Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 148817 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mia Astridivia
"Selama beberapa tahun terakhir, jumlah penderita hipertensi di Indonesia telah meningkat pesat. Penelitian sebelumnya telah menunjukan bahwa OSA secara independen merupakan faktor risiko penting dalam perkembangan hipertensi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan OSA dan tekanan darah pada penderita hipertensi. Desain penelitian ini adalahdeskriptif korelasi dengan pendekatan potong-lintang pada 96 pasien hipertensi di salah satu Puskesmas Kota Depok, yang direkrut dengan consecutive sampling. OSA diidentifikasi dengan menggunakan kuesioner Berlin, tekanan darah dengan menggunakan aneroid spigmomanometer serta pengukuran antropometri menggunakan timbangan berat badan dan stature meter.
Penelitian ini menunjukan bahwa 57,3% responden berisiko tinggi OSA. Hasil analisis dengan menggunakan uji Mann-Whitney menunjukan bahwa OSA berhubungan dengan tekanan darah sistolik (p= 0,028; 95%CI= 0,000-0,066), tetapi tidak berhubungan dengan tekanan darah diastolik (p= 0,231; 95%CI= 0,229-0,416). Studi ini membuktikan bahwa OSA berkaitan dengan peningkatan morbiditas hipertensi karena dampaknya terhadap peningkatan tekanan darah. Pengkajian terhadap OSA dalam pelayanan kesehatan perlu dilakukan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien terutama pada penderita hipertensi.

Over the past few years, the number of patient of hypertension in Indonesia have increased rapidly. Previous studies have investigated that the OSA independently is important risk factor of hypertension. The objective of this study was to know the relation of OSA to blood pressure on hypertensive patients. This study design was descriptive correlation with cross-sectional approach on 96 hypertensive patients at one of the community health center in Depok city, who were selected with consecutive sampling technique. The OSA was assessed by using the Berlin questionnaire, blood pressure was assessed by aneroid sphygmomanometer, and anthropometric measurements was assessed by weight scale and stature meter.
This study showed that 57,3% subjects had the high risk for OSA. The result of analysis by using the Mann-Whitney test showed that OSA related to systolic blood pressure (p= 0.028; CI95%= 0.000;0.066) but was not related to diastolic blood pressure (p= 0.231; CI95%=0.229-0.416). This study showed that OSA related to increasing morbidity of hypertension because its effect on elevated blood pressure.The assessment of OSA needs to be implemented in providing health care, in order to increase the quality of life for patients especially on hypertensive patients.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2016
S65016
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Oktorilla Fiskasianita
"Tidur yang cukup merupakan kebutuhan dasar yang sangat dibutuhkan untuk pemeliharaan fungsi kardiovaskular. Penelitan ini merupakan penelitian descriptive correlative dengan desain studi cross sectional yang bertujuan mengidentifikasi hubungan antara kualitas tidur dengan tekanan darah pada pasien hipertensi. Penelitian dilakukan di Puskesmas Beji-Depok terhadap 97 pasien hipertensi rawat jalan yang dipilih dengan teknik consecutive sampling. Kualitas tidur diukur menggunakan kuesioner Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI), sedangkan tekanan darah diukur menggunakan sphygmomanometer digital.
Hasil penelitian menunjukkan mayoritas responden yaitu sebanyak 87 orang (89,7 %) memiliki kualitas tidur buruk (PSQI ≥ 5), sedangkan hanya 10 orang (10,3 %) memiliki kualitas tidur baik (PSQI ≤ 5). Rata-rata tekanan darah responden secara keseluruhan 145,19/86,15 mmHg. Hasil analisis uji T independent menunjukan secara statistik tidak ada hubungan yang signifikan antara kualitas tidur dengan tekanan darah. Namun, secara klinis hasil analisis data menunjukkan responden yang memiliki kualitas tidur buruk memiliki tekanan darah lebih tinggi daripada responden yang memiliki kualitas tidur baik dengan mean differece sistolik sebesar 6,228 mmHg dan mean difference diastolik 4,409 mmHg.

Adequate sleep is a basic need which is important to maintain cardiovascular system function. It is a descriptive correlative study using cross sectional approach which aims to identify the relationship between sleep quality and blood pressure on hypertensive patient. The research was conducted in Public Health Center of Beji-Depok towards 97 participants recruited using consecutive sample method. Sleep quality is measured using Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) and blood pressure is measured using digital sphygmomanometer.
The result shows that 83 participants (89.7 %) have poor sleep quality (PSQI ≥ 5) while only 10 partcipants (10.3 %) have good sleep quality (PSQI ≤ 5). The average blood pressure of all participants is 145.19/86.15 mmHg. Statistical analysis using T independent test shows there is no significant relationship between sleep quality and blood pressure. However, in clinical basis the result shows a significant difference. Clinically speaking, participants with poor sleep quality indicates higher blood pressure compare to those with better sleep quality with systolic mean difference of 6.228 mmHg and diastolic mean difference of 4.409 mmHg.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
S47215
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Veronika Renny Kurniawati
"Obstructive sleep apnea OSA adalah salah satu gangguan pernapasan saat tidur dikarenakan obstruksi saluran napas atas. Pasien OSA tidak dapat tidur nyenyak dan dapat mengalami arrousal ketika tubuh berusaha mengambil napas. Para pegawai dengan gangguan ini dikhawatirkan mengalami penurunan kebugaran tubuh dan kantuk pada jam kerja sehingga tidak memiliki kualitas kerja maksimal. Pengambilan data dilakukan sebanyak satu kali untuk tiap individu dengan pelaksanaan selama dua hari sesuai dengan metode potong-lintang. Sebanyak 191 orang staf administrasi Universitas Indonesia dengan mayoritas responden berjenis kelamin perempuan menjadi responden dalam pengisian kuesioner STOP-Bang dan pengukuran berat badan, tinggi badan, serta tekanan darah untuk mengetahui persebaran risiko OSA dan hubungannya dengan tekanan darah, IMT, usia, lingkar leher, jenis kelamin, serta aktivitas merokok. Didapatkan 82,7 responden berisiko rendah, 7,3 sedang, dan 9,9 tinggi. OSA memiliki hubungan bermakna dengan semua faktor risiko yang disebutkan p0,05 . Hasil tidak bermakna karena proporsi responden berisiko rendah, sedang, dan tinggi terlalu tidak berimbang. Sebagian besar responden berisiko sedang dan tinggi memiliki lebih dari satu faktor risiko.

Obstructive sleep apnea OSA is a respiratory disorder arising from obstruction in the upper respiratory tract, disturbing sleep cycle. Patients with OSA could not sleep well and experience arousal during effortful breathing. Employees with OSA were expected to have a decrease in fitness and an increase in sleepiness and fatigue, implicating performance at work. Data collection was held twice once to each respondent based on cross sectional metode. As many as 191 administration staff of Universitas Indonesia, majority of whom were female, filled STOP Bang questionnaires and underwent weight, height, and blood pressure examination to determine the risk prevalence and its relation to blood pressure, BMI, age, neck circumference, sex, and smoking. Among them, 82,7 were classified as low risk, 7,3 moderate risk, and 9,9 high risk. OSA was found to be significantly related to all risk factors p0,05 due to unequal sample sizes within each study group. The majority of respondents with moderate and high risk were known to have more than one risk factor. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ai Cahyati
"ABSTRAK
OSA dapat memperberat komplikasi CAD. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan risiko terjadinya OSA pada pasien CAD. Penelitian ini menggunakan rancangan Cross Sectional. Responden berjumlah 161 orang. Pengukuran risiko OSA menggunakan kuesioner. Dari hasil analisis data ditemukan ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin, riwayat keluarga, IMT, hipertensi, diabetes melitus, lingkar leher dan lingkar perut dengan risiko terjadinya OSA, sedangkan umur dan dislipidemia tidak berhubungan. Faktor yang paling berhubungan adalah IMT, Diabetes Melitus dan lingkar perut. Rekomendasi: Deteksi dini risiko terjadinya OSA sangat diperlukan bagi pasien CAD.

ABSTRACT
OSA can give complicated burdens on CAD. This research aimed at indentifying factors which relate to risks of the occurrence of OSA on patients with CAD. This research employed Cross Sectional Design. The total of respondents were 161 respondents. The measurement of OSA risks was conducted using questionnaires. The result of data analyse identified that there is a significant correlation among sex, history of family, IMT, hypertension, Diabetic mellitus, circle of neck and belly with the risks of OSA occurrence, whereas, the age and dislipidemia do not have correlation with the evidence of OSA. The most significant correlated factors are IMT, Diabetic mellitus and the circle of belly. Recommendation reveals that screening on the risks of OSA occurrence is needed for CAD patients."
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
T33104
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bayu Rahadian
"Latar belakang: Tanda klinis Pierre Robin Sequence (PRS) meliputi mikrognati, glossoptosis, obstruksi jalan napas atas, dan celah palatal. Adanya sindrom/kelainan penyerta turut berperan terhadap keterlambatan pertumbuhan dan keparahan obstruksi jalan napas. OSA akibat obstruksi jalan napas merupakan kondisi yang umum ditemui pada bayi dengan PRS. Tujuan: Untuk mengetahui gambaran morfologi mandibula dan risiko OSA pada pasien PRS di RSAB Harapan Kita Metode: Penelitian ini merupakan studi retrospektif dengan desain potong lintang. Sebanyak 11 pasien PRS memenuhi kriteria seleksi penelitian ini. Data usia, sindrom/kelainan penyerta, riwayat sesak napas saat lahir diperoleh dari rekam medik. Sefalometri yang diperoleh diukur panjang mandibula, tinggi ramus, panjang body mandibula, dan sudut gonial. Pasien juga dievaluasi risiko OSA dengan menggunakan kuesioner Brouillette. Hasil: Panjang mandibula, panjang body mandibula, dan sudut gonial berbeda bermakna antara grup usia pengambilan sefalometri 5 tahun dan 10 tahun. Panjang mandibula berbeda bermakna antara grup pasien PRS non sindromik dan sindromik. Tidak ada perbedaan bermakna risiko OSA berdasarkan usia pasien maupun status sindrom. Riwayat sesak napas saat lahir berkorelasi dengan morfologi mandibula, namun tidak berkorelasi dengan risiko OSA. Kesimpulan: Kondisi mikrognati yang persisten menunjukkan tidak ada catch up growth pada pasien penelitian ini. Sindrom/kelainan penyerta turut mempengaruhi pertumbuhan mandibula. Sesak napas saat lahir sebagai gejala klinis dari obstruksi jalan napas atas tidak berperan terhadap risiko OSA.

Background: Clinical signs of Pierre Robin Sequence (PRS) including micrognathy, glossoptosis, upper airway obstruction, and palatal cleft. The presence of sydrome contributes to the growth and severity of airway obstruction. Obstructive Sleep Apnea (OSA) related to airway obstruction is common condition in infants with PRS. Objective: To know mandibular morphology and risk of OSA in patients at RSAB Harapan Kita. Methods: This research is a retrospective study. A total of 11 patients met the selection criteria of this study. Data on age, associated syndrom, history of breath difficulties at birth were obtained from medical records. The cephalometry were measured mandibular length, ramus height, mandibular body length, and sudut gonial. Patients were also evaluated for risk of OSA using brouillette questionnaire. Results: Mandibular length, mandibular body length, and sudut gonial differed significantly between the 5 years and 10 years cephalometric collection age groups. Mandibular length differed significantly betweenn the nonsyndromuc and syndromic PRS. There was no significant difference in OSA risk based on the patient’s age or syndrome status. History of breath difficulties at birth was correlated with mandibular morpholgy, but it was not correlated to risk of OSA. Conclusion: Persistent micrognathic showed no catch up growth in the patients of PRS in this study. Associated syndrome or disorder affected the growth of the mandible. History of breath difficulties at birth as a clinical symptom of upper airway obstruction did not contribute to risk of OSA."
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mulkan Azhary
"Pendahuluan: Asma merupakan suatu penyakit yang bersifat heterogen dan ditandai oleh inflamasi jalan napas kronik dengan gejala mengi, sesak napas, dada terasa berat, dan batuk yang bersifat bervariasi dalam intensitas dan waktu serta disertai dengan keterbatasan aliran udara ekspirasi yang bervariasi. Obstructive sleep apnea (OSA) ditandai dengan kolaps berulang jalan napas atas saat tidur yang menyebabkan berkurang atau berhentinya aliran udara walaupun sedang dalam keadaan bernapas yang dapat mengakibatkan gangguan pertukaran gas secara intermiten dan tidur yang terganggu. Berbagai studi sebelumnya telah mendapatkan hubungan antara asma dan OSA akibat keparahan asma yang diderita.
Tujuan: Mengetahui perbedaan keadaan inflamasi dengan penilaian kadar fractional- exhaled nitric oxide (FeNO) di antara kelompok derajat obstructive sleep apnea (OSA) pada penderita asma persisten rawat jalan.
Metode: Penelitian ini telah melibatkan sebanyak 13 orang penderita asma persisten sedang yang berobat di poli asma yang menjalani skrining kuesioner STOP-BANG dan spirometri, kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan polysomnography dan pengukuran FeNO.
Hasil: Pasien asma persisten sedang didominasi oleh pasien perempuan dengan rerata usia 48,38+12,494 tahun. Sebanyak 53,85% pasien memiliki berat badan obese dengan rerata 28,67+7,385 kg/m2. Median skor ACT 17 (7-23) dengan 61,46% pasien memiliki skor ACT yang tidak terkontrol. Rerata nilai VEP1 prediksi 70,38+20,230% dengan 61,54% pasien menunjukkan obstruksi sedang. Rerata rasio VEP1/KVP 72,85+12,681% dengan 53,85% pasien menunjukkan rasio VEP1/KVP obstruksi. Median skor STOP-BANG 4 (3-
6) dengan 53,85% pasien menunjukkan risiko sedang. Rerata kadar FeNO 29,62+9,152 ppb dengan 76,92% pasien memiliki kadar FeNO 25-50 ppb. Rerata AHI 11,39+18,222 kejadian/jam dengan 76,92% pasien menunjukkan AHI derajat ringan. Pasien asma persisten sedang dominan menunjukkan kadar FeNO 25-50 ppb dengan skor ACT tidak terkontrol berdasarkan derajat AHI dan risiko STOP-BANG. Pasien asma persisten sedang dominan menunjukkan nilai VEP1 prediksi obstruksi sedang dan rasio VEP1/KVP obstruksi berdasarkan risiko STOP-BANG. Pasien asma persisten sedang dominan menunjukkan nilai VEP1 prediksi obstruksi sedang dan rasio VEP1/KVP obstruksi berdasarkan derajat AHI.
Kesimpulan: Pasien asma persisten sedang memiliki skor STOP-BANG risiko sedang dan OSA derajat ringan dengan kadar FeNO 25-50 ppb, skor ACT tidak terkontrol, nilai VEP1 prediksi obstruksi sedang dan rasio VEP1/KVP obstruksi.

Introductions: Asthma is a heterogeneous disease manifested by airway inflammation and wheezing, dyspnea, breathlessness and cough which are varied in intensity and time accompanied with variably restricted expiratory airflow. Obstructive sleep apnea (OSA) is manifested by repeated airway collapse or deceased airflow despite breathing causing the impaired gas exchange intermittently and sleep disorder. Some previous studies have correlated between asthma and OSA led by the severity of asthma.
Aims: To reveal the difference of inflammation condition by assessing fractional-exhaled nitric oxide (FeNO) level among graded obstructive sleep apnea (OSA) of persistent asthmatic outpatients.
Methods: This study involved 13 persistent asthmatic patients from asthma policlinic who had been screened using asthma control test (ACT) as well as STOP-BANG questionnaire and spirometry assessment of forced expiratory volume in 1 second (FEV1) and forced vital capacity (FVC), then the elective polysomnography and fractional- exhaled nitric oxide (FeNO) measurement.
Results: The moderate persistent asthmatic patients were dominated by female aged 48.38+12.494 years old. There were 53.85% patients presented with obesity whose mean body mass index was 28.67+7.385 kg/m2. The median ACT score was 17 (7-23) of whom 61.46% patients had uncontrolled ACT score. The mean of predicted FEV1 was 70.38+20.230% of whom 61.54% patients showed moderate obstruction. The mean of FEV1/FVC ratio was 72.85+12.681% of whom 53.85% patients showed obstruction of FEV1/FVC ratio. The median STOP-BANG score was 4 (3-6) of whom 53.85% patients showed moderate risk. The mean of FeNO level was 29.62+9.152 ppb of whom 76.92% patients had FeNO level ranging 25-50 ppb. The mean of apnea hypopnea index (AHI) was 11.39+18.222 events/hour of whom 76.92% patients showed the mild grade of AHI. The moderate persistent asthmatic patients mostly showed FeNO level ranging 25-50 ppb whose uncontrolled ACT score based on both grade of AHI and risk of STOP- BANG. The moderate persistent asthmatic patients showed moderate obstruction of predicted FEV based on risk of STOP-BANG. The moderate persistent asthmatic patients mostly showed moderate obstruction of predicted FEV1 and obstruction of FEV1/FVC ratio based on grade of AHI.
Conclusions: The moderate persistent asthmatic patients showed the moderate risk of STOP-BANG score and mild grade of AHI as well with FeNO 25-50 ppb, uncontrolled ACT, moderate obstruction of predicted FEV1 and obstructive FEV1/FVC ratio.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fauzan
"Pendahuluan Bagi seorang pilot, OSA dapat berdampak terhadap keselamatan penerbangan dengan menimbulkan fatigue dan gangguan kognitif pada memori, atensi, perencanaan, kemampuan memecahkan masalah dan multitasking. Salah satu faktor predisposisi utama terjadinya OSA adalah peningkatan berat badan, serta faktor pekerjaan juga dapat mempengaruhi timbulnya risiko OSA.  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara obesitas dan faktor-faktor lainnya terhadap risiko OSA pada pilot sipil di Indonesia.
Metode Penelitian ini menggunakan disain potong lintang dan dilakukan di Balai Kesehatan Penerbangan. Responden diminta mengisi kuesioner STOP-BANG untuk menilai risiko OSA, kuesioner Epworth Sleepiness Scale untuk mengukur Excessive Daytime Sleepiness, kuesioner Nasal Obstruction Symptom Evaluation untuk mengukur obstruksi di hidung, dan kuesioner Global Physical Activity Questionnaire untuk mengukur aktifitas fisik. Kemudian dilakukan pengukuran antropometri berupa body mass index dan lingkar leher.
Hasil Didapatkan 176 responden dengan prevalensi risiko tinggi OSA sebesar 35,8%. Kemudian, obesitas dan lingkar leher ditemukan mempunyai hubungan bermakna dengan risiko tinggi OSA (p<0,05). Untuk faktor lainnya, ditemukan juga bahwa usia, tekanan darah, obstruksi hidung, penyempitan orofaring, dan merokok ditemukan hubungan bermakna dengan risiko tinggi OSA (p<0,05). Tidak terdapat hubungan bermakna antara faktor pekerjaan dengan risiko OSA (p>0,05). Untuk faktor-faktor yang paling berhubungan dengan risiko OSA ialah lingkar leher, penyempitan orofaring, dan obstruksi nasal (p<0,05).
Kesimpulan Terdapat hubungan yang bermakna antara faktor antropometri yaitu BMI dan lingkar leher; faktor demografi yaitu usia; faktor komorbid yaitu tekanan darah, obstruksi hidung, dan penyempitan rongga orofaring; dan juga faktor kebiasaan yaitu merokok dengan risiko OSA. Tidak terdapat hubungan bermakna antara faktor pekerjaan dengan risiko OSA.

Introduction In pilots, OSA can impact flight safety as it can cause fatigue and cognitive impairment in memory, attention, planning, problem-solving skills, and multitasking. Increased body weight can predispose to OSA, and occupational factors may influence risk development. This study aims to determine the relationship between obesity and other factors on the risk of OSA in civilian pilots in Indonesia.
Methods This study used a cross-sectional design and was conducted at the Aviation Health Center. Respondents were asked to fill out the STOP-BANG questionnaire to assess OSA risk, the ESS questionnaire to measure EDS, the NOSE questionnaire to measure nasal obstruction, and the GPAQ questionnaire to measure physical activity. Then anthropometric measurements were taken in the form of BMI and neck circumference.
Results From 176 respondents, 35,8% had a high risk of OSA. Obesity and neck circumference, age, blood pressure, nasal obstruction, oropharyngeal narrowing, and smoking were found to have a significant association with a high risk of OSA (p<0.05). There is no significant relationship between occupational factors and OSA risk (p>0.05). The factors most associated with OSA risk were neck circumference, oropharyngeal narrowing, and nasal obstruction (p<0.05).
Conclusion There is a significant relationship between anthropometric factors such as BMI and neck circumference; demographic factors such as age; comorbid factors such as blood pressure, nasal obstruction, and narrowing of the oropharyngeal cavity; and habit factors such as smoking with the risk of OSA. There is no significant relationship between occupational factors and OSA risk.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fauzan
"OSA berdampak terhadap keselamatan penerbangan dengan menimbulkan fatigue dan gangguan kognitif pada memori, atensi, perencanaan, kemampuan memecahkan masalah dan multitasking. Faktor predisposisi utama OSA adalah peningkatan berat badan, serta faktor pekerjaan juga dapat mempengaruhi timbulnya risiko OSA. Penelitian bertujuan untuk mengetahui hubungan antara obesitas dan faktor-faktor lainnya terhadap risiko OSA pada pilot sipil di Indonesia. Penelitian menggunakan disain potong lintang dan dilakukan di Balai Kesehatan Penerbangan. Responden mengisi kuesioner STOP-BANG untuk risiko OSA, kuesioner ESS untuk EDS, kuesioner NOSE untuk obstruksi di hidung, dan kuesioner GPAQ untuk aktifitas fisik. Kemudian dilakukan pengukuran antropometri berupa BMI dan lingkar leher. Didapatkan 176 responden dengan prevalensi risiko OSA 35,8%. Kemudian, obesitas, lingkar leher, usia, tekanan darah, obstruksi hidung, penyempitan orofaring, dan merokok ditemukan mempunyai hubungan bermakna dengan risiko tinggi OSA (p<0,05). Tidak terdapat hubungan bermakna antara faktor pekerjaan dengan risiko OSA (p>0,05). Faktor-faktor yang paling berhubungan dengan risiko OSA ialah lingkar leher, penyempitan orofaring, dan obstruksi nasal (p<0,05). Terdapat hubungan bermakna antara faktor antropometri yaitu BMI dan lingkar leher; faktor demografi yaitu usia; faktor komorbid yaitu tekanan darah, obstruksi hidung, dan penyempitan rongga orofaring; dan juga faktor kebiasaan yaitu merokok dengan risiko OSA.

OSA can impact flight safety by causing fatigue and cognitive impairment in memory, attention, planning, problem-solving, and multitasking abilities. Increased body weight can predispose to OSA, and the risk development is affected by occupational factors. A cross-sectional study to determine the association between obesity and other factors on the risk of OSA in Indonesian civilian pilots was conducted at the Aviation Health Center. The respondents filled out the STOP-BANG questionnaire for OSA risk, the ESS questionnaire for EDS, the NOSE questionnaire for nasal obstruction, and the GPAQ questionnaire for physical activity. Anthropometric measurements (BMI and neck circumference) were measured. Of the 176 respondents, the prevalence of OSA risk was 35.8%. Obesity, neck circumference, age, blood pressure, nasal obstruction, oropharyngeal narrowing, and smoking were found to have a significant association with a high risk of OSA (p<0.05). There was no significant association between occupational factors and OSA risk (p>0.05). Neck circumference, oropharyngeal narrowing, and nasal obstruction were the factors most associated with OSA risk (p<0.05). There was a significant association between anthropometric factors (BMI and neck circumference), demographic factors (age), comorbid factors (blood pressure, nasal obstruction, and narrowing of the oropharyngeal cavity), and also smoking habits with the risk of OSA."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>