Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 94219 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wisnu Sari Nugroho
"ABSTRAK
Ada banyak sekali penelitian yang menganalisa dampak ekonomi dari pengeluaran militer menggunakan beragam jenis metode estimasi dan berfokus pada sebuah negara terutama di Eropa dan negara-negara maju, atau pada kelompok negara yang memiliki perjanjian kerja sama militer. Wilayah yang sedikit mendapat perhatian berkenaan dengan penelitian mengenai pengeluaran militer adalah wilayah Asia secara umum dan Asia Tenggara pada khususnya. Penelitian ini menganggap bahwa memahami faktor-faktor yang mempengaruhi pengeluaran militer di wilayah Asia Tenggara sangatlah penting, terutama terkait adanya isu kompetisi dalam pengeluaran militer di wilayah ini. Penelitian ini mengikuti Nikolaidu (2008) dan menerapkan Autoregressive Distributed Lag (ARDL) model untuk mengestimasi pengeluaran militer setiap ngara dari lima negara dengan pengeluaran militer terbesar di Asia Tenggara (Singapura, Indonesia, Thailand, Malaysia, dan Filipina). Temuan dari peneilitan ini mengindikasikan bahwa ada sedikit sekali kesamaan dalam faktor yang menentukan pengeluaran militer pada masing-masing negara.

ABSTRACT
There has been numerous studies that explore the economic effects of military expenditure using various types of estimation methods and focusing either on individual countries especially in Europe and developed country or on groups of countries that have military agreement. A region that has less research interest regarding the determinants of military expenditure is Asian Region and especially Southeast Asia. This paper argues that understanding the determinants of military expenditure in Southeast Asian countries is very important, especially given the discussion about regional arms race in this region. It then follows Nikolaidu (2008) and employs the Autoregressive Distributed lag (ARDL) model to estimate defense spending for each of five biggest defense spenders in Southeast Asia (Singapore, Indonesia, Thailand, Malaysia, and Philippines). The findings indicate that there is very little similarity in the factors that determine each country?s demand for military expenditure.
"
2016
S65073
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Samita Noonpakdee
"Human trafficking merupakan isu kejahatan transnasional yang mulai diperhatikan pada pertengahan abad 20 dan dipermasalahkan secara global pada akhir abad tersebut. Dengan adanya dukungan serta tekanan dari dunia internasional, mekanisme-mekanisme respon terhadap human trafficking diciptakan di Asia Tenggara dalam waktu relatif sama, yaitu pada tahun 1997. Namun, inisiatif-inisiatif yang diciptakan pada awal pembahasan bersifat kurang konkret dan tidak sesuai dengan kondisi human trafficking yang unik di ASEAN. Walaupun demikian, selama lebih dari dua dekade ini, terdapat beberapa perkembangan dan perubahan perspektif di kawasan, terutama dalam inisiatif terbaru, yaitu ASEAN Convention Against Trafficking in Persons, Especially Women and Children (ACTIP), yang baru diciptakan pada tahun 2015. Oleh karena itu, tulisan ini akan membahas mekanisme-mekanisme respon ASEAN sebagai bahasan utama dengan ada sejarah human trafficking dan respon global yang diterapkan di ASEAN sebagai pembahasan pendukung untuk menimbulkan pemahaman secara keseluruhan. Argumen utama dalam tulisan ini adalah mekanisme-mekanisme respon regional terhadap human trafficking oleh ASEAN mengalami perkembangan dan perubahan perspektif dari pandangan keamanan negara ke pandangan HAM. Walaupun demikian, ASEAN masih memiliki berbagai tantangan dalam pembahasan terhadap isu human trafficking. Tantangan-tantangan tersebut mencakup masalah dari kondisi negara-negara anggota ASEAN sendiri, sifat ASEAN sebagai institusi regional, serta kondisi isu human trafficking di kawasan yang tidak hanya berakar lama dalam sejarah, tetapi juga berkaitan dengan isu sosial dan ekonomi. Dengan demikian, meskipun ACTIP telah berjalan ke arah yang benar, ASEAN sebagai organisasi regional masih terdapat beberapa hal yang harus diperbaiki serta beberapa langkah yang harus dijalankan untuk mengembangkan respon regional terhadap human trafficking di kawasan ini menjadi lebih efektif daripada sekarang."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Clapham, Ronald
Jakarta: LP3ES, 1991
338.642 095 9 CLA p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Omar Farizi Wonggo
"Kawasan Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan penting dalam mengkaji perdebatan dan perkembangan konsep regionalisme. Pada kawasan Asia Tenggara, isu yang paling sering dibahas ialah mengenai regionalisme ekonomi. Negara-negara anggota kawasan Asia Tenggara berusaha melakukan integrasi ekonomi guna meningkatkan kondisi pertumbuhan ekonomi masing-masing negara. Namun demikian, berdasarkan kajian empiris terdapat ragam pandangan dalam menelaah dinamika perkembangan regionalisme ekonomi di Asia Tenggara. Oleh karena itu, tinjauan pustaka ini akan memetakan persebaran pandangan dari dinamika perkembangan regionalisme ekonomi di Asia Tenggara dengan menggunakan tiga pandangan utama Ilmu Hubungan Internasional. Pandangan pesimis muncul dari pendekatan realisme bahwa terdapat hambatan-hambatan berupa pengaruh negara ekstra-kawasan, kebijakan proteksionisme dan kebijakan bilateralisme. Sedangkan pandangan optimis berasal dari pendekatan liberalisme, yakni pengaruh kelompok pro-liberalisasi, karakteristik dari open regionalism, pandangan ekonomi neoklasik, dan penguatan elemen institusi. Kemudian, perspektif strukturalisme ekonomi melihat bahwa model neoliberalisme yang berjalan perlu diganti dengan model ekonomi lainnya. Selain itu, tinjauan pustaka ini menemukan enam kesenjangan literatur dalam kajian regionalisme ekonomi Asia Tenggara, yakni kesenjangan literatur dari perspektif realisme, liberalisme, dan strukturalisme ekonomi, tren pembahasan literatur per periode, ketiadaan kajian konstruktivisme, dan rendahnya pembahasan kajian ASEAN Post 2015. Berdasarkan hasil tinjauan pustaka ini, terbuka kajian penelitian lanjutan yang dapat dikaji dari aspek praktis, politik-ekonomi, ataupun akademis, beragam penelitian baru seperti penggunaan pendekatan konstruktivisme.

Southeast Asia is one of the regions that worth to consider as a subject to analyzethe debate of development of regionalism concept. In Southeast Asia, theprominence issue is the economic regionalism. All member countries in the regionhave tried to build economic integration to increase their economic growth. However, based on empirical studies, there are many perspectives have been usedto analyze the dynamics of economic regionalism. Therefore, this literature reviewis focused to mapping the perspectives on the dynamics of development ofeconomic regionalism in Southeast Asia using three main perspectives ofInternational Relations. Literature from realism perspective has seen the skepticalpoint with themes like the influence of extra region countries, protectionismpolicy, and bilateralism policy. Meanwhile liberalism perspective has seen thateconomic regionalism in Southeast Asia has the positive point of views such aspro liberalization group, characteristic of open regionalism Southeast Asia,neoclassical economic perspective, and enhancement of institution. Whereas,economic structuralism argued economic regionalism in Southeast Asia need toshift from using neoliberalism to another model of economic development.Besides that, this literature review found six literature gap of economicregionalism in Southeast Asia, i.e. literature gap from three main perspectives,realism, liberalism and economic structuralism the debate of economicregionalism based on periods the absence of constructivism analyses and theshortage study about ASEAN Post 2015. The result of the literature review isshown that there are many studies still need to be done, in a practical aspect ofpolitical economy or academic aspect, new research that using constructivismperspective as tool of analyses.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Tambunan, Samuel Marulam Kristian
"Urbanisasi dan percepatan globalisasi ekonomi menghasilkan fenomena pemusatan kapital dan jasa di beberapa kota yang disebut sebagai kota global. Kota-kota ini memegang peranan penting dalam sistem internasional karena membentuk jejaring yang menjadi lokasi kunci pemasaran, produksi, dan komando perusahaan finansial dan jasa global. Penelitian ini berusaha melihat pola relasi jejaring kota global di Asia Tenggara. Analisis jejaring berupa perhitungan konektivitas berdasarkan tiga sektor ekonomi utama digunakan sebagai metode penelitian. Ditemukan hirarki yang memiliki tiga tingkatan berdasarkan jumlah fungsi internasional yang dimiliki kota. Penelitian ini menunjukkan bagaimana jejaring kota global dapat menggambarkan persebaran interaksi perusahaan global, sesuai dengan kritik terhadap neoliberalisme.

Urbanization and economic globalization have accumulated service and capital markets in global cities. These cities play important role in the international system since they became key location for production, market, and command functions of global financial and specialized service industries. This research attempts to see relations formed in global city network in Southeast Asia. Network analysis of connectivity calculation is used to analyse the city networks. Three-degree hierarchical structure was found based on the number of international function each city held. This research demonstrates that global city networks illustrate the distribution of global firms’ interaction,"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Shafwan Musyaffa
"Perompakan maritim merupakan sebuah ancaman keamanan yang telah menjadi momok bagi berbagai peradaban maritim dunia sejak masa lampau. Di Asia Tenggara khususnya, ancaman ini telah berevolusi di masa kontemporer menjadi salah satu tantangan keamanan maritim yang masih harus ditanggulangi oleh negara-negara di wilayah tersebut. Ramainya lalu lintas di Selat Malaka, luasnya wilayah Laut Tiongkok Selatan, dan taburan pulau-pulau di Selatan Filipina menjadi tempat perburuan perompak kontemporer yang ditakuti oleh komunitas maritim di Asia Tenggara. Berbagai bentuk upaya untuk melawan perompakan telah dirumuskan oleh aktor-aktor terkait di Asia Tenggara sejak kemunculannya pada awal tahun 1990-an, dari tindakan-tindakan unilateral, hingga kerjasama dengan pihak ekstra-regional. Tinjauan literatur ini mengumpulkan dan menganalisis 29 literatur menggunakan metode taksonomi dan membaginya menjadi dua tema, yakni: 1) perompakan sebagai ancaman keamanan, yang akan menjelaskan bentuk-bentuk dan faktor-faktor dari perompakan di Asia Tenggara; dan 2) upaya penanggulangan perompakan, yang akan membahas kerjasama penanggulangan perompakan di Asia Tenggara berdasarkan pendekatan hukum dan pendekatan keamanan. Dari pembahasan literatur mengenai tema tersebut, penulis kemudian melakukan mengidentifikasi konsensus, perdebatan, dan temuan-temuan lain yang menonjol dalam literatur-literatur tersebut. Sebagai hasil penelusuran dalam tulisan ini, penulis menemukan bahwa perompakan dikategorisasikan berdasarkan tingkat keorganisasian dan kekerasan, dipengaruhi oleh tujuh faktor pembentuk, serta upaya kerjasama penanggulangannya dihambat oleh karakteristik negara-negara Asia Tenggara yang mementingkan kedaulatan negara dan integritas wilayah di atas kerjasama. Namun demikian, perkembangan literatur ini juga menunjukkan adanya upaya peningkatan kerjasama dan pemecahan masalah yang semakin terfokus dengan bentuk-bentuk adaptasi terhadap tantangan-tantangan yang telah identifikasi tersebut.

Maritime piracy is a security threat that has become a scourge for various world maritime civilizations since the earliest days. In Southeast Asia in particular, this threat has evolved in contemporary times to become one of the most troublesome maritime security challenges that still must be addressed by countries in the region. The rich maritime traffic in the Straits of Malacca, the vast area of ​​the South China Sea, and the sprinkling of islands in the Southern Philippines are ideal hunting grounds for contemporary pirates, feared by maritime communities in Southeast Asia. Various forms of efforts to fight piracy have been formulated by relevant actors in Southeast Asia since its emergence in the early 1990s, ranging from unilateral actions by states, to cooperation with extra-regional parties. This literature review collects and analyzes 29 literature using the taxonomy method which is mainly divided into two themes, namely: 1) piracy as a security threat, which will explain the forms and factors of piracy in Southeast Asia; and 2) counter-piracy efforts, which will discuss cooperation against piracy in Southeast Asia based on a legal approach and a security approach. From the discussion of the literatures on the theme, the author then identify the consensuses, debates, and other findings that stand out among the literatures. From this analysis, the author finds that piracy is categorized based on the levels of organization and violence, is influenced by seven forming factors, and that cooperative efforts to combat it are hampered by the characteristics of Southeast Asian countries, which prioritizes state sovereignty and territorial integrity above cooperation. However, the development of this literature also shows that there are efforts to increase cooperation and problem-solving measures that are increasingly focused on the adaptations to the challenges that have been identified."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fahira Shanin Nadifa
"Fenomena kabut asap lintas batas di Asia Tenggara telah menjadi isu lingkungan persisten dan kompleks. Tinjauan literatur ini mengkaji kompleksitas permasalahan tata kelola kabut asap lintas batas di Asia Tenggara, dengan fokus pada peran dan kapasitas aktor negara maupun non-negara, kerangka kerja sama regional ASEAN serta strategi kebijakan nasional. Literatur saat ini masih belum memadai dalam membandingkan pendekatan dan respons terkait isu kabut asap lintas batas di Asia Tenggara di luar dari Indonesia, Singapura, dan Malaysia. Fokus utama masih tertuju pada inisiatif regional ASEAN, dengan sedikit perhatian pada analisis yang mendalam terhadap upaya negara-negara lainnya serta diskusi publik dan wacana masyarakat sipil. Dengan meninjau 42 literatur yang bersumber pada Scopus dan non-Scopus, paparan ini mengelompokkan tiga tema inti yang ditemukan dalam perkembangan kajian Tata Kelola Kabut Asap Lintas Batas di Asia Tenggara menggunakan taksonomi. Tema-tema inti tersebut adalah (1) eksistensi rezim kabut asap lintas batas di Asia Tenggara; (2) implementasi mekanisme tata kelola kabut asap lintas batas di Asia Tenggara; (3) evaluasi mekanisme tata kelola kabut asap lintas batas di Asia Tenggara. Sintesis dari literatur yang disajikan mengindikasikan bahwa meskipun ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution (AATHP) memiliki peran penting dalam pengelolaan kabut asap lintas batas, namun pelaksanaannya terkendala oleh norma non-intervensi ASEAN dan prinsip kedaulatan negara. Kendala lain meliputi mekanisme penegakan hukum yang lemah, kapasitas institusi yang terbatas, serta perbedaan kepentingan antara negara-negara anggota ASEAN. Partisipasi publik dan peran media diidentifikasi sebagai kunci dalam memobilisasi dukungan untuk perlindungan lingkungan. Refleksi dalam tinjauan literatur ini dibuat berdasarkan pemetaan latar belakang ilmu, tren kutipan dari literatur akademis terpilih, sebaran tahun publikasi, dan kata kunci. Berdasarkan refleksi, hasil tinjauan menunjukkan bahwa terdapat beberapa poin penting. Pertama, pemetaan latar belakang ilmu dalam studi kabut asap lintas batas di Asia Tenggara didominasi oleh bidang hubungan internasional dan ilmu lingkungan. Kedua, tren kutipan dari literatur akademis terpilih menunjukkan peningkatan perhatian pada peran media dan kerjasama multilateral. Ketiga, sebaran tahun publikasi memperlihatkan lonjakan signifikan pada dekade terakhir, seiring dengan meningkatnya insiden kabut asap. Terakhir, kata kunci yang paling sering digunakan mencerminkan fokus pada tata kelola kabut asap, kerjasama ASEAN, dan kebijakan lingkungan.

The phenomenon of transboundary haze in Southeast Asia has become a persistent and complex environmental issue. This literature review examines the complexities of transboundary haze governance in Southeast Asia, focusing on the roles and capacities of state and non-state actors, the ASEAN regional cooperation framework, and national policy strategies. Current literature remains inadequate in comparing approaches and responses to transboundary haze issues in Southeast Asia beyond Indonesia, Singapore, and Malaysia. The primary focus remains on ASEAN regional initiatives, with limited attention to detailed analyses of other countries' efforts and public discourse and civil society engagement. By reviewing 42 sources from Scopus and non-Scopus databases, this review categorizes three core themes found in the development of Transboundary Haze Governance in Southeast Asia using taxonomy. These core themes are: (1) the existence of the transboundary haze regime in Southeast Asia; (2) the implementation of transboundary haze governance mechanisms in Southeast Asia; and (3) the evaluation of transboundary haze governance mechanisms in Southeast Asia. The synthesis of the literature presented indicates that, although the ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution (AATHP) plays a significant role in managing transboundary haze, its implementation is hindered by ASEAN's non-intervention norms and national sovereignty principles. Other obstacles include weak enforcement mechanisms, limited institutional capacities, and differing interests among ASEAN member states. Public participation and the role of the media are identified as crucial in mobilizing support for environmental protection. Reflections in this literature review are based on mapping the background of the field, citation trends from selected academic literature, publication year distribution, and keywords. Based on these reflections, the review findings highlight several key points. First, the background mapping of studies on transboundary haze in Southeast Asia is dominated by international relations and environmental science fields. Second, citation trends from selected academic literature show increased attention to the role of the media and multilateral cooperation. Third, the publication year distribution shows a significant increase over the past decade, coinciding with the rise in haze incidents. Finally, the most frequently used keywords reflect a focus on haze governance, ASEAN cooperation, and environmental policy."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>