Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 166985 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Haniul Karomah
"Stigma TB yang diberikan kepada penderita TB masih menjadi masalah utama dalam penanganan penyakit TB. Peneliti melakukan penelitian terhadap 90 mahasiswa profesi ners FIK UI menggunakan teknik quota sampling dengan desain cross-sectional. Penelitian ini menggunakan kuesioner untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan mahasiswa tentang TB terhadap stigma kepada pasien TB.
Hasil penelitian ini menunjukkan 26 responden (28,9%) memiliki pengetahuan baik dan stigma tinggi, sedangkan 33 responden (36,7%) memiliki pengetahuan baik dan stigma rendah dengan p value 0,268 dan α=0,05.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan stigma terhadap TB. Perlu dilakukan orientasi maupun pelatihan sebelum memasuki tahap profesi untuk meningkatkan pengetahuan dan memiliki stigma rendah terhadap TB.

The stigma of are given to TB patients is one of major problem in the TBtreatment. This study involved 90 clinical nursing student and used a quota sampling and cross-sectional design. This study used a questionnaire to determine the relationship of the level of student knowledge about TB and stigma to TB patients.
The results showed 26 respondents (28.9%) had a good knowledge and high stigma, while 33 respondents (36.7%) had a good knowledge and stigma lower with the p value 0.268 and α = 0.05.
The conclusion of this study Orientation and training needs to be done before entering the stage of the profession to improve their knowledge and have lower stigma against TB.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2016
S63058
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sagala, Torangso
"Pencegahan penyakit tuberkulosis paru dapat dilakukan dengan meningkatkan pengetahuan masyarakat, terutama remaja sebagai generasi penerus bangsa. Selain itu, remaja mampu menggunakan berbagai media komunikasi untuk menyebarkan informasi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan pelajar salah satu SMA Negeri Jakarta tentang tuberkulosis paru. Disain penelitian ini adalah deskriptif sederhana dengan metode sistematic random sampling dengan 110 responden.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan tinggi sebanyak 81.80 %; tingkat pengetahuan cukup sebanyak 17.30%; dan tingkat pengetahuan kurang sebanyak 0.90%. Puskesmas dan sekolah disarankan untuk bekerja sama dalam meningkatkan pengetahuan pelajar tentang tuberkulosis. Pelajar dapat menyebarkan informasi tentang pencegahan tuberkulosis melalui berbagai media informasi.

Prevention of pulmonary tuberculosis can be done by increasing knowledge of society, especially adolescent as next generation because they are capable to spread out information.
This study aimed to determine the level of knowledge about pulmonary tuberculosis of high school students at one of Jakarta. A simple descriptive method with systematic random sampling was applied. Sample size
was 110 respondents.
Results showed that high level of knowledge is 81.80%; sufficient level is 17:30%, and low level is 0.90%. Health centers and schools are suggested to work together increasing student knowledge about pulmonary tuberculosis and they will share information to others.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2015
S61317
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nancy Sovira
"ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui kadar 1,25-dihydroxyvitamin D serum
dan hubungannya dengan interferon gamma, cathelicidin dan bacterial load pada
penderita TB paru BTA positif serta hubungan cathelicidin dengan bacterial load.
Rerata kadar IFN-γ adalah 10,8 ± 6,5 pg/mL, rerata kadar 1,25(OH)2D serum
adalah 121,5 ± 38,6 pmol/L dan rerata kada cathelicidin plasma adalan 90,4 ±
21,5 ng/mL. Pada penelitian ini tidak didapatkan hubungan kadar 1,25(OH)2D
serum dengan IFN-γ serum begitu juga dengan cathelicidin plasma. Kadar
cathelicidin plasma tidak berhubungan bermakna dengan bacterial load. Rerata
kadar IFN-γ serum dan cathelicidin plasma pada lesi kavitas lebih rendah daripada
lesi tanpa kavitas (masing-masing p = 0,031 dan p = 0,025). Rerata kadar
cathelicidin plasma subjek dengan riwayat pengobatan TB sebelumnya lebih
rendah daripada subjek kelompok kasus baru (p = 0,004). Pada penelitian ini
didapatkan juga hubungan bermakna kekuatan sedang antara kadar IFN-γ serum
dengan cathelicidin plasma (r = 0,540; p < 0,05).

ABSTRACT
The aim of study was to investigate levels of 1,25-dihydroxyvitamin D and its
relationshio with IFN-γ or cathelicidin in active pulmonary tuberculosis patients
and relation of cathelicidin with bacterial load. The mean of serum 1,25(OH)2D,
IFN-γ, and cathelicidin were 121,5 ± 38,6 pmol/L, 10,8 ± 6,5 pg/mL, 90,4 ± 21,5
ng/mL, respectively. The was no relation 1,25(OH)2D to IFN-γ and cathelicidin
either. The mean of serum IFN-γ and plasma cathelicidin in cavitary lession was
less than non cavitary lession. We also found that plasma cathelicidin level in
subject with prior treatment was less than new cases. There was relation of serum
IFN-γ to plasma cathelicidin (r = 0,540; p < 0,05)."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fullarini Stopiati Kukuh Lakutami
"Pendahuluan : Kerusakan paru yang luas dan riwayat pemakaian antibakteri jangka panjang merupakan faktor risiko yang meningkatkan angka kejadian kolonisasi jamur. Kedua hal ini terjadi pada pasien TB paru MDR. Meningkatnya kasus TB MDR di Indonesia akan meningkatkan risiko terjadinya kolonisasi jamur di paru. Penelitian ini untuk mengetahui profil kolonisasi jamur pada pasien bekas TB paru MDR.
Metode : Penelitian potong lintang terhadap pasien yang telah dinyatakan sembuh dari TB paru MDR dari tahun 2009-2015, yang kontrol ke Poli TB MDR RSUP Persahabatan selama bulan November-Desember 2015. Dengan menggunakan teknik consecutive sampling maka ditentukan sebanyak 61 subjek yang kemudian dilakukan induksi sputum. Hasil sputum induksi kemudian dilakukan pemeriksaan sputum jamur langsung dan biakan jamur dalam media Saboraud Dextrose Agar.
Hasil : Subjek berusia antara 19-76 tahun. Dari 61 pasien , kelompok usia terbanyak antara usia 35-50 tahun sebnayak 28 orang (45,9%) diikuti usia kurang dari 35 tahun 23 orang (37,7%) dan usia lebih dari 50 tahun sebanyak 10 orang (16,01%). Sebanyak 28 orang (45,95) IMT normal, 17 orang IMT berlebih dan 16 orang (26%) IMT kurang. Sebanyak 28 subjek (45,9%) mempunyai riwayat merokok. Spektrum kolonisasi jamur pada pasien bekas TB paru MDR adalah 42 orang (68,9%) kolonisasi jamur positif dengan 29 orang (47,5) spesies C. albicans, 6 (9,8%) kombinasi C. albicans dan C. tropicalis, 2 orang (3,3%) masing-masing As flavus dan kombinasi C. albicans dan C. krusei serta masing-masing 1 orang (1,6%) spesies C. tropicalis, C. parapsilosis dan kombinasi C. albicans+C. parapsilosis.
Kesimpulan: Kolonisasi jamur pada pasien bekas TB paru MDR tinggi dan harus diawasi dan harus dievaluasi untuk membedakan antara kolonisasi atau penyakit serta diobati untuk meningkatkan kualitas hidup pasca pengobatan TB MDR.

Introduction : Extensive lung damage and long term history of using antibacterial drugs are a risk factor that increase the incidence of fungal colonization. Both of these occurred in patients with pulmonary MDR TB. The increasing cases of MDR TB in Indonesia will increase the risk of fungal colonization in the lung. This study is to determine the profile of fungal colonization in post MDR TB patients.
Methods: This cross sectional study included patients who had been cured by the doctor in 2009-2015 and came to MDR Clinic from November-Desember 2015 in Persahabatan Hospital to check up. Sixty one patients were decided by consecutive sampling. From each patient, sputum induction for sputum fungal smear and fungal culture using Sabaraud Dextrose Agar.
Results: The age range of patients are between 19 to 76 years old. Out of 61 patients, among those group 45,9% are between the age of 35-50 years , 37,7% below the age 35 years old and 16,4% above age 50 years old. Twenty eight patients have normal body mass index, 17 patients are overweight and 16 patients are underweight. Number of patients who have smoking history are 45,9%. The spectrum of positive fungal colonization in post pulmonary MDR TB patients were 42 subjects (68.9%) consist of 29 subjects (47.5%)were Candida albicans, 6 subjects (9.8%) were combination of C. albicans and C. tropicalis, 2 subjects (3.3%) respectively were Aspergillus flavus and combinations of C. albicans and C. krusei. The others were C. tropicalis, C. parapsilosis and C. albicans + C. parapsilosis combination were 1 subject (1.6%) respectively.
Conclusion: Fungal colonization in post pulmonary MDR TB patients is high and should be monitored and must be evaluated to distinguish between colonization and disease and treated to improve quality of life post-treatment of MDR TB.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Bayushi Eka Putra
"Tuberkulosis paru merupakan salah satu penyakit infeksi penyebab kematian tertinggi di Indonesia. Pengobatannya yang lama dan sulit mengarahkan pada upaya pencegahan yang dimulai dengan identifikasi faktor risiko. Studi crosssectional analitik ini bertujuan untuk membahas hubungan usia terhadap prevalensi TB paru pada pasien DM tipe 2. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa ditemukan hubungan yang bermakna antara usia pasien di atas 40 tahun dengan peningkatan jumlah prevalensi TB paru pada pasien dengan DM tipe 2. Karenanya, disarankan untuk melakukan proses pencegahan DM tipe 2 sebagai faktor resiko infeksi paru yang bersifat modifiable, terutama pada pasien dengan usia di atas 40 tahun.

Lung tuberculosis is one of the high cause of mortality infection diseases in Indonesia. Recovering is usually difficult and needs long term of treatment, leading to the trend of preventing by identifying the risk factors. The purpose of this analytic cross-sectional study is to identify the influence of age to the prevalence of lung tuberculosis in patients with DM type 2. From the result of this study, it is known that there is statistically significant result concerning the influence of age older than 40 years old to the increase of prevalence of lung tuberculosis in patients with DM type 2. Therefore, it is suggested to prevent DM type 2 as a modifiable risk factor of lung infection, especially in patients older than 40 years old.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sugeng Wigiyantoro
"Di Indonesia Tuberkulosis (TB) kembali muncul sebagai penyebab kematian utama selelah penyakit jantung dan saluran pernafasan. Program pengawasan keteraturan minum obat sampai tuntas sangat panting dalam keberhasilan pengobatan TB, hal ini dikaxenakan Iamanya pengobatan dan adanya efek samping obat akan menimbulkan penurunan motivasi penderita untuk secara teratur minum obat. Keberhasilan pengobatan TB dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti pengetahuan, sikap, persepsi terhadap ancaman penyakit, jarak fasilitas kesehatan, ketersediaan obat dan sumber daya. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi gambaran tingkat pengetahuan mengenai penyakit dan pengobatan TB Paru terhadap drop out, Penelilian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Cicurug Sukabumi dengan jumlah responden 30 orang drop out. Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif sedcrhana dengan instrumen berupa kuesionen Analisa data yang digunakan adalah analisa univariat dalam bentuk distribusi frekuensi. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa penderita drop out
ternyata juga memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi sebesar 76,7 persen. Penelitian ini merekomendasikan dilakukannya penelitian lebih lanjut dengan desain penelitian deskrqnsi lrorelasi mcnggunakan metode observasi pada domain afektif dan psikomotor untuk melihat adanya hubungan antara tingkat pengelahuan terhadap prilaku drop out."
Jakarta: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2006
TA5730
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Zarnuzi
"Keterlambatan diagnosis dapat memperparah penyakit, meningkatkan risiko kematian dan kemungkinan penularan tuberkulosis di masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui berapakah proporsi dan lama waktu keterlambatan diagnosis dan faktor risiko apa saja yang berhubungan dengan keterlambatan diagnosis TB paru di Kabupaten Tebo. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional yang dilakukan pada penderita tuberkulosis yang berobat di rumah sakit dan puskesmas dalam Kabupaten Tebo tahun 2018. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 366 responden. Anaisis multivariat menggunakan cox regression. Hasil penelitian proporsi keterlambatan diagnosis (>28 hari) sebesar 63,93%. Faktor predisposisi (umur ≥ 45 tahun), faktor pendukung (jenis UPK Non-DOTS dikunjungi pertama kali, stigma tinggi dan jarak tempuh ke UPK ≥ 30 menit) dan faktor kebutuhan (persepsi penyakit tidak serius) merupakan faktor risiko yang berhubungan dengan keterlambatan diagnosis. Perlu dilakukan peningkatan kualitas program pengendalian tuberkulosis, penyuluhan tuberkulosis agar masyarakat mempunyai persepsi yang benar terhadap tuberkulosis dan untuk mengurangi stigma negatif terhadap penyakit tuberkulosis, meningkatkan akses ke unit pelayanan kesehatan DOTS serta penemuan secara aktif untuk mengurangi keterlambtan diagnosis.

Delay in diagnosis can lead to increased severity of the disease, increased the risk of death and the possibility of transmission of tuberculosis in the community. The objective of this study was to determine proportion and the length of delay in diagnosis and factors associated with the delay in diagnosis among pulmonary tuberculosis patient in Tebo Distric. This study design using cross sectional conducted in patients with tuberculosis who was treated at hospitals and health centers at Tebo District in 2018. The sample in this study amounted to 366 respondents. Multivariat analysis using a multivariate cox regression. The results showed that the proportion of diagnosis delay (> 28 days) was 63.93 %. Predisposing factors (age ≥ 45 years), enabling factors (first consulting Non-DOTS health care unit, high stigma and distance to the health care unit DOTS ≥ 30 minutes) and need factors (perception of the disease is not serious) are risk factors associated with the diagnostic delay. Necessary improving the quality of tuberculosis control programs, counseling tuberculosis so that people have the correct perception against tuberculosis and to reduce the negative stigma against tuberculosis, improving access to health care units DOTS and active case finding are vital to reduce diagnostic delay."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T53854
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Albertina Hermina Sesa
"Latar Belakang: Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis (Mtb). Saat ini WHO telah merekomendasikan TCM MTB/RIF Ultra sebagai pemerikaan tuberculos yang cepat tuberculo untuk medeteksi TB. Kesulitan akses layanan tuberculos pemeriksaan TB pada daerah terpencil menjadi salah satu kendala dalan penatalaksaan TB. Kertas saring Whatman yang mengandung alfa selulosa dapat menjadi mendia tuberculo dahak pada pemeriksaan TB. Penelitian ini membandingkan pemeriksaan hasil TCM pada kertas saring sebagai media tuberculo dan tanpa kertas saring sebagai media tuberculo pada pasien terduga TB.
Metode: Desain penelitian adalah potong lintang, pada Poli Paru dan Ruang Rawat Inap di RSUP Persahabatan pada pertengahan Juni hingga Agustus 2024. Subjek penelitian adalah pasien terduga TB paru yang dilakukan pemeriksaan TCM MTB RIF Ultra yang memenuhi kriteria penelitian. Sampel dahak dari subjek kemudian dibagi menjadi dua, dengan penggunaan media kertas saring, di tetes 1cc dahak, keringkan kemudian dimasukan dalam tubercu ukuran 6x8 mm dan didiamkan selama selama 5 hari. Sedangkan pada pot yang lain langsung di periksakan TCM MTB/RIF Ultra.
Hasil: Didapatkan dari 53 subjek dengan karakteristik usia produktif terutama pada laki- laki. Dilakukan uji kepositifan akurasi hasil metode kertas saring yang disimpan selama 5 hari terhadap pot dahak yang diperiksakan secara langsung didapatkan pemeriksaan dengan kertas saring memiliki sensitivitas 84,6% (IK95% 55-98,1) dan spesifisitas92,5%(IK79,6-98,4).DilakukanjugaujikepositifanTCM terhadapvolume dahak, didapatkan dahak 3- 5 cc memiliki hasil akhir positif yang paling tinggi (33,3%) dengan nilai p=0,976. Dilakukan juga uji kepositifan TCM terhadap konsistensi dahak didapatkan dahak yang kental memberikan angka kepositifan yang tinggi (66,7%) dengan nilai p=0,001. Ketika dilakukan uji kepositifan hasil TCM terhadap jenis dahak didapatkan dahak mukopurulen memerikan hasil positif yang tinggi (94,1%) dengan nilai p<0,001. Ketika dilakukan uji kepositifan hasil TCM dengan foto toraks didapatkan gambatan kavitas yang memiliki angka kepositifan tinggi (71,4%) dengan nilai p=0,021.
Kesimpulan: Pemeriksaan TCM yang dilakukan dengan kertas saring memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi menunjukan bahwa metode ini efektif dalam mendeteksi kuman Mtb dengan memiliki kemaknaan secara tuberculo.

Background: Tuberculosis is an infectious disease caused by mycobacterium tuberculosis (MTB). Currently, WHO has recommended TCM MTB rif ultra as a rapid andsensitivediagnosticexaminationtodetectTB.DifficultyinaccessingTB diagnostic services in peripheral areas is one of the obstacles in TB management. Whatman filter paper containing alpha cellulose can be a sputum transport medium in TB examination. This study compares the results of TCM examination on filter paper as a transport medium and without filter paper as a transport medium in suspected TB patients..
Methods: The study design was cross-sectional, at the Pulmonary Polyclinic and Inpatient Room at Persahabatan Hospital in mid-June to August 2024. The subjects were suspected pulmonary TB patients who underwent TCM MTB RIF Ultra examinationwhomettheresearchcriteria.Sputumsamplesfromthesubjectswere then divided into two, using filter paper media, 1cc of sputum was dripped, dried, then put in a 6x8 mm plastic and left for 5 days. While the other pot was immediately examined with TCM MTB/RIF Ultra.
Results: Obtained from 53 subjects with characteristics of productive age, especially in men. A positivity test of the accuracy of the results of the filter paper method stored for 5 days was carried out on the sputum pot that was examined directly, it was found that the examination with filter paper had a sensitivity of 84.6% (95% CI 55- 98.1) and a specificity of 92.5% (CI 79.6-98.4). A TCM
positivity test was also carried out on sputum volume, it was found that 3-5 cc of sputum had the highest positive final result (33.3%) with a p value = 0.976. A TCM positivity test was also carried out on sputum consistency, it was found that thick sputum gave a high positivity rate (66.7%) with a p value = 0.001. When the TCM positivity test was performed on the type of sputum, mucopurulent sputum showed a high positive result (94.1%) with a p value <0.001. When the TCM positivity test was performed with a chest X-ray, a cavity image was obtained which had a high positivity rate (71.4%) with a p value = 0.021.
Conclusion: TCM examination carried out with filter paper has high sensitivity and specificity which are also quite good, indicating that this method is effective in detecting Mtb germs with statistical significance.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Kenyorini
"Penyakit TB masih merupakan masalah kesehatan kesehatan masyarakat yang penting di Indonesia. Upaya diagnostik TB paru masih terus ditingkatkan. Pemeriksaan penunjang diagnosis TB yang sekarang digunakan masih mempunyai sensitiviti dan spesitiviti yang rendah. Tujuan penelitian mengetahui tingkat akurasi uji tuberkulin dan PCR terhadap penegakkan diagnosis TB serta hubungan uji tuberkulin dan PCR dengan BTA mikroskopis dan biakan M. Tb dalam diagnosis TB paru.
Metode penelitian cross-sectional, uji diagnostik dan analisa data menggunakan Chi-Square. Kriteria inklusi penderita terdapat gejala klinik riwayat batuk 3 minggu disertai atau tanpa batuk darah, nyeri dada, sesak napas dan riwayat minum obat TB dalam jangka waktu kurang dari 1 bulan serta bukan TB (kontrol). Seluruh sampel dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, lekosit, LEDI/II, foto toraks, uji tuberkulin, PCR, BTA mikroskopis 3X dan biakan M. Tb mctode kudoh. Baku emas yang digunakan biakan M. Tb metode kudoh. Data diolah menggunakan SPSS versi 11.00.
Berdasar 127 sampel masuk kriteria inklusi 121. Sampel berjumlah 121 terdiri dari 61 sampel tersangka TB dan 60 sampel kontrol Sensitiviti dan spesivisiti uji tuberkulin terhadap biakakn metode Kudah menggunakan cut-off point 15,8 mm 33% dan 93%. Sensitiviti PCR terhadap biakab metode Kudoh 100%, spesitiviti PCR 78%. Didapatkan perbedaan bermakna dan hubungan lemah uji tuberkulin dengan biakan M. Tb dan PCR serta didapatkan perbedaan dan hubungan bermakna PCR dengan BTA mikroskopis biakan M. Tb.
Kesimpulan basil keseluruhan penelitian mendapatkan basil 39 sampel biakan positif, 36 sampel BTA mikroskopis positif, 57 sampel PCR positif dan 18 sampel uji tuberkulin positif. Ditemukan sensitiviti basil uji tuberkulin lebih rendah daripada PCR, BTA mikroskopis dan biakan M. Tb mctode Kudoh. Meskipun terdapat perbedaan bermakna basil uji tuberkulin pada biakan positif clan negatif, BTA mikroskopis positif dan negatif, serta PCR positif dan negatif, akan tetapi uji tuberkulin (menggunakan cut-off point 15.8 mm) kurang dapat membantu penegakan diagnosis TB para. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa diantara keempat pemeriksaan penunjang diagnosis TB paru PCR mempunyai nilai sensitivit dan spesitiviti tinggi ( 100% dan 78%). sehingga PCR dapat digunakan sebagai pemeriksaan penunjang diagnosis TB paru apabila didapatkan klinis dan radiology mendukung TB paru. Menggunkan pemeriksaan PCR akan didapatkan metode penegakan diagnosis TB paru yang cepat ( 1 hari ) dibandingkan dengan menunggu hasil biakan M. Tb hingga 8 minggu.

Objective. In an attempt diagnosis pulmonary tuberculosis still increased continuously. Now additional examination pulmonary tuberculosis have been lack sufficient sensitivity and sensitivities. The aim of this study was to determine the validity of tuberculin skin testing (TST) and PCR toward assessment diagnosis pulmonary of tuberculosis with correlation between tuberculin skin testing to PCR with AFB microscopic and solid media culture of M. tuberculosis for the diagnosis of pulmonary tuberculosis.
Method. A cross-sectional study, diagnostic test and analysis with Chi-Square test. Inclusion criteria patient with pulmonary symptom include chronic cough 3 weeks with or without hemoptysis, chest pain, breathlessness and past history of ATA less than 1 month with non-tuberculosis patient (control). The general samples was examination Ro thorax, tuberculin skin testing, PCR, AFB microscopic and conventional culture. The golden standard is conventional culture test using Kudoh method. Analyze of the data with SPSS version 11.0.
Result. The study material comprised 121 samples from 127 samples. These samples include 61 samples from patient with probably active pulmonary tuberculosis and 60 control comprising healthy individuals. The sensitivity and specificity of tuberculin skin testing with cut-off point 15.8 mm greater was 33% and 93% on conventional culture test using Kudoh method. PCR sensitivity was 100% and spesitivity was 78%. It was showed the positivity correlation between pulmonary tuberculosis and conventional culture as well as PCR and AFB microscopic, the conventional culture test.
Conclusion. The sensitivity of tuberculin skin testing less than PCR, AFB microscopic and conventional culture test. So that not enough to assessment diagnosis pulmonary tuberculosis. The sensitivity and specificity PCR was I00% and 78%. With the use of PCR test, we were able to detect diagnosis pulmonary tuberculosis more rapidly in less than I day, compared to average 8 week required for detection by conventional culture.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T18028
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Permatasari
"ABSTRAK
Tuberkulosis (TB) merupakan penyebab utama penyakit dan kematian di dunia. Hubungan antara TB dan malnutrisi telah lama diketahui. Berkembangnya TB secara progresif menyebabkan wasting dan hilangnya massa otot, serta hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi human immunodeficiency virus (HIV). Koinfeksi TB/HIV menyebabkan peningkatan metabolisme, gangguan fisik, dan masalah nutrisi. Selain itu, adanya penyakit infeksi kronik seperti halnya TB paru dan HIV/AIDS disertai dengan penurunan BB dapat menyebabkan kaheksia. Serial kasus ini bertujuan untuk mempelajari dan menerapkan terapi nutrisi sebagai bagian dari tatalaksana TB paru, infeksi HIV, dan kaheksia. Seluruh pasien dalam serial kasus ini adalah pasien TB paru dengan malnutrisi berat dan kaheksia. Dua dari empat pasien disertai infeksi HIV. Pemberian nutrisi disesuaikan dengan kondisi, penyakit penyerta, dan kebutuhan yang bersifat individual. Kebutuhan energi basal dihitung dengan persamaan Harris-Benedict dengan kebutuhan energi total setara dengan 35?40 kkal/kg BB. Makronutrien diberikan dalam komposisi seimbang dengan protein 15?20% total kalori (1,5-2 g/kg BB). Suplementasi mikronutrien diberikan sesuai dengan angka kecukupan gizi. Nutrien spesifik berupa omega-3 dan asam amino rantai cabang (AARC) diberikan untuk memperbaiki kaheksia. Keluaran yang dinilai meliputi kondisi klinis, asupan, dan toleransi asupan. Dua dari empat pasien memberikan keluaran klinis lebih baik, namun peningkatan BB tidak signifikan.ABSTRACT Tuberculosis (TB) is a leading cause of illness and death of people globally. The association between TB and malnutrition has long been known. Progressive tuberculous disease results in wasting and loss of muscle mass and hypoalbuminaemia, which are also seen in HIV infection. Co-infection with HIV and TB poses an additional metabolic, physical, and nutritional burden. In addition, chronic infecton disease such as pulmonary TB and HIV/AIDS accompanied with weight loss leads to cachexia. The aim of this case series was to study and apply nutrition therapy as integral part of pulmonary TB, HIV infection and cachexia treatment. All patients in this reports with diagnosis of pulmonary TB with severe malnutrition and cachexia. Two of four patients diagnosed with HIV infection. Nutrition therapy was given individually according to the clinical condition and underlying disease. Harris-Benedict equation was used to calculate basal energy requirement with total energy requirement equivalent to 35?40 kcal/body weight. Balanced macronutrient composition was given with protein 15?20% of total requirement (1,5-2 g/body weight). Micronutrient recommendation was given to fulfill one fold recommended daily allowance. Omega-3 and branched-chain amino acid (BCAA) was given as specific nutrients to improved cachexia. Outcome measurements included clinical condition, intake analysis, and intake tolerance. Two of four patient had improved in clinical outcome but there was no significant difference in weight gain."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>