Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 183981 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Shafira Satrio
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai peraturan pemutusan hubungan kerja (PHK)
dengan alasan pelanggaran peraturan perusahaan dari berbagai aspek yang
meliputi tipe PHK, prosedur, dan akibat hukum. Mengingat besarnya efek dari
sebuah PHK, sangatlah penting untuk memastikan bahwa pihak-pihak yang
berwenang telah melakukan semua yang dapat dilakukan untuk melindungi
pekerja, terutama jika salah satu dasar PHK yang diperbolehkan memberikan
jumlah kontrol yang besar kepada satu pihak. Penelitian ini berjenis yuridisnormatif
dengan analisis data secara kualitatif yang membuat hasil skripsi bersifat
deskriptif analitis. Adapun tujuan penelitian dan penulisan skripsi ini ialah untuk
mengetahui pengaturan mengenai topik ini dalam ketiga negara terkait guna
membandingkan dan menganalisa keuntungan dan kerugian dari masing-masing
negara terkait. Berdasarkan hasil penelitian, dapat dilihat bahwa terkait dengan
tipe dan akibat hukum, ketiga negara relatif baik dan mirip dalam mengatur hal
tersebut, namun terkait dengan prosedur, Inggris memiliki peraturan yang relatif
paling baik dengan kewajiban adanya investigatory hearing dan disciplinary
hearing sebelum pihak pengusaha dapat mengeluarkan surat peringatan ataupun
memutuskan hubungan dengan pekerja.

ABSTRACT
This research focuses on the regulation on termination of employment under the
grounds of violations of company regulation from various aspects, including, the
type, procedure, and legal impact. Given the magnitude of the effects of a
termination of employment, it is important to ensure that the authorities have done
all that can be done to protect workers, especially if one of the acceptable grounds
for termination gives an immense amount of flexibility and control to one party.
This research is a juridical normative research and the data will be analyzed with a
qualitative approach making the result descriptive analytical. The objective of the
research is to identify the regulation on this topic in all three countries in order to
further compare and analyze the advantages and disadvantages of the regulations.
Based on the result, it can be seen that in relation to the type and the legal impact,
all three countries are relatively protective and similar in regulating the matter,
however, in relation to the procedure, the United Kingdom?s regulation is
relatively best due to the fact that there companies are obliged to conduct an
investigatory hearing followed by a disciplinary hearing prior to any kind of
formal action taken upon the employee (warning letter, or termination).
"
2016
S63060
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Regina Dana
"Kehadiran perusahaan asuransi memiliki peran penting dalam mengalihkan resiko para tertanggungnya. Perusahaan asuransi tidak hanya memberikan dampak ketenangan pada para pemegang polis namun juga memiliki kontribusi secara meluas dalam ekonomi sebuah negara. Kendati demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa perusahaan asuransi juga dapat berada dikeadaan kesulitan keuangan yang menyebabkan terjadinya gagal bayar hingga yang terparah menuju kepailitan. Mengingat perannya sebagai sebuah institusi keuangan, kepailitan perusahaan asuransi akan memiliki dampak yang besar. Untuk itu, dalam skripsi ini penulis akan mengangkat mengenai peraturan-peraturan maupun persyaratan-persyaratan kepailitan sebagai bentuk pengaman dan pencegahan terjadinya kepailitan perusahaan asuransi di Indonesia dan Inggris. Penelitian ini merupakan penelitian bersifat normatif yang menggunakan data sekunder yang diperoleh dari studi pustaka. Sedangkan metode yang digunakan akan berupa pendekatan kualitatif. Penelitian ini menghasilkan adanya perbedaan penggunaan resolusi pencegahan kepailitan serta adanya perbedaan pada peran pengadilan dalam menentukan dan mencegah terjadinya pemailitan pada perusahaan finansial terutama perusahaan asuransi, hal ini yang seharusnya menjadi perhatian utama Indonesia.

Insurance company play a critical role in shifting the insured's risks. Insurance companies not only provide reassurance to policyholders, but also contribute significantly to a country's economy. However, it is clear that insurance firms may become financially distressed, resulting in defaults and, in the worst-case scenario, bankruptcy. Given its financial institution status, an insurance company's bankruptcy would have a significant effect. As a result, the author of this thesis will discuss the regulations and requirements for bankruptcy as a form of safeguarding and prevention of the occurrence of bankruptcy of insurance companies in Indonesia and the UK. This research is normative research that uses secondary data obtained from literature study. While the method used will be a qualitative approach. This research reveals disparities bankruptcy prevention resolutions and the court's role in determining and preventing bankruptcy for financial companies, particularly insurance companies, which should Indonesia's primary concern. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sheila Mirah Tiara
"Skripsi ini membahas mengenai Pengaturan tentang Corporate Social Responsibility di Negara Indonesia, Australia, dan Inggris. Mencoba menelaah Corporate Social Responsibility di setiap negara Indonesia, Australia dan Inggris dari segi Regulasi yang mengatur, aparat yang melaksanakan, efektifitas dari peraturan tersebut, panduan pelaksana atas peraturan yang telah dibuat, peran masyarakat dalam pelaksanaan peraturan tersebut, serta yang terakhir sanksi yang diberikan bila para pelaku usaha tidak melaksanakan Corporate Social Responsibility.
Atas hasil penelitian ini terdapat kesimpulan yang dapat diambil yaitu setelah menjabarkan dari masing-masing Negara, apakah peraturan yang telah di terapkan di Negara Australia dan Inggris dapat di terapkan di Indonesia. Ini bertujuan agar Indonesia dapat lebih baik lagi dalam menerapkan Corporate Social Responsibility di Indonesia, karena ini sangat penting bagi Negara Indonesia. Dan apakah penerapan nya efektif bagi Negara Indonesia, dengan melihat peraturan yang terdapat di Australia dan Inggris, Negara Indonesia dapat mencontoh hal-hal yang sudah berjalan dengan efektif di ke dua Negara tersebut, dengan mencocokan sistem yang di anut di Negara di Indonesia.

This thesis discusses about regulations on Corporate Social Responsibility in Indonesia, Australia and United Kingdom. The discusses focused on some problems, such as the regulations, the officials who have duty to carrying out, the effectiveness of the regulations, the implementation guide, the role of the community and the sanction if Corporate Social Responsibility the businesses do not implemented. This study focused on comparative study method. The data retrieval methods focus on the study of literature.
The results concluded that Australia and United Kingdom have better Corporate Social Responsibility system, either the regulations and the implementations. Indonesia can use the Australia and United Kingdom Corporate Social Responsibility system as the pattern for a better Corporate Social Responsibility system.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S52960
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zarrah Mutia Sakinah
"Peraturan perusahaan merupakan aturan tertulis yang dibuat oleh pengusaha untuk mengatur hubungan kerja di lingkungan perusahaan. Aturan ini menjadi dasar hukum bagi pengusaha dan pekerja/buruh dalam menjalankan aktivitasnya. Namun, jika terjadi pelanggaran terhadap peraturan perusahaan oleh pekerja/buruh, hal ini dapat mengakibatkan pemutusan hubungan kerja. Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan secara sepihak cenderung menimbulkan konflik antara pengusaha dan pekerja/buruh. Penelitian ini menggunakan penelitian doktrinal dengan tipologi deskriptif analitis. Data sekunder dikumpulkan melalui studi dokumen dan dianalisis dengan metode kualitatif. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memahami serta menganalisis kompensasi dan implikasi hukum dari pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dilakukan oleh perusahaan dengan alasan pelanggaran ketentuan dalam Peraturan Perusahaan (PP). Studi kasus pada Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1076 K/Pdt.Sus-PHI/2023 menunjukkan bahwa PHK yang dilakukan oleh pengusaha tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 52 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021, sehingga dikategorikan sebagai Perbuatan Melawan Hukum (PMH). Penelitian ini mengungkap bahwa PHK yang dilakukan secara semena-mena dan sepihak oleh pengusaha, tanpa mengikuti prosedur yang berlaku, berpotensi menimbulkan dampak yang serius. Sebagai akibat dari PHK tersebut, pekerja berhak menerima kompensasi sesuai dengan peraturan yang berlaku. Namun, hasil penelitian menunjukkan bahwa kurangnya kehati-hatian Majelis Hakim dalam memutus perkara mengakibatkan penggugat tidak menerima ganti rugi sebagai akibat dari PHK yang dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum.

Company regulations are written rules made by employers to regulate working relationships within the company. This rule becomes the legal basis for employers and workers/laborers in carrying out their activities. However, if there is a violation of company regulations by workers/laborers, this can result in termination of employment. Unilateral termination of employment tends to cause conflict between employers and workers/laborers. This research uses a doctrinal approach with analytical descriptive typology. Secondary data is collected through document study and analyzed using qualitative method. The purpose of this study is to understand and analyze the compensation and legal implications of termination of employment carried out by the company on the grounds of violation of provisions in the Company Regulation. The case study on the Decision of the Supreme Court of the Republic of Indonesia Number 1076 K/Pdt.Sus-PHI/2023 shows that the layoffs carried out by employers are not in accordance with the provisions of Article 52 paragraph (1) of Government Regulation Number 35 of 2021, so they are categorized as Unlawful Acts. This research reveals that layoffs carried out arbitrarily and unilaterally by employers, without following the applicable procedures, have the potential to cause serious impacts. As a result of such termination, workers are entitled to receive compensation in accordance with applicable regulations. However, the results showed that the lack of caution of the Panel of Judges in deciding the case resulted in the plaintiff not receiving compensation as a result of the termination which was categorized as a tort."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mutiara Hanizah Mahatri
"Kompensasi sebagai hak yang harus diterima oleh pekerja yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dengan alasan Pelanggaran Disiplin sebagai alasan yang dibenarkan dalam Undang-undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 sebagaimana diubah menjadi Undang-undang Cipta Kerja Nomor 6 Tahun 2023. Penelitian Direpresentasikan melalui pengkajian pada Putusan Mahkamah Agung Nomor No.389 K/Pdt.Sus-PHI/2023. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis ketentuan hukum mengenai Pemutusan Hubungan Kerja dengan Alasan Pelanggaran Disiplin dan Kompensasi pada Pemutusan Hubungan Kerja dengan alasan Pelanggaran Disiplin berdasarkan ketentuan hukum ketenagakerjaan yang berlaku di Indonesia. Metode penelitian doktrinal melalui penelusuran kepustakaan menggunakan data sekunder dan di olah secara kualitatif. Simpulan dari penelitian ini, Pemutusan Hubungan Kerja dengan Alasan Pelanggaran Disiplin dilakukan setelah perusahaan memberikan Surat Peringatan sebanyak ketiga kali dengan tujuan sebagai pencegahan Pemutusan Hubungan Kerja sekaligus untuk memperbaiki kinerja pekerja. Dalam kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor No.389 K/Pdt.Sus-PHI/2023 dimana perusahaan hanya memberikan surat peringatan ketiga (SP-3) atas pelanggaran disiplin pekerja. Majelis Hakim menyatakan surat peringatan tidak sah dan batal demi hukum. Namun, Pemutusan Hubungan Kerja di setujui dengan alasan pekerja melakukan pelanggaran yaitu penukaran shift tanpa koordinasi pimpinan keamanan dan kompensasi mengenai pemutusan hubungan kerja ini telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku saat ini.

Compensation is a right that must be received by workers who experience Termination of Employment (PHK) for reasons of Disciplinary Violation as a justified reason in Employment Law Number 13 of 2003 as amended into Job Creation Law Number 6 of 2023. Research is represented through studies in Supreme Court Decision Number No.389 K/Pdt.Sus-PHI/2023. This research was conducted to analyze the legal provisions regarding Termination of Employment for Reasons of Disciplinary Violations and Compensation for Termination of Employment for Reasons of Disciplinary Violations based on the provisions of labor law in force in Indonesia. Doctrinal research method through literature searches using secondary data and processed qualitatively. The conclusion of this research is that termination of employment for reasons of disciplinary violations was carried out after the company gave a warning letter three times with the aim of preventing termination of employment as well as improving employee performance. In case of Judgment Supreme Court Number No.389 K/Pdt.Sus-PHI/2023 where the company only gave a third warning letter (SP-3) for violations of worker discipline. The Panel of Judges declared the warning letter invalid and null and void. However, the termination of employment was approved on the grounds that the worker committed a violation, namely changing shifts without coordination from the security leadership and compensation regarding the termination of employment was in accordance with the current provisions in force."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Hatikasari
"Penelitian ini membahas tentang kepastian hukum penanaman modal asing dalam hukum penanaman modal di Indonesia yaitu dengan membandingkan peraturan penanaman modal asing di Indonesia dan Thailand, yaitu Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dan The Investment Promotion Act. B.E. 2560, serta melihat juga kepastian hukum terhadap Penanaman Modal Asing di bidang Pertambangan Mineral dan Batubara menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan perbandingan hukum dan pendekatan perundang-undangan, sehingga diketahui bahwa terdapat ketidakjelasan mengenai pengaturan penanaman modal asing di Indonesia, yang menimbulkan tumpang tindih antara peraturan pemerintah pusat dan pemerintah daerah, serta menimbulkan ketidakjelasan birokrasi. Kemudian dalam penanaman modal asing di bidang pertambangan mineral dan batubara, pemerintah seharusnya dapat mengontrol dalam pengelolaannya karena mineral dan batubara berperan penting dalam kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Kemudian terdapat perbedaan dan persamaan antara Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dan The Investment Promotion Act. B.E. 2560 di Thailand. Persamaannya terdapat pada pemberlakuan undang-undang, adanya lembaga khusus, dan pemberian fasilitas serta insentif dalam kegiatan penanaman modal. Perbedaanya, terdapat pada substansi undang-undang, bentuk badan usaha, koordinasi dan pengawasan serta evaluasi terhadap kegiatan penanaman modal asing. Dengan demikian, diperlukan ketentuan yang ada harus jelas dan detail, dari peraturan tertinggi hingga peraturan pelaksananya harus sesuai dan dapat direalisasikan, khususnya ketentuan mengenai perizinan dan koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah, serta pengawasan terhadap penegakan hukum juga harus tetap dilaksanakan dan berkelanjutan.

This research discusses the legal certainty of foreign investment in investment law in Indonesia by comparing the regulations of foreign investment in Indonesia and Thailand, under The Act Number 25 of 2007 on Investment and The Investment Promotion Act. B.E. 2560, and also see legal certainty to Foreign Capital Investment in Mineral and Coal Mining according to The Act Number 4 of 2009 about Mineral and Coal Mining. This research uses normative juridical research method with comparative law approach and statutory approach, there is unclear about foreign investment arrangement in Indonesia, causing overlap between central and local government regulations, and causing bureaucratic uncertainty. Then in foreign investment of mineral and coal mining, the government should be able to control in its management because mineral and coal have an important role in prosperity. There are differences and similarities between The Act Number 25 of 2007 on Investment and The Investment Promotion Act. B.E. 2560 in Thailand. The similarities are in the enactment of the law, the existence of special institutions, and the provision of facilities and incentives in investment activities. The difference is in the substance of the law, the form of business entity, coordination and supervision and evaluation of foreign investment activities. Therefore, the necessary provisions must be clear and detailed, from the highest regulation to the implementing regulations to be appropriate and realizable, in particular provisions on licensing and coordination between central and local government, and supervision of law enforcement must also be implemented and sustained.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T49865
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aliya Dewi Anggiassyifa
"Penelitian ini akan membahas mengenai bagaimana kemungkinan kebingungan (likelihood of confusion) dapat menjadi suatu alasan untuk membatalkan Merek terdaftar. Likelihood of Confusion terkandung di dalam Article 16 (1) TRIPs Agreement sebagai syarat suatu Merek dapat ditolak atau dibatalkan pendaftarannya. Syarat ini dianut oleh negara Amerika Serikat dan Inggris dalam regulasi perlindungan Mereknya. Akan tetapi, Indonesia tidak mengatur mengenai syarat likelihood of confusion dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis. Walaupun demikian, terdapat pertimbangan Majelis Hakim di Indonesia yang mencoba mempertimbangkan likelihood of confusion sebagai alasan pembatalan Merek, yakni pada Putusan Nomor 101/Pdt.Sus-Merek/2022/PN Jkt.Pst. Penelitian ini akan menggunakan metode yuridis-normatif berdasarkan data yang diperoleh dari data kepustakaan. Penelitian ini pertama-tama akan membandingkan pengaturan dan penerapan terkait likelihood of confusion di Negara Amerika Serikat dan Inggris berdasarkan kasus. Kemudian akan dibandingkan dengan pengaturan di Indonesia yang selaras dengan likelihood of confusion dan bagaimana hal tersebut diterapkan dalam Putusan Nomor 101/Pdt.Sus-Merek/2022/PN Jkt.Pst. Pada prinsipnya, likelihood of confusion selaras dengan persamaan pada pokoknya yang diatur dalam Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, namun hanya bersandar pada ada atau tidaknya kemiripan pada Merek dan jenis barang/jasa. Padahal, likelihood of confusion dapat dilihat dari sudut pandang lain apabila Majelis Hakim bersedia meluaskan cara penilaiannya terhadap persamaan pada pokoknya sebagaimana dilakukan di Amerika Serikat dan Inggris. Selain itu, Indonesia juga diharapkan dapat menyertakan klausul kebingungan (confusion) untuk menolak dan membatalkan Merek agar pertimbangan sebagaimana dalam Putusan Nomor 101/Pdt.Sus-Merek/2022/PN Jkt.Pst dapat menjadi suatu ratio decidendi atau legal reasoning yang memadai.

This research is aimed to discuss how the doctrine of Likelihood of Confusion may be applied as grounds for the cancellation of a registered trademark. Likelihood of Confusion is contained within Article 16 (1) TRIPS Agreement as a prerequisite to refuse or cancel a trademark’s registration. This prerequisite is also mirrored within the United States of America and United Kingdom’s trademark regulation. However, Indonesia has not adopted this likelihood of confusion prerequisite in Law Number 20 of 2016 regarding Trademark and Geographical Indication. Even so, there exist a judge’s consideration which has adapted to include the likelihood of confusion as a ground for cancelling a registered trademark, namely Decision Number 101/Pdt.Sus-Merek/2022/PN Jkt.Pst. This research will adopt the juridical-normative approach based on literature data. This research will be firstly served by comparing the regulation and application of likelihood of confusion within cases found in the United States of America and the United Kingdom.  Then comparison with regulations in Indonesia relating to likelihood of confusion will be made and how it is adapted into Decision Number 101/Pdt.Sus-Merek/2022/PN Jkt.Pst. Essentially, the Trademark Law of Indonesia only depends on whether similarity can be found within the mark and the types of goods/services. In fact, the likelihood of confusion can be seen from another perspective if the judges are willing to expand their assessment of the similarities in essence as is done in United States and the United Kingdom. Apart from that, Indonesia can hopefully include a confusion clause for refusing and cancelling trademarks in order to make the judges consideration found within Decision Number 101/Pdt.Sus-Merek/2022/PN Jkt.Pst as a ratio decidendi or an ample legal reasoning."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fuji Aotari Wahyu Anggreini
"Skripsi ini membahas perbandingan unsur kesengajaan dan unsur kelalaian dalam perbuatan melawan hukum di Indonesia dan di Inggris. Perbuatan melawan hukum di Indonesia diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata). Sedangkan The Law of Tort dalam hukum Inggris tidak diatur dalam suatu kitab undang-undang tersendiri. Unsur kesalahan dalam perbuatan melawan hukum dan tort dapat berbentuk kesengajaan dan kelalaian. Namun di dalam perbuatan melawan hukum tidak secara tegas membedakan antara bentuk kesengajaan dan kelalaian. Berbeda dengan tort yang secara tegas membedakan antara kesengajaan (intentional) dan kelalaian (negligence).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk dapat mengetahui penyebab perbedaan pengaturan perbuatan melawan hukum dengan unsur kesengajaan dengan perbuatan melawan hukum dengan unsur kelalaian di Indonesia dan Inggris. Dalam praktiknya, pembedaan kesengajaan dan kelalaian berakibat pada pembedaan ganti rugi yang akan diterima. Pemberian ganti rugi dalam perbuatan melawan hukum bertujuan untuk mengembalikan seperti keadaan semula seperti sebelum perbuatan terjadi.

This thesis discusses about comparative of intent and negligence in tort in Indonesia and in the United Kingdom. Tort in Indonesia arranged in Code of Civil Law (Civil Code). Meanwhile, The Law of Tort in United Kingdom is not regulated in a separate law books. The element of fault in tort may take the form of intentional and negligence. But in tort in Indonesia not explicitly distinguish between forms of intentional and negligence. Tort in United Kingdom that explicitly distinguish between intentional and negligence.
The purpose of this study was to identify the cause of the difference regulation of tort with the element of intentional to act against the law with an element of negligence in Indonesian and United Kingdom. In practice, the distinction of intentional and negligence resulted in the differentiation of compensation to be received. Compensation in tort aims to restore the original state as before the act occurs.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
S60897
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rafie Juliano Devito
"Dalam dunia global yang serba cepat, persaingan bisnis semakin meningkat dari sebelumnya, selanjutnya dengan munculnya itu, kekhawatiran persaingan tidak sehat menang. Oleh karena itu, kasus-kasus pengendalian merger juga meningkat, dan akibatnya perusahaan perlu memberi tahu otoritas persaingan negaranya, proses notifikasi berbeda-beda di setiap negara. Di Indonesia, proses notifikasi diatur secara ketat. Terbukti dengan kasus Dugaan Keterlambatan Pemberitahuan Pengambilalihan Saham PT Nabati Agro Subur oleh PT Lestari Gemilang Intisawit. Sementara itu, di belahan dunia lain, seperti Inggris Raya, memiliki proses notifikasi yang lebih permisif yang dibuktikan dengan kasus selesainya akuisisi Smartbox Assistive Technology Limited dan Sensory Software International Limited oleh Tobii AB. Makalah penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis perbedaan dan persamaan regulasi dalam mendekati proses notifikasi kasus merger baik di Inggris maupun di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah metode yuridis normatif, yang dilakukan dengan pendekatan peraturan perundang-undangan, pendekatan konseptual, dan pendekatan kasus. Dalam tulisan ini, undang-undang yang dianalisis terutama UU No.5 Tahun 1999 dan PP No.57 Tahun 2010.

In a fast-paced global world, business competition are growing more than ever, henceforth with the rise of it, unfair competition concerns prevailed. Therefore, merger control cases correspondingly rises, and companies consequently needs to notify its country’s competition authority, the notification process varies by country. In Indonesia, the notification process is strictly regulated. It is proven by the case of Alleged Delay in Notification of Takeover of PT Nabati Agro Subur Shares by PT Lestari Gemilang Intisawit. Meanwhile, in other parts of the globe, such as the United Kingdom, has a more permissive notification process proven by the case of completed acquisition by Tobii AB of Smartbox Assistive Technology Limited and Sensory Software International Limited. This research paper aims to acknowledge and analyse its differences and regulatory similarities in approaching the notification process of merger cases in both the United Kingdom and Indonesia. The research method that is used is the juridical normative method, which is done with laws and regulations approach, conceptual approach, and cases approach. In this paper, the laws that are analysed is mainly law No.5 Year 1999 and the Government Regulation No.57 Year 2010."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raisa Fatnisary
"ABSTRAK
Dengan semakin meningkatnya praktek pengangkatan anak, maka dirasakan perlunya peraturan khusus yang mengatur hal tersebut. Indonesia telah memiliki Peraturan Pemerintah No 54 tahun 2007 tentang Pengangkatan anak dan Peraturan Mentri Sosial Nomor 110 Tahun 2009 tentang Persyaratan Pengangkatan, namun peraturan tersebut dirasa tidak cukup. Pengaturan terhadap anak yang telah diangkat terutama dalam intercountry adoption masih dirasa kurang. Berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan kajian perbandingan mengenai pengaturan pengangkatan anak dengan Negara lain. Negara Inggris dan Korea Selatan dipilih sebagai acuan atau referensi dalam mengkaji bentuk peraturan yang ideal terhadap pengangkatan anak. Negara Inggris dipilih disebabkan karena Negara Inggris sangat melindungi anak-anak, sampai melakukan force adoption. Sedangkan Negara Korea Selatan dipilih disebabkan negara ini sama-sama berlandaskan negara civil law dan juga berkedudukan sebagai negara penyuplai anak-anak yang diadopsi oleh warga negara asing. Tulisan ini akan mengkaji mengenai persamaan dan perbedaan menganai proses adopsi di Indonesia, Inggris, dan Korea Selatan. Hal-hal apa saja yang perlu diatur di Indonesia guna memberikan perlindungan yang maksimal terhadap anak yang diadopsi oleh warga negara asing guna kepentingan terbaik bagi anak.

ABSTRACT
As there is an increasing trend of adoption, it is necessary a special regulation that regulates it. In Indonesia, there has been special regulations governing the adoption of children. The regulations are among others Government Regulation No. 54 of 2007 and Social Minister Regulations No.110 of 2009 on Child Adoption. However, the regulations are not enough. Arrangement of adopted children who have been raised, especially in inter country adoption is still considered less. Therefore, it is necessary to study the comparative of the arrangement of child adoption with another country. United Kingdom and South Korea will be used as a reference in examining the ideal arrangement of child adoption. United Kingdom was chosen because they really want to protected the children, so they used the forced adoption. South Korea was chosen because the legal system of South Korea is a civil law system and also determined as the supplier country of children adopted by foreign nationals. This paper will examine the similarities and differences regarding the adoption process in Indonesia, United Kingdom and South Korea and those things that should be immediately regulated in Indonesia to provide maximum protection for the children adopted by foreign nationals in their best interest."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>