Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 84352 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Avie Sekar Lantri Lestari
"ABSTRAK
Skripsi ini memfokuskan penelitian pada persoalan hukum pemenuhan hak
Pensiunan untuk melakukan upaya pengalihan hak atas rumah negara oleh Instansi
pemilik barang. Persoalan pemenuhan hak pengalihan rumah negara tersebut salah
satunya ditunjukkan dalam kasus rumah negara ?Komplek Pajak Kemanggisan?
pada Putusan PTUN No. 173/G/2008/PTUN.JKT. Persoalan tersebut disebabkan
oleh ketidakpatuhan Instansi pemilik barang dalam melaksanakan kewajiban
menetapkan status rumah negara yang bersangkutan yang sebelumnya telah diatur
dalam peraturan perundang-undangan. Ketidakpatuhan Instansi pemilik barang
tersebut kemudian menimbulkan kerugian yang besar bagi penghuni rumah negara
yang berimbas pada masalah keabsahan status mereka sebagai penghuni yang sah.
Dalam penelitian ini, ditemukan adanya upaya pihak pemilik barang yang
menghalang-halangi pemenuhan hak dari penghuni yang berstatus sebagai
pensiunan. Penulis meneliti pendapat hukum Majelis Hakim dalam putusan tersebut
terkait adanya masalah pemenuhan hak pensiunan pegawai negeri dalam
melakukan upaya pengalihan hak atas rumah negara.

ABSTRACT
This thesis examines regarding legal issue of fulfilling the right of retired civil
servants to make an endeavour on transfer of right over official recidence bt the
Government Institution as the owner. This issue was actually shown in one of state
administration case regarding the transfer of right over official residence located in
?Komplek Pajak Kemanggisan? and had been decided in verdict No.
173/G/2008/PTUN.JKT. The issue was generally caused by disobedience act of
Government Institution on performing an obligation to establish the status of the
official residence which had already been regulated in the the prevailing regulation.
Later, the Disobedience of the Government Institution caused a huge loss for the
residents dnd has led on the issue of the validity of their status as a legitimate
residents. In this research, writer found the existence of precluding action from the
Government in fulfilling the right of the retiree as the residents. Writer examines
the legal opinion of the Tribunal Judge in the verdict regarding the issue on the
transfer of right over official residence."
2016
S64363
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutabarat, Agnes
"Dalam pemberian fasilitas Kredit Pemilikan Rumah (KPR), Bank memerlukan agunan berupa hak atas tanah yang diikat dengan Hak Tanggungan. Bank selaku pemegang Hak Tanggungan atas fasilitas KPR seharusnya mempunyai hak preferen terhadap hak atas tanah tersebut, namun kepentingan Bank sering tidak terlindungi dengan adanya putusan pengadilan yang antara lain menyatakan hak atas tanah yang sedang diagunkan di Bank batal demi hukum. Penelitian ini dilakukan secara yuridis normatif, bertujuan untuk mengetahui bagaimana perlindungan hukum bagi Bank selaku pemegang Hak Tanggungan yang beritikad baik dalam pemberian KPR dalam hal peralihan hak atas tanah dinyatakan tidak sah menurut hukum dan bagaimana penerapan ketentuan hukum dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1606 K/Pdt/2013 tanggal 1 Oktober 2013. Melalui penelitian ini diketahui bahwa kepentingan Bank selaku kreditur sekaligus pemegang Hak Tanggungan yang beritikad baik belum sepenuhnya terlindungi secara hukum dan hakim juga belum menggunakan kebebasan yang dimilikinya untuk mempertimbangkan menerapkan yurisprudensi yang menyatakan bahwa terhadap jaminan utang tidak dapat dikenakan sita jaminan, guna memberikan perlindungan hukum bagi Bank selaku pemegang Hak Tanggungan yang beritikad baik dalam pemberian fasilitas KPR kepada debiturnya.

In the granting of House Ownership Credit (House Loan), the Bank requires land right as collateral which is bound by Encumbrance Right. Bank as the holder of Encumbrance Right should have preferential rights, but the interests of the Bank are often unprotected by any court ruling that among other states the right to land that is being pledged to the Bank is null and void. This study was conducted in normative, aims to determine how the legal protection for Bank as the holder of Encumbrance Right which has good faith in the case of transfer of land right is decided unlawful regarding to the laws and how the implementation of sentence of Supreme Court of the Republic of Indonesia Number 1606 K/Pdt/2013 dated October 1, 2013. Through this research is known that the interests of creditors as well as the holder of Encumbrance Right are acting in good faith is not yet fully protected by the law and the judge also has not used its freedom to consider applying the jurisprudence which states that the guarantee of the debt can not be subject to sequestration, in order to provide legal protection for the Bank as holder of the Encumbrance Right which has a good faith in the provision of House Ownership Credit to debtors.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T44011
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fadzillah Sariyadi
"Suatu perjanjian pinjam pakai tidak diperlukan suatu peralihan hak karena pemilik mutlak dari objek yang diperjanjian adalah pemberi pinjaman. Kemudian sebagaimana perjanjian pada umumnya, perjanjian pinjam pakai haruslah memenuhi syarat sah suatu perjanjian sebagaimana dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Suatu perjanjian yang dibuat dihadapan Notaris dimaksudkan untuk kepentingan pembuktian di Pengadilan dan untuk meminimalisir sengketa dikemudian hari. Namun, Notaris dalam membuat suatu akta sering kali terdapat klausula yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan sehingga berakibat akta tersebut batal demi hukum. Permasalahan dalam tesis ini adalah akibat hukum dan tanggung jawab Notaris dengan adanya akta perjanjian kerjasama yang memuat klausula pinjam pakai sertifikat untuk dijaminkan dan peralihan hak atas objek tersebut. Untuk menjawab permasalahan tersebut, dilakukan penelitian hukum dengan pendekatan yuridis normatif dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka, sifat penelitian ini penelitian deskriptif yang bertujuan menggambarkan secara tepat sifat suatu individu. Hasil analisa adalah akibat dari suatu akta kerjasama yang mengandung klausula yang bertentangan dengan undang-undang adalah batal demi hukum dan tanggung jawab Notaris terhadap akta tersebut yaitu Notaris dapat dikenakan sanksi berupa sanksi administrasi, sanksi perdata maupun dapan dikenakan sanksi pidana. Seharusnya Notaris sebagai orang kepercayaan masyarakat menjaga kepentingan dengan segala kewajiban serta dapat menentukan konstruksi hukum yang tepat dalam pembuatan akta.

A loan for use does not require a land right transitional because the absolute owner of the object in agreement is the lender. Then as a general agreement, A loan for use must be qualifying with the legal conditions of agreement as referred in Article 1320 The Book of Civil Code. An agreement considered made in front of Notary, intended for the importance of evidence in court or to minimize disputes at a later time. However, Notary in making authentic deed often have clauses that are not accordance with the laws and regulations and that the deed is null and void. Issues in this thesis are the legal consequences and responsibility of notary with the existence of a cooperatioan deed containing a loan for using certificates for gurantee and right transfer to the object. To answer these problems, legal research is carried out with a normative juridical approach by examining mere literature or secondary data, the nature of this research is descriptive research aimed at describing the exact nature of an individual. The results of the analysis are the legal consequences from a deed containing a clause that is against the law is null and void and the responsibility of notary with A loan for use deed that is notary may be subject to sanctions can be administrative sanctions, civil sanctions, and criminal sanctions. Notary as a peson public trust must safeguard the interests with all obligations and be able to determine the appropriate legal construction in making the deed."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Theresia Mulyani
"Peralihan dan pembebanan hak atas tanah semestinya dilakukan berdasarkan ketentuan perundang-undangan. Guna menjamin kepastian hukum maka perbuatan untuk mengalihkan maupun membebani hak atas tanah harus dituangkan ke dalam akta autentik yang dibuat di hadapan notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Sebagai pejabat umum pembuat akta autentik, notaris/ PPAT harus mematuhi ketentuan dalam UUJN, Kode Etik Notaris maupun Kode Etik PPAT. Baik notaris maupun PPAT, dalam menjalankan jabatannya, wajib bertindak amanah, penuh rasa tanggung jawab, jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak. Namun dalam kenyataannya, ditemukan kasus pada Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat Nomor 248/Pid.B/ 2022/PN.Jkt.Brt, di mana dalam pembuatan akta autentik oleh notaris dan PPAT justru terdapat tindak pidana pemalsuan surat. Oleh karena itu masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah terkait tanggung jawab Notaris dan PPAT yang melakukan pemalsuan surat dalam pembuatan akta untuk mengalihkan dan membebani hak atas tanah, dan pelindungan hukum terhadap ahli waris yang tidak mengetahui terjadinya peralihan dan pembebanan hak atas tanah yang didasarkan surat palsu oleh notaris dan PPAT. Penelitian doktrinal ini mengumpulkan dsta sekunder melalui studi kepustakaan yang dianalisis secara kualitatif. Dari hasil analisis dapat dijelaskan bahwa tanggung jawab notaris dan PPAT yang melakukan pemalsuan surat adalah secara pidana, perdata dan administratif. Selanjutnya, terkait pelindungan hukum terhadap ahli waris yang tidak mengetahui terjadinya peralihan dan pembebanan hak atas tanah yang didasarkan surat palsu oleh notaris dan PPAT adalah melalui pelindungan hukum represif, yaitu dengan mengajukan gugatan pembatalan akta autentik ke Pengadilan Negeri, gugatan pembatalan Sertipikat Hak Milik yang dikeluarkan oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional ke Pengadilan Tata Usaha Negara serta mengajukan permohonan ke Kepala Badan Pertanahan Nasional untuk melakukan pembatalan Sertipikat Hak Milik melalui Surat Keputusan. Berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat Nomor 248/Pid.B/2022/PN.Jkt.Brt.

The transfer and encumbrance of land rights should be carried out in accordance with the provisions of the legislation. To ensure legal certainty, the act of transferring or encumbering land rights must be documented in an authentic deed made in the presence of a notary/land deed official (PPAT). As a public official who creates authentic deeds, notaries/PPAT must comply with the provisions in the UUJN, the Notary Code of Ethics, and the PPAT Code of Ethics. Both notaries and PPAT, in carrying out their duties, must act with trustworthiness, a sense of responsibility, honesty, diligence, independence, and impartiality. However, in reality, a case was found in the West Jakarta District Court Decision Number 248/Pid.B/2022/PN.Jkt.Brt, where in the creation of authentic deeds by the notary and PPAT, there was actually a criminal act of forgery of documents. Therefore, the issue raised in this research is related to the responsibility of Notaries and PPATs who commit forgery in the creation of deeds to transfer and encumber land rights, and the legal protection for heirs who are unaware of the transfer and encumbrance of land rights based on forged documents by Notaries and PPATs. This doctrinal research collects secondary data through literature study, which is analyzed qualitatively. From the analysis results, it can be explained that the responsibility of notaries and PPAT who commit document forgery is criminally, civilly, and administratively. Furthermore, regarding legal protection for heirs who are unaware of the transfer and encumbrance of land rights based on forged documents by notaries and PPAT, it is through repressive legal protection, namely by filing a lawsuit for the annulment of authentic deeds to the District Court, a lawsuit for the annulment of the Ownership Certificate issued by the Head of the National Land Agency to the Administrative Court, and submitting a request to the Head of the National Land Agency to annul the Ownership Certificate through a Decree. Based on the West Jakarta District Court Decision Number 248/Pid.B/2022/PN.Jkt.Brt."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novianthi Dian Purnamawati
"Masa pensiun terjadi ketika individu berhenti dari dunia kerja dan mulai menjalankan peran baru dalam kehidupannya (Turner & Helms, 1995). Di Indonesia, salah satu jenis pekerjaan yang berkaitan erat dengan pensiun adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS). Menurut Dinsi, dkk (2006), masalah penyesuaian diri lebih banyak dialami oleh mereka. Hal ini dikarenakan batas usia pensiun PNS yang masih tergolong dewasa madya atau usia produktif untuk bekerja.
Masalah penyesuaian diri tersebut pada akhirnya akan berdampak pada aspek psychological well-being (PWB) para PNS saat pensiun. PWB itu sendiri merupakan konstruk yang dirumuskan oleh Ryff (1989) yang terdiri dari enam dimensi yang mengungkapkan fungsi positif individu, antara lain dimensi penerimaan diri, hubungan positif dengan orang lain, otonomi, penguasaan lingkungan, tujuan hidup, dan pertumbuhan pribadi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran PWB pegawai negeri sipil yang pensiun di usia dewasa madya dengan menggunakan metode wawancara mendalam. Sampel penelitian ini adalah empat PNS pria karena isu gender di Indonesia memandang bahwa pria merupakan pencari nafkah utama keluarga.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada saat pensiun di usia dewasa madya, keempat partisipan memiliki kondisi PWB yang positif dengan dinamika yang berbeda. Terdapat beberapa faktor yang terkait dengan keadaan PWB mereka, yaitu faktor penyesuaian masa pensiun, usia, budaya, agama, pola asuh orangtua, interpretasi terhadap pengalaman hidup, dan dukungan sosial.

A period of retirement happened when someone rest from world of formal work and start to run a new role in life (Turner & Helms, 1995). In Indonesia, one of job which is interlaced with retirement is a Civil Public Servant. According to Dinsi., dkk (2006), adjustment problem more experienced by them. This is because their retired age still in a middle adulthood phase or productive age to work.
Finally, that adjustment problem will affect in psychological well-being (PWB) when retire. PWB is a construct which is formulated by Ryff (1989). This construct has six dimensions which represent about positive psychological functioning: self acceptance, positive relations with other, autonomy, environmental mastery, purpose in life, and personal growth.
This research aims to describe the PWB of Civil Public Servant who retire during middle adulthood using a depth interview method. Samples of this research are four men because issue of gender in Indonesia views those men is a primary livelihood supplier in family.
Result of this research indicates that all participants have a positive PWB with different dynamics when retire at middle adulthood. There are some factors which are interlaced with their PWB, include an adjustment to retirement, age, culture, religion, pattern of parents guidance, interpretation to life experience, and social support.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2007
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadia Syafira Aprialita
"ABSTRACT
Pegawai Negeri Sipil merupakan unsur aparatur negara dan contoh teladan bagi masyarakat, sehingga pengaturan bagi Pegawai Negeri Sipil tidak hanya mengenai lingkup profesinya saja namun juga pengaturan hingga lingkup pribadinya. Ketika Pegawai Negeri Sipil ingin melakukan perceraian, maka harus mengikuti prosedur yang telah ditentukan oleh Pemerintah yang diatur di dalam Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1990 Atas Perubahan Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1983 Tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil. Dengan adanya ketentuan tersebut, penulis akan meneliti apakah akibat perceraian Pegawai Negeri Sipil dengan pasangannya sudah sesuai penerapannya atau masih terdapat kekurangan dalam pelaksaannya melalui studi kasus pada Putusan Nomor 457/PDT/2015/PT.MDN. Dengan menggunakan metode yuridis normatif, penulis mengumpulkan data melalui studi kepustakaan dan wawancara dengan narasumber terkait. Dalam akhir skripsi, disimpulkan bahwa prosedur pembagian gaji pasca perceraian oleh Pegawai Negeri Sipil kepada mantan istri serta anaknya bersifat wajib dengan pembagian 1/3 (sepertiga) bagian bagi masing-masing para pihak sebagaimana diatur di dalam Pasal 8 ayat (1) dan (2) Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1983 dan secara penerapannya masih terdapat kekurangan karena adanya ketentuan pengecualian yang tercantum di dalam Surat Edaran Kepala BAKN No. 48/SE/1990 pada Bab II angka 15 yang tidak digunakan oleh Hakim dalam memutus perkara tersebut. Sehingga diharapkan bagi Hakim agar dapat menggali lebih dalam ketentuan yang sudah ada dan bagi Pegawai Negeri Sipil agar lebih aktif dalam menerapkan prosedur pembagian gaji yang telah ditentukan.

ABSTRACT
Civil Servants are the State Apparatus and exemplary role model of the people in the nation, thus the regulation of Civil Servants is not only in a scope of their profession but also into their personal scope. When a Civil Servant had a divorcement, they have to follow the procedure based on Government Regulation No. 45/1990 as the amendment to Government Regulation No. 10/1983 about Marriage and Divorce Consent for Civil Servants. With those regulations, author would examine whether the actual fact of the implementation in real life has already in accordance with the legal consequences of the Civil Servants divorcement with their partners or there are still shortcomings through Case Study of High Court Decision No. 457/PDT/2015/PT.MDN. By using a normative-juridical method, author collected data through library-studies and did interviews with related and relatable sources. At the end of the thesis, author can conclude that the procedure of distributing salaries after divorcement by Civil Servants to ex-wives and their children was compulsory by dividing 1/3 (one third) part of each parties as stated in Article 8 paragraph (1) and (2) Government Regulation No. 10/1983 and there are still shortcomings in its implementation due to the exclusion provisions listed in the Letter of the Head of BAKN No. 48 / SE / 1990 in Chapter II number 15 that were not used by the Judge when making the decision of the case. Hopefully near in the future, it is expected for the Judge to know better to these existing provisions and for Civil Servants to be more active in implementing predetermined salary distribution procedure."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Hamidah
"ABSTRAK
Merek adalah tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo, nama,
kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk 2 (dua) dimensi dan/atau 3 (tiga)
dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dari 2 (dua) atau lebih unsur tersebut untuk
membedakan barang dan/atau jasa yang diproduksi oleh orang atau badan hukum dalam
kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa. Salah satu sebab hak merek dapat dialihkan
adalah karena adanya jual beli antara pemilik merek dengan penerima merek. Notaris
sebagai pejabat umum memiliki peran yang penting dalam membuat akta autentik
mengenai perjanjian jual beli hak merek tersebut. Metode penelitian yang digunakan
adalah metode penelitian kepustakaan dengan bentuk penelitian hukum yuridis
normatif. Tipe penelitian ini adalah campuran antara penelitian deskriptif dan penelitian
analitis dengan pendekatan kualitatif. Agar dapat menjalankan profesinya atau
membantu pihak-pihak yang mempunyai permasalahan hukum, maka Notaris
membutuhkan keahlian khusus sebagai salah satu prasyaratnya. Sebagai pejabat umum,
salah satu kewajiban Notaris adalah meningkatkan ilmu pengetahuan dan keahlian profesi
yang telah dimiliki tidak terbatas pada ilmu pengetahuan hukum dan kenotariatan.
Sehubungan dengan kewajibannya tersebut, ketika terdapat pihak-pihak yang datang
menghadap kepada Notaris untuk membuat suatu perjanjian jual beli merek, maka Notaris
harus terlebih dahulu memahami seluk beluk mengenai hal tersebut, terutama mengenai
klausula penting yang sepatutnya ada.

ABSTRACT
A mark is a graphical representation of images, logos, names, words, letters, numbers,
arrangement of colors, in the form of 2 (two) dimensions and/or 3 (three) dimensions,
sound, hologram, or combination of 2 (two) or more of such element to distinguish
goods and/or services produced by a person or legal entity in the goods and/or service
trade activities. One of the reasons the rights of mark may be transferred is due to the
sale and purchase between the owner of the mark and the recipient of the mark. Notaries
as public officials have an important role in making an authentic deed of the sale and
purchase agreement of mark. The research method used is literature research method
with the form of juridical normative legal research. This type of research is a mixture of
descriptive research and analytical research with a qualitative approach. In order to run
the profession or assist the parties who have legal problems, the Notary requires special
skills as one of the prerequisites. As a general official, one of the obligations of a Notary
is to enhance the knowledge and expertise of the profession which has been owned not
limited to legal knowledge and notary. In connection with this obligation, when there
are parties who come to the Notary to make the sale and purchase agreement of mark,
the Notary must first understand the ins and outs of it, especially regarding the
important clauses that should exist."
2018
T51265
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Linda Permatasari
"PPJB adalah perjanjian antara pihak penjual dengan pihak pembeli sebelum dilakukan jual beli karena terdapat syarat-syarat yang belum terpenuhi untuk dilakukan jual beli. Namun dalam perkembangannya, terdapat beberapa kasus utang piutang yang dibuatkan akta PPJB oleh Notaris sebagai jaminan hutang. Seperti dalam kasus gugatan Pengadilan Negeri Nomor 621/Pdt.G/2019/ PN. Sgr. Atas dasar akta PPJB dengan Kuasa Menjual tersebut kreditur melakukan proses balik nama di BPN. Sedangkan dalam proses pengalihan hak atas tanah tersebut terdapat aspek-aspek pajak yang harus dipenuhi oleh para pihak sebelum melakukan proses balik nama di BPN. Mulai dari PPh, PBB, dan BPHTB. Tesis ini menganalisis mengenai prosedur pengalihan hak atas tanah atas dasar perbuatan hukum utang piutang dalam kasus Putusan Pengadilan Negeri Singaraja Nomor 621/Pdt.G/PN.Sgr dan peran Notaris dalam proses pengalihan hak atas tanah atas dasar perbuatan hukum utang piutang. Metode penelitian tesis ini adalah hukum yuridis normatif dengan tipologi penelitian eksplanatoris. Simpulan penelitian dalam tesis ini adalah 1. PPJB dan Kuasa Menjual atas dasar utang piutang tidak bisa dijadikan dasar pengalihan hak atas tanah di BPN. 2. Peran Notaris yaitu sebelum membuat akta harus memberikan penyuluhan hukum mengenai akta yang akan dibuat oleh para pihak, sehingga akta yang dibuat tidak bertentangan dengan hukum. Adapun saran dalam tesis ini adalah Notaris dalam notaris dalam menjalankan jabatannya wajib mematuhi ketentuan didalam peraturan perundang-undangan dan Notaris yang tidak melakukan peranannya baik berkaitan dengan pembuatan akta PPJB dengan kuasa menjual atas dasar perbuatan hukum utang-piutang diberi sanksi diberhentiakn sementara dari jabatannya.

PPJB is an agreement between the seller and the buyer before buying and selling because there are conditions thathave not been met for buying and selling. But in its development, there are several cases of receivable debt made by the NOTARY as a debt guarantee. As in the case of District Court lawsuit Number 621/Pdt.G/2019/ PN. Sgr. On the basis of the DEED OF PPJB with the Power of Sale, creditors conduct a process behind the name in BPN. While in the process of transferring land rights there are aspects of taxes that must be met by the parties before carrying out the process behind the name in bpn. Starting from PPh, UN, and BPHTB. This thesis analyzes the procedure for transferring land rights on the basis of the legal actions of receivable debts in the case of Singaraja District Court Decision No. 621 / Pdt.G / PN.Sgr and the role of Notaries in the process of transferring land rights on the basis of the legal actions of receivable debts. This thesis research method is normative juridical law with a typology of explanatory research. The conclusion of the research in this thesis is 1. PPJB and The Power of Sale on the basis of receivable debt cannot be used as a basis for the transfer of land rights in BPN. 2. The role of the Notary is before making a deed must provide legal counseling regarding the deeds to be made by the parties, so that the deed made is not contrary to the law. The advice in this thesis is that the Notary in the notary in carrying out his position must comply with the provisions in the laws and notaries who do not perform their role well with regard to the making of ppjb deeds with the power to sell on the basis of legal actions of debts receivables are sanctioned temporarily from office"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitorus, Antonius Jasminton
"Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang  Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat telah disahkan dan diundangkan pada tangal 5 Maret 1999, akan tetapi sampai saat ini menurut penulis masih ada permasalahan terkait kedudukan hukum (Legal Standing) dan permasalahan terkait domisili hukum dalam upaya hukum keberatan atas putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dalam hal Pemohon Keberatan berbeda-beda domisili hukum.
Dalam praktek, ada pelapor yang menafsirkan secara berbeda Pasal 44 ayat 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 yaitu bahwa pelapor memiliki Kedudukan Hukum (legal standing) untuk mengajukan upaya hukum keberatan ke Pengadilan atas putusan KPPU yang dijatuhkan terhadap pihak Terlapor dengan cara menghubungkannya ketentuan pada Pasal 44 ayat 2 dengan Pasal 1 angka 5 yang berbunyi sebagai berikut: “Pelaku Usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian, menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi, padahal Kedudukan Hukum (legal standing) untuk mengajukan upaya hukum keberatan ke Pengadilan atas putusan KPPU telah diatur secara tegas dalam Pasal 2 ayat (1) Perma Nomor 3 Tahun 2005 akan tetapi pengaturan tersebut tidak menghilangkan penafsiran bahwa mengacu kepada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, Pelapor dapat melakukan upaya hukum keberatan terhadap putusan KPPU. Domisili hukum pemohon upaya hukum keberatan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 diatur dalam Pasal 44 ayat (2) menyebutkan bahwa Pelaku usaha dapat mengajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah menerima pemberitahuan putusan tersebut dan Pasal 1 angka 19 menyebutkan bahwa Pengadilan Negeri adalah pengadilan di tempat kedudukan hukum usaha pelaku usaha.
Istilah kedudukan hukum usaha pelaku usaha.telah menimbulkan penafsiran yang berbeda atas defenisi kedudukan hukum usaha dan menjadi bias karena dapat saja perseroan terbatas melakukan kegiatan usaha dibanyak tempat diwilayah hukum negera Indonesia bahkan diluar negeri karena mengacu kepada penjelasan pasal 18 Undang-Undang Nomor 40 Tentang Perseroan Terbatas disebutkan bahwa kegiatan usaha merupakan kegiatan yang dijalankan oleh Perseroan dalam rangka mencapai maksud dan tujuannya yang harus dirinci secara jelas dalam anggaran dasar, dan rincian tersebut tidak boleh bertentangan dengan anggaran dasar. Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas tidak ada istilah dan pengaturan tentang kedudukan hukum usaha, yang ada adalah tempat kedudukan yang diatur dalam Pasal 17 yang menyebutkan Perseroan mempunyai tempat kedudukan di daerah kota atau kabupaten dalam wilayah negara Republik Indonesia yang ditentukan dalam anggaran dasar dimana tempat kedudukan tersebut sekaligus merupakan kantor pusat Perseroan.

Law Number 5 Year 1999 concerning Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition has been ratified and promulgated on March 5, 1999, but until now according to the author there are still problems related to legal standing and issues related to legal domicile in an effort the law of objection to the decision of the Business Competition Supervisory Commission (KPPU) in the case that the Petitioners object to different legal domiciles.

In practice, there are reporting party who interpret differently Article 44 paragraph 2 of Law Number 5 of 1999, namely that the reporter has a legal standing to file an objection to the Court for objections to the KPPU's decision handed down against the Reported party by linking the provisions to Article 44 paragraph 2 with Article 1 number 5 which reads as follows: Business Actors are every individual or business entity, whether in the form of a legal entity or not a legal entity established and domiciled in the jurisdiction of the Republic of Indonesia, either and together through agreements, carrying out various business activities in the economic field, whereas the legal standing for filing an objection to the Court over the KPPU's decision has been expressly regulated in Article 2 paragraph (1) Perma Number 3 of 2005, but the regulation does not eliminate the interpretation that it refers to Law Number 5 of 1999 , The Reporting Entity may make legal remedies against the KPPUs decision.
The legal domicile of the applicant for objection legal remedies in Law Number 5 of 1999 regulated in Article 44 paragraph (2) states that Business Actors may submit objections to the District Court no later than 14 (fourteen) days after receiving notification of the decision and Article 1 number 19 states that a District Court is a court in the legal place of business of a business.
The term legal business undertaking has caused a different interpretation of the legal position of the business and is biased because it can be limited liability companies to do business in many places in the legal territory of Indonesia even outside the country because it refers to the explanation of Article 18 of Law Number 40 concerning the Company Limited mentioned that business activities are activities carried out by the Company in order to achieve their aims and objectives which must be clearly specified in the articles of association, and these details must not conflict with the articles of association. In Law Number 40 of 2007 concerning Limited Liability Companies there are no terms and regulations regarding the legal status of business, which is the place of residence stipulated in Article 17 which states that the Company has a place of residence in the city or district area within the territory of the Republic of Indonesia specified in the articles of association where the domicile is at once the Companys head office."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T53746
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alisangihe, Amelia Sonja
"PPAT adalah Pejabat Umum yang bertugas pokok melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu. Sebelum melaksanakan pembuatan akta mengenai perbuatan hukum tersebut, selain PPAT wajib terlebih dahulu melakukan pemeriksaan pada Kantor Pertanahan mengenai kesesuaian sertipikat hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun, maka PPAT hanya dapat membuat akta pemindahan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun setelah Wajib Pajak menyerahkan tembusan Surat Setoran Pajak Penghasilan (SSP) dan BPHTB (SSB). Pokok permasalahan yang diangkat penulis dalam penelitian ini adalah: Bagaimana prosedur pelaksanaan pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPTHB)? dan: Apakah hambatan dalam penagihan Pajak Penghasilan (PPh) atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) bagi Pejabat Pembuat Akta Tanah? Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif; data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh melalui bahan pustaka berupa studi dokumen, dimana tipologi dalam penelitian ini bersifat evaluatif yakni menganalisa mengenai prosedur pelaksanaan pembayaran PPh atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dan BPTHB serta hambatan dalam penagihan PPh dan BPHTB bagi PPAT. Dari penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa pembayaran PPh atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dan BPTHB hanya dapat melalui bank-bank tertentu yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak dan meminta validasi terhadap bukti pembayaran pajak berupa Surat Setoran Pajak Penghasilan atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dan Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan ke Kantor Pelayanan Pajak yang telah ditunjuk membutuhkan waktu yang lama. Hal ini merupakan salah satu hambatan bagi PPAT untuk melakukan pendaftaran ke Kantor Pertanahan, sehingga PPAT menyerahkan dokumen-dokumen untuk pendaftaran terlebih dahulu ke Kantor Pertanahan, kemudian menyerahkan tembusan SSP dan SSB setelah mendapat validasi.

Land Deed Official is the General Official, who has duty to perform part of Land Registration Activities by iss uing deeds as legal proof of certain lawful acts conceming land and ownership rights on property, which will be used as Standard for land registration amendment resulting from such acts. Before issuing the deeds conceming such acts, official other than Land Deed Official, shall assess the actuality of the land and ownership rights certificate to the Land Office, afterwards Land Deed Official may issue the deed after the Taxpayer has submitted a copy of Tax Payment Slip (SSP) and Acquisition Duty of Right on Land and Building Payment Slip (SSB). The main issue that the writer desires to bring to this research is: what is the procedure of Income Tax Payment in respect of the Transfer of Right on Land and/or Building and Acquisition Duty of Right on Land and Building (BPHTB)? and: what is the barrier to land deed official in collecting income tax relating to such issue?. This research constitutes juridical normative research; using a secondary data obtained through materials such as documents. The typology in this research is evaluative, that is to analyze procedures of Income Tax Payment in respect of the Transfer of Right on Land and/or Building and Acquisition Duty of Right on Land and Building (BPHTB) and the barrier in collecting income tax by Land Deed Official relating thereto. By doing this research, it can be concluded that the payment of Income Tax in respect of the Transfer of Right on Land and/or Building and Acquisition Duty of Right on Land and Building (BPHTB) can only be made through certain banks appointed by the Directorate General of Taxation, and validation from the Tax Office generally takes a long period. This is one of the barriers to Land Deed Official in registering land to land Office, causing the copy of validation tax Payment Slip has to be submitted later after relating documents have been submitted."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T26450
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>