Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 198913 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jean Budi Pratista Devi
"ABSTRAK
Salah satu cara mengendalikan Tungau Debu Rumah (TDR) diperlukan
perilaku bersih masyarakat terutama kebersihan debu rumah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan perilaku membersihkan rumah pada masyarakat terhadap keberadaan TDR.Disain penelitian ini, yaitu cross-sectional analitik. Penelitian ini dilakukan pada masyarakat perkotaan di Pamulang (Tangerang Selatan) dan Pasar Rebo (Jakarta Timur) selama Oktober 2013- Juni 2014. Sebanyak 96 rumah responden yang terdiri dari 52 di Pamulang dan 44 Pasar Rebo dipilih secara random. Dari 96 debu rumah yang diperiksa dengan metode langsung di bawah mikroskop ditemukan spesies TDR, yaitu Dermatophagoides pteronyssinus (60,4%), D. farinae (4,2 %), dan Glysiphagus destructor (20,8%). Perilaku responden, yaitu membersihkan tempat tidur dan rumah 1 x sehari (40,6%) lebih sedikit dibandingkan 2 x sehari (59,4%). Responden dengan perilaku bersih 1 x sehari ditemukan frekuensi TDR lebih sedikit dibandingkan 2 x sehari dengan nilai OR=2,09 (95% CI 2,15 sampai 4,18). Penelitian ini memperlihatkan bahwa dengan perilaku bersih dari masyarakat"
"perkotaan mengurangi keberadaan TDR di dalam debu rumah."

ABSTRACT
One of methods to controlling House Dust Mites (HDM) is pattern behavior people to keep clean especially keep the house from dust. This research aims to determine the patterns of behavior in the public house cleaning affect the existence population HDM found in the house of the population. This study used design analytic cross-sectional. This research was done to citizen in the Pamulang and Pasar Rebo ( East Jakarta) from October 2013 until June 2014. 96 homes respondents consisted of 52 respondents Pamulang and 44 respondents East Jakarta by random sampling. From 96 house dust which investigated directly methods to see and find species HDM used microscope, those are Dermatophagoides pteronyssinus (60,4%), D. farinae (4,2 %), and Glysiphagus destructor (20,8%). Respondents?s behavior, cleaning their bedroom and house 1 x a day (40,6%) fewer just than 2 x a day (59,4%). Respondents with behavior of clean 1 x / day, TDR frequency?s discovered fewer just than 2 x/ day with value OR=2,09 (95% CI 2,15 until 4,18). This study to show that pattern people?s behavior to keep clean which can decrease or reduces population of HDM in dust home"
2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitriahati Setiyarizki
"Tungau Debu Rumah (TDR) merupakan aeroalergen utama yang dapat memicu reaksi alergi pada penyakit atopi seperti dermatitis atopi, asma, dan rhinitis alergi. TDR dapat ditemukan di berbagai tempat bersarang baik alami maupun nonalami di dalam rumah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan bahan alami dan nonalami terhadap keberadaan TDR. Dengan menggunakan desain cross-sectional, penelitian ini dilakukan di Pasar Rebo (Jakarta Timur) dan Pamulang (Tangerang Selatan) pada November 2013 sampai Februari 2014. Data demografi penduduk diperoleh melalui kuesioner. Sampel debu rumah diambil dari bahan alami, yaitu kapuk dan nonalami, yaitu karpet, kasur busa, sofa, dan spring bed. Deteksi spesies TDR pada debu tersebut dilakukan dengan teknik langsung menggunakan mikroskop. Dari hasil penelitian didapatkan 207 sampel debu rumah dari 96 responden (Pasar Rebo = 44 Sampel dan Pamulang = 52 sampel). Spesies TDR yang ditemukan di Pasar Rebo adalah Dermatophagoides pteronyssinus (Dp) dan Glyciphagus destructor (Gd), sedangkan spesies TDR yang ditemukan di Pamulang adalah Dp, D.ferinae (Df), dan Gd. Dp merupakan spesies dominan pada bahan alami dan nonalami. Secara statistik, terdapat hubungan bermakna antara jenis bahan dengan keberadaan TDR (p<0,05). Bahan alami berisiko lebih tinggi dibandingkan nonalami (OR = 1,99, 95% CI 1,06-3,72). Dapat disimpulkan bahwa keberadaan spesies TDR berhubungan dengan jenis bahan bersarang yang terdapat di dalam rumah.
House Dust Mites (HDM) is the main aeroalergen that can induced allergic reaction at atopic diseases such as dermatitis atopic, asthma, and rhinitis allergy. HDM was found in both nature and non-nature materials on stuffs around living house. The aim of this research was to know association between nature and non-nature materials with HDM. Cross sectional method was used in this research. Primary data was collected in Pasar Rebo (North Jakarta) and Pamulang (South Tangerang) for four months, from November 2013 until February 2014. Demographic profile was collected by filling the questionnaire. House dust was collected from both nature, as kapok matress, and non-nature materials, such as carpet, foam mattress, sofa, and spring bed. HDM was detected by direct examination on microscope. This research includes 207 house dust samples from 96 houses in Pasar Rebo, 44 samples, and Pamulang, 52 samples. Data from statistic show that in Pasar rebo, Dermatophagoides pteronyssinus (Dp) and Glyciphagus destructor (Gd) were found as varies HDM species meanwhile in Pamulang, Dp, D.ferinae (Df), and Gd were found. From both places, Dp was mostly found in nature and non-nature materials. Statistically, there was significance association between any materials and house dust mites (p<0,05). Nature material had a higher risk than non-nature materials to found HDM (OR = 1,99, 95% CI 1,06-3,72). Asconclussion, materials used living house associated with population of HDM."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mailani Dwi Hidayati
"Tungau debu rumah (TDR) adalah salah satu sumber alergen yang paling umum. Sensitisasinya dapat menyebabkan asma. Alergen TDR kelompok 1 adalah alergen kuat anggota keluarga protease sistein yang mampu mengaktifkan alergen lain: kelompok 3, 6, dan 9 yang memiliki aktivitas protease serin. Aktivitas proteolitik terlibat dalam etiologi asma melalui meningkatkan permeabilitas sel epitel saluran napas yang memungkinkan alergen tersebut bersama alergen lain melewati sel epitel dengan memotong protein antar sel. Tubuh manusia memiliki inhibitor protease seperti alpha-1 antitripsin (AAT) merupakan antiprotease serin dan sistatin C merupakan antiprotease sistein. AAT diketahui juga merupakan protein fase aktif positif yang terlibat dalam mekanisme resolusi inflamasi. Sistatin C secara signifikan berhubungan dengan beberapa marker inflamasi seperti protein C-reaktif, IL-6, dan TNF-α. Penelitian kami bertujuan mengetahui keadaan AAT dan sistatin C serum pasien asma TDR. Sebuah studi potong lintang dari 10 pasien asma TDR dan 10 subjek sehat dilakukan. Aktivitas penghambatan AAT dan sistatin C serum diukur dengan uji enzimatik. Konsentrasi AAT dan sistatin C serum diukur dengan metode ELISA. Tidak ada perbedaan signifikan pada aktivitas penghambatan AAT serum (p=0,445, p>0,05), konsentrasi AAT (p=0,290, p>0,05), dan konsentrasi sistatin C (p=0,290, p>0,05). Aktivitas penghambatan sistatin C serum pada pasien asma secara signifikan lebih tinggi daripada subjek sehat (p=0,001, p<0,05). Tidak ada korelasi antara aktivitas penghambatan AAT dan konsentrasi AAT atau korelasi antara aktivitas penghambatan sistatin C dan konsentrasi sistatin C yang diamati. Aktivitas sistatin C pada asma TDR signifikan lebih tinggi daripada subjek sehat. Sedangkan, aktivitas AAT, konsentrasi AAT, dan sistatin C pada pasien asma TDR tinggi tidak signifikan daripada subjek sehat.

House dust mite (HDM) is one of the most common sources of allergen. Its sensitization can lead to asthma. The group 1 mite allergens are potent allergens belonging to the papain-like cysteine protease family. Moreover, the group 1 mite allergens were able to activate others like groups 3, group 6, and group 9 that have serine protease activity. The proteolytic activity involves the etiology of asthma by increasing the permeability of the airway epithelial cell and allowing themselves and other allergens to pass through the epithelial cells by cleaving the cell surface molecules. The human body has natural inhibitor protease like alpha-1 antitrypsin (AAT) which has anti-serine protease and cystatin C which has anti-cysteine protease. AAT is known as an acute phase protein that is involved in the inflammation resolution mechanism. Cystatin C was significantly correlated with several inflammatory markers such as C-reactive protein, IL-6, and TNF-α. Our study aimed to investigate the behavior of serum alpha-1 antitrypsin and cystatin C in patients with house dust mite asthma. A cross-sectional study of 10 patients with HDM allergic asthma and 10 healthy subjects were carried out. Serum AAT and cystatin C inhibitory activity were measured with enzymatic assays. While serum AAT and cystatin C concentration were determined by ELISA method. No significant differences in serum AAT inhibitory activity (p=0.445, p>0.05), serum AAT concentration (p=0.290, p>0.05), and cystatin C concentration (p=0.290, p>0.05). Serum cystatin C inhibitory activity in asthmatic patients was significantly higher than healthy subject (p=0.001, p<0.05). Neither correlation between the AAT inhibitory activity and the AAT concentration or correlation between cystatin C inhibitory activity and cystatin C concentration was observed. In conclusion, the activity of cystatin C in dust mite asthma is significantly higher than in healthy subjects. Whereas the activity of AAT, concentration of AAT, and cystatin C in dust mite asthma patients are insignificantly higher than in healthy subjects."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan kepadatan dan keragaman jenis tungau debu rumah (TDR) yang didapatkan dengan teknik isolasi dan teknik flotasi. Sampel debu dikumpulkan dengan penyedot debu 10 rumah di Perumahan BTN Pamulang, Tangerang. Selanjutnya sampel debu dibawa ke Bagian Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia untuk pemeriksaan. Tungau yang didapat diidentifikasi berdasarkan kunci determinasi Krantz (1978) dan Mc Daniel (1979). Disimpulkan bahwa teknik flotasi lebih baik dari pada teknik flotasi lebih baik daripada teknik isolasi. "
MPARIN 9 (1-2) 1996
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Lenny S. Budi
"Penyakit asma adalah suatu penyakit yang sangat kompleks dan terjadi secara kronis, hingga mengundang banyak pendapat, penelitian dan kontroversi. Peranan faktor imunologis pada asma anak, merupakan suatu hal yang penting. Dalam tatalaksana nasien asma, perananan faktor penghindaran terhadap penyebab asma tidak kalah pentingnya. Pada awalnya, TDR dianggap sebagai faktor penyebab yang berdiri sendiri untuk menimbulkan serangan asma akut, tetapi akhir-akhir ini banyak peneliti meragukan hal ini. Penelitian ini merupakan suatu penelitian observasional dengan rancangan laporan seri kasus dilakukan secara prospektif yang bersifat deskriptif terhadap 10 orang pasien asma yang pertama kali berobat di Poliklinik Alergi-Imunologi IKA FKUI/RSCM selama tahun 1997, Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola paparan TDR di rumah pasien asma sepanjang tahun, dengan melakukan kunjungan rumah selama 1 Januari 1998 sampai dengan 31 Desember 1998. Selama 1 Januari 1997 sampai dengan 31 Desember 1997 didapati 241 orang pasien anak yang pertama kali berobat di Poliklinik Alergi-Imunologi IKA FKUI/RSCM, diantaranya 58 orang pasien asma. Hasil uji kulit negatip terhadap TDR didapati 11 anak (19%) dari 58 pasien asma anak tersebut, sedangkan hasil uji kulit positip didapati pada 47 anak (81%). Rentang nilai jumlah TDR per gram debu rumah berkisar antara 0-340 ekor, sedangkan rentang nilai 100-500 ekor/gram debu rumah menurut kepustakaan hanya menyebabkan hiperreakstivitas bronkus tanpa disertai serangan asma akut. Gambaran grafik skor klinis dan PEFR setiap pasien pada umumnya memperlihatkan bahwa gambaran klinis asma dapat berat atau ringan pada keadaan ada atau tidaknya TDR. Sebaran antara skor klinis dan nilai PEFR dengan jumlah TDR pada diagram baur memperkuat gambaran grafik skor klinis dan nilai PEFR setiap pasien, sehingga pada penelitian ini diduga bahwa untuk menimbulkan serangan asma akut tidak semata-mata hanya disebabkan olch TDR kiranya masih perlu ditambahkan faktor lain selain TDR. Pada penelitian ini, rerata jumlah TDR/gram debu rumah tertinggi (127 ekor/gram debu rumah) di kasur dijumpai pada bulan September sesuai dengan rerata kelembaban relatif tertinggi (70%) dan suhu terendah (28°C) di kamar tidur. Rerata jumlah TDR/gram debu rumah terendah di kasur dijumpai pada bulan Agustus dan Desember (masing-masing 47 dan 26) sesuai dengan rerata kelemaban relatif terendah (masing-masing 54%) dan rerata suhu tertinggi (masing-masing 33°C). Pada penelitian ini tidak dijumpai variasi musim. Selama penelitian ini, rerata jumlah TDR/gram debu rumah setiap bulan di kasur selalu dijumpai lebih banyak daripada di lantai kamar tidur. Pada penelitian ini jenis spesies ditemukan terbanyak baik di kasur maupun di lantai kamar tidur yaitu spesies Dermatophagoides pteronyssinus (masing-masing 72,00% dan 55,41%) dan Glycyphagus destructor (masing-masing 12,70% dan 26,51%), keadaan ini sesuai dengan 2 penelitian sebelumnya di Jakarta, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Widiastuti, dan Aulung 2 Pada penelitian ini ditemukan pula spesies Cheyletus erudetus baik di kasur maupun di lantai kamar tidur (masing-masing 5,38 dan 10,21%). Spesies Cheyletus erudetus merupakan pemangsa terhadap TDR lainnya."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999
T57311
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siagian, Fresby H
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1994
S36358
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khairunisa Hafiarni
"Gaya hidup masyarakat perkotaan memungkinkan seseorang untuk memiliki beberapa ruangan rumah, dimana dapat ditemukan debu yang menjadi tempat bersarang tungau debu rumah (TDR) di dalamnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara jenis ruangan rumah dengan keberadaan TDR. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional, dilakukan di Pamulang, Tangerang Selatan, dan Pasar Rebo, Jakarta Timur pada Oktober 2013 hingga Juni 2014. Data didapatkan melalui kuesioner dan pengambilan sampel debu rumah dari tiap jenis ruangan rumah. Identifikasi TDR dilakukan dengan pemeriksaan sampel debu menggunakan mikroskop. Penelitian ini mendapatkan 353 sampel debu dari 96 rumah responden (Tangerang Selatan = 52 dan Jakarta Timur = 44). Prevalensi TDR tertinggi adalah ruang tidur (54,8%, 57/104), diikuti ruang tamu (47,7%, 42/88), dapur (43,8%, 39/89), dan teras (26,4%, 19/72). D.pteronyssinus merupakan spesies dominan pada ruang tamu (28,4%, 25/88), ruang tidur (25,0%, 26/104), dan teras (12,5%, 9/72), sedangkan G.destructor merupakan spesies dominan pada dapur (14,6%, 13/89). Secara statistik, terdapat hubungan bermakna antara jenis ruangan rumah dengan keberadaan TDR (p<0,05). Ruang tidur memiliki risiko lebih tinggi untuk ditemukan TDR dibandingkan dengan ruangan lain (OR = 1,8, 95% CI 1,1-2,9). Penelitian ini menunjukkan bahwa secara epidemiologi ruang tidur merupakan faktor risiko terhadap keberadaan TDR.

The lifestyle of people living in cities allowed them to have several rooms in a house. There can be house dusts in those rooms, which is a place for house dust mites (HDM) growth. The aim of this research was to find an association between room types with HDM. This research used cross-sectional method, and were performed in Pamulang, South Tangerang and Pasar Rebo, East Jakarta, from October 2013 to June 2014. Datas were collected from quetionnaires and house dust samples from each room types. HDM were identified from the dust samples by microscope examination. This research collected 353 dust samples from 96 houses (South Tangerang = 52 and East Jakarta = 44). HDM prevalency was the highest in bed rooms (54,8%, 57/104), followed by living rooms (47,7%, 42/88), kitchens (43,8%, 39/89), and terraces (26,4%, 19/72). D.pteronyssinus was the dominant species in living rooms (28,4%, 25/88), bed rooms (25,0%, 26/104), and terraces (12,5%, 9/72),. G.destructor was the dominant species in kitchens (14,6%, 13/89). Statistically, there was a significant association between room types and HDM (p<0,05). Bed rooms had higher risk than the other rooms for HDM to be found (OR = 1,8, 95% CI 1,1-2,9). This research showed that epidemiologically bed room is a risk factor for HDM existence.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus J. Susanto
"Background: house dust mites (HDM) are an important inhalant allergen in allergic asthma. However, molecular diagnostic study of specific IgE to HDM allergens has not been done in Indonesia. In addition, the association of quantitative specific IgE measurement with asthma severity has not been investigatedd. This study aimed to investigate the difference of serum quantitative specific IgE levels induced by Dermatophagoides (D.) pteronyssinus, D. farinae and Blomia tropicalis sensitization in intermittent and persistent allergic asthma. Methods:this was a cross-sectional study on adult allergic asthma patients who were invited for serum specific IgE testing. This study was a part of a larger study within the Division of Allergy and Immunology, Cipto Mangunkusumo Hospital. Asthma severity was defined based on Global Initiative on Asthma (GINA) 2015 criteria and were grouped as intermittent or persistent. Quantitative specific IgE testing was done on blood serum using a multiple allergosorbent test (Polycheck Allergy, Biocheck GmbH, Munster, Germany). The HDM allergens tested were D. pteronyssinus, D. farinae, and Blomia tropicalis. Difference between two groups were analyze using Mann-Whitney test. Results: a total of 87 subjects were enrolled in this study; 69 (79.3%) were women. Mean patients’ age was 40, 2 years. Sixty-three (72.4%) subjects had asthma and allergic rhinitis. Fifty-eight (66.7%) subjects were classified as persistent asthma. The prevalence of sensitization was 62.1% for D. farinae, 51.7% for D. pteronyssinus, and 48.3% for Blomia tropicalis. The median of specific IgE levels were significantly higher in persistent asthma compares to intermittent asthma induced by D. farinae (median 1.30 vs. 0.0 kU/L; p=0.024) and B. tropicalis (median 0.57 vs. 0.0 kU/L; p=0.015) sensitization. Level of Specific IgE D. pteronyssinus was also to be higher in persistent asthma than the level measured in intermittent asthma (0.67 vs. 0.00 kU/L; p=0.066). Conclusion: Sensitization of HDM allergens was shown to be highest for D. farinae 62.1%, followed by D. pteronyssinus 51.7% and Blomia tropicalis 48.3%. Specific IgE level induced by D. farinae and Blomia tropicalis sensitization were significantly higher in patients with persistent asthma compared to intermittent asthma, whereas specific IgE level induced by D. pteronyssinus sensitization was higher in persistent asthma although not statistically significant.

Latar belakang: tungau debu rumah (TDR) merupakan alergen hirup yang penting pada asma alergik. Namun, penelitian diagnostik molekuler menggunakan Imunoglobulin E (IgE) spesifik akibat sensitisasi alergen TDR dihubungkan dengan derajat keparahan asma alergik belum pernah dilakukan di Indonesia. Penelitian ini bertujuan mengetahui perbedaan kadar IgE spesifik serum kuantitatif akibat sensitisasi alergen Dermatophagoides (D.) pteronyssinus, D. farinae dan Blomia (B.) tropicalis pada asma alergik intermiten dan persisten. Metode: desain penelitian potong lintang pada pasien asma alergik dewasa yang diundang untuk pemeriksaan IgE spesifik serum dan merupakan bagian dari penelitian payung di Divisi Alergi dan Imunologi Klinik, RS Cipto Mangunkusumo. Derajat keparahan asma ditentukan berdasarkan kriteria Global Initiative on Asthma (GINA) 2015 dan dikelompokkan menjadi intermiten dan persisten. Pemeriksaan IgE spesifik serum kuantitatif menggunakan metode multiple allergosorbent test (Polycheck Allergy, Biocheck GmbH, Munster, Germany). Alergen TDR yang diperiksa adalah D. pteronyssinus, D. farinae, dan B. tropicalis. Perbedaan antara dua kelompok dianalisis dengan uji Mann-Whitney. Hasil: sebanyak 87 subyek dilibatkan dalam penelitian ini; 69 (79,3%) subyek adalah perempuan. Rerata usia pasien adalah 40,2 tahun. Enam puluh tiga (72,4%) pasien menderita asma dan rinitis alergik. Sebanyak 58 (66,7%) pasien asma persisten. Gambaran sensitisasi alergen TDR adalah 62,1% D. farinae; 51,7% D. pteronyssinus dan 48,3% B.tropicalis. Median kadar IgE spesifik secara bermakna lebih tinggi pada asma persisten dibandingkan asma intermiten untuk alergen D. farinae (1,30 vs. 0,0 kU/L; p=0,024) dan B. tropicalis (0,57 vs. 0,0 kU/L; p=0,015). Kadar IgE spesifik D. pteronyssinus lebih tinggi pada asma persisten dibandingkan intermiten (0,67 vs. 0,00 kU/L; p=0,066). Kesimpulan: gambaran sensitisasi alergen secara berurutan didapatkan D. farinae 62,1%, D. pteronyssinus 51,7% dan B. tropicalis 48,3%. Kadar IgE spesifik akibat sensitisasi D. farinae dan B. tropicalis lebih tinggi secara bermakna pada pasien asma persisten dibandingkan asma intermiten. Kadar IgE spesifik akibat sensitisasi D. pteronyssinus lebih tinggi pada pasien asma persisten dibandingkan asma intermiten, tetapi secara statistik tidak bermakna."
Jakarta: Interna Publishing, 2017
610 UI-IJIM 49:4 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"In this paper, a method of location analysis for smart house is proposed. The proposed method uses projective transformation to process the input from visual sensor for determining coordinate of resident and also the entire device inside the smart house. With a good calculated coordinate, each device function in the smart house can be optimized for the good of the resident. From the experiment results, the proposed method successfully maps all coordinates of any device in the smart house up to 81% accuracy.
Pada publikasi ini diajukan sebuah metode analisis lokasi yang digunakan pada rumah cerdas. Metode yang diajukan menggunakan transformasi proyektif terhadap masukan dari sensor visual untuk menentukan koordinat penghuni dan setiap benda yang ada pada rumah cerdas. Dengan penentuan koordinat yang baik, fungsi setiap benda dalam rumah cerdas dapat dioptimalkan untuk kebaikan penghuni. Dari uji coba yang dilakukan, metode ini berhasil memetakan koordinat benda-benda pada rumah cerdas dengan akurasi kebenaran 81%."
Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2014
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Banyuawangi merupakan kabupaten yang terletak di ujung paling timur provinsi Jawa Timur. Banyuwangi berbatasan dengan Kabupaten Situbondo. , di sebalah barat Kabupaten Jember dan Bondowoso , sebelah Timur selat Bali dan disebelah selatan berbatasan dengan Samudera Hindia"
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>