Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 110118 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Maidina Rahmawati
"ABSTRAK
Dalam kurun waktu lima tahun terakhir Indonesia dikejutkan oleh maraknya kasus kejahatan seksual terhadap anak, beberapa kasus menimbulkan puluhan korban dari satu pelaku. Menyikapi hal ini, pihak perumus kebijakan memfokuskan perhatiannya kepada upaya pemberatan hukuman semata, pemerintah menganggap bahwa sanksi yang ringan merupakan penyebab kasus terus bertambah. Padahal jika kita mencermati secara lebih luas, terdapat beberapa tipe pelaku kejahatan seksual, salah satunya pengidap pedofilia. Pedofilia dalam ilmu psikologi dikenal sebagai suatu gangguan seksual yang membutuhkan treatment bukan penghukuman. Penelitian ini bertujuan untuk mencari tahu apakah kebijakan pidana tertentu perlu diterapkan bagi pelaku kejahatan seksual yang mengidap pedofilia. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan, perbandingan dan pendekatan kasus. Penelitian ini bersifat eksploratoris dengan menelusuri landasan teori pidana dan pemidanaan. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa pemidanaan pada sistem peradilan pidana modern tidak hanya memandang perbuatan namun juga pelaku. Perkembangan pemidanaan ini melahirkan ide rehabilitasi dan individualisasi pidana. Konsep rehabiltasi dan individualisasi pidana ini pun sejalan dengan Pasal 10(4) Konvensi Hak Sipil dan Politik dan UU No 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan yang menjelaskan bahwa pemidanaa bertujuan merehabilitasi dan mengembalikan pelaku kepada masyarakat, sehingga kebijakan khusus bagi pelaku yang mengidap pedofilia diperlukan untuk merehabilitasi dan mengembalikan pelaku kepada masyarakat.

ABSTRACT
Over the past five years, people around Indonesia watched in fear and heartbreak as the number of sexual offences against children has risen. The several cases cause more than one victims from each perpetrator. Legislators and executives zealously react this problem by tightening laws to regulate the heavier sentence. They contend that the insufficient punishment has significant role in the increasing number of sexual offense. In fact, if we see in a wider perspective, sexual offence against children is not merely about criminal act. Sex offenders are classificated into four types, one of them is pedophilic offender. In psychology, Pedophile is known as an abnormal attraction which requires treatment, not punishment. This research aims to investigate whether the distinctive criminal law policy should be regulated for pedophilic offender. This research is a normative juridical, with an approach in legislation, comparison and approaches in cases (case approach), also explores several number of theories of sentencing. Based on this research, it can be concluded that under the modern criminal justice system, both offense conduct and offender characteristic have significant role in sentencing decisionmaking. This concept formulated individualized tailoring of sentences and rehabilitative model which confirming to the concept of correctional board under Law No 12/1995 and rehabilitative model Article 10(4) ICCPR. Therefore, the distinctive criminal law policy for pedophilic offender should be regulated in order to rehabilitate and to resocialize the offenders.;"
2016
S64678
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aditya Budi Cahyono
"Kekerasan seksual di Indonesia merupakan salah satu permasalahan hukum yang dianggap serius, Dalam menanggapi hal tersebut Indonesia mengatur hukuman pidana tambahan yakni kebiri kimia dan tercantum pada Undang-undang No.17 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-undang. Ditengah polemic pro dan kontra Presiden Joko Widodo secara Resmi Menanda tangani Peraturan Pemerintah No.70 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku kekerasan Seksual Terhadap Anak. Dengan timbul banyaknya polemik terkait keberadaan hukuman ini, maka penulis akan melakukan penelitian terkait penerapan hukuman kebiri kimia dengan menggunakan metode penelitian bersifat yuridis normatif dengan metode analisis kualitatif. Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan pendekatan analisis perbandingan hukum, pendekatan analisis peraturan perundang-undangan. Hasil dari penelitian ini penulis mendapatkan bahwa hukuman kebiri kimia di beberapa negara sangat memerlukan peran dari ahli medis untuk dapat melakukan penjatuhan hukuman kebiri kimia, dan hukuman kebiri kimia merupakan suatu bentuk hukuman terhadap pelaku kejahatan seksual terhadap anak karena dianggap memiliki gangguan kelainan mental yakni pedofilia. Pada saat ini para dokter masih menolak akan keberadaan hukuman kebiri kimia dikarenakan bertentangan akan kode etik profesinya, akan tetapi penulis menemukan bahwa seharusnya dokter dapat mengambil peran penuh dalam penerapan hukuman ini sebagai bentuk menjaga kondisi Kesehatan baik secara mental maupun fisik sehingga hukuman ini dapat menjadi bentuk rehabilitasi atau pengobatan atas perbuatan menyimpang dari pelaku.

In Indonesia sexual violence is one of the legal issues that considered as serious crime. For the response of this issue, Indonesia regulates additional criminal penalties called chemical castration and Written in UU No. 17/2016 about the Second Amendment to UU No. 23/2002 Child Protection Becomes Law. In between of the pro and cons of this sentence, President of Indonesia Joko Widodo Officially Signed Government Regulation No. 70 of 2020 concerning Procedures for Carrying Out Chemical Castration, Installation of Electronic Detection Devices, Rehabilitation, and Announcement of the Identity of Perpetrators of Sexual Violence Against Children. With the emergence of many polemics related to the existence of this punishment, the authors will conduct research related to the application of chemical castration using normative juridical research methods with qualitative analysis methods. This research is using comparative legal analysis approach, an analysis approach to statutory regulations. The results of this study the authors found that chemical castration in several countries fully depends on the role of medical experts to give chemical castration sentences, and chemical castration punishment is for perpetrators of sexual crimes against that are considered to have a mental disorder, namely pedophilia. At this time doctors still reject the existence of chemical castration punishment because it conflicts with the professional code of ethics, but the authors found that doctors should be able to take a full role in implementing this punishment as a form of maintaining health conditions both mentally and physically so that this punishment can be a form of punishment. rehabilitation or treatment of the perpetrator's deviant acts."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rayhan Dudayev
"Viktimologi merupakan ilmu yang mempelajari dampak kejahatan terhadap korban, perlakuan korban dalam sistem peradilan pidana, serta interaksi pelaku ? korban dalam suatu kejahatan. Dalam kasus perempuan sebagai pelaku kekerasan, perlu ditinjau interaksi pelaku perempuan dan korban laki-laki. Perempuan sebagai pelaku diduga sebelumnya menjadi korban kekerasan seksual. Namun, seperti halnya kasus kekerasan seksual lain, kasus kekerasan kekerasan seksual yang dialami perempuan pelaku juga tidak diproses karena minimnya bukti. Perempuan sebagai pelaku diproses dan kasus perempuan sebagai korban tidak diproses. Melalui tinjauan viktimologi dan hukum berspektif perempuan-lah penegakan hukum pada kasus ini ditinjau. Dengan menggunakan metode penelitian socio-legal, skripsi ini melihat sebab perempuan melakukan kekerasan dan analsis unsur sosiologis yang digunakan hakim dalam memutus perkara perempuan sebagai pelaku

Victimology study the impact of crime for the victim, the treatment of the victim in criminal justice system, and interaction between perpetrator and the victim of crime. In case of women acted as a perpetrator of violence, it needs tobe observed the cause of that action. Women perpetrator is fathomed as a victim of sexual assault before. However, like the other cases of sexual assault, the case of women who become victim of sexual assault and offender of violence are not processed by the police. Meanwhile, the female offender is processed by the police. Through victimology persperctive and feminist legal theory, law enforcement at this case will be observed. By using the method of socio-legal research, this thesis sees why women commit violence. It analyze the sociological element that?s employed by the judge at this case"
Universitas Indonesia, 2014
S57044
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ove Syaifudin Abdullah
"Secara konsep perlu adanya pembedaan antara subjek hukum anak dengan subjek hukum orang dewasa. Anak harus dianggap berbeda dengan orang dewasa karena anak tidak mengerti tolak ukur moral yang ada dimasyarakat. Anak-anak belum mengerti secara utuh atas kesalahan yang ia perbuatan, sehingga anak dipandang sebagai orang dewasa yang belum cakap, secara moral dan tidak memiliki kesalahan yang sama dengan orang dewasa. Penerapan dasar penghapus pidana pembelaan terpaksa di Indonesia tidak memiliki standar tertentu dalam menentukan apakah seorang subjek hukum yang melakukan perbuatan pembelaan diri tersebut telah dapat dikatakan wajar atau tidak. Untuk menentukan standar perbuatan pembelaan yang wajar perlu terpenuhinya asas subsidiaritas dan proporsionalitas. Penentuan standar tersebut diserahkan sepenuhnya kepada pengetahuan dan kemampuan hakim dalam menilai perkara yang terjadi. Hakim dalam menilai pembelaan paksa yang dilakukan oleh anak haruslah menggunakan standar yang berbeda dengan orang dewasa yang melakukan pembelaan terpaksa. Melalui metode penelitian yuridis normatif, dengan pengumpulan data menggunakan studi kepustakaan dan putusan pengadilan di Indonesia, penelitian ini berupaya menganalisis penerapan dasar pengahapus pidana pembelaan terpaksa terhadap subjek hukum anak di Indonesia dan diperbandinkan dengan konsep pembelaan paksa di Amerika Serikat. Hasil dari penilitian ini menunujukan bahwa terhadap perkara yang pembelaan terpaksa yang dilakukan oleh seorang anak dalam kasus di Indonesia. Apabila adanya rentang waktu antara serangan atau ancaman serangan terhadap diri anak tersebut, Majelis Hakim cenderung berpandangan bahwa anak dalam situasi tersebut, seharusnya dapat berfikir untuk melakukan upaya lain seperti menghindar ataupun melarikan diri. Sedangkan pada konsep pembelaan paksa di Amerika Serikat adanya rentang waktu antara serangan atau ancaman serangan terhadap diri anak itu, haruslah dipandang sebagai suatu tekanan psikologi, yang membuat Anak-anak ini terus-menerus mengkhawatirkan diri mereka. Oleh karena standar yang digunakan Amerika Serikat dalam mengukur perbuatan pada anak cukup didasarkan dengan adanya ketakutan dan/atau keyakinan atas serangan atau sncaman serangan yang akan segera terjadi terhadap dirinya.

Conceptually, there needs to be a distinction between children and adult legal subjects. Children must be considered different from adults cause they do not fully understand the mistakes they make, so children are seen as adults who are not yet capable, morally and do not have the same mistakes as adults. The application of Exclusion Criminal Punishment self defense in Indonesia does not have a certain standard. To determine the standard of reasonable defense, it is necessary to fulfill the principles of subsidiarity and proportionality. The determination of the standard is left entirely to the knowledge and ability of the judge in assessing the case. Judges in assessing forced defense committed by children must use different standards from adults who commit forced defense. Through the normative juridical research method, with data collection using literature study and court decisions in Indonesia, this research seeks to analyze the application of exclusion criminal punishment self defense against child legal subjects in Indonesia and compared with the concept of forced defense in the United States. The results of this research indicate that in cases of forced defense committed by a child in Indonesia. If there is a time span between attacks or threats of attacks against the child, the judges tend to think that the child in that situation should be able to think of making other efforts such as avoidance or escape. Whereas in the concept of forced defense in the United States, the time between attacks or threats of attacks on the child should be viewed as a psychological pressure, which makes these children constantly worry about themselves. Therefore, the standard used by the United States in measuring the actions of children is based on the fear and/or belief of an imminent attack or threat of attack against them."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tunggal S
"Kekerasan seksual terhadap anak merupakan peristiwa yang kerap terjadi di Indonesia. Data statistik menunjukkan bahwa angka kekerasan seksual terhadap anak tiap tahun tidak mengalami penurunan yang berarti. Sanksi pidana tidak dapat menjadi satu-satunya alat untuk mengendalikan angka kekerasan seksual terhadap anak. Tindakan kebiri kimia dikeluarkan dengan harapan mampu mengurangi angka kekerasan seksual terhadap anak. Namun, keberadaan sanksi kebiri kimia menimbulkan keberatan dan perbedaan pendapat diberbagai kalangan. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan tujuan pemidanaan dari keberadaan kebiri kimia dan bentuk sanksi yang tepat bagi penjatuhan kebiri kimia di Indoesia. Penelitian ini merupakan penelitian normatif dengan menggunakan studi dokumen berupa data sekunder dengan wawancara sebagai pelengkap. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa tujuan pemidanaan dari kebiri kimia adalah rehabilitasi, dengan catatan bahwa tindakan kebiri kimia tersebut dijatuhkan bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak yang menderita gangguan pedofilia. Karena dijatuhkan bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak yang menderita gangguan pedofilia untuk tujuan rehabilitasi, maka bentuk sanksi yang tepat adalah tindakan. Bentuk sanksi yang tepat atas penjatuhan kebiri kimia adalah tindakan bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak yang menderita gangguan pedofilia.
Sexual assault against children is an phenomenon that often occurs in Indonesia. The statistic shows that the number of sexual assault against children doesn't decrease significantly. Punishment can't be the only way to control the number of sexual assault against children. The treatment of chemical castration perfomed in the hope of reducing the number of sexual assault against children. However, the chemical castration itself raises the objections and difference of opinion in various circle. This research aims to determine the sentencing purpose of chemical castration and the proper sanction for imposing chemical castration in Indonesia. This research is a normative study using documentary studies in the form of secondary data with interviews as a complement. The research was found that the purpose of punishment from chemical castration was for rehabilitation, with notes that the chemical castration treatment is dropped for the sexual offender against children with pedophilia. Regarding the research result, the proper sanction is treatment and the right sanction of the treatment for sexual offender against children is for sexual offender against children with pedophilia disorder."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kresno Anto Wibowo
"Program Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang dimaksudkan untuk membantu bank-bank yang sedang mengalami kesulitan likuiditas pada saat krisis moneter yang terjadi pada tahun 1997 justru disalahgunakan oleh bank-bank penerimanya. Fenomena ini telah membuka dimensi baru dalam wajah kejahatan dan pelakunya di Indonesia, yang semula hanya melihat bank sebagai pihak yang dirugikan (korban) namun kini telah menempatkan bank (maupun pengurusnya) sebagai pelaku kejahatan di bidang perbankan. Yang menjadi permasalahan adalah bagaimana kebijakan hukum pidana dalam hukum positif terhadap bank sebagai pelaku kejahatan di bidang perbankan, kemudian dikaitkan dengan kebijakan pemberian release and discharge, serta bagaimana sebaiknya perumusan kebijakan hukum pidana dalam rangka pembaharuan perundang- undangan di masa yang akan datang. Dengan demikian tujuan penelitian ini adalah mengkaji kebijakan hukum pidana yang tertuang dalam hukum positif, kemudian menganalisa penerapan (aplikasi) kebijakan hukum pidana berkaitan dengan pemberian release and discharge, serta mengevaluasi konsep kebijakan hukum pidana terhadap bank sebagai pelaku kejahatan di bidang perbankan dalam rangka pembaharuan hukum. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan dengan data sekunder sebagai sumber datanya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan hukum pidana terhadap bank sebagai pelaku kejahatan di bidang perbankan sebagaimana yang terdapat pada Undang-Undang tentang Perbankan (Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998) ternyata lebih ditujukan kepada subjek manusia (pengurus bank, yang diperluas hingga mencakup pihak terafiliasi), sedangkan terhadap bank (korporasi) adalah berwujud pada kebijakan yang sifatnya non penal (sanksi administratif). Selanjutnya berkaitan dengan pemberian release and discharge berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2002, dilihat dari sudut kebijakan (policy) merupakan kebijakan yang sifatnya integral dengan program pembangunan nasional pada saat itu, sehingga membawa perubahan arah kebijakan hukum pidana pada tahap aplikasi (penegakan hukum). Pada akhirnya dapat disimpulkan bahwa kebijakan hukum pidana terhadap bank sebagai pelaku kejahatan di bidang perbankan pada tahap legislasi maupun tahap aplikasi ternyata dirasakan masih lemah dan cenderung berpihak kepada kepentingan korporasi. Untuk itu perlu dilakukan pembaharuan undang-undang perbankan yang meliputi kriminalisasi beberapa perbuatan sebagai tindak pidana perbankan, pertanggungjawaban pidana korporasi, serta penjatuhan sanksi pidana dengan mekanisme penyelesaian di luar persidangan (put of court) terhadap bank sebagai sebagai pelaku kejahatan di bidang perbankan.

Bank Indonesia Liquidity Support program (BLBI) that is meant to help banks that strucking a snag liquidity upon happening monetary crisis on year 1997 but misused by bank its receiver. This phenomenon have opened new dimension in criminal offenders at Indonesia, which just originally see bank as side as harmed (victim) but is now have placed bank (and also its executive corporate) as subject at criminal banking. One that as about problem is how penal policy that most decants in law to bank as the offender of criminal banking, then concemed by application release and discharge policy, and how better penal policy formulation to bank as the offender of criminal banking in order to reconditioned legislation at proximately. Observational intent thus it is analyses penal policy that is decanted in positive law, then analyses implementation (application) penal policy gets bearing with application release and discharge, and evaluates penal policy concept to bank as the offender of criminal banking in order to jurisdictional reconditioned. This research utilize bibliographical research method with secondary data as source of its data. Result observationaling to point out that penal policy to bank as the offender of criminal banking as it were that there be on Banking Act (Act Number 7/1992 as it were changed by Act Number 10/1998) apparently more being addressed to subjek man (bank administrator, one that expanded until ranges the affiliation person), meanwhile to bank (Corporation) are tangible on policy that its character non penal (administrative sanction). Hereafter gets bearing with application release and discharge base Presidential Instruction Number 8/2002, seen from policy perspective, its constituting policy that its character integral with nationa! program development at that moment, so taking in changing penal policy aim on application phase (criminal law enforcement) to arsonists at banking area. On eventually gets to be concluded that criminal law policy to bank as as the offender of criminal banking on legislation phase and also application phase apparently been felt still frail and tend gets to side to Corporation behalf. So it needs to update the rules (Banking Act) with that covers criminalisation some conduct as acts banking crime, inserted its corporate criminal liability, and punishment with a mechanism of out of court system to bank (Corporation) as the offender of criminal banking."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T26063
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Atika Yuanita Paraswaty
"ABSTRAK
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang berlaku di Indonesia adalah kitab undang-undang zaman kolonial. Dinamika perkembangan masyarakat demokratis menuntut adanya pembaharuan KUHP tersebut menjadi KUHP yang memuat nilai-nilai bangsa Indonesia. KUHP memang tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum saat ini. Oleh karena itu terdapat upaya pembaharuan hukum pidana nasional melalui Rancangan KUHP. Terjadi perubahan perumusan pasal didalamnya, salah satunya adalah pasal mengenai tindak pidana agama. Telah terjadi perluasan perumusan pasal terkait tindak pidana tersebut, dipisahnya tindak pidana terhadap agama dan tindak pidana terhadap kehidupan beragama dan sarana beribadah. Pada KUHP, tindak pidana agama diatur dalam Pasal 156a KUHP. Hasil penelitian menyimpulkan upaya penanggulangan dalam KUHP terkait tindak pidana agama menjadi tidak efektif. Pada R-KUHP, perumusan pasalnya masih memiliki “jiwa” KUHP. Adanya perluasan delik menimbulkan overcriminalization. Terhadap prospek kedepannya harus lebih dijelaskan maksud tindak pidana yang ada agar tidak terjadi kesimpangsiuran dalam pengimplementasian undang-undang tersebut. Penelitian menyarankan kebijakan penanggulangan terhadap tindak pidana agama harus melalui proses sarana non-penal terlebih dahulu, dapat dilakukan dialog agar menjadi sepaham dengan permasalahan yang terjadi.

ABSTRACT
Criminal code applicable in Indonesia are colonial laws. Dinamic society growth claims criminal law reform which containing the values of the nation of Indonesia. Criminal code is nnot longer in line with the current legal developments. Hence the national criminal law reform efforts through draft criminal code. Article formulation changes therein, one of which is the chapter on religious offenses. That have an expansion clause is divided criminal offenses against religion and the other is crimes against religious life and worship facilities. In the criminal code, religious crime set in Pasal 156a. The study concluded criminal policy in criminal code is not effective. In draft criminal code, article draft is still have “soul” of criminal code. The expansion of crime cause overcriminalization. The outlook for the next must be clear that about crimes are not being mazy on that code implementation. The study suggest criminal policy for religious crime must be process non-penal effort firstly, that can be hold discuss or dialogue that be like-minded about society and religious problems."
Universitas Indonesia, 2013
T32788
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Andi Nurul Avira
"Tesis ini memuat pembahasan terkait tindak pidana narkotika yang dilakukan oleh anak dengan mengacu pada Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak UU SPPA dan Undang-Undang Narkotika, dimana dalam penelitian ini akan dibahas proses restorative justice yang tidak terlaksana dengan maksimal khususnya bagi anak pelaku tindak pidana narkotika. Penjatuhan sanksi pidana penjara kepada anak pelaku tindak pidana narkotika menjadi timpang ketika UU SPPA dan UU Narkotika yang menitikberatkan proses rehabilitasi bagi pecandu dan penyalah guna narkotika, justru tidak diterapkan oleh aparat penegak hukum. Selain itu, tesis ini membahas dan menguraikan faktor-faktor penyebab anak melakukan tindak pidana narkotika dan perbandingan penanganan anak pelaku tindak pidana narkotika di beberapa lembaga. Penelitian ini bersifat yuridis-normatif, dimana penulis mengaji Undang-Undang yang kemudian dikaitkan dengan sejauh mana peraturan tersebut diterapkan dan berlaku di masyarakat.
Hasil penelitian ini mengungkap faktor penyebab anak menjadi pelaku tindak pidana narkotika, yang terdiri atas faktor internal dan eksternal, kemudian penerapan sanksi kepada anak pelaku tindak pidana narkotika yang belum terlaksana dengan maksimal berdasarkan UU SPPA dan UU Narkotika, serta perbedaan penanganan pidana terhadap anak pelaku tindak pidana narkotika yang dilaksanakan di LPKA Jakarta, BNN LIDO, dan RSKO Jakarta. Meskipun ketiga lembaga tersebut memiliki fungsi yang sama bagi perbaikan para pelaku tindak pidana narkotika, namun ternyata masih terdapat banyak celah jika dilihat dari segi penanganannya, diantaranya adalah proses rehabilitasi serta program-program yang dilaksanakan didalam ketiga lembaga tersebut.

This thesis discusses about the narcotic crime whos committed by children, referring to the Child Criminal Justice System Act and Narcotics Act, this study discussed about the process of restorative justice that wasn 39 t implemented maximally, especially for the child of the perpetrators narcotic crime. Decision of the jail punishment to child drug abusers could be judged didn rsquo t accordance with a Child Criminal Justice System Act and Narcotics Act which have a priority for doing a rehabilitation and isn rsquo t applied by law enforcement officers. This study is juridical normative, which an authors review is an act and will be associated with the extent to the rules was applied in the society.
The results of this study express the causing factors of why a child be a perpetrators of narcotics crime, which consist by internal and external factors, then an application of sanctions to children whos carry out in narcotics crime that has not been implemented maximally based on SPPA Act and Narcotics Act, and a difference of criminal treatment for a child drug abusers in LPKA Jakarta, BNN LIDO, and RSKO Jakarta. Although they have a same function for handle a child drug abusers, but there is something different between the rehabilitation process and the programs implemented.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T49815
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>