satu tujuan terbesar dari perkembangan ilmu pengetahuan saat ini. Salah satu sektor dimana pemakaian energi terus meningkat adalah pada sektor komersil, terutama pada bangunan rumah sakit. Ruang-ruang bersih di rumah sakit memiliki kondisi-kondisi tertentu seperti tekanan ruangan yang perlu diatur sedemikian rupa untuk dapat melakukan fungsinya dengan baik. Salah satu solusi untuk mengurangi energi yang dipakai oleh sistem HVAC pada rumah sakit yang tidak mengorbankan kondisi-kondisi yang perlu dipenuhi merupakan pengaplikasian air-to-air heat exchanger, terutama dalam bentuk heat pipe. Penelitian ini bertujuan untuk mencari hubungan antara nilai heat recovery dan efektifitas yang dihasilkan oleh pemasangan Heat Pipe Heat Exchanger pada kondisi tekanan yang dibutuhkan oleh ruang isolasi dan ruang bersih rumah sakit. Hasil simulasi yang telah dilakukan menunjukkan bahwa nilai heat recovery serta efektifitas performa HPHE memiliki peningkatan yang signifikan dalam kondisi tekanan ruangan non-netral. Nilai heat recovery tertinggi ditemukan pada 0,07 kg/s inlet mass flow evaporator, kondisi tekanan ruang negatif, suhu inlet evaporator 40 oC, dan suhu inlet kondenser 22 oC dengan nilai heat recovery 331,35 W, sementara kondisi tekanan netral pada 0,05 kg/s inlet mass flow evaporator, kondisi tekanan ruangan netral, suhu inlet evaporator 30 oC, dan suhu inlet kondenser 22 oC menghasilkan heat recovery terendah dengan nilai 97,38 W. Kondisi tekanan non-netral ditemukan untuk dapat menghasilkan kenaikan pada nilai heat recovery hingga 300% lebih tinggi daripada nilai heat recovery pada kondisi tekanan netral. Penemuan dari penelitian ini menunjukkan bahwa pemakaian HPHE dapat lebih berpengaruh kepada upaya penghematan energi untuk ruangan tertentu seperti ruang isolasi dan ruang bersih rumah sakit dan bahwa penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk meningkatkan pemahaman tentang fenomena ini.

The reduction of energy use is one of the biggest goals of the development of science today. One such sector where energy consumption continues to increase is in the commercial sector, especially in hospital buildings. Clean rooms in hospitals have certain conditions such as room pressure that needs to be regulated in such a way as to be able to function properly. One proposed solution to reduce the energy used by HVAC systems in hospitals that do not sacrifice conditions that need to be met is the application of air-to-air heat exchangers, especially in the form of heat pipes. This study aims to find the relationship between the value of heat recovery and the effectiveness generated by the installation of the Heat Pipe Heat Exchanger on the pressure conditions required by hospital isolation and clean rooms. The simulation results that have been done show that the value of heat recovery and the effectiveness of HPHE performance have a significant increase in non-neutral room pressure conditions. The highest heat recovery value was found at 0,07 kg/s inlet mass flow evaporator, negative room pressure conditions, inlet evaporator temperature 40 oC, and condenser inlet temperature 22 oC with a heat recovery value 331,35 W, while at neutral pressure condition with 0,05 kg/s inlet mass flow evaporator, evaporator inlet temperature of 30 oC, and condenser inlet temperature of 22 oC results in a heat recovery value of 97.38 W. Non-neutral pressure conditions were found to produce an increase in heat recovery values up to 300% higher than the heat recovery value under neutral pressure conditions. The findings from this study indicate that the use of HPHE can be more influential on energy saving efforts for certain rooms such as isolation rooms and hospital clean rooms and that future research should be done to increase the understanding behind this phenomenon"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>