Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 161023 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Vincent Velayo
"ABSTRAK
Dokter dan apoteker merupakan salah dua dari tenaga kesehatan yang saling bersinergi dalam memberikan pelayanan kesehatan, dimana dokter melakukan penanganan medikal sementara apoteker yang akan menindaklanjuti produk (resep) dari dokter tersebut, yakni dispensing. Namun demikian, tidak sedikit dokter melakukan pemberian obat secara langsung (dispensing) kepada pasien. Tumpang tindih praktik dispensing yang dilakukan antara dokter (tenaga medis) dengan apoteker (tenaga kefarmasian) tersebut menyebabkan ketidakpastian hukum, sehingga perlu diketahui bagaimana sebenarnya regulasi yang mengatur mengenai kewenangan antara dokter dengan apoteker terkait praktik dispensing. Adapun metodologi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah normatif, yakni dengan meneliti terhadap bahan primer, sekunder, dan tersier. Hasil penelitian ini menemukan bahwa pengaturan mengenai praktik dispensing yang merupakan lingkup bagian kefarmasian, telah memiliki regulasi yang jelas, baik mengenai pihak yang berwenang melakukan pekerjaan di bidang kefarmasian, mengenai apa saja yang termasuk bidang kefarmasian dan mengenai larangan serta sanksi bagi yang tidak berwenang namun melakukannya. Namun demikian, praktik dispensing tersebut tetap terbuka bagi dokter dalam keadaan dan situasi tertentu. Oleh karena itu, peran aktif masyarakat dan upaya dari masing-masing profesi untuk menghormati kewenangan antar profesi sangat diperlukan supaya hukum yang ada dapat ditegakkan sehingga tercapai kepastian hukum.

ABSTRACT
Doctor and pharmacist are part of health labour that synergy in giving health service, in which doctor do the medical treatment while pharmacist will work based on the doctor`s prescribing, which is called dispensing. However, not few doctor do the dispensing straightforward to the patient by themselves. The overlap practice of dispensing which is done by doctor (medical labour) with pharmacists (pharmacy labour) causing law uncertainty, so it is important to know about how actually the regulation that regulate about authority between doctor and pharmacist in dispensing practice. Using the methodology of the normative legal research conducted a study of the primary material, secondary, tertiary. This research found out that regulation of dispensing practice which is part of pharmacy, has well regulated, that regulate the subject who has authority in doing pharmacy`s work, regulate about what is include in pharmacy section and regulate about the prohibition and sanction for subject who don`t have authority in doing work in pharmacy section but still do it. However, dispensing practice is still applicable for doctor in some condition and situation that has been regulated. Therefore, society`s active role and each profession effort to honour authority between those two professions are really needed so that regulation can be enforced and will be result on law certainty."
2016
S64853
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Masayu Dinahya Diswanti Putri
"Apoteker memiliki peran penting dalam meningkatkan penggunaan obat secara rasional dengan memberikan informasi mengenai obat secara akurat dan jelas ketika menyerahkan obat kepada pasien. Penggunaan obat yang rasional memiliki peran penting dalam menghindari reaksi obat tidak diinginkan yang dapat dicegah, memaksimalkan hasil terapi dengan meningkatkan kepatuhan pasien, dan meminimalkan biaya terapi obat. Namun, saat ini gambaran kegiatan pemberian informasi obat dan hubungannya terhadap rasionalitas penggunaan obat pada pasien COVID-19 isolasi mandiri masih terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan pemberian informasi obat dengan kerasionalan penggunaan obat pada pasien COVID-19 yang menjalani isolasi mandiri di wilayah Jabodetabek. Desain penelitian ini adalah cross-sectional dengan metode mixed method tipe embedded design. Metode perolehan sampel dilakukan dengan teknik consecutive sampling menggunakan kuesioner yang telah memenuhi uji validitas dan reliabilitas. Data yang dikumpulkan adalah data primer dengan total 146 sampel dan dianalisis menggunakan IBM®SPSS® versi 25. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar kegiatan pemberian informasi obat telah dilaksanakan secara maksimal (52,7%) serta responden memiliki pemahaman yang baik mengenai informasi obat yang diperoleh (65,8%) dan telah menggunakan obat secara rasional (56,8%). Terdapat korelasi positif berkekuatan sedang antara pemberian informasi obat dengan rasionalitas penggunaan obat pada pasien COVID-19 isolasi mandiri (p=0,000; r=0,458). Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa semakin maksimal pelaksanaan kegiatan pemberian informasi obat kepada pasien COVID-19 isolasi mandiri, maka pasien akan semakin rasional dalam menggunakan obat.

Pharmacists play an essential role in promoting rational use of medicines by giving drug information clearly and accurately while delivering medicines to patients. Rational use of medicines plays an important role in avoiding preventable adverse drug reaction, maximizing therapeutic outcomes by promoting patient adherence, and minimizing the cost of drug therapy. However, at the moment, the description of dispensing medication information and its relation to the rationality use of medicine in self-isolation COVID-19 patients is still limited. This study aimed to analyze the relationship between dispensing drug information with rationality use of medicines in COVID-19 self-isolation patients in Jabodetabek area. The design of this research is cross-sectional design with mixed method type embedded design. The data was collected by using consecutive sampling technique using questionnaire that had fulfilled the validity and reliability test. Primary data were collected with a total of 146 samples which then analyzed by using IBM®SPSS®version 25. The results showed that most of the dispensing drug information had carried out optimally (52.7%) and most of the respondents had a good comprehension of the drug information obtained (65.8%) and had used medicines rationally (56,8%). The results of the correlation test with Spearman’s rho showed that there was a moderate positive correlation between dispensing drug information with rationality use of medicines in self-isolation COVID-19 patient (p=0.000; r=0.458). Therefore, it can be concluded that the more optimal the implementation of dispensing drug information to self-isolation COVID-19 patients, the more rational the patient will be in using medicines."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bunga Lirvina Sori
"Kewajiban insolvensi test pada lembaga Indonesia Investment Authority atau Lembaga Pengelola Investasi (“INA”) diatur di dalam Pasal 72 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2020 tentang Lembaga Pengelola Investasi yang pada pokoknya mengatur bahwa INA tidak dapat dipailitkan kecuali dapat dibuktikan INA berada dalam kondisi yang insolven  dengan pembuktian berdasarkan insolvency test oleh lembaga independen yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan. Namun demikian, tidak dijelaskan secara rigid bagaimana mekanisme insolvency test yang dimaksud dan bagaimana penerapannya di Indonesia karena sistem kepailitan di Indonesia sama sekali tidak mengenal mekanisme insolvency test karena ada beberapa faktor bahwa insolvency test dianggap sulit diterapkan di Indonesia sehingga lembaga independen yang dapat melakukan insolvency test pun sampai dengan saat ini belum ada. Hal tersebut menyebabkan ketentuan mengenai insolvency test pada INA akan sulit diterapkan karena tidak relevan dengan kepailitan di Indonesia. Adapun penelitian ini bertujuan untuk memahami dan mengetahui sejauh mana kewajiban insolvency test pada INA dapat diterapkan di Indonesia dan mengapa insolvency test juga tidak dijawibkan pada kepailitan BUMN yang sama-sama menjadi kewenangan Menteri Keuangan, dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif dan berdasarkan perkembangan perekonomian Indonesia, saat ini insolvency test tidak hanya dapat diterapkan pada INA, namun kedepannya berkemungkinan dapat diterapkan pada kepailitan BUMN.

The insolvency test obligation on the Indonesia Investment Authority or Investment Management Institution ("INA") is regulated in Article 72 of Government Regulation of the Republic of Indonesia No.74 of 2020 concerning Investment Management Institutions which basically regulates that INA cannot be bankrupted unless it can be proven that INA is in an insolvent condition with proof based on an insolvency test by an independent institution appointed by the Minister of Finance. However, it is not rigidly explained how the insolvency test mechanism is intended and how it is applied in Indonesia because the bankruptcy system in Indonesia does not recognize the insolvency test mechanism at all because there are several factors that the insolvency test is considered difficult to apply in Indonesia so that independent institutions that can conduct insolvency tests do not yet exist. This causes the insolvency test in the INA difficult to apply as it is not relevant to bankruptcy in Indonesia. This study aims to understand and find out the extent to which the insolvency test obligation on INA can be applied in Indonesia and why the insolvency test is also not obliged to the bankruptcy of BUMN which is equally the authority of the Minister of Finance, using normative juridical research methods and based on the development of the Indonesian economy, currently the insolvency test can not only be applied to INA, but in the future it is possible to be applied to the bankruptcy of BUMN."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arya Widi Ramadanang
"Self-Medication atau swamedikasi merupakan suatu kegiatan yang berhubungan dengan kesehatan yang saat ini banyak dilakukan oleh masyarakat Indonesia dan Dunia. Self-Medication atau swamedikasi sendiri merupakan kegiatan pengobatan diri sendiri yang didasarkan pada pengetahuan individu yang diperoleh dari berbagai sumber tanpa adanya konsultasi dengan dokter. Self-Medication atau swamedikasi diawali dengan self-diagnose atau mendiagnosis diri sendiri yang berdasarkan pada sumber non tenaga medis atau tidak berdasarkan pada diagnosis yang dilakukan oleh dokter. Setelah melakukan self-diagnose dan sudah mengetahui perkiraan penyakit yang dialami, selanjutnya pelaku self-Medication atau swamedikasi akan membeli obat untuk penyakit tersebut di toko obat ataupun apotek. Apoteker memiliki peran penting dalam melayani Self-Medication atau swamedikasi yang dilakukan oleh masyarakat di apotek. Dalam pelayanan Self-Medication atau swamedikasi di apotek, apoteker harus terlebih dahulu mengetahui penyakit apa yang diderita oleh pelaku swamedikasi. hal tersebut dilakukan dengan cara melakukan wawancara kepada pelaku swamedikasi di apotek. Proses untuk mengetahui penyakit yang diderita tersebut terlihat seperti diagnosis yang dilakukan oleh dokter dan merupakan wewenang dari dokter. Dalam peraturan perundang-undangan belum disebutkan secara jelas mengenai wewenang apoteker dalam melakukan wawancara kepada pelaku swamedikasi yang bertujuan untuk mengetahui penyakit yang dialami oleh pelaku swamedikasi. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, penelitian ini akan membahas mengenai wewenang apoteker untuk memberikan obat dan diagnosis kepada pasien atau pelaku swamedikasi di apotek dilihat dari peraturan perundang-undangan hukum kesehatan. Dari penelitian ini ditemukan bahwa wewenang apoteker dalam hal melakukan wawancara untuk menentukan penyakit yang dialami oleh pelaku swamedikasi diperbolehkan dalam peraturan perundang-undangan namun terbatas pada penyakit-penyakit ringan yang dapat diobati dengan obat golongan bebas dan bebas terbatas.

Self-medication is a prevalent practice in Indonesia and worldwide, where individuals diagnose and treat themselves based on their own knowledge without consulting to a doctor. This process begins with self-diagnosis, using non-medical sources rather than a doctor's diagnosis. After self-diagnosing, individuals proceed to purchase medicines for their perceived ailment from pharmacies. Pharmacists play a crucial role in facilitating self-medication by providing assistance to customers in pharmacies. They engage in interviews with individuals to determine their medical condition, resembling a doctor's diagnosis, although the legal framework does not clearly define the authority of pharmacists in conducting these interviews. Through normative juridical research, this study aims to explore the authority of pharmacists to provide medications and diagnoses to self-medication actors in pharmacies within the context of health law legislation. The findings reveal that pharmacists are permitted by the legislation to conduct interviews to identify the illnesses experienced by self-medication actors. However, this authority is limited to minor ailments that can be treated with over-the-counter and limited over-the-counter drugs."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rochimiah
"Berdasarkan Kepmenkes no 129 tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit, standar pelayanan farmasi untuk tidak adanya kejadian kesalahan pemberian obat adalah 100 %. Kejadian kesalahan pemberian obat dari bagian farmasi di RS ?X? masih selalu muncul walaupun sudah ada Standar Prosedur Operasional (SPO). Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan kesalahan. Metode penelitian ini adalah kualitatif dengan melakukan analisis konten. Peneliti melakukan wawancara mendalam, observasi dan telaah dokumen. Dari hasil penelitian didapatkan faktor penyebab kejadian kesalahan pemberian obat yang perlu diperbaiki adalah faktor supervisi terhadap pelaksanaan SPO, lingkungan kerja fisik, kelelahan, stress dan interupsi, beban kerja serta ketrampilan dan pengetahuan petugas.

Based on Kepmenkes No. 129 year 2008 about Minimum Service Standards Hospitals, pharmaceutical service standards for the absence of medication error occurrence is 100%. Incidence of medication errors in a hospital "X" pharmacy section was always appear despite existing Standard Operating Procedures (SOPs). The purpose of this research is to identify and analyze the factors that caused the error. This is a qualitative research method with content analysis. Researchers conducted in-depth interviews, observation and document review. From the results, the causes of medication error events that need to be improved is the supervision of the implementation of SPO factors, physical work environment, fatigue, stress and interruptions, workload and skill and knowledge workers."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
T41900
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sihite, Rionaldo Fernandez
"Tesis ini membahas tentang kedudukan Komisi Pengawas Persaingan Usaha KPPU dalam struktur ketatanegaraan, mekanisme penegakan hukum persaingan usaha dan kekuatan hukum Putusan KPPU, serta analisis mengenai apakah seharusnya mekanisme penegakan hukum persaingan menggunakan sistem peradilan administratif mengingat KPPU merupakan lembaga dengan kewenangan menjatuhkan sanksi administratif. Tesis ini menggunakan metode penelitian normatif doktrinal dengan melakukan analisis permasalahan melalui pendekatan asas-asas hukum serta mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan, dimana sumber data dititikberatkan pada data sekunder yang diperoleh dari berbagai bacaan seperti peraturan perundang-undangan, buku-buku, dan internet yang dinilai relevan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Pertama, KPPU merupakan lembaga negara penunjang auxiliary state rsquo;s organ bersifat independen yang dibentuk untuk membantu kinerja lembaga negara utama dibidang penegakkan hukum persaingan usaha. Kedua, Kekuatan putusan KPPU sangat tergantung dari reaksi terlapor, akan mempunyai kekuatan hukum tetap bila : 1 Pelaku Usaha tidak mengajukan keberatan, 2 alasan keberatan terhadap putusan KPPU ditolak oleh pengadilan negeri dan pelaku usaha tidak mengajukan kasasi kepada MA, dan 3 alasan-alasan Kasasi yang diajukan ditolak oleh MA. Ketiga, sistem peradilan administrasi di Indonesia diselenggarakan oleh PTUN, dan PTUN telah mengatur secara tegas bahwa yang menjadi wewenangnya adalah persengketaan yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara, sedangkan KPPU bukanlah pejabat Tata Usaha Negara dan Putusan KPPU bukan keputusan Tata Usaha Negara, sehingga KPPU bukanlah termasuk dalam lingkup kewenangan dari peradilan administrasi negara.

This thesis discusses the position of Business Competition Supervisory Commission KPPU in the constitutional structure, mechanism of law enforcement business competition and legal force of KPPU 39 s Decision, and an analysis of whether the competition law enforcement mechanisms should use administrative court system considering KPPU is an institution with the authority to impose administrative sanctions. This thesis uses normative doctrinal research method by conducting problem analysis through law principles approach and referring to legal norms existed in laws, where the data sources are focused on secondary data obtained from various literatures such as legislation, books, and internet sources which are considered as relevant. The results show that First, KPPU is an independent auxiliary state 39 s organ formed to assist the performance of main state organs in field of business competition law enforcement. Secondly, the KPPU rsquo s decision force depends very much on the reaction of convict, will have legal force decision if 1 the business actor does not object 2 the reason for objection to KPPU 39 s decision is rejected by district court and business actor does not appeal to Supreme Court 3 proposed cassation reasons was rejected by Supreme Court. Thirdly, the administrative court system in Indonesia is administered by the State Administrative Court, and the Administrative Court has stipulates that its authority is a dispute arising in field of State Administration, while KPPU is not a State Administrative Officer and KPPU 39 s Decision is not a State Administrative Decision, so that KPPU is not within the scope of authority of state administrative court."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
T47588
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dea Pratiwi
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai contributory negligence dalam transaksi terapeutik. Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Pembahasan dalam skripsi ini mencakup hubungan hukum antara dokter dan pasien dalam transaksi terapeutik, pengaruh contributory negligence terhadap transaksi terapeutik antara dokter dan pasien dan analisis contributory negligence dalam transaksi terapeutik dalam putusan no. 130/Pdt.G/2013/PN.Pdg. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa transaksi terapeutik menimbulkan hubungan hukum yang memunculkan hak dan kewajiban bagi dokter serta pasien. Saat terjadi contributory negligence dalam transaksi terapeutik, pengaruh yang mungkin ditimbulkan yaitu berakhirnya hubungan transaksi terapeutik sehingga juga menghilangkan hak dan kewajiban dokter serta pasien, dan dalam hal ganti rugi, maka akan dilakukan pembagian beban ganti rugi berdasarkan proporsi kesalahan. Dalam kasus ini, tindakan dokter gigi telah sesuai dengan standar profesi medis, lalu tindakan pasien memenuhi unsur-unsur contributory negligence. Pengaruhnya yaitu berakhirnya hubungan transaksi terapeutik sehingga juga menghilangkan hak dan kewajiban dokter gigi serta pasien. Dalam hal ganti rugi, pasien tidak menerima ganti rugi sama sekali.

ABSTRACT
This thesis discusses about contributory negligence in therapeutic transaction. This research is normative juridical research with qualitative approaches. Discussions in this thesis includes legal relationship between doctor and patient in therapeutic transaction, the effect of contributory negligence for therapeutic transaction between doctor and patient, and analysis about contributory negligence in therapeutic transaction of Padang District Court Decision No. 130 Pdt.G 2013 PN.Pdg. The results of this research states that therapeutic transaction creates legal relationship that bring out rights and duties for doctor and patient. When contributory negligence happens in therapeutic transaction, the effects that may be resulted are the end of therapeutic transaction relationship so that also deprives rights and duties for doctor and patient, and about damages, there will be apportionment of damages based on the proportion of faults. In this case, the dentist rsquo s action already met the standard of medical care, then the patient rsquo s action met the elements of contributory negligence. The effects were the end of therapeutic transaction relationship so that also deprives rights and duties for dentist and patient. About damages, the patient didn rsquo t get damages completely. "
2017
S67571
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhyna Putri Aisyah
"ABSTRAK
Ringkasan penelitian ini membahas tentang kelalaian bidan dan asisten apoteker yang menyebabkan kematian berdasarkan analisis putusan No. 963 K/PID.SUS/2013 Tipe penelitian ini adalah deskriptif, karena penelitian ini menjelaskan permasalahan didasarkan pada teori atau ditinjau kaitannya antara teori dan praktek. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif, yaitu dengan mengacu pada norma hukum yang terdapat pada peraturan Perundang-Undangan dan putusan pengadilan serta norma-norma yang berlaku dan mengikat masyarakat. Penelitian ini menjabarkan tanggung jawab dan kewenangan bidan dan asisten apoteker dalam menjalankan praktek dan dalam pemberian obat serta menganalisis putusan No. 963 K/PID.SUS/2013 Tanggung jawab dan kewenangan bidan dan asisten apoteker baik dalam menjalankan praktek dan dalam pemberian obat telah diatur dengan sangat baik dan merupakan bentuk jaminan keselamatan bagi pasien serta merupakan jaminan keamanan bagi tenaga kesehatan. Baiknya regulasi tersebut juga merupakan bentuk preventif terhadap timbulnya malpraktek atau kelalaian tenaga kesehatan dalam menjalankan tanggung jawab profesinya. Hasil penelitian ini adalah bahwa putusan pengadilan sudah tepat dan sesuai dengan aturan yang berlaku.

ABSTRACT
This summary will discuss about midwife and assistant pharmacist inadvertency on drug administration that had caused death based on health law Decision Number 536 PID.B.2010.PN.PDG. The type of this research is descriptive, meaning that the research will describe problems based on theory or by seeing the connection between the theory and the actual reality. The method used in this research is juridical normative, which means that the research is conducted according to the legal norm that is available in the legislation and court decision, also society rsquo s norms. This research explains midwife and pharmacist assistant rsquo s responsibilities and authorities on doing their duty and on drug administration, also gives a good analysis about court decision No. 963 K PID.SUS 2013 Both midwife and pharmacist assistant rsquo s responsibilities and authorities have been regulated so well so they become both form of safety assurance for patients, and form of security assurance for health workers. The good regulation also prevents malpractices on happening when health workers are doing their responsibilities. The result is that the court ruling is proper and is made based the rules applied."
2017
S68749
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fany Cahya Dewi
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas kepatuhan dokter dalam penggunaan obat yang sesuai dengan formularium nasional di RSUP Fatmawati Tahun 2017. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan pendekatan cross sectional yang menggunakan data primer dan data sekunder. Pada penelitian ini kepatuhan tinggi, informasi dan sosialisasi yang rendah, kepemimpinan yang kondusif, pengetahuan yang rendah, sikap yang baik, adanya peran KFT, pengaruh industri farmasi, serta lingkungan tempat kerja yang baik. Terdapat hubungan hubungan yang bermakna antara informasi dan sosialisasi serta pengetahuan dengan kepatuhan dokter dalam menggunakan obat sesuai formularium nasional.

ABSTRACT
This study discusses the compliance of doctors in the use of drugs in accordance with the national formulary in RSUP Fatmawati Year 2017. This research is a quantitative research with cross sectional approach using primary data and secondary data. In this study, high compliance, low information and socialization, conducive leadership, low knowledge, good attitude, the role of KFT, the influence of the pharmaceutical industry, and a good workplace environment. There is a significant relationship between information and socialization and knowledge with doctors 39 compliance in using drugs according to national formulary."
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Langley, Christopher A.
London: Pharmaceutical press, 2012
615.4 LAN p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>