Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 143431 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nugroho Ari Saputro
"ABSTRAK
Mangrove mempunyai peran yang penting sebagai pelindung garis pantai akibat abrasi dan akresi. Penelitian mengenai pengaruh perubahan mangrove terhadap perubahan garis pantai di Kecamatan Muaragembong selama kurun waktu 25 tahun dari tahun 1989 hingga tahun 2014 dengan menggunakan Citra Landsat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana perubahan luas mangrove dan garis pantai (luas abrasi dan akresi) yang terjadi di Kecamatan Muaragembong dan untuk mengetahui bagaimana pengaruh perubahan luas mangrove terhadap perubahan luas abrasi dan akresi. Diketahui bahwa luas mangrove cenderung terus mengalami penurunan luas di tiap tahun pengamatan sedangkan perubahan garis pantai yang dominan terjadi dari tahun 1989 hingga 2014 adalah abrasi yang terus meningkat tiap tahun pengamatan. Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan analisis regresi linear sederhana terungkap bahwa penurunan luas mangrove mempunyai pengaruh terhadap luas abrasi sebesar 52,4% dan penambahan luas mangrove mempunyai pengaruh terhadap luas akresi dengan pengaruh sebesar 37,8%. Secara spasial terungkap bahwa penurunan dan penambahan luas mangrove berbanding lurus dengan perubahan luas abrasi dan akresi.

ABSTRACT
Mangroves have an important role as a protector of the coastline due to erosion and accretion. Research on the effects of changes in mangrove area toward shoreline change in District Muaragembong during the 25 year period from 1989 to 2014 using Landsat imagery. This study aims to determine how changes in mangrove area and coastline (extensive abrasion and accretion) that occurred in the District Muaragembong and to find out how changes in mangrove area to area changes abrasion and accretion. It is known that the vast mangrove area likely to continue to decline in each year of observation while the dominant shoreline change occurred from 1989 to 2014 is abrasion that has increased every year of observation. Based on calculations using simple linear regression analysis revealed that the decrease in mangrove area has a broad effect on abrasion 52.4% and the addition of extensive mangrove area has an influence on the effect of accretion by 37.8%. Spatially revealed that the decrease and the addition of mangrove area is proportional to the area changes abrasion and accretion."
2016
S63510
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Danu Dwi Reinaldi
"Pesisir Utara Kabupaten Brebes merupakan daerah yang rawan terhadap terjadinya tinggi gelombang dan pasang surut air laut. Eksosistem mangrove yang merupakan bagian dari ekosistem pesisir memiliki peranan penting dalam mengurangi kerusakan akibat gelombang air laut. Di samping dapat mengurangi terjadinya abrasi, sistem perakaran mangrove dapat menahan laju sedimentasi sehingga akan memperluas garis pantai atau akresi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh ekosistem mangrove terhadap perubahan garis pantai yang berupa abrasi dan akresi dalam kurun waktu dari tahun 2003 hingga 2023. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan memanfaatkan Remote Sensing dan teknologi GIS. Pengumpulan data menggunakan citra satelit Landsat 7 ETM+ Tahun 2003 dan 2013, Landsat 8 OLI/TRS 2023. Pengolahan data spasial menggunakan google earth engine, software ArcGIS 10.3. Data perubahan ekosistem mangrove diperoleh dengan menggunakan metode NDVI. Teknologi GIS digunakan untuk analisis data laju perubahan garis pantai secara spasial. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari tahun 2003 hingga 2023, ekosistem mangrove mengalami perubahan setiap periodenya. Ekosistem mangrove di sepanjang pesisir utara Kabupaten Brebes mengalami penurunan dari tahun 2003 hingga 2013 akibat gelombang besar tahun 2008, namun kembali mengalami kenaikan pada tahun 2023. Perubahan ini tentunya juga mempengaruhi terjadinya perubahan garis pantai. Secara spasial penelitian ini menunjukkan luas mangrove berbanding lurus dengan perubahan luas abrasi dan akresi.

The North Coast of Brebes Regency is an area that is prone to high waves and tides. Mangrove ecosystems, which are part of the coastal ecosystem, have an important role in reducing damage caused by seawater waves. In addition to reducing the occurrence of abrasion, the mangrove root system can withstand the rate of sedimentation. So that it will expand the coastline or accretion. The purpose of this study is to determine the influence of mangrove ecosystems on changes in coastlines in the form of abrasion and accretion in the period from 2003 to 2023. The method used in this study is by utilizing Remote Sensing and GIS technology. Data collection uses Landsat 7 ETM+ satellite imagery in 2003 and 2013, Landsat 8 OLI/TRS 2023. Spatial data processing using google earth engine, ArcGIS 10.3 software. Data on changes in mangrove ecosystems were obtained using the NDVI method. GIS technology is used to analyze data on the rate of change of coastline spatially. The results of this study show that from 2003 to 2023, the mangrove ecosystem has always undergone changes every period. The mangrove ecosystem along the northern coast of Brebes Regency declined from 2003 to 2013 due to the large wave in 2008, but increased again in 2023. This change of course also affects the change of coastline. Spatially, this study shows that the area of mangroves is directly proportional to the change in abrasion and accretion area."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Azri Kurniawan
"Wilayah Pesisir Utara Kecamatan Juntinyuat, Kabupaten Indramayu yang berbatasan langsung dengan Laut Jawa, mengalami abrasi dan akresi secara cukup signifikan. Abrasi dan akresi merupakan dua proses geologis yang terjadi di permukaan bumi dan umumnya terkait dengan erosi tanah. Ekosistem mangrove, sebagai bagian dari ekosistem pesisir, memainkan peran penting dalam mengurangi abrasi dan akresi. Penelitian ini bertujuan untuk memahami perubahan garis pantai selama 10 tahun terakhir (2003-2023) yang dipengaruhi oleh ekosistem mangrove. Metode yang digunakan melibatkan Remote Sensing dan GIS dengan data dari citra satelit Landsat 7 ETM+ tahun 2003, Landsat 8 OLI/TRS tahun 2013, dan Landsat 8 OLI/TRS tahun 2023. Pengolahan data dilakukan menggunakan ArcGIS 10.8 dan Google Earth Pro. Analisis perubahan garis pantai menggunakan DSAS, sementara perubahan ekosistem mangrove dievaluasi dengan metode NDVI. Hasil penelitian menunjukkan bahwa antara tahun 2003 dan 2013, dominasi abrasi terjadi bersamaan dengan penurunan luas ekosistem mangrove. Sebaliknya, antara tahun 2013 dan 2023, dominasi akresi terkait dengan peningkatan luas ekosistem mangrove. Analisis statistik menunjukkan bahwa penurunan luas mangrove memiliki dampak sekitar 40,7% terhadap luas abrasi, sementara peningkatan luas mangrove memiliki dampak sekitar 35,6% terhadap luas akresi. Secara spasial, penurunan dan peningkatan luas mangrove berkorelasi dengan perubahan luas abrasi dan akresi.

The Northern Coastal Area of Juntinyuat Subdistrict, Indramayu Regency, which directly faces the Java Sea, experiences significant abrasion and accretion. Abrasion and accretion are two geological processes that occur on the Earth's surface and are generally related to soil erosion. The mangrove ecosystem, as part of the coastal ecosystem, plays a crucial role in reducing abrasion and accretion. This research aims to understand changes in the coastline over the past 10 years (2003-2023) influenced by the mangrove ecosystem. The methodology involves Remote Sensing and GIS using data from Landsat 7 ETM+ satellite imagery in 2003, Landsat 8 OLI/TRS in 2013, and Landsat 8 OLI/TRS in 2023. Data processing is carried out using ArcGIS 10.8 and Google Earth Pro. Coastline change analysis employs DSAS, while mangrove ecosystem changes are evaluated using the NDVI method. The research results indicate that between 2003 and 2013, the dominance of abrasion coincided with a decrease in the mangrove ecosystem's area. Conversely, between 2013 and 2023, the dominance of accretion was associated with an increase in the mangrove ecosystem's area. Statistical analysis shows that the decrease in mangrove area has an impact of approximately 40.7% on the abrasion area, while the increase in mangrove area has an impact of around 35.6% on the accretion area. Spatially, the decrease and increase in mangrove area correlate with changes in abrasion and accretion areas."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ella Whidayanti
"Pesisir Barat Kabupaten Pandeglang yang menghadap Selat Sunda merupakan daerah yang rawan terhadap terjadinya bencana alam. Tinggi gelombang dan pasang surut air laut, termasuk tsunami merupakan bencana yang sering melanda pesisir tersebut. Eksosistem mangrove yang merupakan bagian dari ekosistem pesisir memiliki peranan penting dalam mengurangi bencana alam akibat gelombang air laut. Di samping dapat mengurangi terjadinya abrasi, sistem perakaran mangrove dapat menahan laju sedimentasi. Sehingga akan memperluas garis pantai atau akresi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh ekosistem mangrove terhadap perubahan garis pantai yang berupa abrasi dan akresi dalam kurun waktu 10 tahun dari tahun 2010 hingga 2020. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan memanfaatkan Remote Sensing dan teknologi GIS. Pengumpulan data menggunakan citra satelit Landsat 7 ETM+ Tahun 2010, Landsat 8 OLI/TRS Tahun 2015 dan 2020. Pengolahan data spasial menggunakan google earth engine, software ArcGIS 10.6 dan ENVI 5.3. Data perubahan ekosistem mangrove diperoleh dengan menggunakan metode NDVI. Teknis GIS digunakan untuk analisis data laju perubahan garis pantai secara spasial. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari tahun 2010 hingga 2020, ekosistem mangrove selalu mengalami perubahan setiap periodenya. Ekosistem mangrove di sepanjang pesisir Kabupaten Pandeglang mengalami penambahan dari tahun 2010 hingga 2015, namun kembali berkurang pada tahun 2020 akibat bencana tsunami Banten tahun 2018. Perubahan ini tentunya juga mempengaruhi terjadinya perubahan garis pantai. Berdasarkan hasil analisis statistik, penurunan luas mangrove mempunyai pengaruh sebesar 48,63% terhadap luas abrasi dan penambahan luas mangrove mempunyai pengaruh sebesar 51,7% terhadap luas akresi. Secara spasial penelitian ini menunjukkan penurunan dan penambahan luas mangrove berbanding lurus dengan perubahan luas abrasi dan akresi.

The coastal area of Pandeglang Regency , which faces the Sunda Strait, is prone to natural disaters. As the high wave tides, and in same periode including tsunami, are the named type of disasters that frequently hit the area. Mangrove ecosystem that are the part of coastal ecosystems have an importance role in reducing natural disasters caused by seawater waves. In addition to preventing abrasion, the mangrove root system can hold sediment. So that it will expand the coastline or accretion. This study aims to determine the effect of existence of mangrove ecosystems on coastline change in the form of abrasion and accretion within ten years during 2010 to 2020. The research method uses remote sensing and GIS Technology. The remote sensing data collection uses is separate into Landsat 7 ETM+ for 2010 and Landsat 8 OLI/TRS for 2015 and 2020. Spatial data processing using google earth engine, ArcGIS 10.6 and ENVI 5.3 software. Mangrove ecosystem change data is obtained using NDVI method. GIS technology is used for spatial analysis of coastline change rate data. As a result of this study show that during 2010 to 2020, mangrove ecosystems always change every period. Mangrove ecosystems along the coastal area of Pandeglang Regency increased during 2010 to 2020, but decreased in 2020 caused by Banten Tsunami disaster in 2018. This change certainly also affects the change of coastline. Based on the results of statistical analysis, the decrease in mangrove area has an influence of 48.68% on the area of abrasion, and the addition of mangrove area has an influence of 51.7% on the area of accretion. Spatially revealed that the decrease and the addition of mangrove area is proportional to the area changes abrasion and accretion."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chahya Chairani
"ABSTRAK
Seiring berjalannya waktu hutan mangrove dapat megalami perubahan luas yang disebabkan oleh beberapa faktor salah satunya ahli fungsi lahan menjadi tambak dan permukiman serta perubahan garis pantai juga dapat mengubah luas hutan mangrove. Pamurbaya merupakan kawasan lindung alam berupa vegetasi mangrove yang perlu di perhatikan dan dipertahankan. Penelitan ini mengenai perubahan luas hutan mangrove selama kurun waktu 13 tahun dari tahun 2004 hingga tahun 2017. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada hutan mangrove di Pantai Timur Surabaya Pamurbaya sepanjang tahun 2004 - 2017 dan mengetahui faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan hutan mangrove. Penelitian ini menggunakan citra satelit Landsat 8 OLI dan Landsat 7 ETM. Metode yang digunakan yaitu mengoverlay vegetasi mangrove, tambak, permukiman dan garis pantai disetiap tahun penelitian. Karakteristik mangrove di Pamurbaya memiliki perbedaan warna substrat dan jenis vegetasi disetiap keadaan lingkungan yang berbeda. Tingkat kerapatan sedang mendominas pada tahun 2004-2009 sedangkan tingkat kerapatan sangat rapat mendominasi pada tahun 2017. Selama tahun 2004-2017 terjadi perubahan lahan mangrove menjadi lahan tambak dan lahan tambak berubah menjadi lahan permukiman. Faktor terjadinya perubahan hutan mangrove yaitu perubahan alih fungsi lahan mangrove menjadi tambak. Perubahan lahan tambak menjadi mangrove mengalami puncak perubahan pada tahun 2007-2009 sebesar 200,86 Ha atau 66 , namun pada tahun 2009 ndash; 2017 perubahan tambak menjadi lahan mangrove meningkat seluas 275,71 Ha atau 73.

ABSTRACT
Mangrove areas over time can be experienced by extensive changes caused by several factors, such as land use experts into ponds and settlements and coastline changes can also change the area of mangroves. Pamurbaya is a natural protected area of mangrove vegetation that needs to be noticed and maintained. This research is about the change of mangrove area during 13 year period from 2004 until 2017. The purpose of this research is to know the changes that occurred in mangrove area in East Coast Surabaya Pamurbaya during 2004 2017 and to know the factors that caused the change of area mangroves. This study uses Landsat 8 OLI and Landsat 7 ETM satellite images. The method used is covering mangrove vegetation, ponds, settlements and coastline in every year of research. The characteristics of mangroves in Pamurbaya have different substrate colors and vegetation types in different environmental circumstances. The density level was dominating in 2004-2009 while the density level was dominantly dominated by 2017. During 2004-2017 there was a change of mangrove land into pond land and pond area turned into a settlement land. Factor of change of mangrove area that is change of change of function of mangrove land into pond. The change of pond area to mangrove has peak of change in 2007-2009 by 200,86 Ha or 66, but in 2009-2017 the change of pond into mangrove land increased 275,71 Ha or 73."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pricillia Azhani
"Pelaksanaan pengembangan ekowisata mangrove tidak sesuai dengan konsep ekowisata yaitu konservasi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Rumusan masalah penelitian ini adalah belum adanya pelaksanaan pengembangan ekowisata karena pengelolaan Hutan Mangrove Wonorejo (HMW) yang belum maksimal terutama akibat dari pemahaman pengelola Ekowisata Mangrove Wonorejo (EMW) yang belum diaplikasikan dalam pengelolaan ekowisata untuk pemberdayaan masyarakat.
Tujuan penelitian ini untuk menganalisis vegetasi mangrove di HMW, menganalisis pemahaman pengelola EMW, menganalisis pemberdayaan masyarakat, dan menganalisis pelaksanaan pengembangan ekowisata di EWM. Hasil penelitian menunjukan kategori pohon INP tertinggi pada jenis Avicennia marina (251,22%), hal ini menunjukkan bahwa Avicennia marina adalah jenis mangrove yang paling dominan. Pemahaman pengelola EMW mengenai pengelolaan mangrove (96%), konsep ekowisata (86,67%), dan pelaksanaan ekowisata (83,33%). Masyarakat belum memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan dan melaksanakan keputusan untuk mencapai tujuan kesejahteraan masyarakat, dan evaluasi pelaksanaan pengembangan ekowisata di EMW dilakukan melalui prinsip-prinsip ekowisata hanya tercapai satu indikator (11,11%) dan delapan indikator tidak tercapai.

Implementation of mangrove ecotourism development which is not suitable with ecotourism concept namely conservation and improvement of people's well-being. The research problems is the lack management of Mangrove forest Wonorejo it caused by manager?s understanding Mangrove Wonorejo Ecotourism (EMW) which has not been applied in the management of the EMW activities for community development.
The purpose of this study is to analyze mangrove vegetation in Wonorejo mangrove forest, to analyze understanding EMW manager, analyze community empowerment, and analyze the implementation of ecotourism development in EWM. The results showed the highest IVI species in tree category is Avicennia marina (251.22%), indicating that Avicennia marina is the most dominant mangrove species. EMW managers understanding about mangrove management (96%), the concept of ecotourism (86.67%), and the implementation of eco-tourism (83.33%). People did not have the ability to make decisions and applied that decisions to achieve the goal of public well-being and evaluation of the ecotourism implementation development using the principles of ecotourism only 1 indicators (11.11%) were achieved, while 8 other indicators have not been achieved.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lauranthasa Aprilia Irawadi
"Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik hutan mangrove dan pola distribusinya di wilayah pesisir Brebes pada tahun 2013-2022. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah indeks vegetasi dan Random Forest. Hasil dari penelitian ini menunjukkan adanya perubahan luas yang signifikan selama periode penelitian dan hutan mangrove di wilayah pesisir Brebes memiliki persebaran yang luas, serta tingkat kerapatan yang cukup tinggi. Meskipun telah mengalami kerusakan yang diakibatkan oleh bencana banjir Rob di tahun 2014 dan dampak dari aktivitas manusia, seperti pengalih fungsi lahan serta penebangan ilegal, hutan mangrove di lokasi penelitian terus berkembang karena adanya program rehabilitasi mangrove yang dilakukan oleh komunitas setempat dalam menjaga keasrian hutan mangrove di wilayah pesisir Brebes.

The purpose of this study was to determine the characteristics of mangrove forests and their distribution pattern at the Coast of Brebes in 2013-2022. The method used in this study are the Vegetation Index and Random Forest. The results indicate that there were significant changes in area during the study period and the mangrove forests in the coastal area of Brebes have a wide distribution, and a fairly high level of density. Despite the damage caused by the 2014 tidal flood disaster and the impact of human activities, such as land conversion and illegal logging, the mangrove forests in the study area continue to grow due to the mangrove rehabilitation program carried out by the local community in maintaining the beauty of the mangrove forests in Brebes coastal area."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Imam Hakim
"Hutan mangrove tergolong sumberdaya hutan yang mempunyai peranan penting bagi pernbangunan Nasional. Hal ini karena lokasinya yang strategis dan potensi yang terkandung di dalamnya, serta fungsi perlindungannya yang secara langsung ataupun tidak langsung mempengaruhi eksistensi dan berfungsinya sumberdaya alam lain.
Ekosistem ini dicirikan oleh produktivitasnya yang tinggi dan daur nutrisi yang cepat, sehingga mangrove dianggap penyedia nutrisi bagi kontinuitas sebagian besar energi yang diperlukan oleh berbagai biota akuatik di ekosisitem pantai. Ekosistem ini juga berperan sebagai pendukung eksistensi lingkungan fisik, yaitu sebagai penyangga abrasi pantai oleh gelombang, intrusi air laut ataupun hembusan angin yang dapat merusak ekosistem darat.
Pertambahan jumlah penduduk yang semakin meningkat dan pesatnya perkembangan teknologi mengakibatkan tekanan terhadap keberadaan hutan mangrove. Pemanfaatan tidak saja dilakukan dalam bentuk pengambilan hasil hutan, tetapi berkembang ke bentuk pemanfaatan lahan mangrove.
Pulau Bengkalis adalah satu diantara enam pulau yang ada di Kabupaten Bengkalis yang mempunyai hutan mangrove rnencapai 15.039 ha tersebar mengelilingi pulau. Wilayah hutan mangrove yang mengalami tekanan cukup berat berada di wilayah pantai utara yang berbatasan dengan Selat Malaka Luas hutan mangrove di wilayah tersebut mencapai 9.133 ha. Secara ekologis lingkungan fisik wilayah tersebut mendukung untuk pertumbuhan dan perkembangan hutan mangrove. Terdapat tiga aliran sungai yang bermuara di di Pantai Utara Pulau Bengkalis, dan menjadi sumber aliran air tawar. Kandungan lumpur (sedimen) berkisar antara 5%-85%, bahan organik 50%, salinitas 26-32 ppm. Keadaan laut, tenang sampai agak kuat yang tinggi gelombangnya antara 0,4 sampai 2,7 m dengan kecepatan 0,1-5 knot. Kondisi lingkungan alami tersebut selayaknya mendukung kelestarian hutan mangrove. Namun demikian, akibat pemanfaatan yang tidak terkendali dan sudah berlangsung lama, mengakibatkan terjadinya kerusakan hutan mangrove, sehingga menurunkan fungsinya sebagai pelindung pantai akibat abrasi. Terjadinya kerusakan hutan mangrove dan abrasi belum menjadi perhatian serius bagi masyarakat dan pemerintah, sekalipun dampaknya sudah dirasakan. Atas dasar permasalahan tersebut, rumusan yang perlu untuk dijawab adalah 1). Seberapa besar kerusakan hutan mangrove yang terjadi; dan 2). Seberapa besar abrasi di Pantai Utara Pulau Bengkalis; serta 3). Adakah hubungan kerusakan hutan mangrove dengan abrasi yang terjadi.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi kerusakan hutan mangrove dan hubungannya dengan abrasi yang telah terjadi. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan kepada perencana dan pengambil keputusan, khususnya Pemerintah Kabupaten Bengkalis dalam penyempurnaan, maupun pembuatan kebijakan tentang pengelolaan hutan mangrove yang ada di daerah penelitian atau kawasan lainnya. Hopotesis yang diajukan adalah bahwa semakin tinggi tingkat kerusakan hutan mangrove akan mengakibatkan semakin tinggi abrasi yang terjadi di Pantai Utara Pulau Bengkalis.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa komposisi jenis mangrove di wilayah Pantai Utara Pulau Bengkalis terdiri dari 9 spesies jenis pohon. Jenis yang dominan adalah api-api (Avicennia marina), bakau (Rhizophora mucronata) dan lenggadai (Bruguiera cylindrica). Kerapatan individu setiap hektarnya pada strata anakan mencapai 1.897 pohon, sedangkan strata pancang 1.341 pohon dan strata pohon hanya 849 phn/ha.
Pemanfaatan hutan mangrove oleh masyarakat meliputi pengambilan kayu untuk bangunan/pancang, bahan baku arang, dan untuk kayu bakar serta konversi menjadi lahan tambak. Rata-rata pemanfaatan setiap tahun untuk kayu bangunan/pancang sebanyak 2.812 pohon, kayu arang 3.217 pohon dan kayu bakar untuk rumah tangga 2.444 pohon, sedangkan yang kayu bakar industri bata mencapai 7.657 pohon.
Akibat pemanfaatan yang tidak terkendali, menyebabkan terjadinya kerusakan hutan mangrove yaitu menurunnya kerapatan pohon setiap tahun yang berkisar antara 0,32%-1,6% atau rata-rata 0,79%. Penurunan kerapatan pohon ini setara dengan berkurangnya pohon sebanyak 61.255 pohon setiap tahun. Kerusakan ini menyebabkan menurunnya kemampuan fisik hutan mangrove untuk menahan terjadinya abrasi. Laju abrasi per tahun berkisar antara 3,6-8,4 meter atau rata.-rata 6,03 meter. Hasil analisis memperlihatkan bahwa terdapat hubungan positif dan signitikan antara penurunan kerapatan pohon dengan laju abrasi yang terjadi.
Kerusakan hutan mangrove dan terjadinya abrasi ada kaitannya dengan persepsi masyarakat mengenai hutan mangrove. Sebagian besar (5S,3 %) menyatakan hutan mangrove hanya sebagai sumber hasil hutan, dan tingkat kesadaran masyarakat untuk memelihara juga sangat rendah (4,57%), sedangkan sebagian besar (56,00%) menyadari pentingnya hutan mangrove tetapi tidak melakukan pemeliharaan.
Berdasarkan kenyataan ini perlu adanya upaya rehabilitasi hutan mangrove, sekaligus meningkatkan sumberdaya manusia agar pengetahuan dan partisipasi masyarakat sehjngga upaya pelestarian fungsi hutan mangrove dapat meningkat.

Mangrove forests has a very strategic locations, many potentials and great protective functions that bring them to be one of forest resources that play important role for the nation development. Its protective functions have a strong influence to the existence and the function of other resources, directly or indirectly.
This ecosystem is characterized by its high productivity and fast nutrient cycle made it become the nutrient source for the most energy supply need by varies aquatic biota in coastal ecosystems. Mangrove ecosystem also functioned as physical environment existence support to protect the coast from abrasion, restrain seawater intrusion and strong wind that can ravage terrestrial ecosystems.
The fast growth of population and high technology development has lead to a high pressure on mangrove forests existence. The exploitations of mangrove forest resources are not only done by reaping its product but as well as exploit its land.
Bengkalis Island as one of six islands in Bengkalis District has a 15.093 ha mangrove forests spreading along its coastal area. Mangrove forests at the north coast, bordered on Malacca Strait, are the one received high pressure. Its area occupied 9.133 hectare area. Ecologically, its physical environment supports the growth of that mangrove forest. There are three rivers ending in Bengkalis Island North Coast that become the source of fresh water. The sediment content of those streams varies between 5% to 85%, organic matter 50%, and salinity between 26-32 ppm. The sea situation is still to strong. The wave height is between 0,4 to 2,7 m with the speed of 0,1 - 5 knots. This natural condition supposed to support mangrove forest sustainability. However, uncontrolled exploitation for a long time result in the degradation of mangrove forest that decrease its function to prevent coastal abrasion Those two phenomenons haven?t got a big concem of the govemment and the community yet, even though some of its impact has been experienced. Based on those problems, there is some questions arise: I). How worse is that mangrove forest degradation?, 2). How big is the abrasion in Bengkalis Island north coast?, 3). Is there a conelation between mangrove forest degradation and the abrasion?.
The purpose of this research is to gain information of mangrove forest degradation and its correlation with the abrasion. The result is expected to be a valuable input for the planner and the decision makers in Bengkalis District to make and perfecting policies on mangrove forest management, not only in the research area but also in other regions.
The research showed that mangrove forest in Bengkalis Island North Coast composed 9 tree species. The dominant species are api-api (A vicennia marina), bakau (Rhizophora mucronara) dan lenggadai (Bruguiera cylindrica). The density in seedling stratum reaches 1.897 individual per hectare, while sapling stratum reach 1.341 and there are only 849 in tree stratum.
People use the forest to get the log to build houses. They also use the resources as raw material to make charcoal, use it as fuel and converse the land to be used as fishpond. Average usage for building need is 2.812 trees annually, 3.217 trees converted to charcoal annually, 2.444 trees used as fuel annually, and 7.657 trees cut to supply brick indusuies.
This uncontrolled use of the mangrove lead to its degradation showed by the decreasing of its density between 0,32% to 1,6% annually or 0,66% on the average. This decrease is equal to the loose of 61,255 trees annually. It also leads to the declining of mangrove forest function to prevent the land from abrasion. Abrasion rate varied between 3,6 to 8,4 meter annually or 6,03 meter on the average. The analysis showed that there is a positive and significant correlation between trees decreasing rate and abrasion rate.
Mangrove forest degradation and coast abrasion are related to community perception. Most of the respondents (58,3%) stated that mangrove forest is functioned only as the source of mangrove product they need. They also have a low awareness to preserve the mangrove (4,57%). Most of them (56%) understand the important role of mangrove forest but didn?t conduct any acts to preserve it.
Based on these findings, mangrove forest rehabilitation is very needed along with environmental education to develop human resources lived surrounding the forest and increase community participation to preserve functions of mangrove forest could be step up."
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T11076
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marcello, Hansel
"Di Kabupaten Indramayu sendiri, besarnya perubahan habitat mangrove cukup mengkhawatirkan. Dengan data digital Landsat tahun 1989, 2002, dan 2010, dilakukan penelitian untuk melihat perubahan luasan dan jenis mangrove yang terjadi di Indramayu selama kurun waktu 21 tahun tersebut. Penelitian ini dilakukan dengan metode terbimbing (supervised). Penelitian menunjukan hampir semua degradasi hutan mangrove yang terjadi di Kabupaten ini disebabkan oleh peralihan fungsi menjadi tambak. Perubahan hutan mangrove di kabupaten Indramayu ini terjadi di lima kecamatan, antara lain kecamatan Cantigi, Indramayu, Kandanghaur, Losarang, dan Sindang. Penelitian ini juga berusaha menganalisis peralihan fungsi tersebut dengan produksi perikanan di lima kecamatan tersebut.

In the Regency of Indramayu, the conversion magnitude of Mangrove habitat is of concern. Based on the Landsat Image taken in year 1989, 2002, and 2010, a research has been conducted to study these changes in respect of the area and type of Mangrove in Indramayu in the 21 years period. The research was conducted by using the Supervised Method. The result of the research shows that almost all of the Mangrove degradation in the Regency is caused by the conversion of Mangrove to Fishery. In more details, the Mangrove conversion in Indramayu takes place in five districts of Cantigi, Indramayu, Kandanghaur, Losarang, and Sindang. The research is also performed in an effort to study the connection of the Mangrove conversion in regard to the fishery industry in those 5 districts of Indramayu."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
S1446
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>